Aku menunggumu untuk diperhatikan, bukan diabaikan.
Tak terasa sudah beberapa hari Nadya tidak mengetahui kabar terbaru tentang Raga. Mungkin karena ia terlalu sibuk bergelut dengan masalah lain.
Dengan berbagai keberanian, kini ia berjalan menuju ruang kelas dua belas dengan mata yang terus menatap sekitar. Langkahnya terhenti sesaat, memperhatikan seorang manusia yang sedang duduk dibangku paling pojok ruangan, jauh dari tempatnya berdiri. Sosok tampan itu tengah sibuk menunduk dengan ponsel ditangan kanannya.
“Kak!” Ucap Nadya dengan penuh keberanian.
Tanpa suara, Raga hanya menatap sekilas kemudian kembali fokus pada ponselnya. Mengabaikan gadis yang masih berdiri disampingnya.
Beberapa menit berlalu dengan keadaan yang sama. Nadya hanya terdiam dalam keheningan begitu juga dengan Raga. Mungkin dia merasa terganggu dengan kehadiran sang gadis. Hingga akhirnya Nadya pergi meninggalkan pujaannya dengan sorot mata penuh kesedihan.
“Dingin banget,” lirih Nadya pelan sambil berbalik pergi. Ia merasa kecewa dengan perlakuan pria itu. Memang keduanya tidak mempunyai hubungan apapun, namun tidak bisakah dia mendapatkan perlakuan lebih baik.
“Gak boleh nyerah!” Nadya kembali menguatkan diri sendiri agar tidak berputus asa.
****
Telepon berdering membuat sang pemilik terbangun dari tidurnya. Dengan enggan Nadya mengangkat tubuhnya yang sedari tadi berbaring nyaman.
“Halo!” Ucapnya tanpa melihat nama yang tertera dilayar menyala itu.
“Kamu apa kabar Ya?” Suara dari seberang sana berhasil membuat Nadya melihat layar ponselnya.
“Baik, ayah apa kabar?”
“Ayah juga baik, kamu jaga kesehatan ya disana.”
“Iya, ayah kapan pulang?” Nadya kembali bertanya dengan tangan yang sibuk memainkan ujung bajunya.
“Belum tentu Ya, kamu sabar aja, inget jaga rumah baik-baik.”
“Ayah tutup dulu ya ada meeting soalnya, dah putri ayah.”
Tuuut...tuuut...
Belum juga Nadya bercerita tentang kesehariannya, panggilan sudah ditutup begitu saja. “Ayah selalu aja begitu,” melasnya dengan bibir terpaut. Ayah dan anak satu ini memang tidak begitu akrab, tetapi keduanya selalu rutin mengabari satu sama lain ditengah kesibukannya.
“Hari libur gini enaknya ngapain ya?” Nadya bergumam pelan dengan mata setengah tertutup. Segera setelahnya dia meregangkan tubuhnya agar dapat mengumpulkan semua kesadaran yang mungkin saja berjatuhan.
Masih dengan langkah sempoyongan, kedua kakinya bergegas kekamar mandi, tak lupa mengambil handuk yang sebelumnya terpajang rapi.
Setelah selesai bersiap, sosoknya itu turun ke lantai bawah untuk sarapan dan menonton siaran televisi.
Saat tengah sibuk memasukan sesendok nasi kedalam mulutnya, tiba-tiba suara notifikasi terdengar nyaring. Akhirnya Nadya pun membuka ponselnya dan melihat pesan grup yang sudah menumpuk. Ia hanya melihat sesaat tanpa ada niatan untuk membalas apapun.
Siswa Siswi SMA PERWIRA
Anisa: Rangga lo beneran udah jadi...Satu pesan yang membuatnya penasaran, entah karena niatan apa dirinya itu membuka pesan yang baru saja masuk beberapa detik lalu.
“Iya mereka berdua udah jadian, kepoan banget sih jadi orang!” Nadya berteriak sebal sembari menatap tajam berbagai pesan yang menurutnya tak mengenakkan itu.
“Ah selera makanku benar-benar sudah hilang!”
••••
Beberapa jam Nadya habiskan dengan melamun tanpa adanya kegiatan. “Sumpah bosen,” gerutunya pelan.
Tiba-tiba ponselnya bersuara nyaring, dengan perasaan lesu Nadya meraih benda pipih itu.
Kak Raga
Temenin gue jalan, cepet siap-siap 5 menit lagi gue sampe dirumah loNadya ternganga kaget menatap pesan yang kini terpampang jelas dihadapannya.
“Gak salah kirim nih?” Tanyanya bingung sendiri.
“Yaudah deh siap-siap aja dulu, siapa tau emang gak salah kirim.” Nadya kembali berucap dengan kaki yang bergerak cepat menuju lemari pakaiannya.
Ia tersenyum lebar dengan perasaan berdebar setelah melihat sosok lelaki tampan yang kini bersandar manis dimotor hitam miliknya.
“Kak Raga,” sapa Nadya lembut.
Raga mendongak menatapnya sesaat kemudian beralih ke motornya tanpa memuji penampilan Nadya sedikitpun.
“Jadi jalan gak?” Tanyanya mengagetkan gadis yang masih berdiri mematung.
Nadya hanya tersenyum kemudian menerima helm berwarna hitam yang sedari tadi Raga sodorkan.
Motor melaju cepat ditengah keramaian kota. Tak ada yang memulai pembicaraan diantara keduanya. Sibuk dengan pikiran masing-masing dan suasana menjadi hening. Nadya berdehem pelan memecah keheningan, namun tak ada tanda-tanda Raga akan membuka suaranya. Suasana pun kembali hening seperti semula, sungguh mencengkam.
Motor terhenti tepat dipinggir sebuah cafe yang jaraknya lumayan jauh dari rumah Nadya. Keduanya turun kemudian berjalan memasuki pintu masuk tanpa beriringan. Ingat, tak beriringan sama sekali. Raga melangkahkan kakinya lebih dulu, sedangkan Nadya berjalan beberapa langkah dibelakangnya.
“Gak pa-pa yang penting masih bisa jalan bareng," Nadya bergumam sambil tersenyum menatap punggung tegap pria dihadapannya.
••••
Duduk dimeja dekat kaca yang menampilkan pemandangan indah, itulah yang sedang dilakukan keduanya.
Setelah pesanan datang, Raga menyuruhnya untuk meminum minuman yang sudah terpesan. Nadya hanya mengangguk dan memgambil gelas kaca itu agar mendekat kearahnya.
Sosok pria dihadapannya itu kembali tak bersuara, padahal hampir setengah jam waktunya terbuang tanpa terjadi apapun. Hanya bernafas dan berkedip, benar-benar tak terjadi apapun.
“Apa ponsel itu lebih menyenangkan?” batin Nadya membeo sebal. Entah kenapa rasanya sangat tidak mengenakan.
“Ayo pulang!” Dua kata yang berhasil membuat mata Nadya membola seketika. Lantas tujuan dia sebenarnya apa?
“Sabar-sabar, mungkin kak Raga canggung.”
“Gini aja udah bahagia kok,” ungkapnya lagi masih dengan senyuman hangat.
Tetaplah menjadi dirimu meski orang lain tidak menyukaimu. Dipagi hari yang cerah ini, semua siswa berkumpul untuk melaksanakan kegiatan upacara bendera. Detik demi detik terlewati, tak terasa pembawa acara mengumumkan bahwasanya upacara telah selesai dilaksanakan. Kedua kaki Nadya bergerak riang dengan niat meninggalkan lapangan yang gersang ini. Namun langkahnya kembali terhenti saat bapak kepala sekolah mengatakan ada pengumuman penting. “Ya Allah pak! Udah panas gini juga,” gerutu Nadya sambil menempatkan tubuhnya diposisi semula. Entah sudah berapa kata yang keluar dari mulut pria paruh baya itu, rasanya Nadya sudah tak peduli. Tubuh mungilnya pun sudah menunduk lesu dengan wajah bercucuran keringat. T
Namanya juga harapan, gak semuanya bisa jadi kenyataan. Dengan berbagai macam keberanian, Nadya berjalan melangkah menuju tempat parkiran. Siapa tau Raga kembali mengajaknya pulang bersama. Namun kenyataan tetaplah kenyataan, tak sesuai dengan ekspetasi tingginya. Sosok Raga malah pergi berlalu bahkan setelah melihat Nadya berdiri disampingnya. “Yah ko pergi sih!” Dengan langkah lesu, akhirnya gadis cantik itu berjalan pelan menuju halte bus dan duduk menunggu sendirian. “Padahal aku kira kita udah deket,” ungkap Nadya dengan nada memelasnya. •••• Nadya melemparkan tubuhnya ke kasur yang sudah menunggu untuk segera dinikmati. Dalam sekejap tubuhnya sudah telentang nyaman. Menyi
Dia itu seperti bawang, yang semakin dikupas semakin menunjukkan sisi baru. “Eh kak Raga?” Nadya terkejut sesaat menatap sosok Raga yang berdiri didepan pintu kelasnya. “Ada apa ya?” Ujarnya lagi karena tak ada respon apapun dari lawan bicaranya itu. “Gak pa-pa, cuma lewat,” jawab Raga acuh setelah sekian lama membisu. Meski begitu, lelaki tampan itu tak bergerak sedikitpun dari tempatnya. “Yaudah kalo gitu aku duluan ya.” “Eh bentar,” tiba-tiba Raga mencekal pergelangan tangan Nadya pelan. “Lo temen deketnya Frida?” “Em yah,” Nadya menjawab ragu dengan pipi yang mulai memanas. Bagaimana tidak, posisi keduanya kali ini sungguh membuatnya meleleh seketika. Sosok Raga yang tinggi itu menunduk seolah ingin menyamakan tinggi badannya dengan Nadya. Matanya menatap lekat dengan tangan yang masih bert
Terkadang ada sejumlah rasa yang tak bisa diutarakan begitu saja. “Rajin bat mbak, udah bel dari tadi juga masih aja nulis.” Ema melangkahkan kakinya dengan bibir yang terus berucap. Kedua gadis disamping kanan kirinya hanya melangkah dengan bibir terkatup. “Berisik!” Balas Yunia mendelik tajam. Tangannya masih sibuk bercengkerama dengan pulpen hitamnya itu. “Eh Nad, kamu pulang naik bus?” “Iya,” Nadya menjawab singkat dengan suara yang sedikit pelan. “Hari ini bareng aku ajalah, lumayan hemat cuan.” Risa kembali bersuara dengan tangan yang mulai menarik kursi kayu untuk didudukinya. “Lah kamu mau kemana?” Heran Yunia menatap gadis
Mau dibenci atau disukai, yang penting jadi diri sendiri. “Nad, buruan cek mg kamu!” Teriak Yunia kencang ketika Nadya baru saja menekan tombol hijau pada layar ponselnya. “Emang ada apa?” Nadya balik bertanya setelah mengusap beberapa kali telinga kirinya. “Kak Raga ngomen postingan kamu, buruan cek pokoknya ya.” Tuuut...tuuut... Belum sempat Nadya merespon ucapan dari temannya itu, sambungan telepon sudah terputus sebelah pihak. “Maksudnya apa sih?” Gumam Nadya terheran-heran. Ia menatap kosong benda digenggamnya itu. Tak lama tangannya kembali bergerak menjelajahi berbagai notifikasi.
Buatlah dia tertawa dan pada akhirnya dia akan jatuh cinta. Kali ini, setelah jam pelajaran berakhir Nadya tak langsung pergi meninggalkan lingkungan sekolah seperti biasanya. Dengan seragam coklatnya ia melangkah menuju ruang kelas yang selama ini ia rindukan. “Hey Nad!” Sapa seorang gadis berkacamata lembut ketika ia baru saja mendorong pintu untuk masuk. “Sini-sini!” Seru gadis lainnya mempersilakan Nadya untuk duduk disampingnya. “Udah lama deh kayanya gak kumpul gini, kangen tau!” Syafira berucap heboh sambil memeluk Nadya erat. Hal tersebut tentu saja menarik perhatian siswa sekitar. “Eh kalian udah pada hafal belum sih puisin
Kamu, sosok yang akhir-akhir ini menjadi canduku. Berbeda dari biasanya, dihari sabtu pagi ini sosok Nadya sudah tampil rapi dengan pakaian simpelnya. Satu semprot parfum menempel di pergelangan tangan kirinya. Dengan cepat ia melangkah pergi setelah mengembalikan alat riasnya itu ke tempat semula. “Bentar lagi,” gumam Nadya dengan mata yang terus melirik jam di pergelangan tangannya. Detik demi detik terlewati, ia tetap melangkah cepat meninggalkan lingkungan rumahnya yang kini terlihat semakin mengecil. “Huuu lama banget, sih.” Suara Yunia memenuhi pendengaran. Nadya tak mengubris, ia hanya menyeka keringatnya kemudian terduduk lelah disamping sahabatnya yang terus berucap tanpa henti.
Entahlah, semacam diberi rasa lalu dibuang begitu saja. "Ayo!" Cekalan tangannya semakin mengerat. Langkahnya pun dipercepat menggiring Nadya yang hanya mengikuti tanpa berucap. "Tunggu disini, biar gue yang pesen." Belum juga ia terduduk, sosok jangkung itu sudah hilang dari penglihatan. Kini hanya Nadya yang tersisa dengan tatapan bingungnya. "Dasar, gak bisa dipercaya!" Sinis Frida menyambut kedatangan tamu menyebalkannya. "Urus aja pacar lo sana!" Raga berucap dengan delikan tajam. Setelahnya ia kembali bergerak cepat untuk menemui gadis yang mungkin saja masih menunggu kedatangannya. Namun sebelum hal itu terjadi, Frida mengejar Raga dan memeluk tubuhnya dari belakang. "Jangan pergi," cicitnya pelan. Frida semakin mengencangkan pelukannya. Raga tak menolak, ia hanya ter