"Maaf, dari tadi aku sibuk jadi baru lihat ponselku sekarang. Nana, syukurlah kamu sudah pulang, ayo kapan kita kumpul-kumpul? Aku ikut." Mama Bobby selalu sangat berterima kasih pada Reina yang sudah membantunya.Meski anaknya diusir, dia tidak keberatan dan tidak menyalahkan Reina.Setelah mendapat jawaban, Reina pun membuat temu janji di restoran dekat TK Riko besok.Keesokan paginya.Reina sudah tidak sabar untuk bertemu teman-temannya.Maxime mau mengantarnya, tapi dia menolak.Sesampainya di sana, ternyata mama Diera dan Sisca sudah sampai lebih dulu.Mama Bobby datang terlambat, terengah-engah dan berkata dengan malu-malu, "Maaf, anakku susah dibangunin pagi ini, jadi telat. Maaf ya menunggu lama."Reina menggeleng."Nggak apa-apa, sini cepat duduk."Sisca juga menimpali, "Ya, ya, kami semua paham kok situasimu saat ini.""Ya." Mama Bobby ikut mengangguk.Setelah semua datang, Reina meminta mereka untuk memesan, "Maaf ya selama ini aku sudah menghilang, hari ini aku yang traktir
"Zaman sekarang, keluarga biasa aja sangat memperhatikan pendidikan anak-anak, apalagi keluarga mampu kayak kamu dan aku? Suami dan ibu mertua Bobby terus cari masalah sama dia soalnya tahu Bobby terpaksa pindah ke sekolah biasa karena dia sudah menyinggung Melisha."Sisca menghela napas, "Awalnya aku juga nggak tahu, tapi waktu di sebuah pesta, aku dengar ayah mertuanya nyuruh suaminya menceraikan dia dan mencari istri yang lebih baik."Reina tidak menyangka hal sekecil itu bisa membuat seorang mertua memaksa anaknya bercerai.Reina mengernyit, "Ini keterlaluan.""Kayaknya nggak juga sih, pasti mereka sudah lama nggak menyukai mama Bobby, terus sekarang memanfaatkan situasi ini sebagai alasan." Sisca terdiam, "Nana, menurutku kamu nggak boleh terlibat dalam masalah ini."Reina tahu, dia tidak bisa ikut campur urusan mertua mama Bobby."Aku lagi mikir apa aku bisa bantu cari SD yang bagus untuk Bobby."Sekarang sudah banyak orangtua yang mulai mencarikan sekolah untuk anaknya, namun ha
Reina melihat kedua surat rekomendasi itu dengan tatapan tidak percaya."Kamu hebat banget!"Padahal dari tadi Reina sudah mengoceh di telepon, tapi tidak mendapatkan surat rekomendasi.Tiba-tiba Reina terpikir sesuatu dan kembali bertanya, "Wawancaranya susah nggak yah?""Kalau pakai surat rekomendasi ini, nggak perlu wawancara," jawab Maxime.Jawaban singkat Maxime membuat Reina begitu mengagumi Maxime."Wah, salut aku sama kamu," ucap Reina dengan tulus.Maxime pun menundukkan kepala dan mendekati Reina sehingga wajah tampannya terpampang jelas di depan mata Reina, "Hmm, gimana kamu mau berterima kasih ke aku?"Reina bingung, bagaimana cara berterima kasih padanya?"Aku ..." Reina gugup dan bingung.Bukannya Maxime sudah punya segalanya? Apa yang bisa Reina berikan untuk berterima kasih?Melihat tingkah lucu Reina, Maxime pun tidak tega menggodanya dan berkata, "Aku bercanda, kita 'kan suami istri, nggak perlu berterima kasih sama sekali. Tapi ... aku senang lho kalau kamu mau cium
"Apa ini?" Ibu mertua mama Bobby membacanya, itu adalah surat rekomendasi dari Akademi Bangsawan Kota Simaliki.Dia mengernyit bingung, "Surat rekomendasi sekolah apa ini? Sekolah sampah."Ibu mertua mama Bobby hendak membuang surat itu ke tempat sampah, namun mama Bobby langsung melangkah maju, "Bu, coba aku lihat."Melihat mama Bobby mencoba menghentikannya, dia pun menatapnya dengan dingin, "Ngapain lihat-lihat! Barang sampah gini kok."Ayah mertua mama Bobby yang duduk di samping pun tanpa sengaja melirik surat itu dan matanya berbinar."Bukannya ini sekolah bangsawan swasta terbaik di sini?"Sekolah terbaik?Ayah mertua mama Bobby tidak begitu yakin, dia mengambil surat itu dari tangan istrinya dan setelah membacanya dengan seksama, dia baru yakin.Ini bukan sembarang surat, apalagi yang menulisnya adalah seorang pengajar ternama."Kok kamu bisa dapat surat rekomendasi ini? Seingatku sekolah ini cuma menerima 150 siswa dalam satu angkatan."Ada banyak orang kaya di Kota Simaliki,
