“Ya Tuhan…” Aliya menarik napas.Lalu ia teringat sesuatu.Ia mengeluarkan ponsel miliknya dari tas selempang biru yang sejak tadi masih melintang di badannya.Tangannya bergerak cepat, mencari dan membuka file catatan. Itu adalah catatan saat Dean mengajari dirinya untuk melakukan transfer energi.Tapi itu hanya catatan, bahkan Aliya belum pernah mencobanya.Entah itu akan berhasil atau tidak, tapi ia merasa itu layak untuk dicoba.Aliya membaca catatan itu beberapa kali, lalu mencari posisi duduk senyaman mungkin.Tubuhnya ia hadapkan ke arah Nawidi berbaring. Ia pejamkan mata. Ia memulai dengan memanjatkan doa untuk Nawidi.Tak lama, lalu kedua tangannya ia ulurkan ke atas tubuh Nawidi.Sekitar 30 detik setelahnya, ia bisa merasakan rasa hangat menjalar dari titik pusarnya, seolah bergerak merambat naik menuju ke kedua tangannya.Kini tangannya terasa hangat. Ia arahkan ke area dada Nawidi terlebih dahulu. Berdiam di sana cukup lama, sebelum berpindah ke area wajah dan kepala.Kedu
Terdengar derap kaki mendekat dengan tergesa.Aliya mendongak.Ia melihat sosok Terry yang datang dengan langkah gusar. Dadanya tampak naik turun menahan gejolak emosi yang menggelegak.“Terry…..” Aliya bergumam pelan.Terry tidak merespon. Matanya terlihat bengkak dan hidung yang memerah. Tanpa berkata, Terry melangkah sampai tepat ada di depan Aliya.Ia lalu menjatuhkan tubuhnya dengan keras, berlutut.“Terry!”“Queeny,” Terry menyela dengan suara serak.“I do apologize, Queeny. My failure to save brother Dean. It is my failure. It is my bad. My ultimate failure. I don’t deserve to stay alive,” (Aku minta maaf, Queeny. Kegagalanku untuk menyelamatkan Dean. Ini adalah kegagalanku. Ini adalah kesalahanku. Kegagalan utamaku. Aku tidak pantas untuk tetap hidup) suara Terry terdengar bergetar.“Please do punish me.” (Tolong hukum aku)Agung mendekat pada Terry, “Ter…”Bergeming, Terry tetap berlutut. Kepalanya ia tundukkan dalam-dalam.Tanpa Aliya duga, Agung dan Iyad pun justru kemudian
10.09 Waktu Rusia.Sebuah mansion, Rusia.Dalam suatu ruang cukup besar.Dengan dinding dihiasi profil yang elegan dengan lis emas. Lampu gantung kristal dengan beberapa manik berlian yang tampak berkilau terkena pantulan cahaya yang masuk dari jendela besar yang menghadap timur.Di tengah ruang, tampak meja kerja berukiran dengan detil yang cukup rumit. Warna coklat muda dengan pinggiran berwarna emas. Meja kerja yang luar biasa terlihat mewah.Pemilik mansion ini mendatangkan seniman pemahat terkenal untuk membuatnya secara manual.Belum lagi lukisan besar yang terpajang di dinding, yang juga merupakan lukisan asli pelukis legendaris, menambahkan suasana nan angkuh hanya dalam satu ruang kerja ini saja.Sang pemilik, tengah duduk dengan tenang di atas kursi kerja yang juga begitu megahnya. Sementara, tampak dua pria berdiri menghadap sang pemilik dari seberang meja kerja tersebut.“Kalian paham yang tadi aku katakan?” Sang pemilik yang mengeluarkan aura dominan itu berkata dengan su
“Tidak!”Keempat elemen teman-teman Aliya serentak menolak.“Listen, mungkin sekarang aku belum terbuka. Tapi sangat mungkin kan, aku sesungguhnya menyimpan energi besar dalam diriku? Hanya saja masih tersegel. Jadi mungkin ga akan apa-apa diambil sedikit--”“Tidak, Mbak. Jangan,” potong Guntur menolak lagi.Ketiga teman lainnya menggeleng kuat-kuat, tanda mereka pun menolak keras ide itu.“Kalo ini jangan, itu jangan, terus harus bagaimana….?” Aliya menghela napas lesu.Mereka berempat saling melempar pandang.Lalu Guntur menjawab, “kita tunggu rekan-rekan dari posko lain dulu, mbak. Kita bisa diskusi dengan mereka.”“Ya Liya… Apalagi diperkirakan sore ini keluarga kang Nawidi akan tiba di sini. Siapa tau kita juga bisa meminta pendapat mereka. Mereka bukan elemen sembarangan, Liya…” Agung berkata dengan pelan.“Baiklah,” Aliya mengalah. “Lalu, siapa aja pimpinan posko negara lain yang akan datang?”“Reed, dari posko Turki, seperti Liya tau dia seorang api di level 2 menengah. Lalu K
15.48“Assalammu’alaikum.”Sebuah suara rendah yang terdengar berwibawa, terdengar dari arah ruang tamu. Aliya yang baru saja selesai membaca surat yasin sebanyak tiga kali untuk ia kirimkan pada Dean, menutup mushaf yang ada di tangannya.Ia melepas mukena dan melipatnya dengan cepat namun rapi. “Wa’alaikumsalam,” terdengar suara Guntur menjawab salam itu.Aliya bergegas menyimpan lipatan mukena dan sajadah ke atas meja di kamar Dean.Aliya memang sengaja membawa mukena dan menyimpannya di kamar Dean untuk ia gunakan. Ia tahu, ia akan sering datang ke sini dalam beberapa hari ini. Ia lalu menyimpan dengan hati-hati mushaf milik suaminya kembali ke tempatnya.Aliya merapikan diri, lalu bergegas keluar kamar.Di ruang tamu, ia melihat Guntur tengah berdiri berhadapan dengan dua orang pria yang tampak hampir sebaya. Pria di depan Guntur menggunakan semacam koko panjang dan celana longgar berwarna coklat muda sebatas mata kaki.Meski tampak beberapa kerut di wajahnya, namun sorot matany
“Benar Mbak. Sepertinya mereka berdua sengaja membuka dirinya untuk terbaca saya. Dugaan saya, untuk membuat kita tenang, karena tahu mereka pada level yang sangat memungkinkan untuk menolong mas Nawidi….”“Alhamdulillah kalau begitu. Kita benar-benar beruntung.…” Aliya menghela napas lega. “Luar biasa memang, keluarga kang Awi. Begitu banyak elemen Level satu.” Aliya bergumam takjub.Bagaimana tidak, Level 1 adalah level yang jarang dapat dicapai para elemen.Level 1 merupakan pencapaian tertinggi elemen pada umumnya. Butuh puluhan tahun untuk mencapai level 1 ini pada manusia elemen secara normal. Hanya orang-orang tertentu yang bisa dengan singkat mencapai Level ini.Entah dia sangat berbakat, atau dia mengikuti gemblengan khusus di alam lain.Para Penjaga Inti Aliya, contohnya. Terutama Elang dan Dean. Mereka berdua merupakan jenis pria langka yang begitu cepat melampaui tingkatan dan level.
Jumat, 30 Desember 202208.27 WIBKeesokan harinya, Aliya berkunjung ke makam ayahnya.Sesaat setelah ia memarkirkan motornya, matanya menyapu pemandangan sekeliling pemakaman itu. Badannya sedikit menggigil. Angin bertiup cukup kencang dan kabut masih menutup pemandangan di bawah bukit. Pemakaman ini memang terletak di atas perbukitan.Telah hampir dua minggu ini, hawa dingin Lembang terasa kurang wajar. Temperatur menunjukkan angka 20°, namun suhu yang terasa, seolah 5 derajat di bawahnya.Aliya mengalihkan pandangannya kini pada hamparan pemakaman di depannya. Lalu melangkah mendekat.Di tangannya tergenggam dua kuntum mawar. Merah dan putih. Ia mengucap salam lirih diperuntukkan para penghuni kubur yang ada di lokasi pemakaman itu.Kakinya terayun pelan menuju satu gundukan tanah yang telah tertata rapi dengan rumput yang menghijau di atasnya.“Selamat pagi, Pa…” ujar Aliya lirih. Ia lalu berjongkok d
“Betul, Nak. Jadi Buya minta, Nak Aliya tetap tenang dan bersabar. Hindari bertindak terburu-buru ataupun gegabah.”Aliya terdiam beberapa saat. Ia seperti berpikir keras, sebelum kemudian bertanya lagi.“Tapi, apakah Buya tahu, kapan bantuan itu akan datang?”“Tak lama lagi, Nak,” jawab Tuan Qazzafi. “Jangan risaukan tentang tubuh suami Nak Aliya. Sebelum hal terburuk terjadi, bantuan itu Insya Allah telah datang.”Aliya terdiam lagi, mencoba mencerna setiap kata yang disampaikan oleh Tuan Qazzafi tadi. Sebelum hal terburuk terjadi, bantuan itu telah datang.Aliya mengulang-ulang kalimat itu.Meski merasa ini ironis, karena Aliya sesungguhnya berharap, bantuan itu datang sebelum Dean tewas. Tapi lalu Aliya menghela napas lega. Dia merasa bebannya sedikit berkurang.Setidaknya, perkataan seorang sesepuh dari RealmAir, tidak mungkin adalah perkataan spekulasi semata. Atau hanya sekadar hiburan belaka.Aliya