"Zaman sekarang, keluarga biasa aja sangat memperhatikan pendidikan anak-anak, apalagi keluarga mampu kayak kamu dan aku? Suami dan ibu mertua Bobby terus cari masalah sama dia soalnya tahu Bobby terpaksa pindah ke sekolah biasa karena dia sudah menyinggung Melisha."Sisca menghela napas, "Awalnya aku juga nggak tahu, tapi waktu di sebuah pesta, aku dengar ayah mertuanya nyuruh suaminya menceraikan dia dan mencari istri yang lebih baik."Reina tidak menyangka hal sekecil itu bisa membuat seorang mertua memaksa anaknya bercerai.Reina mengernyit, "Ini keterlaluan.""Kayaknya nggak juga sih, pasti mereka sudah lama nggak menyukai mama Bobby, terus sekarang memanfaatkan situasi ini sebagai alasan." Sisca terdiam, "Nana, menurutku kamu nggak boleh terlibat dalam masalah ini."Reina tahu, dia tidak bisa ikut campur urusan mertua mama Bobby."Aku lagi mikir apa aku bisa bantu cari SD yang bagus untuk Bobby."Sekarang sudah banyak orangtua yang mulai mencarikan sekolah untuk anaknya, namun ha
Reina melihat kedua surat rekomendasi itu dengan tatapan tidak percaya."Kamu hebat banget!"Padahal dari tadi Reina sudah mengoceh di telepon, tapi tidak mendapatkan surat rekomendasi.Tiba-tiba Reina terpikir sesuatu dan kembali bertanya, "Wawancaranya susah nggak yah?""Kalau pakai surat rekomendasi ini, nggak perlu wawancara," jawab Maxime.Jawaban singkat Maxime membuat Reina begitu mengagumi Maxime."Wah, salut aku sama kamu," ucap Reina dengan tulus.Maxime pun menundukkan kepala dan mendekati Reina sehingga wajah tampannya terpampang jelas di depan mata Reina, "Hmm, gimana kamu mau berterima kasih ke aku?"Reina bingung, bagaimana cara berterima kasih padanya?"Aku ..." Reina gugup dan bingung.Bukannya Maxime sudah punya segalanya? Apa yang bisa Reina berikan untuk berterima kasih?Melihat tingkah lucu Reina, Maxime pun tidak tega menggodanya dan berkata, "Aku bercanda, kita 'kan suami istri, nggak perlu berterima kasih sama sekali. Tapi ... aku senang lho kalau kamu mau cium
"Apa ini?" Ibu mertua mama Bobby membacanya, itu adalah surat rekomendasi dari Akademi Bangsawan Kota Simaliki.Dia mengernyit bingung, "Surat rekomendasi sekolah apa ini? Sekolah sampah."Ibu mertua mama Bobby hendak membuang surat itu ke tempat sampah, namun mama Bobby langsung melangkah maju, "Bu, coba aku lihat."Melihat mama Bobby mencoba menghentikannya, dia pun menatapnya dengan dingin, "Ngapain lihat-lihat! Barang sampah gini kok."Ayah mertua mama Bobby yang duduk di samping pun tanpa sengaja melirik surat itu dan matanya berbinar."Bukannya ini sekolah bangsawan swasta terbaik di sini?"Sekolah terbaik?Ayah mertua mama Bobby tidak begitu yakin, dia mengambil surat itu dari tangan istrinya dan setelah membacanya dengan seksama, dia baru yakin.Ini bukan sembarang surat, apalagi yang menulisnya adalah seorang pengajar ternama."Kok kamu bisa dapat surat rekomendasi ini? Seingatku sekolah ini cuma menerima 150 siswa dalam satu angkatan."Ada banyak orang kaya di Kota Simaliki,
Mama Bobby merasa, kalau bukan karena surat rekomendasi ini yang datang tepat waktu, pernikahannya pasti sudah tidak selamat.Reina bisa mendengar mama Bobby yang begitu bahagia, Reina pun menjawab dengan hangat, "Kamu dan Bobby jadi sasaran Melisha dan menderita karena aku. Sudah seharusnya aku membantumu.""Nggak, nggak, Nggak, kamu sudah banyak membantuku. Aku nggak takut sama Melisha." Mata mama Bobby memerah.Dia tahu meski bukan karena Reina, Melisha sudah tidak menyukai dirinya.Bagaimanapun, bisnis suami mama Bobby sedang menurun, sehingga di mata Melisha, Bobby tidak pantas berada di satu sekolah yang sama dengan Tommy."Sudah nggak usah dipikirin, istirahatlah, ini sudah malam. Lain kali kalau kamu ada waktu, kita makan-makan lagi ya?" tanya Reina."Oke, oke." Suara mama Bobby tercekat oleh isak tangis.Setelah mengobrol dengan mama Bobby, Reina menutup telepon. Dia merasa senang bisa membantu temannya.Sekarang Reina masih punya satu surat rekomendasi, dia sedang menimbang a
Reina juga tidak mau meladeni Diego lebih lanjut. "Sudah ya, aku tutup aja teleponnya.""Bagus, ya! Mentang-mentang kamu sekarang udah jadi kaya, makanya kamu nggak peduli lagi dengan nasib adikmu! Bagus sekali! Ternyata aku yang buta!" Diego menutup telepon.Akan tetapi, setelah menutup telepon, Diego menjadi benar-benar takut Reina akan memutuskan hubungan keluarga dengannya. Dia pun segera mengirimkan pesan kepada Reina untuk meminta maaf."Kak, Kakak 'kan tahu kalau sekarang aku ikut dengan Kak Morgan. Kak Morgan jadi uring-uringan terus semenjak ribut denganmu. Aku juga takut ke depannya terseret, itu sebabnya aku mengadu padamu. Kalau kamu nggak mau, ya sudahlah."Reina membaca pesan dari Diego itu dengan perasaan yang berkecamuk.Dia akhirnya membalas, "Iya, oke."Diego sontak merasa lega.Namun, bukan ini yang dia inginkan.Diego akhirnya bangkit berdiri dari kursi kantornya dan berjalan keluar.Karena langit sudah gelap, jadi dia meminta diantarkan oleh supir."Pak Diego mau k
Saat mendengar ucapan Liane bagaimana Reina bisa datang bekerja dan melakukan apa pun yang dia mau, sorot tatapan Syena pun terlihat sangat iri."Gini masih bisa bilang kalau pilih kasih?" cibir Syena di dalam hati. "Sepertinya, aku harus bertindak duluan atau semuanya akan jatuh ke tangan Reina."Diego tidak menyangka Liane semurah hati ini.Sayangnya, sekarang yang dia inginkan hanyalah uang."Kakakku masih mau memulai dari awal dengan membuka perusahaannya sendiri."Liane juga jadi tidak bisa membantah lebih jauh. "Ya sudah, tunggu sebentar.""Oke."Diego benar-benar tidak menyangka Liane ternyata sepolos ini. Tidak lama kemudian, Liane sudah memberinya empat triliun."Kalau jumlahnya nggak cukup, datang lagi saja temui aku.""Oke!"Diego lantas berjalan keluar dengan ekspresi gembira.Begitu Diego sudah pergi, si sekretaris pun bertanya dengan cemas, "Bu Liane, kayaknya bukan solusi yang bijaksana memberinya uang sebanyak itu? Gimana kalau dia ternyata bohong?""Memangnya dia bohon
Akan tetapi, Reina tidak langsung menelepon Liane. Dia hanya memandangi layar ponselnya dengan ragu.Dia akhirnya bangkit berdiri dan kembali ke ruang tamu. Setelah itu, Reina memantapkan hati untuk menelepon Liane.Liane sedang menghadiri rapat saat telepon dari Reina masuk ke ponselnya. Sorot tatapannya sontak terlihat gembira, "Nana!"Liane langsung bangkit berdiri sambil berkata, "Rapat hari ini sampai di sini saja."Semua orang refleks saling bertatapan dengan bingung. Setelah sekian tahun bekerja, ini pertama kalinya mereka melihat Liane menyudahi rapat hanya karena ditelepon seseorang.Liane bergegas keluar sambil membawa ponselnya karena dia takut telepon itu keburu putus.Sesampainya di luar, dia langsung mengangkat telepon itu."Nana? Kenapa kamu menelepon Ibu?"Liane menyapa dengan suara yang terdengar lembut dan senang.Kata-kata "Ibu" yang Liane gunakan menyentuh hati Reina.Dalam hidupnya ini, Reina paling mendambakan kasih sayang keluarga.Sesuatu yang dianggap sepele ol
Mana mungkin Syena akan tinggal diam? Dia langsung bangkit berdiri dan berjalan pergi sambil membawa tasnya.Liane juga sudah sampai di rumah.Liane segera memanggil para pelayan untuk membantunya sekaligus bertanya pada mereka."Anak perempuan zaman sekarang sukanya makan apa?"Anak perempuan?Syena lantas mencibir di dalam hati. Anak perempuan apanya! Reina saja sudah melahirkan empat orang anak!Harusnya dia disebut wanita, 'kan!"Bu Liane, menurutku Nona Reina akan suka apa pun yang Bu Liane masak sendiri," jawab si pengasuh dengan nada menyanjung.Liane pun tersenyum, "Kalau gitu, aku akan masak banyak supaya pilihannya lebih beragam."Syena yang berdiri di samping jadi merasa sangat iri."Ma, Ibu saja jarang masak buatku.""Ibu bahkan belum pernah memasak satu kali pun buat Nana," jawab Liane sambil menatap Syena.Syena sontak terdiam.Dia cemberut, tapi segera mengubah sikapnya."Ibu jangan salah paham, aku bukannya iri dengan adikku. Aku juga mau punya ibu kandung kayak Ibu. Tr
Ari baru pulang dari ibukota. Sudah dari awal dia ingin menghubungi Reina, tapi entah mengapa selalu tidak kesampaian.Sekarang akhirnya dia punya kesempatan bertemu sambil membawa beberapa aktor ke perusahaan Reina."Master Rei, kukira kamu sudah lupa sama aku," ucap Ari sambil memasang tampang sedih.Reina menjawab pasrah, "Aku sibuk banget."Reina pun melihat aktor yang dibawa Ari."Mereka ... bisa?""Jangan khawatir, mereka cuma disuruh akting jadi wanita kaya dan membuat hidup Diego susah, 'kan? Gampang itu sih." Ari terdiam sesaat, lalu melanjutkan, "Apalagi aku juga ikut. Kalau akting mereka kurang meyakinkan, aku bisa langsung turun tangan."Sebenarnya, Ari ikut bukan untuk mengajari para wanita itu tapi untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Reina."Kamu mau ikut kami juga?" Reina bertanya."Kenapa? Nggak boleh?" Ari bertanya, lalu menundukkan kepalanya, "Hahh, sudah lama banget kita nggak ketemu. Kayaknya sekarang kita bukan sahabat lagi ya?"Reina buru-buru mengge
"Aku benar-benar nggak tahu kok kamu bisa sih tahan sampai sekarang."Diego meringis kesakitan, lalu dia berkata, "Aku boleh pinjam ponselmu nggak? Aku mau nelepon kakakku."Diego adalah satu-satunya putra Keluarga Andara. Kalau terus disiksa seperti ini, dia akan mati.Sophia pun memberi ponselnya pada Diego.Sayangnya Diego tidak ingat nomor telepon Reina, dia mencoba beberapa kali tapi selalu orang lain menjawab teleponnya."Kamu mau menelepon kakakmu tapi kok kamu nggak ingat nomor teleponnya?"Diego menggaruk kepalanya, "Ya siapa pula yang bakal ingat?"Tiba-tiba sesuatu terlintas di benaknya, "Aku telepon Grup Yinandar."Diego mencari nomor layanan pelanggan perusahaan dari situs web dan meneleponnya."Halo, ada yang bisa kami bantu?" terdengar suara layanan pelanggan yang ramah dari ujung telepon.Diego buru-buru berkata, "Aku mau cari Reina, manajer umum kalian. Aku adiknya, Diego. Tolong sambungkan ke dia."Orang di seberang telepon terdiam.Samar-samar Diego bisa mendengar pe
Karena Diego setuju, Sophia membawa Diego ke tempat kerjanya.Diego sangat terkejut melihat tempat kerja Sophia.Diego menyunggingkan senyum saat melihat ke klub yang mewah itu."Kamu kerja di sini?"Pantas saja Sophia selalu pergi larut malam.Sophia bisa melihat Diego merendahkan tempat kerjanya, tapi dia tidak peduli, "Ya, cuma tempat kerja di sini yang bisa menghasilkan uang paling cepat.""Kamu ini nggak menyayangi diri sendiri." Diego mengkritik.Karena dulu sering berkunjung ke tempat-tempat ini, Diego tentu tahu bahwa wanita yang bekerja di sana bukanlah wanita yang baik.Hinaan Diego membuat cahaya di mata Sophia meredup."Ya, aku tahu, tapi aku bisa apa? Aku butuh uang."Bagaimana dia bisa merawat orangtuanya kalau tidak punya uang?Tanpa uang, orangtuanya akan mati!Diego teringat akan penyakit orangtua Sophia dan seketika langsung merasa bersalah, "Maaf, aku lupa orangtuamu sakit."Ini adalah pertama kalinya Diego benar-benar merasa bersalah pada seseorang.Diego yang dulu
Dua hari berlalu dalam sekejap mata.Tubuh Diego hampir pulih. Sophia pun tidak lembut hati dan membangunkannya jam 7 pagi."Bangun, cari kerja sana."Diego tidak menghiraukannya, "Aduuh, iya, iya. Nggak usah buru-buru, aku masih mau tidur bentar."Melihat Diego tidak bergeming, Sophia pun langsung menarik selimut dari tubuh Diego dalam sekali hentak.Begitu udara dingin menyerang, Diego langsung meringkuk dan menatap Sophia dengan kesal, "Kamu ngapain sih?""Bangun, atau aku guyur air."Sophia tidak bicara omong kosong. Dia langsung pergi ke kamar mandi, membawa baskom berisi air, lalu berdiri di depan Diego.Diego langsung bangun."Jangan, jangan. Nih aku bangun sekarang."Melihat Diego bangun, Sophia pun meletakkan ember itu kembali."Cepat bangun dan siap-siap, terus cari kerja supaya kamu bisa bayar aku." Setelah itu, Sophia mengurus keperluannya sendiri.Diego juga sebenarnya tidak mau bergantung hidup pada seorang wanita terus-terusan."Iya, iya aku tahu. Tunggu aja, bentar lagi
Sophia tetap takut meski pintu kamar mandi bisa dikunci.Dia tidak terlalu terbiasa dengan keberadaan pria lain di rumahnya."Iya, iya. Nggak usah takut, aku nggak tertarik sama kamu."Meski belum lama berinteraksi dengan Sophia, Diego mendapati Sophia seperti harimau betina yang tidak lembut dan tidak perhatian sama sekali. Sophia sama sekali bukan tipenya.Sophia tidak marah saat mendengar ucapannya.Setelah mandi.Sekarang waktunya mereka tidur, tapi tempat tidur di rumah cuma satu."Semalam kamu tidurnya gimana?" tanya Diego."Aku tidur di lantai," jawab Sophia.Kemarin Sophia takut Diego mati. Dia bahkan tidak tidur sepanjang malam dan terus duduk di tepi kasur sambil menatap Diego."Hah? Masa kamu tidur di lantai?" Sekarang akhirnya Diego tahu malu sedikit.Sophia menatap Diego balik dan berkata, "Ya sudah sekarang kamu tidur di lantai, aku yang tidur di kasur."Diego menjawab, "Aku itu tuan muda, aku nggak bakal tidur di lantai.""Ya sudah kalau gitu kamu keluar aja dari rumahku
Sophia tertegun sejenak, menatap Diego yang hanya mengenakan pakaian dalam dan menggigil kedinginan di depan pintu."Kok kamu di luar pakai baju setipis ini? Nggak dingin?"Saat Diego mendengar suara Sophia, Diego mengangkat kepalanya yang hampir membeku dengan ekspresi putus asa, "Ya ampuuun, akhirnya kamu pulang juga."Diego sudah hampir mati beku.Sophia tidak bertanya lebih jauh dan langsung membuka pintu.Diego juga langsung masuk kamar, baring di kasur dan membungkus tubuhnya erat-erat dengan selimut sambil bersin berulang kali."Kok kamu nggak ngasih tahu aku kalau pintu rumahmu tertutup otomatis? Aku cuma keluar jalan-jalan, tapi pas pulang, aku nggak bisa masuk.""Lah? Rumah biasa 'kan memang gini?" Sophia bertanya-tanya, "Kok kamu nggak tahu?"Diego mengernyit, "Hahh ... beda banget."Melihat tatapan menyedihkan Diego, Sophia pun mengeluarkan makanan yang dibawanya."Kamu lapar ya? Aku panasin makanan buat kamu ya."Perut Diego sudah keroncongan dari tadi, jadi dia sangat sen
Setelah membuat kesepakatan dengan Diego, Sophia pun pergi kerja."Kalau nanti siang lapar, kamu masak aja mi. Bisa 'kan masak?"Diego mengangguk dengan canggung.Hanya masak mi sih ... harusnya gampang ya.Sophia pikir masak mi juga hal yang mudah, Sophia tidak berpikir macam-macam dan berkata, "Biasanya malam nanti aku dapat makanan, nanti aku bawain buat kamu.""Oke." Diego mengangguk.Sophia menjelaskan semuanya dengan jelas, lalu menatap pakaian Diego."Mesin cuci ada di kamar mandi, kamu boleh pakai buat cuci bajumu. Mumpung cuacanya cerah, kamu jemur sekalian. Sebelum aku pulang, kamu sudah harus selesai cuci baju ya.""Oke." Diego mengangguk setuju.Kalau Reina ada di sini saat ini, dia pasti akan sangat terkejut dengan perubahan Diego.Saat Sophia pergi, untuk mencegah Diego berbuat jahat, Sophia tidak meninggalkan kuncinya.Setelah itu, Diego baring di kasur.Dia sangat lelah dan sekujur tubuhnya sakit.Untuk menghindari penagih utang akhir-akhir ini, Diego hidup bak anjing j
Sophia benar-benar terdiam. Orang aneh macam apa yang dia selamatkan?Sophia menjawab sambil menyantap mi-nya."Orangtuaku sakit dan aku anak tunggal. Keluargaku menjauh dari keluarga kami."Sejak orangtuanya jatuh sakit, semua sanak saudara menghindarinya.Diego langsung mengerti posisi Sophia."Hahh, aku nggak nyangka ada orang semenyedihkan kamu di dunia ini."Diego berpikir, kalau dia masih jadi dirinya di masa lalu, sedikit sedekah dari Diego pasti bisa membuat hidup Sophia berbalik 180 derajat.Meski ucapan ini terkesan penuh simpati, entah mengapa Sophia malah merasa kesal."Makanya kamu jangan jadi parasit aku. Sana pergi kalau sudah kenyang, aku beneran nggak punya duit."Diego tidak ingin pergi begitu saja."Sophia, aku itu nggak bohong sama kamu. Selama aku bisa menghubungi kakakku, dia pasti mau ngasih uang sebanyak yang kamu minta."Sophia memutar bola matanya, "Kamu itu sudah besar, tapi masih nyari kakakmu lah, nyari saudara lah. Kamu nggak merasa dirimu itu nggak bergun
"Ya sudah kalau sudah bangun, pergi sana," ucap gadis itu dengan nada kesal.Diego merasa seluruh tubuhnya sangat sakit. Dia tidak mau pergi, ke mana pula dia harus pergi?Dia tidak mau hidup di jalanan."Siapa namamu?" Diego malah bertanya pada gadis itu.Gadis itu menjawab, "Sophia Aries."Sophia?"Namaku Diego." Diego memperkenalkan dirinya, "Kukasih tahu ya, aku itu anak orang kaya. Kalau kamu bersedia menampungku, nanti waktu aku pulang, aku pasti balas kebaikanmu."Kalau Diego keluar dari rumah ini sekarang, sama saja dia akan mati.Para penagih hutang masih mencarinya ke mana-mana, jadi Diego tidak berani pulang."Oh. Ya kalau begitu cepat pulang sana, aku nggak perlu kamu balas budi kok."Sophia merasa Diego sedang membual.Kalau Diego benar-benar kaya, mana mungkin bisa begitu terpuruk?Diego bisa melihat Sophia tidak mempercayainya, tapi dia tidak dapat membuktikannya, "Aku masih nggak enak badan. Boleh nggak aku nginap di sini dua hari lagi?"Meski tempat ini kumuh dan kecil