“Sengaja memancing? Memancing apa atau siapa?” Kening Agni kian berkerut. Ia masih belum bisa menangkap arah perkataan Nawidi.“Dean,” jawab Nawidi. “Memancing Dean.”“Apa? Buat apa?”“Untuk mengetes kekuatan Dean.”Agni tertegun bingung. “Mengetes?”“Ya.” Nawidi menarik napas dalam-dalam. “Makhluk itu sengaja mengarah ke lokasi di mana keluarga angkat Dean berada, dan terjadi tepat saat Dean hendak kembali ke Bandung dari Sukabumi.“Ah, iya…” Kedua mata Agni melebar. “Jalur si Om, jelas akan melewati Cianjur, dari Sukabumi. Berarti, ini sudah direncanakan?”Nawidi tidak menjawab. Kedua mata elangnya terus memindai ke bawah, ke sekeliling tanah yang meratakan satu kampung.Kerusakan yang ditimbulkan dari energi yang dikeluarkan Dean itu, benar-benar luar biasa.“Bang, tapi si Om itu beneran Level Satu? Kenapa kerasa kekuatannya lebih dari itu?”Nawidi mengembus napas. “Itulah yang saya khawatirkan. Dean sendiri tidak menyadari kultivasi kekuatannya yang sepertinya berlipat, di dalam di
“Bagaimana menurutmu, jika aku menemui dan bicara pada Elang?”Tubuh Dean menegang, namun ia masih terdiam dengan lengan memeluk tubuh Aliya.“Menemui Einhard?”“Ya.” Aliya buru-buru mengeratkan pelukannya pada Dean, saat pria bermanik hazel itu melonggarkannya.“Dengarkan aku dulu,” pinta Aliya. “Aku tahu kau khawatir. Tapi kupikir, aku membutuhkan ini. Aku butuh bicara dengannya. Mengetahui hal yang selama ini menjadi pertanyaan terbesarku. Alasan dia meninggalkanku.”Aliya menarik napas dalam-dalam dan melepas dekapannya pada tubuh Dean. “Aku--”“Aku izinkan,” tukas Dean memenggal perkataan Aliya.“Ah..” Aliya ternganga dan menengadahkan kepala.Menyampaikan tatapan keterkejutannya pada pria berpostur jangkung itu. “Ya, Sayang,” Dean mengusap kepala Aliya penuh kasih. “Aku mengizinkanmu menemui Einhard.”* * *“Om yang bener aja! Masa lu ijinin Moony ketemuan ama si abang?” Agni langsung menyemburkan protesnya saat mendengar --tepatnya menguping Dean, saat mengatakan bahwa Aliya m
Tentang Elang, Aliya kemudian menceritakannya pada Hana.Tidak ada yang ditutupi oleh Aliya, bagaimana Elang menghilang, lalu tiba-tiba muncul melalui status pesan instan milik Aliya, kemudian kejadian pencegatan kemarin oleh Elang yang membawa dirinya pergi begitu saja.Hana tidak berkomentar, pun tidak memutus semua perkataan Aliya. Ia mendengarkan dengan seksama, suatu hal yang memang jarang sekali terjadi saat mereka bersama.Karena biasanya mereka terlibat gurauan dan candaan yang tidak jarang di luar konteks pembicaraan mereka sendiri.“Gue gak paham jalan pikiran Elang,” Akhirnya Hana membuka suara saat Aliya selesai bercerita tentang Elang.“Tapi gue sih mikirnya, tu mantan laki lu masih cinta ama elu, Sis.”“Cinta kok gitu.” Aliya mengesah panjang. “Lagipula, buat apa dia nunjukkin rasa cinta dia saat ini, saat aku sudah terikat secara sukma dengan pria lain.”“Empat tahun
Elang mengirim lagi pesan itu di status Aliya.Diani memberitahu Aliya saat ia membaca status milik Aliya.[Liebling, aku ingin bertemu denganmu.][I miss you][Talk to me]Aliya memandangi deretan huruf-huruf di statusnya itu lalu meminta pada Diani untuk menyampaikannya pada Dean.[Sudah. Gue sudah forward capturan status mu, Bu.][Thanks, Sis..][Nih, jawaban Pak Dean, gue forward ya] Diani mengirim pesan pada Aliya.Tak lama, muncul pesan terusan ke nomor Aliya.[Kau akan menemuinya? Jika ya, beritahu aku kapan. Aku akan menyiapkan pengawalan untukmu.]Kemudian Aliya pun menunggu.Benar saja, tak lama muncul status di akun Aliya dari Elang yang menyebutkan waktu dan tempat. Aliya pun meminta Diani memberikan waktu dan tempat yang disebutkan Elang itu pada Dean.[Ok.] Jawaban singkat dari Dean yang diteruskan oleh Diani juga telah masuk ke pesan instan Aliya.Ia menarik napas dan men
Aliya lalu mengangguk pada manajer itu, lalu bertanya “kalau di luar, bisa kah?” sambil menunjuk selasar samping area itu yang dibatasi pintu-pintu kaca tinggi.Manajer mengangguk cepat. “Bisa, bu. Di luar memang favorit tamu-tamu kami, karena pemandangan mengarah kota Bandung tampak dari sana.”“Ya, saya tahu,” gumam Aliya. Lalu dengan isyarat tangannya, Aliya menghentikan manajer itu untuk mengantarnya.Aliya melangkah ke selasar luar area makan cafe itu. Tampak terbentang olehnya pemandangan kota Bandung dengan bukit-bukitnya. Ini pemandangan yang indah, dan bisa dipastikan jika malam, ketika lampu-lampu perkotaan menyala, pemandangan itu akan menjadi spektakuler.. dan romantis.Aliya mengeluarkan ponselnya lalu membidikkan kamera ke depan. Segera ia kirimkan foto itu ke Diani.[Aku sudah di lokasi. Tapi dia belum datang]Aliya lalu memilih sebuah meja dengan sofa rotan panjang dengan dua kursi rotan bu
Tangannya segera meletakkan gelas minuman yang baru saja ia cicipi tadi.“Hati-hati,” ujar Elang lalu menyodorkan selembar tisu yang ia ambil dari meja di depannya.“Terima kasih,” balas Aliya lalu mengambil tisu dari tangan Elang. Ia menyeka sudut bibirnya dengan cepat.Namun sudut matanya sempat menangkap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Elang saat menyodorkan tisu tadi padanya.‘Ah astaga…. Itu Panerai 1616! Apa itu asli?’ ‘Asli. Itu pasti asli…’Aliya menelan ludah.Jam tangan berbahan karbon dan kaca yang terbuat dari batu safir itu, adalah jam tangan yang pernah ia kagumi juga belum lama ini.Harganya di kisaran US 16.000 dolar. Jika di kurs-kan ke rupiah, sekitar dua ratus empat puluh jutaan lebih.Pikirannya sedikit bingung saat ini.Elang yang ia kenal, meskipun dengan latar belakang seorang ayah yang miliarder, Elang bukanlah tipe orang yang suka memakai barang dengan ha
Aliya menatap sedih semua makanan yang terhidang di hadapannya. Bagaimana ia akan memakan semuanya?Ini bentuk pemubaziran. Meski hidangan itu sungguh sangat terlihat menarik, lezat dan Aliya yakin berharga mahal, namun ia tidak akan sanggup menghabiskan seluruhnya.“Kau bisa cicipi saja satu per satu, dan hanya memakan yang benar-benar enak menurutmu. It’s ok, Liebling,” Elang menambahkan.Aliya menggeleng pelan. Sekalipun perutnya sanggup menghabiskan semua itu, tapi bagaimana ia bisa makan dalam kondisi dan suasana hati seperti ini?Elang sungguh tak paham kah, bahwa dirinya telah jauh berbeda? Elang terlihat santai, bahkan jika harus membuang makanan. Ini yang membuat Aliya merasa sedih.“Aku…. kita selesaikan dulu saja bahasan kita, Elang.”Elang mengangkat bahunya. “Ok, then.”“Kau…..” Aliya terhenti sesaat. Menarik napas dalam, ia melanjutkan “Apa alasanmu menjatuhkan talak padaku?”Elang tanpa berkedip memandang Aliya.
“You know what your problem was, Elang?” Aliya bertanya dan menatap lurus pada Elang. (Apa kau tahu masalahmu, Elang?)“Kau tidak pernah mencoba berbagi denganku. Kau selalu memendam dan menanggung beban sendiri. Aku ini apa? Aku waktu itu adalah istrimu! Bukan hanya saat senang aku ingin mendampingimu, namun juga berbagi kesulitan denganmu!”“Aliya…”“Tapi kau seolah tidak pernah menganggapku. Aku mungkin tidak sehebat dirimu sebagai seorang elemen. Tapi aku juga bukan pajangan! Tidak ada yang tidak dapat kita bicarakan! Dan selalu… saat itu kau menjadikanku merasa sebagai bebanmu…”“Kau bukan bebanku, Liebling…”“But you made me feel so!!” kali ini Aliya berteriak, tak lagi sanggup menahan dirinya. Kedua matanya memerah dan terasa perih serta panas. (Tapi kau membuatku merasa seperti itu!)“Liebling…..”“Aku bilang, berhenti panggil aku Liebling!!” jerit Aliya.Elang tertegun. Wajahnya langsung pias. Ia menatap wajah wanita d
Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se
Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik
Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se
Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel
Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini
Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb
Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika
Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan
Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua