Setelah seharian bermain di pantai Dania benar-benar terlihat kelelahan, walau begitu gadis dengan wajah pucat itu berusaha terlihat baik-baik saja, karena tak ingin membuat Bintang merasa khawatir. Walau begitu Bintang tetap menyadari, dari tatapan gadis itu.
"Tidur aja kalau kamu capek." Dania menggeleng sambil tersenyum meyakinkan, karena dia sangat ingin menemani Bintang selama di perjalanan.
"Aku enggak apa-apa, kok. Malah jadi enggak fokus kalau kamu enggak istirahat." Mendengar itu Dania cemberut, tetapi akhirnya gadis itu tetap menurut.
"Selamat bobo," ucap Bintang sambil mengelus rambut Dania, hingga gadis itu benar-benar terlelap.
Bintang menghentikan mobilnya di pinggir jalan, lalu menghadap ke arah Dania. Menatap gadis itu dengan pandangan sedih.
"Jangan pernah pergi, ya?" pinta Bintang dengan suara serak, bahkan matanya sudah berkaca-kaca. Menyadari dirinya tak boleh lemah Bintang menghapus air matanya, lalu berusaha kembali ters
"Ngapain kamu pagi-pagi udah nangkring di situ? Kayak pengangguran aja." Bintang terkekeh mendengar ucapan Dania, membawa gadis itu ke dalam pelukannya."Kangenlah sama kamu, apa lagi?" Dania tertawa mendengar ucapan Bintang. Padahal kemarin mereka sudah bertemu bahkan hingga malam."Aku bawa sarapan, nih. Kamu sama tante udah sarapan?" Dania langsung menggelengkan kepala.“Tapi mama udah jalan,” ucap Dania.“Loh, ke mana?”“Entah katanya sebentar doang.” Bintang ber oh ria lalu menyerahkan plastik yang berisi bubur ayam.“Kamu udah sarapan?” Bintang menggeleng sambil menyengir lebar.“Dasar modus, bilang aja mau sarapan bareng. Bintang mengacak rambut Dania gemas, apa lagi melihat gadis itu masih terbalut piama hello kitty kesukaannya.“Tau aja kamu.” Dania menyebik kesal, menatap Bintang dengan pandangan tajam.“Nyebelin.” Bintang tak m
"Pagi Tuan Putri." Bintang menunduk sopan, seolah-olah gadis di depannya benarlah seorang putri. "Pagi, Pangeran." Dania tersenyum lebar melihat Bintang pagi-pagi sekali datang ke rumahnya. "Tumben pagi-pagi ke sini?" Bintang menyengir lebar, "mau ngajak sarapan bareng?" Dania menatap Bintang meledek. Sebenarnya dia sudah tahu apa tujuan lelaki itu datang ke rumahnya. "Kamu udah makan?" Dania menggeleng sebagai jawaban. Sejak pagi ibunya sudah pergi, dan Dania sangat malas untuk sarapan. "Ayo sarapan!" ajak Bintang antusias. Hal itu mau tak mau membuat Dania mengangguk. "Mau sarapan apa?" tanya Dania disela-sela mengunci pintu rumahnya. "Bubur ayam," jawab Bintang. Dania menganggukkan kepala paham, setelah itu menghampiri Bintang yang sedari tadi memperhatikannya. "Sini." Bintang menarik lembut gadis dengan piama biru itu. Lalu membawa tangan mungil gadis itu ke dalam genggamannya. Mendapatkan perlakuan seperti itu membuat Dani
Vivi mengelus kepala putrinya yang sedang terlelap dengan sayang. Dia tersenyum kecut mengingat kondisi putrinya yang belum bisa dikatakan normal. Namun, Vivi bersyukur, sekarang putrinya sudah mampu tersenyum kembali."Mama?" Lamunannya buyar saat mendengar suara serak sang putri. Dania tersenyum tipis melihat keberadaan Vivi, merasa senang karena sang ibu menemaninya."Aku telat ya bangunnya?" Vivi menggeleng, "mama yang kecepetan." Dania mengangguk, setelah itu bangkit duduk menghadap Vivi."Mama kenapa?" tanyanya saat menyadari raut tak bersahabat dari sang ibu. Vivi sontak menggeleng langsung tersenyum dan mengecup dahi sang putri."Mama cuma seneng aja lihat kamu bahagia.""Dania selalu bahagia, selagi mama bahagia." Vivi tersenyum haru. Beruntung dia diberikan putri yang cantik dan baik seperti Dania. Dia merasa menjadi seseorang yang beruntung di dunia ini."Mama udah buat sarapan. Kamu mandi terus ke bawah, oke?" Dania mengang
"Hati-hati, Sayang." Vivi mengelus surai putrinya, lalu mengecup dahinya lama."Tante aku izin bawa Dania, ya?" Bintang menyalami Vivi, tersenyum manis kepada wanita satu anak itu."Jaga anak tante, ya? Kalau nakal cubit aja.""Mama," rengek Dania dengan wajah menekuk. Melihat itu Vivi tertawa, langsung membawa putrinya ke dalam pelukan."Bercanda Sayang. Mama malah enggak mau kamu sakit sedikit aja." Dania mengangguk dengan senyum lebar, dia sangat mengerti bagaimana rasa sangat sang ibu kepadanya."Dania pamit ya, Ma."Dania melambaikan tangan dengan wajah cerahnya, sedangkan Bintang menunduk sopan setelah itu masuk ke dalam mobil.Setelah keduanya sudah menjauh senyum Vivi seketika luntur."Semoga kamu selalu bahagia seperti ini, Nak." Vivi sangat berharap jika kebahagiaan ini bertahan lama, setidaknya untuk Dania. Biarkan putrinya merasakan bahagia cukup selama ini putrinya menderita.
Dua orang lelaki saling melempar tatapan tajam, seolah siap mematikan lawannya satu sama lain lewat tatapan itu.Bintang, cowok itu tersenyum sinis saat melihat lawan mainnya begitu menatapnya bengis. Saat aba-aba terdengar, keduanya langsung menatap ke arah depan serius. Hingga bunyi tembakan membuat keduanya langsung menarik gas masing-masing. Dalam hati Bintang tertawa, karena tingkah bodoh rivalnya.Namun, semuanya tak bertahan lama. Saat Bintang menyadari sesuatu, rem motornya tak berfungsi dengan baik. Bintang melihat sekitarnya, hingga matanya bertemu dengan Angga yang sedang menatap ke arahnya dengan senyum penuh kemenangan."Sial!" maki Bintang sebelum tubuhnya menghantam aspal keras. Suara tubrukan antara motornya dan aspal membuat para menonton memekik khawatir.Bintang mengerang merasakan tubuhnya remuk. Saat ingin meminta tolong tiba-tiba ia merasakan pandangan memburam hingga bintang kehilangan kesadaran. &nb
Dania menatap beberapa pasien dan pengunjung dari jendela kamar rawatnya. Dia tersenyum sedih, saat mengingat sudah satu bulan lamanya dia berada di dalam ruang yang terasa begitu sesak ini.Tanpa sadar air matanya jatuh, gadis itu terisak pelan hingga membuat seorang wanita yang sedang tertidur di sofa terusik."Dania kenapa, Nak? Ada yang sakit?" Vivi sang ibu menatap putrinya khawatir. Hingga akhirnya Dania menggelengkan kepalanya sebagai jawaban."Kenapa, Nak?" Dania memutar tubuhnya. Dia menatap wanita yang telah melahirkannya dengan senyum terpaksa."Dania baik-baik aja kok, Ma," bohongnya. Vivi menatap putrinya sedih. Dia sama sekali tak bisa dibohongi oleh kata-kata seperti itu."Kamu mau ke luar?" tanya Vivi sambil mengelus pucuk kepala Dania. Seketika mata sayu gadis itu berbinar, dia menatap Vivi dengan penuh semangat."Boleh, Ma?" tanyanya. Vivi mengangguk sebagai jawaban, membuat Dania memekik senang."Tunggu di sin
Bintang menatap pantulam dirinya di ponsel. Dia menata rambutnya serapi mungkin, bahkan sudah tak terlihat sebagai salah satu pasien rumah sakit. Maya yang sedari tadi memperhatikan putranya hanya menatap cowok itu tak habis pikir."Udah ganteng, Ma?" tanyanya."Jelek," jawab Maya dengan nada malas. Bintang mendengkus sebal, tak lagi memedulikan Maya yang masih terus menatapnya."Kamu mau ke mana, sih? Belum sembuh juga," jengah Maya. Sungguh dia tak mengerti jalan pikiran putranya, jalan saja masih belum pulih sepenuhnya, lalu sekarang entah sudah mau ke mana."Ketemu calon mantu Mama," jawab Bintang asal. Setelah dirasa cukup, cowok itu berusaha turun dari brankarnya."Heran Mama sama kamu," omel Maya sambil membantu putranya untuk turun. Bintang tersenyum manis, lalu mengecup pipi sang ibu."Mau ditemenin?" tanya Maya khawatir."Enggak, Ma. Aku udah bisa jalan kok." Maya mengangguk pasrah. Menatap anaknya itu ke luar dari kamarnya.
Bintang duduk di depan koridor tempat dia dan Dania bertemu. Hari ini hari terakhir ia dirawat di rumah sakit, dan Bintang ini bertemu dengan Dania. Dia tersenyum saat beberapa orang yang lewat menyapanya, karena sering berkeliling jadi Bintang sudah tak asing lagi di sini.Dia menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 4 sore. Dia mengedarkan pandangannya ke keliling penjuru, senyumnya seketika pudar."Apa dia udah pulang, ya?" Bintang bergerak resah. Dia sangat berharap gadis itu masih berada di sini, setidaknya untuk terakhir kalinya.Dia menghela napas lelah, sepertinya memang tak ada harapannya untuk bertemu dengan gadis bermata sayu itu. Bintang bangkit, saat memutuskan untuk pergi, suara seseorang lebih dulu masuk ke dalam telinganya."Bintang!" panggil orang itu.Bintang langsung membalikkan tubuhnya, dia tersenyum lebar berjalan cepat ke arah Dania. Bahkan tak menghiraukan kakinya yang terasa sedikit ngilu."Abis jalan