Tuan Besar Jacob tahu Riko cerdas dan dewasa, tapi dia tidak menyangka Riko sedewasa ini."Kalau gitu Kakek buyut kasih tahu, tapi jangan sampai Tante Alana dan Om Jovan tahu, oke?"Riko ragu-ragu cukup lama, sampai akhirnya mengangguk, "Oke."Baru setelah itu Tuan Besar Jacob memberi tahu tentang kondisi kesehatannya.Sebenarnya kondisi kesehatan Tuan Besar Jacob memang kurang baik, aritmianya belakangan ini makin sering kambuh dan dari pemeriksaan di rumah sakit, dia memang bisa meninggal mendadak.Namun karena Tuan Besar Jason selalu bersemangat dan penuh percaya diri, orang-orang pikir dia hanya berpura-pura sakit."Kakek buyut kenapa nggak kasih tahu Tante Alana dan Om Jovan?" Riko jadi ingat bagaimana Jovan mengeluh tentang betapa rewelnya Tuan Besar Jacob beberapa hari yang lalu.Kalau Jovan tahu Kakek Jacob benar-benar sakit, dia pasti tidak akan bersikap seperti itu.Alana juga.Alana sudah hamil dan Tuan Besar Jacob akan punya cicit, tapi sampai sekarang Tuan Besar Jacob belu
Alana menyetir tanpa arah karena Jovan tidak memberikan alamat tujuan.Jadi, Alana hanya menyetir mengikuti jalan.Jovan yang biasanya cerewet, hari ini sangat pendiam. Dia terus melihat ke luar jendela, entah apa yang dia pikirkan.Alana ingin menghibur Jovan beberapa kali, tetapi pada akhirnya kata-kata itu tidak bisa keluar dari mulutnya.Alana bukan orang yang pandai menghibur orang lain, dia berharap Jovan bisa membaik sendiri."Nanti di depan belok kanan." Jovan akhirnya buka mulut."Oke."Alana langsung mengiyakan.Setelah mengikuti instruksi Jovan, mobil mereka tiba-tiba masuk ke jalan kecil yang sangat sepi.Dari kejauhan, Alana bisa melihat kuburan di tengah gunung."Oke, berhenti," kata Jovan."Oke."Setelah menghentikan mobil, Jovan turun dari mobil terlebih dahulu.Alana juga ikut turun lalu berjalan ke sisi Jovan."Ini tempat apa?""Ini area pemakaman Keluarga Tambolo," jawab Jovan.Alana membuntuti Jovan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Setelah melewati banyak batu ni
Jovan terkejut.Selama ini di rumah, Alana selalu minta koki masak makanan dan itu hanya makanan biasa, tidak pedas sama sekali.Alana memasukkan daging sambil berkata, "Kamu tahu nggak, kalau suasana hatiku lagi nggak bagus atau lagi bagus banget, justru aku malah nyari makanan pedas.""Memangnya ngefek?" Jovan mengernyit bingung."Cobain aja kalau nggak percaya. Aku merasa pedas membuat seluruh tubuh serta pikiranku jadi rileks."Alana bicara sambil mengambilkan daging yang sudah matang dan menaruhnya di piring Jovan.Jovan tidak menolak kebaikan Alana, dia pun memasukkan daging itu ke mulutnya.Jovan langsung minum air."Ya ampun ini pedas banget! Jangan sering-sering makan kayak gini, nggak bagus buat kesehatanmu."Alana mengangguk mengerti, "Iya, iya aku tahu. Cuma sesekali aja kok."Karena sedang hamil muda, Alana tidak bisa makan banyak pas di rumah. Tapi hari ini rasa makanan rebusan ini terasa sangat enak, Alana pun bisa makan banyak."Ayo, makan lagi. Nggak apa-apa, nanti jug
"Kenapa? Kamu mau punya anak?" Jovan bertanya seperti pria yang bodoh.Mana mungkin Alana menjawab pertanyaan ini?Alana mengernyit, "Ya nggak lah. Lagian aku juga nggak bisa ngerawat anak, jadi mending nggak usah deh."Saat menjawab, Alana spontan meremas ujung selimut.Jovan merasa kecewa.Jovan pikir Alana sangat menyukai anak-anak, itu sebabnya dulu selalu bawa Riko ke mana-mana.Malam itu keduanya tidak merasa bahagia, tenggelam dalam pikiran masing-masing.Alana berguling-guling cukup lama dan tidak kunjung bisa tidur. Dia memutuskan akan bicara dengan Tuan Besar Jacob tentang perjalanan bisnisnya esok hari.Pagi hari itu.Alana bangun pagi-pagi sekali. Jovan juga sudah bangun dan jelas terlihat lebih energik dari kemarin, seperti tidak punya beban pikiran sama sekali."Kamu sudah bangun? Kapan kita makan rebusan lagi?" Jovan mau menghabiskan lebih banyak waktu bersama Alana.Alana menjawab dengan malas-malasan, "Tunggu tahun depan ya."Tuan Besar Jacob terlihat bingung."Alana,
"Nggak apa-apa. Kakek itu sudah periksa kesehatan dan dia sehat kok." Alana dapat laporan dari dokter rumah sakit.Alana tidak tahu kalau para dokter sudah disuap Tuan Besar Jacob untuk berbohong.Riko menghela napas dalam diam. Karena dia sudah janji harus jaga rahasia, dia tidak bisa jujur pada Alana."Menurutku mendingan Tante Alana nggak pergi sih, aku tahu Tante hamil."Alana tercengang.Alana langsung menutup mulut Riko."Riko, kamu nggak boleh ngasih tahu kakek dan Om Jovan ya, ngerti?"Riko mengangguk, "Iya aku tahu, kalau nggak juga sudah aku bocorin dari awal."Benar juga ....Alana merasa lega. Dia tahu ada kalanya Riko memang sangat dewasa."Oke deh, yang penting kamu nggak ngomong. Nanti biar Tante beresin masalah ini sendiri, kamu berangkat aja ke sekolah."Melihat Alana tidak mau mendengarkannya, Riko pun tidak punya pilihan selain pergi....Di sisi lain, Jovan yang ingat akan mengoperasi Reina pun menelepon Reina untuk menanyakan kapan dirinya punya waktu.Reina member
Ethan mengulurkan tangan dan meraih tangan kecil Erina, sehingga putri kecilnya itu kembali tertidur dengan tenang.Brigitta melihat semua gerakan ini, emosi di hatinya pun berkecamuk.Brigitta jadi mempertanyakan dirinya sendiri. Apa dia sudah terlalu egois?Erina sangat menyayangi Ethan, begitu pula sebaliknya.Tiba-tiba, mobil berhenti mendadak.Sebelum Brigitta sempat bereaksi, dia dan putrinya sudah terlindungi oleh pelukan dari tangan kuat Ethan.Ethan langsung menatap sopir dengan dingin, "Ada apa?""Maaf Pak Ethan, barusan ada yang nyebrang." Sopir buru-buru minta maaf.Ethan tidak mempermasalahkan, "Pelan-pelan saja.""Ya."Dipeluk erat seperti ini membuat jantung Brigitta berdetak kencang.Ethan menunduk dan menatap mata Brigitta.Saat keduanya saling bertatapan, ada gejolak emosi aneh yang muncul di antara keduanya.Erina menarik baju Ethan dengan tangan kecilnya, "Papa ..."Baru kemudian Ethan tersadar dari lamunannya dan duduk tegak kembali.Mobil melaju perlahan dan sepan
"Kok belum pulang?" tanya Revin.Brigitta langsung berdiri, "Pak Revin, masih ada beberapa pekerjaan yang belum selesai. Aku akan pulang begitu semua selesai."Revin pun tersenyum, "Kerja nggak akan ada habisnya. Kesehatanmu lebih penting. Pulang dan istirahatlah, jangan kecapekan."Brigitta mengepalkan tangannya dan menggeleng."Nggak, aku nggak capek."Revin bukan orang yang suka ikut campur, tapi setelah selama ini kerja bersama, tentu hubungan Revin dan Brigitta bukan hanya sebatas atasan-bawahan biasa.Revin tidak langsung pergi, malah duduk di kantor Brigitta."Ada masalah ya di keluarga?"Terakhir kali 'kan Ethan membawa pergi Erina, apa kali ini Ethan melakukan hal lain?Brigitta langsung menggeleng, "Nggak, nggak ada apa-apa."Tiba-tiba Brigitta teringat sesuatu, "Ah, Pak Revin, kemarin 'kan kamu sudah banyak bantuin urusan kerjaanku, dari dulu aku sudah berniat traktir kamu makan tapi belum kesampaian sampai sekarang. Gimana kalau sekarang kita pergi makan, aku traktir."Kare
"Menurutmu kira-kira aku bisa menang nggak bersaing sama dia?" Ethan menatap lurus ke arah Jovan dan bertanya dengan serius.Jovan tercengang. Hah? Pertanyaan macam apa ini?Jovan berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku nggak paham latar belakang keluarganya sih, tapi menurutku ....""Aku ngomongin dalam hal wanita ya," jawab Ethan.Jovan hanya bisa menganga, dia seakan sedang melihat Maxime yang kedua."Hmm ... sejujurnya menurutku kamu nggak semenarik Revin sih. Lagian, dia masih lajang ... penampilannya lebih sesuai dengan standar yang diimpikan wanita."Jovan adalah orang yang tidak suka berbohong.Ucapan Jovan ini tajam seperti pisau yang menusuk hati Ethan.Ethan tertegun untuk waktu yang lama, lalu bertanya, "Kalau gitu apa dia bakal suka sama wanita yang sudah punya anak?""Kamu bercanda? Nggak belajar dari kasus Reina? Dulu pas Reina sudah punya dua anak aja dia bisa terima," sahut Jovan.Benar-benar menghujam hati.Apa nanti Erina juga akan memanggilnya 'Papa Revin'?"Ngomong-ng
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba