‘Dan Dean pun memiliki keputusannya sendiri untuk tetap ada di jalur ini.’Terjadi keheningan sejenak, sebelum kemudian Nawidi melanjutkan mengirimi pesan jarak jauhnya pada Elang.‘Pulangkan Aliya pada putrinya. Putri Aliya adalah putri Anda juga.’‘Diam… Stop it!’ seru Elang, setelah sekian lama hanya diam mendengarkan.‘Kamu bukan tandinganku, Nawidi.’ Elang mengingatkan Nawidi.‘Saya tahu. Dan saya tidak peduli dengan itu,’ jawab Nawidi.‘Yang saya pedulikan hanya bagaimana Anda bisa menyadari ilusi tersebut melukai akhlak dan keyakinan Anda.’‘Anda bisa menyembunyikan segala yang Anda pikir bisa untuk disembunyikan. Pada akhirnya, Tuhan akan membukakannya pada kami.’‘Jadi, ini waktunya Anda membiarkan Aliya pulang.’‘What if, I insist to refuse to let her go?’ (Bagaimana jika aku menolak untuk melepaskannya?) Elang membalas sambil tersenyum tipis.‘Jika demikian, saya tidak punya pilihan lain. Kehormatan Aliya adalah amanah yang dititipkan pada kami semua.’Sementara itu. Sekita
Aliya mengangguk lagi. Tangannya lalu meraba saku kanan jaket yang ia kenakan sedari tadi. Kini tangannya bisa merasakan keberadaan ponsel miliknya itu.Sebelumnya, saat Aliya berhadapan dengan Elang, ia bahkan tidak mendapati ponselnya di dalam saku jaket maupun saku celananya. Padahal Aliya mengingat betul, ia tidak memindahkan ponsel tersebut semenjak berangkat dari rumah.Meski begitu, itu bukanlah menjadi hal aneh lagi. Aliya paham, bahwa Elang telah menjadikannya ‘hilang’ sementara itu.Ia segera mengeluarkan ponselnya dari saku jaket. Aliya langsung mengecek status WA miliknya. Dan benar saja. Beberapa percakapan dirinya dengan Elang tadi tercetak di status itu, dan telah terbaca oleh Diani saja. Artinya, Diani benar-benar telah tahu apa yang tadi terjadi pada dirinya.Aliya menghela napas lega.Lalu ia mengetik beberapa pesan pada Diani mengabarkan dirinya telah dalam perjalanan pulang dan terlibat percakapan sejenak dengan Diani melalui media pesan instan tersebut.Dari Diani
“Sengaja memancing? Memancing apa atau siapa?” Kening Agni kian berkerut. Ia masih belum bisa menangkap arah perkataan Nawidi.“Dean,” jawab Nawidi. “Memancing Dean.”“Apa? Buat apa?”“Untuk mengetes kekuatan Dean.”Agni tertegun bingung. “Mengetes?”“Ya.” Nawidi menarik napas dalam-dalam. “Makhluk itu sengaja mengarah ke lokasi di mana keluarga angkat Dean berada, dan terjadi tepat saat Dean hendak kembali ke Bandung dari Sukabumi.“Ah, iya…” Kedua mata Agni melebar. “Jalur si Om, jelas akan melewati Cianjur, dari Sukabumi. Berarti, ini sudah direncanakan?”Nawidi tidak menjawab. Kedua mata elangnya terus memindai ke bawah, ke sekeliling tanah yang meratakan satu kampung.Kerusakan yang ditimbulkan dari energi yang dikeluarkan Dean itu, benar-benar luar biasa.“Bang, tapi si Om itu beneran Level Satu? Kenapa kerasa kekuatannya lebih dari itu?”Nawidi mengembus napas. “Itulah yang saya khawatirkan. Dean sendiri tidak menyadari kultivasi kekuatannya yang sepertinya berlipat, di dalam di
“Bagaimana menurutmu, jika aku menemui dan bicara pada Elang?”Tubuh Dean menegang, namun ia masih terdiam dengan lengan memeluk tubuh Aliya.“Menemui Einhard?”“Ya.” Aliya buru-buru mengeratkan pelukannya pada Dean, saat pria bermanik hazel itu melonggarkannya.“Dengarkan aku dulu,” pinta Aliya. “Aku tahu kau khawatir. Tapi kupikir, aku membutuhkan ini. Aku butuh bicara dengannya. Mengetahui hal yang selama ini menjadi pertanyaan terbesarku. Alasan dia meninggalkanku.”Aliya menarik napas dalam-dalam dan melepas dekapannya pada tubuh Dean. “Aku--”“Aku izinkan,” tukas Dean memenggal perkataan Aliya.“Ah..” Aliya ternganga dan menengadahkan kepala.Menyampaikan tatapan keterkejutannya pada pria berpostur jangkung itu. “Ya, Sayang,” Dean mengusap kepala Aliya penuh kasih. “Aku mengizinkanmu menemui Einhard.”* * *“Om yang bener aja! Masa lu ijinin Moony ketemuan ama si abang?” Agni langsung menyemburkan protesnya saat mendengar --tepatnya menguping Dean, saat mengatakan bahwa Aliya m
Tentang Elang, Aliya kemudian menceritakannya pada Hana.Tidak ada yang ditutupi oleh Aliya, bagaimana Elang menghilang, lalu tiba-tiba muncul melalui status pesan instan milik Aliya, kemudian kejadian pencegatan kemarin oleh Elang yang membawa dirinya pergi begitu saja.Hana tidak berkomentar, pun tidak memutus semua perkataan Aliya. Ia mendengarkan dengan seksama, suatu hal yang memang jarang sekali terjadi saat mereka bersama.Karena biasanya mereka terlibat gurauan dan candaan yang tidak jarang di luar konteks pembicaraan mereka sendiri.“Gue gak paham jalan pikiran Elang,” Akhirnya Hana membuka suara saat Aliya selesai bercerita tentang Elang.“Tapi gue sih mikirnya, tu mantan laki lu masih cinta ama elu, Sis.”“Cinta kok gitu.” Aliya mengesah panjang. “Lagipula, buat apa dia nunjukkin rasa cinta dia saat ini, saat aku sudah terikat secara sukma dengan pria lain.”“Empat tahun
Elang mengirim lagi pesan itu di status Aliya.Diani memberitahu Aliya saat ia membaca status milik Aliya.[Liebling, aku ingin bertemu denganmu.][I miss you][Talk to me]Aliya memandangi deretan huruf-huruf di statusnya itu lalu meminta pada Diani untuk menyampaikannya pada Dean.[Sudah. Gue sudah forward capturan status mu, Bu.][Thanks, Sis..][Nih, jawaban Pak Dean, gue forward ya] Diani mengirim pesan pada Aliya.Tak lama, muncul pesan terusan ke nomor Aliya.[Kau akan menemuinya? Jika ya, beritahu aku kapan. Aku akan menyiapkan pengawalan untukmu.]Kemudian Aliya pun menunggu.Benar saja, tak lama muncul status di akun Aliya dari Elang yang menyebutkan waktu dan tempat. Aliya pun meminta Diani memberikan waktu dan tempat yang disebutkan Elang itu pada Dean.[Ok.] Jawaban singkat dari Dean yang diteruskan oleh Diani juga telah masuk ke pesan instan Aliya.Ia menarik napas dan men
Aliya lalu mengangguk pada manajer itu, lalu bertanya “kalau di luar, bisa kah?” sambil menunjuk selasar samping area itu yang dibatasi pintu-pintu kaca tinggi.Manajer mengangguk cepat. “Bisa, bu. Di luar memang favorit tamu-tamu kami, karena pemandangan mengarah kota Bandung tampak dari sana.”“Ya, saya tahu,” gumam Aliya. Lalu dengan isyarat tangannya, Aliya menghentikan manajer itu untuk mengantarnya.Aliya melangkah ke selasar luar area makan cafe itu. Tampak terbentang olehnya pemandangan kota Bandung dengan bukit-bukitnya. Ini pemandangan yang indah, dan bisa dipastikan jika malam, ketika lampu-lampu perkotaan menyala, pemandangan itu akan menjadi spektakuler.. dan romantis.Aliya mengeluarkan ponselnya lalu membidikkan kamera ke depan. Segera ia kirimkan foto itu ke Diani.[Aku sudah di lokasi. Tapi dia belum datang]Aliya lalu memilih sebuah meja dengan sofa rotan panjang dengan dua kursi rotan bu
Tangannya segera meletakkan gelas minuman yang baru saja ia cicipi tadi.“Hati-hati,” ujar Elang lalu menyodorkan selembar tisu yang ia ambil dari meja di depannya.“Terima kasih,” balas Aliya lalu mengambil tisu dari tangan Elang. Ia menyeka sudut bibirnya dengan cepat.Namun sudut matanya sempat menangkap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Elang saat menyodorkan tisu tadi padanya.‘Ah astaga…. Itu Panerai 1616! Apa itu asli?’ ‘Asli. Itu pasti asli…’Aliya menelan ludah.Jam tangan berbahan karbon dan kaca yang terbuat dari batu safir itu, adalah jam tangan yang pernah ia kagumi juga belum lama ini.Harganya di kisaran US 16.000 dolar. Jika di kurs-kan ke rupiah, sekitar dua ratus empat puluh jutaan lebih.Pikirannya sedikit bingung saat ini.Elang yang ia kenal, meskipun dengan latar belakang seorang ayah yang miliarder, Elang bukanlah tipe orang yang suka memakai barang dengan ha