Alana menyetir tanpa arah karena Jovan tidak memberikan alamat tujuan.Jadi, Alana hanya menyetir mengikuti jalan.Jovan yang biasanya cerewet, hari ini sangat pendiam. Dia terus melihat ke luar jendela, entah apa yang dia pikirkan.Alana ingin menghibur Jovan beberapa kali, tetapi pada akhirnya kata-kata itu tidak bisa keluar dari mulutnya.Alana bukan orang yang pandai menghibur orang lain, dia berharap Jovan bisa membaik sendiri."Nanti di depan belok kanan." Jovan akhirnya buka mulut."Oke."Alana langsung mengiyakan.Setelah mengikuti instruksi Jovan, mobil mereka tiba-tiba masuk ke jalan kecil yang sangat sepi.Dari kejauhan, Alana bisa melihat kuburan di tengah gunung."Oke, berhenti," kata Jovan."Oke."Setelah menghentikan mobil, Jovan turun dari mobil terlebih dahulu.Alana juga ikut turun lalu berjalan ke sisi Jovan."Ini tempat apa?""Ini area pemakaman Keluarga Tambolo," jawab Jovan.Alana membuntuti Jovan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Setelah melewati banyak batu ni
Jovan terkejut.Selama ini di rumah, Alana selalu minta koki masak makanan dan itu hanya makanan biasa, tidak pedas sama sekali.Alana memasukkan daging sambil berkata, "Kamu tahu nggak, kalau suasana hatiku lagi nggak bagus atau lagi bagus banget, justru aku malah nyari makanan pedas.""Memangnya ngefek?" Jovan mengernyit bingung."Cobain aja kalau nggak percaya. Aku merasa pedas membuat seluruh tubuh serta pikiranku jadi rileks."Alana bicara sambil mengambilkan daging yang sudah matang dan menaruhnya di piring Jovan.Jovan tidak menolak kebaikan Alana, dia pun memasukkan daging itu ke mulutnya.Jovan langsung minum air."Ya ampun ini pedas banget! Jangan sering-sering makan kayak gini, nggak bagus buat kesehatanmu."Alana mengangguk mengerti, "Iya, iya aku tahu. Cuma sesekali aja kok."Karena sedang hamil muda, Alana tidak bisa makan banyak pas di rumah. Tapi hari ini rasa makanan rebusan ini terasa sangat enak, Alana pun bisa makan banyak."Ayo, makan lagi. Nggak apa-apa, nanti jug
"Kenapa? Kamu mau punya anak?" Jovan bertanya seperti pria yang bodoh.Mana mungkin Alana menjawab pertanyaan ini?Alana mengernyit, "Ya nggak lah. Lagian aku juga nggak bisa ngerawat anak, jadi mending nggak usah deh."Saat menjawab, Alana spontan meremas ujung selimut.Jovan merasa kecewa.Jovan pikir Alana sangat menyukai anak-anak, itu sebabnya dulu selalu bawa Riko ke mana-mana.Malam itu keduanya tidak merasa bahagia, tenggelam dalam pikiran masing-masing.Alana berguling-guling cukup lama dan tidak kunjung bisa tidur. Dia memutuskan akan bicara dengan Tuan Besar Jacob tentang perjalanan bisnisnya esok hari.Pagi hari itu.Alana bangun pagi-pagi sekali. Jovan juga sudah bangun dan jelas terlihat lebih energik dari kemarin, seperti tidak punya beban pikiran sama sekali."Kamu sudah bangun? Kapan kita makan rebusan lagi?" Jovan mau menghabiskan lebih banyak waktu bersama Alana.Alana menjawab dengan malas-malasan, "Tunggu tahun depan ya."Tuan Besar Jacob terlihat bingung."Alana,
"Nggak apa-apa. Kakek itu sudah periksa kesehatan dan dia sehat kok." Alana dapat laporan dari dokter rumah sakit.Alana tidak tahu kalau para dokter sudah disuap Tuan Besar Jacob untuk berbohong.Riko menghela napas dalam diam. Karena dia sudah janji harus jaga rahasia, dia tidak bisa jujur pada Alana."Menurutku mendingan Tante Alana nggak pergi sih, aku tahu Tante hamil."Alana tercengang.Alana langsung menutup mulut Riko."Riko, kamu nggak boleh ngasih tahu kakek dan Om Jovan ya, ngerti?"Riko mengangguk, "Iya aku tahu, kalau nggak juga sudah aku bocorin dari awal."Benar juga ....Alana merasa lega. Dia tahu ada kalanya Riko memang sangat dewasa."Oke deh, yang penting kamu nggak ngomong. Nanti biar Tante beresin masalah ini sendiri, kamu berangkat aja ke sekolah."Melihat Alana tidak mau mendengarkannya, Riko pun tidak punya pilihan selain pergi....Di sisi lain, Jovan yang ingat akan mengoperasi Reina pun menelepon Reina untuk menanyakan kapan dirinya punya waktu.Reina member
Ethan mengulurkan tangan dan meraih tangan kecil Erina, sehingga putri kecilnya itu kembali tertidur dengan tenang.Brigitta melihat semua gerakan ini, emosi di hatinya pun berkecamuk.Brigitta jadi mempertanyakan dirinya sendiri. Apa dia sudah terlalu egois?Erina sangat menyayangi Ethan, begitu pula sebaliknya.Tiba-tiba, mobil berhenti mendadak.Sebelum Brigitta sempat bereaksi, dia dan putrinya sudah terlindungi oleh pelukan dari tangan kuat Ethan.Ethan langsung menatap sopir dengan dingin, "Ada apa?""Maaf Pak Ethan, barusan ada yang nyebrang." Sopir buru-buru minta maaf.Ethan tidak mempermasalahkan, "Pelan-pelan saja.""Ya."Dipeluk erat seperti ini membuat jantung Brigitta berdetak kencang.Ethan menunduk dan menatap mata Brigitta.Saat keduanya saling bertatapan, ada gejolak emosi aneh yang muncul di antara keduanya.Erina menarik baju Ethan dengan tangan kecilnya, "Papa ..."Baru kemudian Ethan tersadar dari lamunannya dan duduk tegak kembali.Mobil melaju perlahan dan sepan
"Kok belum pulang?" tanya Revin.Brigitta langsung berdiri, "Pak Revin, masih ada beberapa pekerjaan yang belum selesai. Aku akan pulang begitu semua selesai."Revin pun tersenyum, "Kerja nggak akan ada habisnya. Kesehatanmu lebih penting. Pulang dan istirahatlah, jangan kecapekan."Brigitta mengepalkan tangannya dan menggeleng."Nggak, aku nggak capek."Revin bukan orang yang suka ikut campur, tapi setelah selama ini kerja bersama, tentu hubungan Revin dan Brigitta bukan hanya sebatas atasan-bawahan biasa.Revin tidak langsung pergi, malah duduk di kantor Brigitta."Ada masalah ya di keluarga?"Terakhir kali 'kan Ethan membawa pergi Erina, apa kali ini Ethan melakukan hal lain?Brigitta langsung menggeleng, "Nggak, nggak ada apa-apa."Tiba-tiba Brigitta teringat sesuatu, "Ah, Pak Revin, kemarin 'kan kamu sudah banyak bantuin urusan kerjaanku, dari dulu aku sudah berniat traktir kamu makan tapi belum kesampaian sampai sekarang. Gimana kalau sekarang kita pergi makan, aku traktir."Kare
"Menurutmu kira-kira aku bisa menang nggak bersaing sama dia?" Ethan menatap lurus ke arah Jovan dan bertanya dengan serius.Jovan tercengang. Hah? Pertanyaan macam apa ini?Jovan berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku nggak paham latar belakang keluarganya sih, tapi menurutku ....""Aku ngomongin dalam hal wanita ya," jawab Ethan.Jovan hanya bisa menganga, dia seakan sedang melihat Maxime yang kedua."Hmm ... sejujurnya menurutku kamu nggak semenarik Revin sih. Lagian, dia masih lajang ... penampilannya lebih sesuai dengan standar yang diimpikan wanita."Jovan adalah orang yang tidak suka berbohong.Ucapan Jovan ini tajam seperti pisau yang menusuk hati Ethan.Ethan tertegun untuk waktu yang lama, lalu bertanya, "Kalau gitu apa dia bakal suka sama wanita yang sudah punya anak?""Kamu bercanda? Nggak belajar dari kasus Reina? Dulu pas Reina sudah punya dua anak aja dia bisa terima," sahut Jovan.Benar-benar menghujam hati.Apa nanti Erina juga akan memanggilnya 'Papa Revin'?"Ngomong-ng
"Kamu itu benar-benar nggak tahu malu ya? Sudah ngincar Reina, sekarang malah ngincar istri Ethan? Kamu gila ya? Memang nggak bisa jatuh cinta sama wanita yang masih lajang aja?"Jovan langsung memaki Revin.Karena masih belum benar-benar tersadar, Revin sampai tidak sempat mengelak saat tiba-tiba dipukul.Saat Jovan hendak kembali memukulnya, Revin buru-buru menghindar."Kayaknya kamu salah paham?" Revin bertanya.Jovan mengepalkan tinjunya dan berkata, "Salah paham apanya! Pria kayak kamu ini sangat menjijikkan, kamu pantas dihajar!"Saat dipukuli pertama dan kedua kali sih Revin masih diam, tapi saat Jovan hendak menghajarnya lagi, Revin tidak diam dan langsung menyerang balik.Kemampuan bela diri Revin sangat terlatih sejak kecil, jadi bertarung dengan Jovan sih tidak ada artinya.Jovan langsung tersungkur dan mengerang kesakitan.Revin berjalan selangkah demi selangkah mendekati Jovan.Jovan bukan seorang pengecut, dia bangkit berdiri dan berusaha menyerang Revin, tapi Revin berka
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa
Sudut mulut Imran bergerak pelan, apakah itu kabar baik?"Lalu bagaimana sekarang?"Mereka berharap bisa bertemu dengan calon menantu mereka hari ini, tetapi tidak disangka semuanya tidak seperti yang mereka bayangkan.Retno berpikir sejenak, lalu menjawab, "Karena anak kita lebih suka yang sudah menikah, kenapa kita nggak carikan janda saja untuknya?"Raut wajah Imran terlihat makin aneh."Kamu nggak lagi bercanda?""Di zaman sekarang ini, bercerai bukanlah masalah besar." Retno berpikiran terbuka. "Yang penting anak kita bisa cepat menikah dan memberi kita cucu."Imran tidak menolak atau membantah.Dia hanya diam saja.Retno menganggapnya sebagai jawaban persetujuan darinya."Ayo. Karena ini salah paham, kita pulang saja." Imran berdiri.Pada saat itulah dia tiba-tiba mendengar Ari berkata lagi, "Bu Reina, apa kamu dan Tuan Maxime rujuk? Kamu sudah yakin nggak mau mempertimbangkan yang lain?"Reina sedikit bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu."Kenapa kamu tanya begitu?""Mak
Reina dan Maxime tiba di dalam restoran sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Maxime menerima telepon dan keluar sebentar.Melihatnya dari kejauhan, Ari langsung berjalan cepat ke arahnya.Setelah sampai di tempat itu, dia melihat sekeliling dan bertanya, "Katanya Tuan Maxime datang juga, di mana dia?""Oh, dia keluar sebentar buat jawab telepon," jawab Reina.Mendengar itu, Ari mengangguk dan duduk di seberang Reina.Dia tidak menyadari bahwa saat ini orang tuanya sedang duduk di ruang sebelah.Orang tua Ari senang saat melihat orang yang ditemui putra mereka adalah seorang wanita dan memiliki penampilan yang khas."Ternyata dia sudah punya pacar, tapi menyembunyikannya dari kita," kata Imran.Retno bertanya bingung, "Apa kamu nggak merasa wanita ini agak familier? Sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat."Sebelumnya, Ari dan Reina pernah digosipkan dan berita keduanya menjadi pemberitaan hangat.Pada waktu itu, Retno sempat melihat foto profil Reina di berita."Memang n