Mama Bobby merasa, kalau bukan karena surat rekomendasi ini yang datang tepat waktu, pernikahannya pasti sudah tidak selamat.Reina bisa mendengar mama Bobby yang begitu bahagia, Reina pun menjawab dengan hangat, "Kamu dan Bobby jadi sasaran Melisha dan menderita karena aku. Sudah seharusnya aku membantumu.""Nggak, nggak, Nggak, kamu sudah banyak membantuku. Aku nggak takut sama Melisha." Mata mama Bobby memerah.Dia tahu meski bukan karena Reina, Melisha sudah tidak menyukai dirinya.Bagaimanapun, bisnis suami mama Bobby sedang menurun, sehingga di mata Melisha, Bobby tidak pantas berada di satu sekolah yang sama dengan Tommy."Sudah nggak usah dipikirin, istirahatlah, ini sudah malam. Lain kali kalau kamu ada waktu, kita makan-makan lagi ya?" tanya Reina."Oke, oke." Suara mama Bobby tercekat oleh isak tangis.Setelah mengobrol dengan mama Bobby, Reina menutup telepon. Dia merasa senang bisa membantu temannya.Sekarang Reina masih punya satu surat rekomendasi, dia sedang menimbang a
Reina juga tidak mau meladeni Diego lebih lanjut. "Sudah ya, aku tutup aja teleponnya.""Bagus, ya! Mentang-mentang kamu sekarang udah jadi kaya, makanya kamu nggak peduli lagi dengan nasib adikmu! Bagus sekali! Ternyata aku yang buta!" Diego menutup telepon.Akan tetapi, setelah menutup telepon, Diego menjadi benar-benar takut Reina akan memutuskan hubungan keluarga dengannya. Dia pun segera mengirimkan pesan kepada Reina untuk meminta maaf."Kak, Kakak 'kan tahu kalau sekarang aku ikut dengan Kak Morgan. Kak Morgan jadi uring-uringan terus semenjak ribut denganmu. Aku juga takut ke depannya terseret, itu sebabnya aku mengadu padamu. Kalau kamu nggak mau, ya sudahlah."Reina membaca pesan dari Diego itu dengan perasaan yang berkecamuk.Dia akhirnya membalas, "Iya, oke."Diego sontak merasa lega.Namun, bukan ini yang dia inginkan.Diego akhirnya bangkit berdiri dari kursi kantornya dan berjalan keluar.Karena langit sudah gelap, jadi dia meminta diantarkan oleh supir."Pak Diego mau k
Saat mendengar ucapan Liane bagaimana Reina bisa datang bekerja dan melakukan apa pun yang dia mau, sorot tatapan Syena pun terlihat sangat iri."Gini masih bisa bilang kalau pilih kasih?" cibir Syena di dalam hati. "Sepertinya, aku harus bertindak duluan atau semuanya akan jatuh ke tangan Reina."Diego tidak menyangka Liane semurah hati ini.Sayangnya, sekarang yang dia inginkan hanyalah uang."Kakakku masih mau memulai dari awal dengan membuka perusahaannya sendiri."Liane juga jadi tidak bisa membantah lebih jauh. "Ya sudah, tunggu sebentar.""Oke."Diego benar-benar tidak menyangka Liane ternyata sepolos ini. Tidak lama kemudian, Liane sudah memberinya empat triliun."Kalau jumlahnya nggak cukup, datang lagi saja temui aku.""Oke!"Diego lantas berjalan keluar dengan ekspresi gembira.Begitu Diego sudah pergi, si sekretaris pun bertanya dengan cemas, "Bu Liane, kayaknya bukan solusi yang bijaksana memberinya uang sebanyak itu? Gimana kalau dia ternyata bohong?""Memangnya dia bohon
Akan tetapi, Reina tidak langsung menelepon Liane. Dia hanya memandangi layar ponselnya dengan ragu.Dia akhirnya bangkit berdiri dan kembali ke ruang tamu. Setelah itu, Reina memantapkan hati untuk menelepon Liane.Liane sedang menghadiri rapat saat telepon dari Reina masuk ke ponselnya. Sorot tatapannya sontak terlihat gembira, "Nana!"Liane langsung bangkit berdiri sambil berkata, "Rapat hari ini sampai di sini saja."Semua orang refleks saling bertatapan dengan bingung. Setelah sekian tahun bekerja, ini pertama kalinya mereka melihat Liane menyudahi rapat hanya karena ditelepon seseorang.Liane bergegas keluar sambil membawa ponselnya karena dia takut telepon itu keburu putus.Sesampainya di luar, dia langsung mengangkat telepon itu."Nana? Kenapa kamu menelepon Ibu?"Liane menyapa dengan suara yang terdengar lembut dan senang.Kata-kata "Ibu" yang Liane gunakan menyentuh hati Reina.Dalam hidupnya ini, Reina paling mendambakan kasih sayang keluarga.Sesuatu yang dianggap sepele ol
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba