Dia itu seperti bawang, yang semakin dikupas semakin menunjukkan sisi baru.
“Eh kak Raga?” Nadya terkejut sesaat menatap sosok Raga yang berdiri didepan pintu kelasnya.
“Ada apa ya?” Ujarnya lagi karena tak ada respon apapun dari lawan bicaranya itu.
“Gak pa-pa, cuma lewat,” jawab Raga acuh setelah sekian lama membisu. Meski begitu, lelaki tampan itu tak bergerak sedikitpun dari tempatnya.
“Yaudah kalo gitu aku duluan ya.”
“Eh bentar,” tiba-tiba Raga mencekal pergelangan tangan Nadya pelan. “Lo temen deketnya Frida?”
“Em yah,” Nadya menjawab ragu dengan pipi yang mulai memanas. Bagaimana tidak, posisi keduanya kali ini sungguh membuatnya meleleh seketika. Sosok Raga yang tinggi itu menunduk seolah ingin menyamakan tinggi badannya dengan Nadya. Matanya menatap lekat dengan tangan yang masih bertaut.
“Pantesan!” pria jangkung itu kembali berucap dengan diiringi tawa kecil yang mampu membuat siapapun terpesona. Terutama gadis yang kini tengah meneguk ludahnya kasar.
“Lo suka gue?” Lontaran pertanyaan yang berhasil membuat Nadya terdiam membeku. Ia bingung harus merespon bagaimana.
“Eng-”
Teng tong teng...
Pergantian pelajaran, silahkan memasuki ruangan“Untung bel,” Nadya menghela nafas lega dengan mata terpejam sesaat. “Izin masuk duluan ya kak.” ia kembali berucap diiringi kedua kaki yang terus bergerak. Meninggalkan Raga yang masih berdiri mematung.
****
“Yunia, bantuin bawa ini yuk.” Rina yang sedari tadi sibuk merapihkan setumpuk kertas berukuran besar itu mulai meminta pertolongan. Dengan langkah sigap, gadis berambut pendek itu mengangguk dan menghampiri. Membawa sebagian kertas ke dalam pangkuannya. Keduanya mulai pergi menjauh meninggalkan ruang kelas yang cukup sepi. Hanya tersisa Nadya dan tiga teman lainnya.
Tring...
Frida Amelia
Nad, janji makan barengnya dibatalin dulu yaNadya terdiam. Kemudian, dengan cekatan membalas pesan yang baru saja dibacanya.
Nadya Aprilia
Ko gitu, kenapa??Frida Amelia
Aku ada janji sama Rangga soalnya, maaf yaNadya Aprilia
Iya deh, mau gimana lagiSetelah mengirimkan pesan balasan, Nadya membuang nafasnya lesu. “Ah Rangga lagi!” Cerocosnya kesal sendiri. Bagaimana tidak, ini adalah janji makan mereka yang ketiga kalinya. Dan semua tak pernah terjadi karena Frida memiliki janji lain dengan kekasihnya itu. “Benar-benar menyebalkan!” Gumamnya lagi dengan tangan yang sibuk mencoretkan tinta ke kertas putih bergaris. Setelah puas ia segera merobek kertas itu dan mulai menggulungnya. Ketika hendak bangkit dari duduknya, ia kembali teringat akan wajah tampan pria incarannya. Kedua pipinya tersipu dengan mata yang menatap ke ambang pintu lekat. “Memalukan!” Batinnya berteriak kencang.
“Kamu kenapa?” Anaya bertanya heran ketika melewati kursi yang sedari tadi Nadya tempati.
“Hehe gapapa ko.”
“Yaudah deh, aku mau keluar dulu ya.” Setelah melambaikan tangannya, Anaya pergi menjauh sembari membawa selembar kertas yang berisi rentetan tulisan.
••••
“Jadi lo beneran suka sama gue?” Ucap Raga mengejutkan sosok Nadya yang sedari tadi sibuk menuliskan sesuatu dibalik bukunya.
Nadya tercekat dengan tangan yang berusaha menyembunyikan buku bersampul itu. Ia tidak tau jika lelaki tampannya datang berkunjung.
“Hehe kak Raga,” sapanya tersenyum garing.
“Kapan ke sini? Ko aku gak ngeh ya.”
“Sini liat!” Raga kembali bersuara mengabaikan sapaan Nadya seperti biasanya. “Tumben kak Raga ke sini, ada apa?”
“Lo tuli?”
“Sini gue liat!” Geram Raga sembari menarik paksa sebuah buku yang sedari tadi berada didalam genggaman Nadya.
“Raga Pratama love Nadya Aprilia, apaan sih gaje,” dumelnya pelan sembari melepar buku tersebut ke hadapan Nadya.
“Ini iseng aja ko,” kilah Nadya memungut benda yang menjadi saksi kegoblokannya.
“Yakin cuma iseng?”
“Ah maaf kak!” Tiba-tiba Yunia datang dengan langkah cepat. Tak sengaja menubruk tubuh jangkung Raga yang sedang menunduk. Membuatnya semakin dekat dengan Nadya yang saat ini tengah mendongak.
“Hati-hati dong!” Raga berucap tajam dengan tubuh yang sudah terangkat tinggi. Menyisakan Nadya yang kini berdebar hebat. “Adegan macam apa tadi?” Batin Raga kesal dengan langkah menjauhi ruang kelas yang mulai riuh itu.
“Lah sensian!” Dengus Yunia setelah memastikan Raga menghilang dari penglihatannya.
“Makanya jangan lari lari ke!”
“Ya kan tadi kamu yang ngejar!” Yunia kembali berucap menanggapi omelan teman sekelasnya itu.
“Iiii aku juga gak bakal ngejar kalo kamu gak mulai!” Hingga terjadilah perang antara keduanya. Nadya hanya terdiam layaknya menonton sebuah drama.
“Wih Tom and Jerry nya IPA tujuh!” Tawa Edo pecah seketika melihat tingkah teman satu kelasnya itu. Yunia dan Rina yang sadar telah menjadi bahan tontonan pun akhirnya menghentikan kegiatan mereka. Malu, itulah kata yang hinggap dipikiran keduanya.
“Malu-maluin!” Anaya ikut berucap setelah beberapa menit lalu menyaksikan kegaduhan.
“Lah ko sunyi sih?” Langkah Aluna mendadak terhenti ketika memasuki ruangan. Ia terheran dengan suasana yang sedang terjadi. “Krik-krik!” Suara Edo kembali menghiasi pendengaran. Setelahnya beberapa siswa tertawa tanpa suara. Entah apa yang terjadi sebenarnya.
“Sumpah nih kelas kocak parah!" Lagi-lagi suasana hening itu tergantikan oleh tawa bahagia dari beberapa penghuni yang ada. Nadya hanya menggelengkan kepalanya sesaat dengan bibir yang menahan senyuman. Sejujurnya ia tidak begitu akrab dengan teman sekelasnya itu, hanya beberapa saja.
“Eh tugas kimia buat besok udah pada siap belum sih?” Tiba-tiba Rina bertanya dengan wajah seriusnya.
Nadya terdiam, sepertinya ia lupa mengerjakan. “Untung aja dikasih tau,” ungkapnya menghela nafas dengan tangan yang sibuk menuliskan sesuatu dibuku pribadinya.
Terkadang ada sejumlah rasa yang tak bisa diutarakan begitu saja. “Rajin bat mbak, udah bel dari tadi juga masih aja nulis.” Ema melangkahkan kakinya dengan bibir yang terus berucap. Kedua gadis disamping kanan kirinya hanya melangkah dengan bibir terkatup. “Berisik!” Balas Yunia mendelik tajam. Tangannya masih sibuk bercengkerama dengan pulpen hitamnya itu. “Eh Nad, kamu pulang naik bus?” “Iya,” Nadya menjawab singkat dengan suara yang sedikit pelan. “Hari ini bareng aku ajalah, lumayan hemat cuan.” Risa kembali bersuara dengan tangan yang mulai menarik kursi kayu untuk didudukinya. “Lah kamu mau kemana?” Heran Yunia menatap gadis
Mau dibenci atau disukai, yang penting jadi diri sendiri. “Nad, buruan cek mg kamu!” Teriak Yunia kencang ketika Nadya baru saja menekan tombol hijau pada layar ponselnya. “Emang ada apa?” Nadya balik bertanya setelah mengusap beberapa kali telinga kirinya. “Kak Raga ngomen postingan kamu, buruan cek pokoknya ya.” Tuuut...tuuut... Belum sempat Nadya merespon ucapan dari temannya itu, sambungan telepon sudah terputus sebelah pihak. “Maksudnya apa sih?” Gumam Nadya terheran-heran. Ia menatap kosong benda digenggamnya itu. Tak lama tangannya kembali bergerak menjelajahi berbagai notifikasi.
Buatlah dia tertawa dan pada akhirnya dia akan jatuh cinta. Kali ini, setelah jam pelajaran berakhir Nadya tak langsung pergi meninggalkan lingkungan sekolah seperti biasanya. Dengan seragam coklatnya ia melangkah menuju ruang kelas yang selama ini ia rindukan. “Hey Nad!” Sapa seorang gadis berkacamata lembut ketika ia baru saja mendorong pintu untuk masuk. “Sini-sini!” Seru gadis lainnya mempersilakan Nadya untuk duduk disampingnya. “Udah lama deh kayanya gak kumpul gini, kangen tau!” Syafira berucap heboh sambil memeluk Nadya erat. Hal tersebut tentu saja menarik perhatian siswa sekitar. “Eh kalian udah pada hafal belum sih puisin
Kamu, sosok yang akhir-akhir ini menjadi canduku. Berbeda dari biasanya, dihari sabtu pagi ini sosok Nadya sudah tampil rapi dengan pakaian simpelnya. Satu semprot parfum menempel di pergelangan tangan kirinya. Dengan cepat ia melangkah pergi setelah mengembalikan alat riasnya itu ke tempat semula. “Bentar lagi,” gumam Nadya dengan mata yang terus melirik jam di pergelangan tangannya. Detik demi detik terlewati, ia tetap melangkah cepat meninggalkan lingkungan rumahnya yang kini terlihat semakin mengecil. “Huuu lama banget, sih.” Suara Yunia memenuhi pendengaran. Nadya tak mengubris, ia hanya menyeka keringatnya kemudian terduduk lelah disamping sahabatnya yang terus berucap tanpa henti.
Entahlah, semacam diberi rasa lalu dibuang begitu saja. "Ayo!" Cekalan tangannya semakin mengerat. Langkahnya pun dipercepat menggiring Nadya yang hanya mengikuti tanpa berucap. "Tunggu disini, biar gue yang pesen." Belum juga ia terduduk, sosok jangkung itu sudah hilang dari penglihatan. Kini hanya Nadya yang tersisa dengan tatapan bingungnya. "Dasar, gak bisa dipercaya!" Sinis Frida menyambut kedatangan tamu menyebalkannya. "Urus aja pacar lo sana!" Raga berucap dengan delikan tajam. Setelahnya ia kembali bergerak cepat untuk menemui gadis yang mungkin saja masih menunggu kedatangannya. Namun sebelum hal itu terjadi, Frida mengejar Raga dan memeluk tubuhnya dari belakang. "Jangan pergi," cicitnya pelan. Frida semakin mengencangkan pelukannya. Raga tak menolak, ia hanya ter
Ada rasa yang tak bisa diutarakan, ada benci yang tak bisa diungkapkan. “Ayolah, kamu terlihat seperti wanita bodoh yang terobsesi dengan seorang pria,” celetuk salah seorang gadis yang tengah duduk melingkar. “Bukan terobsesi tapi mencintai!” Jawab Nadya menyangkal. “Berjuang sendiri itu bukan cinta namanya!” Balas Siska lagi, gadis yang sedari tadi duduk di samping kirinya. Mendengar hal itu entah kenapa membuat perasaan Nadya berdenyut nyeri menerima fakta yang terjadi. Kata sederhana yang mampu mengukir sebuah luka. Dia tau betul bahwa temannya itu tidak berniat untuk menyakiti perasaannya. Namun yah, hati kecilnya tidak akan pernah bisa mengelak. “Mengapa kisah cintaku harus berakhir seperti ini?” Batinnya tersenyum miris. “Dan kenapa juga aku harus mencintainya saat itu?” Nadya tertawa hambar menikmati segala
Tak bisa berkata apapun, sosoknya begitu berbeda dari biasanya. “Ya ampun aku lupa kalo hari ini tuh pelajaran olahraga, mana gak bawa seragam pula, aduh gimana nih?” Gumam Nadya pelan sembari memijit pelipisnya dengan perasaan frustasi. “Padahal baru dikasih tau kemarin, ko udah lupa aja sih,” rutuknya lagi untuk yang kesekian kalinya. Masih dengan perasaan yang sama, Nadya terduduk lemas di kursi kayu miliknya. Berpikir keras mengenai alasan apa yang akan digunakannya di situasi seperti ini. Disaat Nadya tengah sibuk berpikir, tiba-tiba segerombolan siswa berseragam putih abu memasuki ruang kelasnya. “Hah olahraganya udah selesai?” Nadya bangkit dengan cepat sambil bertanya bingung melihat apa yang tengah teman-temannya itu kenakan. “Hari ini guru rapat, kamu gak baca informasi tadi malem?” Salah satu dari mereka
Terluka meski tak nyata. “Gak mungkin!” Gadis yang sedari tadi menguping itu mulai bersandar pada pohon tua disampingnya. Entah dengan alasan apa, kaki yang berdiri kokoh itu mulai bergetar tak karuan. Bruuugh... Nadya terjatuh pelan dengan senyuman kecut diwajahnya. Tak ada yang terjadi, dalam beberapa saat ia hanya berdiam diri. Hingga akhirnya tubuh berbalut seragam putih abu itu kembali bangkit memijakkan kedua kakinya. “Sepertinya mereka gak denger,” batinnya bernafas lega. Tanpa berpikir panjang, Nadya pun pergi meninggalkan kedua insan itu dengan perasaan yang tidak menentu. “Ini masalah pribadi, gak boleh nguping kaya gini Nad,” ucapnya lagi sembari pergi menjauh dari tempat sunyi itu. **** “Haha tentu saja kak Raga pasti kenal