Beranda / Young Adult / Remorse / Perihal Obsesi

Share

Remorse
Remorse
Penulis: ajengpttry

Perihal Obsesi

Penulis: ajengpttry
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-15 15:04:51

Ada rasa yang tak bisa diutarakan, ada benci yang tak bisa diungkapkan.

“Ayolah, kamu terlihat seperti wanita bodoh yang terobsesi dengan seorang pria,” celetuk salah seorang gadis yang tengah duduk melingkar.

“Bukan terobsesi tapi mencintai!” jawab Nadya menyangkal.

“Berjuang sendiri itu bukan cinta namanya!” balas Siska lagi, gadis yang sedari tadi duduk di samping kirinya.

Mendengar hal itu entah kenapa membuat perasaan Nadya berdenyut nyeri menerima fakta yang terjadi. Kata sederhana yang mampu mengukir sebuah luka. Dia tau betul bahwa temannya itu tidak berniat untuk menyakiti perasaannya. Namun yah, hati kecilnya tidak akan pernah bisa mengelak.

“Mengapa kisah cintaku harus berakhir seperti ini?” batinnya tersenyum miris.

“Dan kenapa juga aku harus mencintainya saat itu?”

Nadya tertawa hambar menikmati segala bentuk penyesalan. Pikirannya pun kembali berputar pada kisah yang amat sangat kentara jelas dalam ingatannya. Kisah dimana dia mulai berharap akan cinta dari seorang pria pujaannya. Hari pertama pembelajaran baru pun seolah menjadi saksi bisu kekagumannya.

Teeeng...

Bel berbunyi nyaring di seluruh penjuru sekolah. Nadya berlari cepat melewati berbagai ruangan yang tampak sudah cukup ramai. Karena terlambat ia pun harus bersedia menduduki kursi yang masih tersisa.

“Untung belom mulai,” gumam Nadya pelan sembari mengontrol deru napasnya.

Tiba-tiba seorang guru berkacamata tebal datang sambil membawa setumpuk buku dan duduk di kursi tunggal samping kanan papan tulis tak bernoda.

“Haaa kenapa harus fisika diawal pelajaran sih.”

Nadya meremas pelan rambutnya sembari merutuki nasib malangnya.

“Aku benar benar tidak ahli dalam hal ini.”

Tangan Nadya bergerak menghempas buku-buku yang sudah beberapa saat lalu mendekap d dalami tas ranselnya.

“Aku bahkan tidak mengerti kenapa sekolahku ini langsung menjalankan pembelajaran dihari pertama.”

Tatapan tajam Marisa yang sedari tadi memperhatikan anak didiknya itu kini memandang sosok Nadya dengan kedua mata elangnya.

“Kamu!” tunjuknya menggunakan spidol yang baru saja keluar dari tempat tinggalnya.

“Ah maaf Bu,” ucap Nadya cepat sembari menundukkan kepalanya sopan.

Tanpa terasa waktu berjalan dengan amat sangat cepat.

“Akhirnya selesai juga!”

Nadya merentangkan kedua tangannya lebar-lebar dengan senyuman merekah di wajahnya.

“Senangnya sudah berakhir,” lontarnya lagi dengan tangan yang terus saja bergerak membereskan buku-bukunya asal.

Ia berniat pergi meninggalkan rungan yang penuh dengan rumus itu secepat mungkin.

Nadya berjalan dengan bahagia sambil memikirkan apa yang ingin dimakannya hari ini. Tak lama sebuah suara terdengar nyaring memanggil nama indahnya.

“Nadya!”

Kaki yang sedari tadi melangkah itu pun seketika terhenti dan berbalik. Lengkungan indah kembali terbit dengan hangatnya. Ia berdiam diri menunggu kedatangan seorang gadis berambut hitam legam yang sedari tadi memanggil namanya.

“Lelet ih,” gerutu Nadya menarik pelan lengan kanan Frida, sahabatnya.

Dia dan Frida memang mulai berteman sejak pertama kali menginjakan kaki di sekolah ini. Meski keduanya selalu mendapatkan kelas yang berbeda tetapi tak menjadi penghalang untuk hubungannya yang malah semakin akrab.

Sekarang Nadya sudah menginjakkan kakinya di kelas dua SMA. Tak usah ditanya, dirinya sendiri pun bahkan tidak menyangka sudah sebesar ini.

Setelah berjalan melewati beberapa ruangan, akhirnya kedua insan tersebut sampai ke tempat tujuan. Mereka bergegas duduk di kursi yang tidak memiliki penghuni.

“Mau pesen apa?” tawar Frida setelah mendaratkan bokongnya.

“Nasi goreng sama teh dingin aja,” jawab Nadya setelah menentukan pilihannya.

Dalam sekejap Frida pun menghilang, memesan makanan yang akan menjadi menu keduanya.

“Dia lama sekali.”

Nadya bergumam pelan setelah menunggu beberapa saat. Ya, tentu saja, sekolah ini merupakan salah satu dari beberapa sekolah ternama dan pastinya banyak siswa yang bersekolah di sini. Mungkin itulah yang menjadi alasan utama mengapa di kantin mereka harus sabar mengantri.

Setelah lama menunggu, akhirnya Frida datang membawa nampan berisi makanan yang mereka pesan. Dari aromanya saja sudah membuat Nadya mabuk kepayang. Tanpa diperintah sekalipun, kini tangannya sudah bergerak menyendokkan nasi coklat itu kedalam mulutnya dengan lahap.

“Kamu belum makan?” tanya Frida setelah berhasil menelan makanan yang baru saja dikunyahnya.

“Hm... ”

Gumaman kecil keluar dari mulutnya sebagai jawaban. Tak ingin berbicara karena perutnya sudah sangat kelaparan.

“Pantes, lihat tuh piringmu tak ada sedikitpun noda.”

“Mubajir kalo disisain,” jawab Nadya santai menanggapi ledekan sahabatnya yang masih sibuk mengunyah itu.

“Bagaimana kelasmu? Menyenangkan?”

Mulut Nadya kembali terbuka setelah pergi menjauh dari riuhnya suasana kantin.

“Ya gitu deh.”

Frida berucap acuh tanpa ekspresi. Namun tak lama ia kembali bersuara dengan nada ketusnya.

“Kamu tau gak sih, aku sekelas lagi sama si biangkerok itu.”

“Mira maksudnya?”

Nadya mengangkat satu alisnya bingung.

“Iya, emangnya siapa lagi kalo bukan dia, aish benar-benar menyebalkan!" rutuk Frida lagi sembari menendang udara di sekitarnya.

“Yaudahlah, toh kisahnya aja udah berlalu.”

“Gak bisa! Dia itu udah rebut pacar aku”

“Pokoknya aku mau bales dia!” ungkap Frida dengan sungguh-sungguh.

“Terserah kamu deh, yang penting aku udah ngasih tau ya.”

Malas rasanya bagi Nadya untuk memperpanjang permasalahan yang mungkin saja kembali meledak.

“Kamu gak akan bela Mira kan?”

Mata tajam Frida pun melirik gadis yang masih setia melangkahkan kakinya.

“Ya enggalah!”

“Lagian aku juga gak mau masuk dilingkarkan itu lagi kali!”

Entah kenapa Nadya merasa kesal sendiri mengingat hal yang baru saja ia maksudkan.

Bab terkait

  • Remorse    Tamparan

    Tak bisa berkata apapun, sosoknya begitu berbeda dari biasanya. “Ya ampun aku lupa kalo hari ini tuh pelajaran olahraga, mana gak bawa seragam pula, aduh gimana nih?” gumam Nadya pelan sembari memijit pelipisnya dengan perasaan frustasi. “Padahal baru dikasih tau kemarin, ko udah lupa aja sih,” rutuknya lagi untuk yang kesekian kalinya. Masih dengan perasaan yang sama, Nadya terduduk lemas di kursi kayu miliknya. Berpikir keras mengenai alasan apa yang akan digunakannya di situasi seperti ini. Disaat Nadya tengah sibuk berpikir, tiba-tiba segerombolan siswa berseragam putih abu memasuki ruang kelasnya. “Hah olahraganya udah selesai?” Nadya bangkit dengan cepat sambil bertanya bingung melihat apa yang tengah teman-temannya itu kenakan. “Hari ini guru rapat, kamu gak baca informasi tadi malem?” Salah satu dari mereka bertanya balik menanggapi ucapan Nadya barusan. “Lah berarti jamkos dong?” tanyanya lagi masih terheran-heran. “Dahlah nih otak nenek-nenek, pikun mulu e

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Remorse    Bodoamat

    Terluka meski tak nyata. “Gak mungkin!” Gadis yang sedari tadi menguping itu mulai bersandar pada pohon tua di sampingnya. Entah dengan alasan apa, kaki yang berdiri kokoh itu mulai bergetar tak karuan. Bruuugh... Nadya terjatuh pelan dengan senyuman kecut di wajahnya. Tak ada yang terjadi, dalam beberapa saat ia hanya berdiam diri. Hingga akhirnya tubuh berbalut seragam putih abu itu kembali bangkit memijakkan kedua kakinya. “Sepertinya mereka gak denger,” batinnya bernapas lega. Tanpa berpikir panjang, Nadya pun pergi meninggalkan kedua insan itu dengan perasaan yang tidak menentu. “Ini masalah pribadi, gak boleh nguping kaya gini Nad,” ucapnya lagi sembari pergi menjauh dari tempat sunyi itu. “Haha tentu saja kak Raga pasti kenal dengan Frida, dia kan salah satu siswa populer disekolah ini, gak kaya aku!” Entah tawa apa yang Nadya gunakan kali ini, yang pasti nada kekecewaan terdengar sangat jelas. “Dan mungkin mereka juga menjalin hubungan.” “Tapi sejak kapan?

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Remorse    Cocok Banget

    Tertawa diantara luka. Dengan seragam lengkap, Nadya menuruni tangga menuju dapur untuk mengambil roti dan selai kacang. Ia memang tinggal sendirian, ayahnya sangat sibuk dengan pekerjaannya. Sedangkan ibunya, dia bahkan tak tau masih memilikinya atau tidak. Dengan langkah kecil, Nadya berlari menuju halte bus yang akan ditumpanginya. Dan tentu saja Frida juga ada di sana. Baru beberapa menit yang lalu ia memikirkan sosok itu, sekarang Frida sudah berdiri di hadapannya dengan senyuman manis. “Menyebalkan!” Nadya bergumam tak suka. “Tumben pagi?” tanyanya dengan suara riang. Nadya hanya menoleh sesaat tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaannya. Tak lama bus yang ditunggu pun datang dan berhenti tepat di depan sekumpulan remaja SMA itu. Tanpa basa basi Nadya menaiki bus mendahului Frida yang masih termenung. “Biarlah dia sendiri dulu, aku masih malas berbincang dengannya,” batinnya berucap tak enak hati ketika memandangi sosok Frida yang kini tampak muram. “Ada kab

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Remorse    Dingin

    Aku menunggumu untuk diperhatikan, bukan diabaikan. Tak terasa sudah beberapa hari Nadya tidak mengetahui kabar terbaru tentang Raga. Mungkin karena ia terlalu sibuk bergelut dengan masalah lain. Dengan berbagai keberanian, kini ia berjalan menuju ruang kelas dua belas dengan mata yang terus menatap sekitar. Langkahnya terhenti sesaat, memperhatikan seorang manusia yang sedang duduk di bangku paling pojok ruangan, jauh dari tempatnya berdiri. Sosok tampan itu tengah sibuk menunduk dengan ponsel di tangan kanannya. “Kak!” ucap Nadya dengan penuh keberanian. Tanpa suara, Raga hanya menatap sekilas kemudian kembali fokus pada ponselnya. Mengabaikan gadis yang masih berdiri di sampingnya. Beberapa menit berlalu dengan keadaan yang sama. Nadya hanya terdiam dalam keheningan begitu juga dengan Raga. Mungkin dia merasa terganggu dengan kehadiran sang gadis. Hingga akhirnya Nadya pergi meninggalkan pujaannya dengan sorot mata penuh kesedihan. “Dingin banget,” lirih Nadya pelan samb

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Remorse    Heboh

    Tetaplah menjadi dirimu meski orang lain tidak menyukaimu. Di pagi hari yang cerah ini, semua siswa berkumpul untuk melaksanakan kegiatan upacara bendera. Detik demi detik terlewati, tak terasa pembawa acara mengumumkan bahwasanya upacara telah selesai dilaksanakan. Kedua kaki Nadya bergerak riang dengan niat meninggalkan lapangan yang gersang ini. Namun langkahnya kembali terhenti saat bapak kepala sekolah mengatakan ada pengumuman penting. “Ya Allah pak! Udah panas gini juga,” gerutu Nadya sambil menempatkan tubuhnya di posisi semula. Entah sudah berapa kata yang keluar dari mulut pria paruh baya itu, rasanya Nadya sudah tak peduli. Tubuh mungilnya pun sudah menunduk lesu dengan wajah bercucuran keringat. Tidak tahu kenapa upacara kali ini terasa sangat melelahkan. Mungkin karena cuaca yang cukup panas dan amanat pembina yang terlalu lama, pikiran Nadya terus berputar di sana. Bel pertanda jam pelajaran pertama sudah berbunyi beberapa detik lalu. Seperti biasa fisika lah ya

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Remorse    Aula

    Namanya juga harapan, gak semuanya bisa jadi kenyataan. Dengan berbagai macam keberanian, Nadya berjalan melangkah menuju tempat parkiran. Siapa tau Raga kembali mengajaknya pulang bersama. Namun kenyataan tetaplah kenyataan, tak sesuai dengan ekspetasi tingginya. Sosok Raga malah pergi berlalu bahkan setelah melihat Nadya berdiri disampingnya. “Yah ko pergi sih!” Dengan langkah lesu, akhirnya gadis cantik itu berjalan pelan menuju halte bus dan duduk menunggu sendirian. “Padahal aku kira kita udah deket,” ungkap Nadya dengan nada memelasnya. •••• Nadya melemparkan tubuhnya ke kasur yang sudah menunggu untuk segera dinikmati. Dalam sekejap tubuhnya sudah telentang nyaman. Menyi

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Remorse    Memalukan

    Dia itu seperti bawang, yang semakin dikupas semakin menunjukkan sisi baru. “Eh kak Raga?” Nadya terkejut sesaat menatap sosok Raga yang berdiri didepan pintu kelasnya. “Ada apa ya?” Ujarnya lagi karena tak ada respon apapun dari lawan bicaranya itu. “Gak pa-pa, cuma lewat,” jawab Raga acuh setelah sekian lama membisu. Meski begitu, lelaki tampan itu tak bergerak sedikitpun dari tempatnya. “Yaudah kalo gitu aku duluan ya.” “Eh bentar,” tiba-tiba Raga mencekal pergelangan tangan Nadya pelan. “Lo temen deketnya Frida?” “Em yah,” Nadya menjawab ragu dengan pipi yang mulai memanas. Bagaimana tidak, posisi keduanya kali ini sungguh membuatnya meleleh seketika. Sosok Raga yang tinggi itu menunduk seolah ingin menyamakan tinggi badannya dengan Nadya. Matanya menatap lekat dengan tangan yang masih bert

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-18
  • Remorse    Rasa

    Terkadang ada sejumlah rasa yang tak bisa diutarakan begitu saja. “Rajin bat mbak, udah bel dari tadi juga masih aja nulis.” Ema melangkahkan kakinya dengan bibir yang terus berucap. Kedua gadis disamping kanan kirinya hanya melangkah dengan bibir terkatup. “Berisik!” Balas Yunia mendelik tajam. Tangannya masih sibuk bercengkerama dengan pulpen hitamnya itu. “Eh Nad, kamu pulang naik bus?” “Iya,” Nadya menjawab singkat dengan suara yang sedikit pelan. “Hari ini bareng aku ajalah, lumayan hemat cuan.” Risa kembali bersuara dengan tangan yang mulai menarik kursi kayu untuk didudukinya. “Lah kamu mau kemana?” Heran Yunia menatap gadis

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06

Bab terbaru

  • Remorse    Ada Apa, Sih?

    Entahlah, semacam diberi rasa lalu dibuang begitu saja. "Ayo!" Cekalan tangannya semakin mengerat. Langkahnya pun dipercepat menggiring Nadya yang hanya mengikuti tanpa berucap. "Tunggu disini, biar gue yang pesen." Belum juga ia terduduk, sosok jangkung itu sudah hilang dari penglihatan. Kini hanya Nadya yang tersisa dengan tatapan bingungnya. "Dasar, gak bisa dipercaya!" Sinis Frida menyambut kedatangan tamu menyebalkannya. "Urus aja pacar lo sana!" Raga berucap dengan delikan tajam. Setelahnya ia kembali bergerak cepat untuk menemui gadis yang mungkin saja masih menunggu kedatangannya. Namun sebelum hal itu terjadi, Frida mengejar Raga dan memeluk tubuhnya dari belakang. "Jangan pergi," cicitnya pelan. Frida semakin mengencangkan pelukannya. Raga tak menolak, ia hanya ter

  • Remorse    Candu

    Kamu, sosok yang akhir-akhir ini menjadi canduku. Berbeda dari biasanya, dihari sabtu pagi ini sosok Nadya sudah tampil rapi dengan pakaian simpelnya. Satu semprot parfum menempel di pergelangan tangan kirinya. Dengan cepat ia melangkah pergi setelah mengembalikan alat riasnya itu ke tempat semula. “Bentar lagi,” gumam Nadya dengan mata yang terus melirik jam di pergelangan tangannya. Detik demi detik terlewati, ia tetap melangkah cepat meninggalkan lingkungan rumahnya yang kini terlihat semakin mengecil. “Huuu lama banget, sih.” Suara Yunia memenuhi pendengaran. Nadya tak mengubris, ia hanya menyeka keringatnya kemudian terduduk lelah disamping sahabatnya yang terus berucap tanpa henti.

  • Remorse    Ko Gitu?

    Buatlah dia tertawa dan pada akhirnya dia akan jatuh cinta. Kali ini, setelah jam pelajaran berakhir Nadya tak langsung pergi meninggalkan lingkungan sekolah seperti biasanya. Dengan seragam coklatnya ia melangkah menuju ruang kelas yang selama ini ia rindukan. “Hey Nad!” Sapa seorang gadis berkacamata lembut ketika ia baru saja mendorong pintu untuk masuk. “Sini-sini!” Seru gadis lainnya mempersilakan Nadya untuk duduk disampingnya. “Udah lama deh kayanya gak kumpul gini, kangen tau!” Syafira berucap heboh sambil memeluk Nadya erat. Hal tersebut tentu saja menarik perhatian siswa sekitar. “Eh kalian udah pada hafal belum sih puisin

  • Remorse    Gosip

    Mau dibenci atau disukai, yang penting jadi diri sendiri. “Nad, buruan cek mg kamu!” Teriak Yunia kencang ketika Nadya baru saja menekan tombol hijau pada layar ponselnya. “Emang ada apa?” Nadya balik bertanya setelah mengusap beberapa kali telinga kirinya. “Kak Raga ngomen postingan kamu, buruan cek pokoknya ya.” Tuuut...tuuut... Belum sempat Nadya merespon ucapan dari temannya itu, sambungan telepon sudah terputus sebelah pihak. “Maksudnya apa sih?” Gumam Nadya terheran-heran. Ia menatap kosong benda digenggamnya itu. Tak lama tangannya kembali bergerak menjelajahi berbagai notifikasi.

  • Remorse    Rasa

    Terkadang ada sejumlah rasa yang tak bisa diutarakan begitu saja. “Rajin bat mbak, udah bel dari tadi juga masih aja nulis.” Ema melangkahkan kakinya dengan bibir yang terus berucap. Kedua gadis disamping kanan kirinya hanya melangkah dengan bibir terkatup. “Berisik!” Balas Yunia mendelik tajam. Tangannya masih sibuk bercengkerama dengan pulpen hitamnya itu. “Eh Nad, kamu pulang naik bus?” “Iya,” Nadya menjawab singkat dengan suara yang sedikit pelan. “Hari ini bareng aku ajalah, lumayan hemat cuan.” Risa kembali bersuara dengan tangan yang mulai menarik kursi kayu untuk didudukinya. “Lah kamu mau kemana?” Heran Yunia menatap gadis

  • Remorse    Memalukan

    Dia itu seperti bawang, yang semakin dikupas semakin menunjukkan sisi baru. “Eh kak Raga?” Nadya terkejut sesaat menatap sosok Raga yang berdiri didepan pintu kelasnya. “Ada apa ya?” Ujarnya lagi karena tak ada respon apapun dari lawan bicaranya itu. “Gak pa-pa, cuma lewat,” jawab Raga acuh setelah sekian lama membisu. Meski begitu, lelaki tampan itu tak bergerak sedikitpun dari tempatnya. “Yaudah kalo gitu aku duluan ya.” “Eh bentar,” tiba-tiba Raga mencekal pergelangan tangan Nadya pelan. “Lo temen deketnya Frida?” “Em yah,” Nadya menjawab ragu dengan pipi yang mulai memanas. Bagaimana tidak, posisi keduanya kali ini sungguh membuatnya meleleh seketika. Sosok Raga yang tinggi itu menunduk seolah ingin menyamakan tinggi badannya dengan Nadya. Matanya menatap lekat dengan tangan yang masih bert

  • Remorse    Aula

    Namanya juga harapan, gak semuanya bisa jadi kenyataan. Dengan berbagai macam keberanian, Nadya berjalan melangkah menuju tempat parkiran. Siapa tau Raga kembali mengajaknya pulang bersama. Namun kenyataan tetaplah kenyataan, tak sesuai dengan ekspetasi tingginya. Sosok Raga malah pergi berlalu bahkan setelah melihat Nadya berdiri disampingnya. “Yah ko pergi sih!” Dengan langkah lesu, akhirnya gadis cantik itu berjalan pelan menuju halte bus dan duduk menunggu sendirian. “Padahal aku kira kita udah deket,” ungkap Nadya dengan nada memelasnya. •••• Nadya melemparkan tubuhnya ke kasur yang sudah menunggu untuk segera dinikmati. Dalam sekejap tubuhnya sudah telentang nyaman. Menyi

  • Remorse    Heboh

    Tetaplah menjadi dirimu meski orang lain tidak menyukaimu. Di pagi hari yang cerah ini, semua siswa berkumpul untuk melaksanakan kegiatan upacara bendera. Detik demi detik terlewati, tak terasa pembawa acara mengumumkan bahwasanya upacara telah selesai dilaksanakan. Kedua kaki Nadya bergerak riang dengan niat meninggalkan lapangan yang gersang ini. Namun langkahnya kembali terhenti saat bapak kepala sekolah mengatakan ada pengumuman penting. “Ya Allah pak! Udah panas gini juga,” gerutu Nadya sambil menempatkan tubuhnya di posisi semula. Entah sudah berapa kata yang keluar dari mulut pria paruh baya itu, rasanya Nadya sudah tak peduli. Tubuh mungilnya pun sudah menunduk lesu dengan wajah bercucuran keringat. Tidak tahu kenapa upacara kali ini terasa sangat melelahkan. Mungkin karena cuaca yang cukup panas dan amanat pembina yang terlalu lama, pikiran Nadya terus berputar di sana. Bel pertanda jam pelajaran pertama sudah berbunyi beberapa detik lalu. Seperti biasa fisika lah ya

  • Remorse    Dingin

    Aku menunggumu untuk diperhatikan, bukan diabaikan. Tak terasa sudah beberapa hari Nadya tidak mengetahui kabar terbaru tentang Raga. Mungkin karena ia terlalu sibuk bergelut dengan masalah lain. Dengan berbagai keberanian, kini ia berjalan menuju ruang kelas dua belas dengan mata yang terus menatap sekitar. Langkahnya terhenti sesaat, memperhatikan seorang manusia yang sedang duduk di bangku paling pojok ruangan, jauh dari tempatnya berdiri. Sosok tampan itu tengah sibuk menunduk dengan ponsel di tangan kanannya. “Kak!” ucap Nadya dengan penuh keberanian. Tanpa suara, Raga hanya menatap sekilas kemudian kembali fokus pada ponselnya. Mengabaikan gadis yang masih berdiri di sampingnya. Beberapa menit berlalu dengan keadaan yang sama. Nadya hanya terdiam dalam keheningan begitu juga dengan Raga. Mungkin dia merasa terganggu dengan kehadiran sang gadis. Hingga akhirnya Nadya pergi meninggalkan pujaannya dengan sorot mata penuh kesedihan. “Dingin banget,” lirih Nadya pelan samb

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status