Ibu kota.Keluarga Yinandar sangat meriah seperti biasa, Naria takut kedua orang tua itu kesepian, jadi meminta Reta untuk kembali lebih awal untuk menemani mereka merayakan Tahun Baru.Begitu Reina dan yang lainnya tiba, keduanya terlihat sangat gembira.Keempat cicit kecil itu memanggil mereka, kemudian mereka memberi keempatnya hadiah.Reina melihat bahwa mereka tidak bisa memegang semua hadiah itu dengan tangan mereka."Kakek, Nenek, kenapa beli banyak hadiah begini?""Kami senang karena mereka datang. Setiap kali kami melihat sesuatu yang bagus dan menyenangkan, kami berpikir untuk membelinya dan menyimpannya untuk mereka."Reina tidak berkata apa-apa lagi saat mendengar ini.Reina meminta keempat anaknya bermain bersama kakek dan neneknya, kemudian dia dan Maxime bisa keluar jalan-jalan, lalu sorenya menemui Ari....Rumah Ari.Ayah dan ibunya memegang banyak foto perempuan cantik dan menyerahkannya kepadanya. "Coba lihat."Ari hanya melirik mereka dan mengalihkan pandangannya."
"Ya."Riko mengiakan dengan sangat patuhDia menguap dan menyuruh ketiga adiknya untuk bangun.Kedua adiknya yang paling kecil langsung bangun, tetapi Riki yang selalu bersikap malas tidak mau bangun."Hoaam, Kak, aku masih ingin tidur. Kamu balik dulu saja, aku mau tidur sambil peluk Mama."Reina tidak bisa menahan tawa saat melihat adegan ini."Ya, kalian istirahat di sini dulu saja." Reina tidak tega berpisah dengan beberapa anak.Rasanya sangat bahagia bisa bersama anak-anak.Namun, Maxime berkata dengan tidak sabar, "Cepatlah."Riki beranjak dari lantai dengan gusar saat mendengar suara marah papanya."Ayo pergi." Dia menepuk lipatan di tubuhnya. Ternyata dia sudah bangun sejak tadi, dia hanya sengaja tidak ingin meninggalkan tempat itu.Reina melihat tanpa daya saat keempat anaknya pergi. Lalu, dia menggerutu kepada Maxime, "Kamu kenapa, sih? Kenapa ngusir mereka begitu?"Maxime bergegas menghampirinya dan memeluknya."Kalau ada mereka, bagaimana kita bisa punya waktu berdua?"".
Ketika Morgan pergi, dia melewati ruang tamu, melewati Aarav dan Daniel."Kamu baru pulang, apa sudah mau pergi lagi?" Daniel bertanya saat melihat Aarav akan keluar rumah."Hmm," jawab Morgan singkat.Daniel mengerutkan keningnya. "Jangan pergi, tunggu sampai makan nanti."Morgan tidak sependapat, bersikap seakan tidak mendengar perkataannya dan terus melangkahkan kakinya keluar rumah.Sikapnya membuat Daniel merasa canggung.Aarav yang berada di sampingnya memperhatikan semuanya dalam diam. Dia menyesap tehnya, lalu berkata, "Anak-anak sudah besar, jadi suka memberontak. Rendy juga sering membuatku kesal, jadi jangan ambil pusing.""Hmm." Daniel mengangguk."Kalau nggak ada yang lain, kami akan pulang dulu. Aku minta tolong kepadamu untuk bicara dengan Max terkait kerja sama ini." Aarav berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Bagaimanapun juga, kamu itu ayah Max, kepala keluarga.""Kak, jangan khawatir."Daniel mengantarnya pergi.Sebenarnya Daniel tidak bodoh, mana mungkin dia tidak ta
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim