Beranda / Fiksi Remaja / Ratu Indigo VS Bad Boy / Bab 3. Lari dan Sembunyi

Share

Bab 3. Lari dan Sembunyi

Raga membiarkan Amira menariknya. Mereka berlari tanpa arah sebelum akhirnya Amira melihat sebuah jalan kecil.

“Lewat sini!” Amira berteriak sambil menunjuk ke sisi kiri. Dia menyempatkan diri menoleh ke belakang, hanya untuk mendapati jika mobil hitam yang mengejar mereka semakin dekat. 

Mobil itu telah berhenti sempurna di jalan. Lima orang berpakaian hitam lengkap turun dari mobil dan mulai mengejar.

“Cepat!” pekik Amira. Dia membuat kedua kakinya melaju lebih kencang. 

Raga menoleh ke belakang. Kali ini ia melihat dengan kedua matanya sendiri jika nemang ada gerombolan yang mengejar mereka. 

“Sembunyi!” Raga tidak ragu lagi setelah melihat bukti. Kali ini dia yang menarik Amira.

Amira tidak protes saat Raga memimpin dan menariknya melewati jalan kecil berkelok. Dia tahu jika Raga sedang mencoba untuk membuat mereka terbebas dari pengejaran. 

“Naik!” Perintah Raga membuat Amira melotot. 

Amira menatap pagar di depannya. Tidak tinggi tapi cukup untuk membuatnya meloncat. Masalahnya Amira ini memakai rok. 

Melihat keraguan Amira, Raga memilih untuk bergerak duluan. Ia melompat ke sisi seberang lalu memberikan uluran tangan. 

“Cepet!” Seruan Raga membuat Amira tidak berpikir lagi. Dia menerima bantuan Raga.

Amira meloncat. Gadis itu mendarat lembut dalam pelukan Raga. 

Raga mengulurkan tangan menghentikan pagar yang bergetar. Dia gegas menarik Amira untuk bersembunyi di balik rimbunan pohon.

“Jangan bersuara.” Raga menutup mulut Amira dengan sebelah tangan. Dia mendorong Amira ke sudut, menutupi tubuh Amira dengan tubuhnya sendiri. 

Amira mencoba mengatur nafasnya yang tersengal. Kakinya terasa lemas. Andai saja Raga tidak mengajaknya bersembunyi, mungkin Amira sudah terjatuh karena kehabisan tenaga. 

“Dimana dia?” Terdengar suara berisik. 

Amira memejamkan mata erat. Dia menahan nafas karena takut suara mereka terdengar. Derap langkah kaki semakin dekat, membuat Amira panik dan tanpa sadar memegang ujung seragam Raga kencang.

“Cari ke sebelah sana! Cepat! Jangan sampai lolos!”

Kedua mata Amira terasa panas. Dia susah payah menahan tangis. Amira menutup mulut, tidak bersuara. Sampai keadaan aman, sampai semua derap langkah terdengar menjauh dan benar-benar menghilang. 

Perhatian Raga teralih pada Amira yang masih berdiri kaku di depannya. Gadis itu terpaku dengan tubuh gemetar. 

Raga menunduk, menyamakan tinggi dengan Amira. Dia menatap wajah ketakutan gadis itu. “Elo enggak papa?”

Amira terkejut. Dia mendorong Raga menjauh. Amira menyempatkan diri menghapus air mata yang penuh di pelupuk. “Gue enggak papa.”

Raga berdecak kesal sesaat. Meski Amira mengatakan jika dia tidak apa-apa, Raga yakin gadis itu tidak baik-baik saja. 

“Kita harus cepat pergi dari sini.” Raga meraih ponselnya dari saku. Dia menekan satu nomor kontak yang langsung tersambung. “Jemput gue sekarang!”

Pelan Raga melangkah. Dia keluar dari tempat persembunyian, mencoba mengecek situasi. “Aman,” ucapnya kemudian.

Amira menyambut tangan Raga untuk kedua kalinya. Dia membiarkan cowok itu membantu sekali lagi untuk melompati pagar rumah entah milik siapa. Keduanya kembali menyusuri jalan. 

“Pegang tangan gue!” Raga menuntut tangan Amira. Dia menariknya tanpa menunggu Amira yang meragu. “Jangan sampe kepisah.” 

Amira mengikuti langkah Raga. Mereka menyusuri jalan kecil. Terus berjalan tanpa menoleh. Sayangnya, gerakan mereka terendus. 

“Akh!” Pekik Amira keras. Dia menabrak Raga yang tiba-tiba saja berhenti di depannya. “Kenapa?” 

Raga memutar tubuh. “Lari!”

Amira melihat bayangan para penculik itu. Mereka ketahuan. Keduanya mulai berlari lagi. Kali ini lebih cepat dari sebelumnya.

“Sial!” Pekik Amira kesal. “Kata lo tadi, elo enggak punya musuh!” 

Raga menggeleng. “Emang enggak! Gue juga enggak tau mereka siapa!”

“Terus kenapa ngejar elo? Mereka mau apa?!” Amira ngotot ingin dijawab, tapi Raga sendiri tidak tahu jawabannya. 

Amira menggerutu. Dia mulai menyesali keputusannya. “Harusnya gue enggak usah bantuin lo! Percuma! Semuanya bakalan tetep terjadi!” 

Andai saja Amira tidak peduli seperti biasanya. Dia seharusnya sudah ada di rumah dan bersantai di atas kasur. Bukannya ikut kejar-kejaran bersama para penculik ini!

“Berisik!” Raga menarik tangan Amira lebih keras. Dia harus mempercepat langkah jika tak ingin ditangkap. “Lari lebih cepet lagi! Pakai kaki lo, bukan mulut!”

Amira mendengus. Apa yang Raga katakan memang benar. Dia harusnya lari, bukan mengeluh. Penyesalan tidak akan berguna sekarang. 

Beruntung gang kecil itu berakhir. Sekarang jalan utama yang menyapa. 

“Di sini!” Raga melambaikan tangan. Di kejauhan, terlihat sebuah mobil berwarna silver yang mendekat. 

Mobil itu berhenti tepat di depan Raga dan Amira. Pintunya terbuka, dan Raga langsung mendorong Amira masuk ke dalam. Mobil pun melaju cepat. 

“Itu tadi hampir,” gumam Raga lelah. Dia mengatur nafasnya yang tersengal.

“Kaki gue rasanya mau copot.” Amira tanpa sadar bersandar pada Raga, melepaskan lelahnya. 

“Lain kali gue enggak mau nolongin orang lagi,” keluh Amira. “Untungnya buat gue apaan?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status