"Kenapa harus aku yang mengunjungi mereka? Aku yang menikah tapi aku yang repot-repot memberi salam pada mereka."
Aku terus mengoceh di sepanjang jalan. Meskipun tubuhku di angkut tandu, tetap saja aku sedang malas bertemu orang-orang di istana."Mohon jaga ucapanmu, Yang Mulia. Mereka adalah ibu dan nenek mertuamu. Kau yang memang seharusnya menyapa mereka."Aku memutar bola mata malas."Baiklah, menantu yang baik hati ini akan menyapa ibu dan nenek mertuanya." Balasku tidak ingin bertele-tele.Tidak butuh waktu lama, aku sudah sampai di istana tempat Nenek Ratu Agung alias nenek mertuaku tempati.Aku segera masuk ke dalam istana. Ternyata bukan hanya ada ibu Ratu Agung, Ibu Suri alias ibu mertuaku juga ada di sana.Aku memberi hormat pada keduanya. Bagaimanapun aku sedang berusahan menjadi menantu yang sempurna."Bagaimana perasaan nenek dan ibu hari ini?" Tanyaku dengan sangat sopan santun.Nenek Ratu Agung tersenyum padaku."Tidur nenek sangat nyenyak malam ini karena nenek akhirnya punya menantu sempurna sepertimu."Bisa di lihat sendiri, Nenek mertuaku sepertinya sangat menyukaiku. Memang tidak akan ada yang menyesal menjadikanku menantu."Syukurlah.."Tatapanku beralih pada Ibu Suri. Bukan senyuman yang aku dapatkan, tapi tatapan tidak ramah yang ia perlihatkan padaku."Tidurku biasa saja, sama seperti sebelum kau menjadi menantuku."Aku menatapnya dengan tatapan tanya. Apa maksudnya dia tidak mengharapkanku menjadi menantunya?"Mohon jaga Raja dengan baik. Meskipun Raja tidak terlahir dari rahimku, tetapi secara silsilah aku tetap ibunya."Ya, Ibu Suri memang hanya seorang selir dan bukan ibu kandung Raja. Sudahlah hanya seorang selir, songong pula!Tapi sebisa mungkin aku menampilkan senyuman pada mertuaku. "Aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Raja.""Dengan cara?"Aku tidak langsung menjawab, jujur saja aku juga tidak tau dan kebingungan dengan cara apa."Kau hanya akan di panggil Ratu sempurna setelah kau melahirkan ahli waris.""Tapi sepertinya itu tidak akan pernah terjadi. Melihat bagaimana Raja sangat mencintai Roseline, mustahil Raja akan melihat ke arahmu." Cecar Ibu Suri membuat ulu hatiku terluka. Sejauh ini, dia adalah mertua terburuk yang pernah ada. Dia sepertinya berada di pihak Roseline."Tutup mulutmu! Ratu adalah istri sah Raja. Tidak mustahil mereka akan saling jatuh cinta seiring berjalannya waktu." Sergah Nenek Ratu Agung. Bisa ku tebak, nenek berada di pihakku. Oh nenek Ratu Agung, aku mencintaimu!"Hari ini adalah hari penobatan Selir. Aku yakin setelah ini, Raja lebih sering memilih tidur bersama Selir dari pada bersama Ratu.""Oh ya? Aku akan mengatur hari agar Raja selalu menghabiskan malam bersama Ratu."Ibu Suri nampak tersenyum meremehkan. "Kau memang selalu punya cara agar mendapatkan apa yang kau mau." sindirnya pada nenek Ratu Agung tersayangku.Setelah menyaksikan perdebatan mereka, aku bisa simpulkan bahwa keduanya memiliki dendam satu sama lain. Untunglah aku berada di pihak yang terkuat. Jika kalian pikir perintah Raja adalah yang terkuat, kalian salah. Perintah nenek Ratu Agunglah yang tidak bisa terkalahkan."Terima kasih, aku anggap itu sebagai pujian.""Dasar wanita haus pujian.""Beraninya kau berbicara seperti itu pada ibu mertuamu sendiri?!""Aku bahkan tidak menganggap kau sebagai ibu mertuaku.""Oh benar. Kau hanya seorang dayang yang di angkat menjadi Selir karena usahamu mendapatkan hati Raja berhasil. Secara hukum, kau memang bukan menantuku."Aish hampir saja aku tertidur karena terlalu lama menunggu mereka beradu mulut. Benar-benar seperti anak kecil yang memperebutkan gulali."Permisi.."Aku mengetuk lantai beberapa kali agar menghentikan perdebatan nenek Rau Agung dan Ibu Suri."Maaf karena telah mengganggu acara bincang-bincang manja kalian,""Tapi sepertinya aku masih punya urusan yang