“Gue mau jenguk Rendra.”
Berbekal kalimat itu, kini Katha, Rabu dan Shae berada di rumah sakit. Mereka berjalan menyusuri lorong bersama. Di tangan Shae, ada paper bag yang isinya satu kotak sop ayam yang dibuatnya tadi.
“Gue sama Rabu nunggu di sini, ya,” ujar Katha ketika mereka sampai di depan ruangan Rendra. “Kata dia juga Tante Rena lagi nggak ada. Jadi, gue tenang lepas lo berduaan dia doang di dalam.”
Shae tersenyum, lalu mengucapkan terima kasih. Setelah itu dia membuka pintu ruang rawat Rendra.
Rabu lagi-lagi mengusap rambut Katha. “Good girl,” ujarnya. “Kita tunggu di lorong, yuk!” ajaknya kemudian.
Sayangnya Katha menggeleng. “Gue mau nunggu di luar. Rumah sakit nggak pernah enak buat dikunjungi.”
Rabu terkekeh, lalu mengangguk. Dia akhirnya membawa Katha ke bagian depan rumah sakit. Mereka duduk di bangku yang tidak jauh dari pitu UGD. Terlihat di sana tidak sesibuk yang Katha lihat sewaktu membawa Rendra ke sini.
“
Sakha menyadari tatapan Rabu yang berubah menajam. Dia kemudian dengan sengaja menahan tangan Katha yang masih ada di keningnya. "Eh, masih panas, ya?" tanyanya pura-pura heran. Bahkan dia mengernyit. Katha mengangguk. "Kamu kenapa emangnya?" Dia tanpa sadar masih membiarkan tangannya berada di bawah telapak tangan Sakha. "Kecapekan kayaknya. Tadi aku pingsan di kantor, terus dibawa ke sini," jawab Sakha sambil melirik Rabu yang matanya fokus pada dirinya. Dia tertawa tertahan, lalu melepaskan tangannya dari tangan Shae. Menyadari Sakha menahan tawa, Katha kini merasa heran sekaligus jengkel. "Kamu tuh gimana, sih? Kabur, ya, padahal belum dikasih pulang sama dokter?" tanyanya curiga sambil menjauhkan tangannya dari dahi Sakha. Sakha akhirnya tertawa. Dia mengangguk, lalu berbisik, "Katanya aku harus dirawat, dan harus cek lab. Takutnya tifus." Katha tak bisa menahan diri dari memukul lengan Sakha. Hal yang selalu dia lakuk
Sudah beberapa hari sejak Shae bekerja di salah satu toko Rabu. Keadaannya jauh lebih baik dalam suasana baru itu. Bahkan sikap usil dan bar-barnya mulai muncul kembali. Dia juga sudah memantapkan hati untuk menjebloskan Theo ke penjara, agar kakaknya itu jera. Ya, meski prosesnya panjang dan rumit, Rabu meyakinkan Shae bahwa dia dan Katha akan saling membantu.Namun, lain halnya dengan Shae yang sudah membaik, justru Katha yang berulang kali gusar. Dia masih tidak bisa menerima sahabatnya keluar dari pekerjaan yang menurutnya baik dan menjanjikan. Apalagi posisi Shae sudah bisa dibilang stabil di perusahaan itu."Kayaknya dia mau protes lagi, deh, Bu," ujar Shae sambil menunjuk Katha yang tidak bisa menyembunyikan ekspresi penasarannya bila mereka bertiga berkumpul seperti hari ini.Sekarang memang sudah jam enam sore, jam di mana Katha benar sudah seharusnya di rumah, dan Rabu mengikuti. Sedangkan Shae sudah pulang sejak jam lima sore. Rabu sengaja membiarkann
Celetukan yang baru saja disampaikan Agung langsung menarik semua atensi orang yang ada di ruang makan. Sedangkan dua orang yang dijadikan objek, terbelalak, tidak menyangka akan diserang, bahkan sebelum—lebih tepatnya hendak—makan malam dimulai.Bahkan Dewi yang baru masuk ke ruang makan pun langsung heran dengan topik yang diangkat suaminya. Namun, dia berpikir bahwa apa yang diucapkan suaminya itu tidaklah salah.“Kalau Mama sih, setuju,” ujar Dewi akhirnya. Dia mengambil piring kosong, lalu mengisinya dengan nasi.Mendengar persetujuan mamanya, Kandara langsung protes. “Ma ….”“Nah, kan? Menurut Mama itu ide yang bagus, kan? Lagian kalian sama-sama nggak punya pasangan.” Agung berkata cerita. Dia kemudian menerima piring yang sudah diisi berbagai lauk.Katha yang menyadari itu, langsung berdiri dan mengisi piring Rabu sebelum diprotes papanya. Tanpa menanyakan lauk apa yang ingin dimakan Ra
Percakapan panas di meja makan akhirnya padam juga. Ternyata Dewi hanya pura-pura tahu siapa yang sedang dibicarakan Katha hanya agar Kandara mau jujur. Namun, strateginya tetap gagal, hingga akhirnya percakapan itu lewat begitu saja.Kini Shae dan Katha sudah masuk ke kamar. Mereka memang menginap malam ini, sedangkan Rabu memilih pulang. Tidak enak juga kalau keluarga Katha melihat Katha tidur dengan sahabatnya, sedangkan Rabu tidur di kamar tamu. Maka untuk menghindari itu, Rabu beralasan bahwa dia harus mempersiapkan materi untuk presentasi di depan klien besar besok.“Sha, gue mau ngomong hal serius deh sama lo. Kita pillow talk, yuk!” ajak Katha. Dia sudah berbaring di tempat tidur, dan baru saja meletakkan gawai di atas nakas.Shae yang tadinya duduk di depan meja rias mengoleskan beberapa krim perawatan diri, akhirnya bangkit dan berbaring di samping Katha.“Kasiha Rabu. Gara-gara gue dia nggak bisa tidur bareng lo,” gurau
Rasa-rasanya Katha ingin menusuk tatapan Kandara saat ini. Kakaknya itu menatapnya jahil, seperti kakak yang memergoki adiknya pacaran. “Kenapa lo liatin gue gitu?” tanya Katha kesal. “Gue mau natap Rabu gini, tapi dianya nggak bisa lihat gue. Ya, udah, nyalur lewat lo,” sahut Kandara. Dia kemudian duduk di kursi besi samping Katha. Cangkir kopinya diletakkan di sebelah gelas susu Katha yang berembun. Lantas, Katha baru teringat perihal obrolan mereka di meja makan. Namun, bukan tepat pada obrolan, tapi pada sosok yang mereka bicarakan tanpa menyebut nama. “Kan,” panggil Katha. “Itu Rabu manggil-manggil nggak dihirauin. Lupa lagi teleponan?” tukas Kandara. Katha terkesiap. Saking terkejutnya, dia sampai lupa kalau tadi sedang mengobrol dengan Rabu di telepon. “Eh, sorry, Bu. Lo tidur lagi aja. Maaf ganggu lo malam-malam,” ujar Katha. “It’s okay. You know you can call me anytime,” balas Rabu. “Ya udah gue
“Ngomong-ngomong, tumben banget lo mau nyetir,” ujar Shae sambil masuk ke dalam mobil Katha yang terparkir di depan toko tempatnya bekerja. “Gue habis dari rumah Papa. Kasian ini mobil ntar jamuran di parkiran. Kan sayang. Mana gue beli sendiri lagi,” sahut Katha. Dia kemudian melajukan mobilnya membelah jalanan kota yang ramai. Maklum sekarang adalah jam pulang kerja untuk beberapa kantor. Jadilah sesekali mereka menemui macet. “Jadi kedepannya lo bakal nyetir sendiri? Nggak diantar Rabu?” “Siapa bilang? Selagi ada Rabu, ngapain gue harus susah-susah nyetir tiap hari?” Katha terkekeh. “Ya, mungkin nanti sesekali kalau Rabu sibuk, atau kalau gue lagi pengen nyetir kayak sekarang.” “Dasar lo!” Shae tertawa. “Lo kalau mau pakai, pakai aja. Bawa kerja.” Katha memutar kemudi ke kiri, menghindari mobil yang menyalipnya dengan posisi terlalu dekat dari arah kanan. “Ya, ya,” sahut Shae. “Eh, ngomong-ngomong kita dari dulu selalu makan
Kejadian gelas pecah berlalu cepat. Bening langusung mengucapkan maaf pada orang-orang yang ada di sana, sekaligus pada Langit, lalu dia berlalu menuju kitchen. Sementara tak lama kemudian seorang pelayan datang membereskan sepihan-serpihan kaca. Melihat keadaan Bening tadi, Katha semakin penasaran. Kenyataan yang disampaikan Kandara membuatnya ingin cepat bertanya pada Bening, tapi juga tak ingin membuat orang lain curiga. Kalau dia ngobrol empat mata dengan Bening sekarang, orang-orang yang semeja dengannya saat ini akan bertanya-tanya.. Perempuan itu juga terlihat menghindari tatapan matanya. Mungkin Bening menduga ka lau dia sudah tahu kebenarannya dari Kandara. Jadilah sampai pulang, Katha tak sempat berbicara dengan Bening. Hal itu membuatnya resah sendiri. “Lo kenapa? Shae udah tidur?” tanya Rabu sambil duduk di sebelah Katha. Perempuan itu sedang duduk di sebelah kolam koi, padahal malam sudah cukup larut. “Udah,” jawab Katha lemas. “K
Shae tidak jadi ngekos. Dia memilih untuk mengontrak rumah atas saran dan bantuan Rabu. Sebenarnya dia punya rumah. Rumah yang tempo hari jadi tempat perkara penyekapan dirinya oleh sang kakak, adalah milik mereka berdua. Namun, dia merasa tak bisa tinggal di sana lagi. Padahal Rabu sudah merenovasi bagian-bagian yang rusak akibat insiden mengerikan tempo hari. “Ini rumahnya yang ini? Beneran yang ini? Lo kok nggak nyariin yang bagus sih, Bu?” protes Katha. Mendengar itu Rabu mendengkus kesal. Dia hanya membantu menyuntik dana, bukannya terlibat langsung ke pemilik kontrakan. “Gue yang milih, Tha,” sahut Shae sambil tertawa. “Ini yang paling dekat sama toko, terus suasanya juga adem.” Rumah yang dikontrak Shae memang kecil dan tampak sangat sederhana dalam ukuran kacamata Katha yang kaya sejak lahir. Namun, lingkungan di sekitar rumah itu terlihat jauh lebih baik. Rumah-rumah tetangga ditumbuhi berbagai tanaman. Dan rumah yang dikontrak ini, t