harus aku kerjakan." Ucapku seramah mungkin. Ah lihatlah wajah memerah dari keduanya. Mereka pasti kesal karena pertikaiannya aku hentikan."Apa boleh aku pergi sekarang?""Ratuku pasti sangat sibuk dengan gelar barunya. Nenek izinkan kau untuk segera pergi.""Jangan lupa sesibuk apapun Ratu, tetap jaga kesehatan agar bisa segera memberi nenek cucu."Aku mengangguk saja. Muak sekali mendengar aku yang harus segera memiliki keturunan. Apa aku coba perkosa Victor saja? Tidak tidak! Itu bukan gaya seorang Ratu.Setelah memberi hormat, aku segera keluar dari istana nenek Ratu Agung. Sesi pertemuan seketika berubah menjadi sesi adu mulut, menarik!****Aku memasuki istanaku dengan perasaan malas. Disana sudah ada Roseline yang menungguku. Roseline membungkukan badan memberi hormat kepadaku.Dayang Utari menyerahkan sebuah kertas, aku mengambilnya lalu membacakannya di hadapan Roseline."Sodara Roseline, atas perbuatan baikmu dan kemurahan hatimu. Aku nobatkan kau sebagai Selir kerajaan.""Dengan ini, kau resmi menjadi seorang Selir.." sambungku dengan perasaan yang tidak bisa aku gambarkan."Terima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia" ucap Roseline. Aku hanya mengangguk."Harap jaga perilakumu, aku bisa saja mencabut gelarmu kapanpun aku mau."Roseline terkekeh sinis. "Apa ini sebuah ancaman?"Aku menarik nafas mencoba bersabar."Seorang Ratu sempurna sepertiku tidak punya waktu untuk mengancam."Terdengar suara tawa dari Roseline. Si brengsek itu!"Sempurna? Kau bahkan tidak tau arti dari kata sempurna. Bagaimana bisa kau menyebut dirimu sebagai Ratu yang sempurna?"Aku tentu saja tidak mau kalah. Aku balas dengan suara tawa yang lebih renyah dan nyaring dari suara tawa Roseline."Jelas sempurna karena aku punya segalanya. Termasuk kekasihmu." Jawabku mampu membungkam mulut Roseline.Aku melihat Roseline mengepalkan tangannya. Puas sekali melihat wajah Roseline saat marah."Urusanmu di istanaku sudah selesai, sebaiknya kau segera pergi." Suruhku, ya bisa di bilang aku mengusir wanita ini.Dengan napas yang memburu, Roseline segera pergi keluar dari istanaku."kampret itu, dia bahkan tidak memberi hormat padaku sebagai Ratunya." Beoku menatap kepergian Roseline.Dayang Utari hanya tersenyum, ia sepertinya sudah terbiasa dengan mulut kasarku."Yang Mulia, Ayah yang mulia ingin bertemu dengan anda.." ujar seorang dayang yang baru saja datang."Suruh Ayah masuk." jawabku.Ayah masuk ke dalam istanaku dan memberikan hormat kepadaku. Aku tersenyum dan membalas hormat dari Ayah."Bagaimana perasaan Ayah?" tanyaku."Perasaan Ayah baik-baik saja.""Syukurlah.."Ayah tersenyum menatapku, entah apa arti dari senyuman itu."Bagaimana setelah menjalani hari-hari di istana?"Aku tersenyum, ingin sekali aku menjawab sangat buruk. Tapi aku tidak ingin membuat Ayah khawatir."Menyenangkan. Aku mulai menyusun rencana-rencana untuk memakmurkan rakyatku" jawabku."Ayah senang mendengarnya.""Tapi kamu harus ingat, tidak selamanya istana menjadi tempat yang aman. Ada kalanya istana membawamu pada kebingungan. dan saat itu terjadi, mohon untuk tidak goyah terhadap kebenaran, dan tetaplah menjadi dirimu sendiri."Aku mengangguk, aku paham dengan kekhawatiran Ayah. Lagi pula, Aku masih punya Ayah. Jadi aku tidak memiliki hal yang aku takuti di istana selama Ayah bersamaku."Baiklah, akan aku coba sebisaku."Hari yang melelahkan ini akhirnya aku tutup dengan perbincangan manis antara Ayah dan Putrinya. Kehadiran Ayah mampu mengobati sedikit kekhawatiranku tentang istana ini.Bersambung..."Yang Mulia benar akan melakukan ini?" Dayang Utari bertanya dengan raut wajah khawatir.Aku mengangguk mantap. "Yakinnn. Di istana terlalu membosankan. Aku akan kembali memulai hobiku yang tertunda, jadi aku butuh beberapa kain untuk membuatnya.""Biar para dayang saja yang mencari kain untuk Yang Mulia."Aku menggeleng. "Tidak, aku ingin mencarinya sendiri." Dayang Utari tidak menjawab lagi. Aku menatap dayang Utari dengan senyuman untuk meyakinkan. "Aku akan baik-baik saja.""Tapi di luar istana sangat berbahaya.""Siapa bilang? Di luar istana sangat menyenangkan." Sergahku."Jika begitu, saya akan ikut menemani Yang Mulia."Aish dayang Utari benar-benar seperti ekorku yang selalu ikut kemanapun aku pergi."Baiklah. Segera ganti pakaianmu untuk menyamar." Titahku. Dayang Utari mengangguk segera bergegas untuk mengganti pakaiannya.****"Waaahhhh.." Dayang Utari melongo untuk beberapa saat. Ia nampak terpesona dengan keramaian pasar."Tidak seburuk itu, kan?" Tanyaku.Dayang Utar
Aku duduk di samping Victor menghadap para Menteri. Aku bisa lihat ekpresi terkejut mereka saat melihat kehadiranku di konferensi. Terkecuali Ayah, terlihat Ayah tersenyum ke arahku. "Mohon maaf.. Bolehkah saya bertanya ada apa gerangan Yang Mulia Ratu hadir di konferensi?" Seorang Menteri yang terlihat seperti tidak senang dengan kehadiranku bertanya.Aku menampilkan senyuman ramah. "Apakah ada larangan bagi seorang Ratu menghadiri konferensi?" Tanyaku dengan penuh wibawa. Aish lihatlah Victor, bukankah istrimu sangat keren?"E..Ti.. Tidak ada Yang Mulia.." Jawabnya terbata."Lagi pula, aku di sini hanya menemani suamiku, silahkan kalian bisa memulai konferensi tanpa menghiraukan keberadaanku.""Ba.. Baik Yang Mulia"Victor berdehem pelan. "Jadi hal apa yang harus kita bahas di konferensi hari ini?" Tanya Victor memulai konferensi."Ini tentang pengangkatan Menteri baru, baginda Raja..""Ah betul, aku hampir lupa. Ada beberapa Menteri yang harus aku ganti." "Mohon maaf Baginda, apa
Beberapa hari di istana membuat otot-ototku kaku. Tidak ada pekerjaan untuk seorang Ratu selain mengurus Selir dan berusaha mengandung ahli waris. Ah itu sangat membuatku muak! "Dayang Utarii" Teriakku memanggil Dayang Utari."Ada apa Yang Mulia?" Tanya Dayang Utari dengan napas terengah. Sepertinya ia berlari untuk segera sampai di sini."Aku bosan.""Apa harus kita menyelinap ke luar istana lagi?" Tawar Dayang Utari."Menarik, tapi tidak dulu." Jawabku.Dayang Utari mengangguk."Apa di sini ada tempat jahit kerajaan?""Ada, Yang Mulia.""Benarkah? Dimana?" Semangatku tiba-tiba kembali menggelora."Tepat di samping istana tempat Pangeran Betrand tinggal."Aku segera berlari membuat Dayang Utari segera mengejarku."Yang Mulia.. Kau mau kemana?""Ayo kita buat karya yang luar biasa!" Ucapku berteriak karena jarak Dayang Utari dan aku cukup jauh.Sangking senangnya, aku tidak memperhatikan arah jalan. Alhasil, tubuhku menabrak tubuh seseorang. Aku terjatuh karena tidak bisa mengatur ke
"Dayang Utari, ayo cepatttt" "Tunggu saya Yang Mulia.." Dayang Utari mengejarku dengan napas ngos-ngosan. Aku tidak peduli, aku ingin cepat sampai ke tempat penjahit kerajaan.Setelah berlari sekitar sepuluh menit, aku akhirnya sampai di tempat tujuan.Para penjahit kerajaan sudah menungguku. Mereka memberi hormat saat tau aku datang."Yang Mulia.."Aku tersenyum menyambut hormat mereka."Wawww siapa yang sudah menghias tempat jahitku?" Tanyaku takjub dengan tampilan tempat jahitku yang di penuhi hiasan corak bunga."Kami mendapatkan ide untuk menghias tempat jahit ini dari Pangeran Betrand."Aku mengerutkan alis. "Pangeran Betrand?" Tanyaku tidak faham.Mereka mengangguk."Jarak tempat ini dengan istana Pangeran Betrand bersebelahan. Pangeran Betrand beberapa kali sering menghabiskan waktu disini. Dan ketika Pangeran Betrand tau Yang Mulia akan menjahit disini, Pangeran Betrand menyarankan kami untuk menghias tempat jahit Yang Mulia agar Yang Mulia merasa nyaman.""Waahhh terima k
"Ratu.."Aku menoleh ke sumber suara yang ternyata adalah Victor. Ia datang menemuiku. Entah untuk apa."Aku mencarimu kemana-mana. Ternyata kau ada di danau."Aku menatap Victor penuh curiga. Kenapa sikapnya menjadi sedikit lebih hangat dari biasanya?"Apa? Kau mau apa?" Tanyaku sinis.Victor tersenyum."Ku dengar, akhir-akhir ini Ratu sering menghabiskan waktu di tempat penjahit kerajaan?""Iya. Tidak sepertimu yang menghabiskan waktu di istana Selir." Sindirku.Lihatlah pria tidak tau malu ini. Dia malah senyum-senyum sendiri. "Apa Ratu cemburu?" Goda Victor.Aku melayangkan tatapan tajam."Aku tidak punya waktu untuk cemburu! Habiskan saja semua waktumu bersama kekasihmu itu. Aku tidak peduli!"Victor terkekeh sambil mengangguk-angguk. "Baiklah jika begitu.""Cuih! Jadi kau kesini hanya untuk pamer?" Tanyaku memang dengan nada yang sedikit keterlaluan. Maafkan."Tentu saja tidak.""Aku membawa kabar gembira untuk Ratu.""Benarkah? Apa?" Tanyaku dengan semangat."Pembangunan desa
Victor benar-benar berada tepat di depanku. Ia segera menempelkan pedangnya di leherku.Aku menelan ludah. Keringat panas dingin sudah bercucuran. Dengan nafas memburu, Victor memejamkan matanya lalu mengayunkan pedangnya ke leherku.."ALENA.."Belum sempat pedangnya sampai di leherku suara panggilan dari Willy menghentikan kegiatan Victor. Victor segera mengambil kain yang tadi terjatuh dan menutup wajahnya.Willy segera menghampiriku. Tanpa aba-aba ia mengerluarkan pedangnya dan menyerang Victor. Terjadilah perang pedang antara Victor dan Willy.Aku menatap lurus ke depan. Meskipun aku tidak tau apa yang aku tatap karena pandanganku mulai kabur. Aku syok bukan main. Orang yang harusnya melindungiku malah berusaha membunuhku.Dengan lemas, tubuhku ambruk namun masih dalam kesadaran yang hanya tinggal setengah."Yang Mulia Ratu!.."Willy menghentikan pertempurannya. Ia segera menghampiriku. Victor tidak ambil pusing, ia segera berlari kabur entah kemana."Apa kau baik-baik saja?" Tan
"Baginda Raja.. Yang Mulia Ratu..""Apakah kalian sudah bangun?"Suara teriakan dari luar membuat aku terbangun dari tidur. Begitu juga dengan Victor yang nampak menggeliat."Kenapa kau masih di kamarku?" Tanyaku. Posisi Victor tidak berubah dari posisi semalam. Ia tetap berada di lantai tanpa alas apapun."Apa kau gila? Kau bisa sakit jika tidur di lantai!" Cercaku segera mengangkat tubuh Victor ke atas kasur."Kenapa kau peduli?" Tanya Victor dengan santainya."Kau adalah seorang Raja. Bagaimana jika kau sakit lalu meninggal? Semua rakyatmu akan menyerangku karena menuduhku menjadi penyebab kematianmu." Cerocosku.Victor terkekeh kecil. "Apa kau sudah melupakan kemarahanmu yang semalam?" "Aku manusia yang mudah terenyuh saat melihat orang yang menyedihkan. Hari ini kau terlihat sangat menyedihkan jadi ak..""Kau masih peduli pada orang yang mencoba membunuhmu?""Kau memang manusia bodoh." Pangkas Victor."Para Dayang dan Kasimmu akan segera masuk. Setidaknya aku harus berpura-pura
"Waaahh lucunyaaa"Aku menyentuh sebuah jepitan rambut yang di hiasi oleh mutiara. Desainnya sederhana namun terlihat mewah."Apa kau ingin itu? Biar ku belikan."Victor mengeluarkan uang dari saku celananya bersiap untuk membayar jepit rambut yang aku sentuh."Tidak terima kasih. Aku sudah memiliki banyak jepit rambut." Aku kembali melanjutkan berjalan untuk melihat-lihat."Tapi kau belum memiliki model jepit rambut yang seperti itu, kan? Biarkan aku membelikannya untukmu."Aku menoleh sebentar. "Memang tidak. Tapi jepit rambutku jauh lebih bagus dan lebih mahal dari jepit rambut tadi." Ungkapku acuh.Victor mengangguk-angguk pelan. "Kau memang seorang Ratu yang memiliki sifat sombong." "Terima kasih atas pujiannya."Victor kini menggeleng-geleng kepala. "Bagaimana bisa seorang yang sombong sepertimu di cintai oleh rakyatmu." Heran Victor.Tidak seperti sebelum-sebelumnya, Victor hari ini lebih banyak berbicara dari biasanya. Aku sebenarnya sedang menahan rasa senangku, hatiku ben