Bintang tersenyum saat melihat Dania tampak bahagia. Karena keadaan gadis itu sudah baik, jadi ia sudah boleh pulang ke rumah. Vivi yang sedang mengemas pakaian menatap anaknya dan Bintang bahagia. Ternyata kehadiran cowok itu benar-benar berbuah baik untuk Dania, Vivi tak tau cara apa untuk menyampaikan terima kasih kepada teman anaknya itu.
"Pakai mobil Bintang aja, Tan." Bintang mengambil alih tas berisi pakaian Dania, membiarkan Vivi menggandeng tangan Dania.
Dania menunduk senang, baru kali ini dia diperlakukan spesial seperti ini. Dia kadang berpikir, apa ini hadiah dari Tuhan di akhir hidupnya.
"Ayo, Nak." Dania mengangguk, mengikuti langkah Vivi dan Bintang. Dia memandang punggung tegap Bintang dari belakang, tak berbohong Dania bahagia menerima perlakuan kecil seperti ini.
Setelah memasukkan pakaian Dania ke bagasi. Bintang langsung masuk ke kursi depan, sedangkan Vivi dan Dania di belakang. Sebenarnya Vivi menyuruh Dania di sebelah Bintang, tetapi gadis itu menolak karena tak mau meninggalkan Vivi.
"Mau makan dulu?" tanya Bintang.
"Enggak usah, deh. Langsung pulang aja," tolaknya. Karena sudah tak sabar pulang ke rumah, dia sangat merindukan kamarnya.
"Maaf Nak Bintang kalau kami merepotkan."
"Enggak kok, Tan," sanggah Bintang. Dia sama sekali tak merasa direpotkan, ia malah senang bisa membantu Dania disaat yang seperti ini.
"Emang mantu idaman," puji Vivi membuat Dania mengerucuti bibir malu.
"Mama ih," rengek Dania. Bintang tertawa saat melihat pipi Dania memerah dari kaca.
"Aamiin, Tan," celetuk Bintang membuat Dania melebarkan matanya kaget. Bintang biasa-biasa saja, seolah dia tak membuat kesalahan karena telah membuat jantung Dania berdetak lebih cepat.
"Sampai Tan. Ini rumahnya?" tanya Bintang. Vivi mengiyakan, lalu mengajak Dania segera turun.
"Ayo masuk, Bintang." Bintang mengangguk, mengikuti langkah Vivi dan Dania memasuki rumah. Cowok itu juga tak lupa mengucap salam.
"Mau minum apa?" tanya Vivi saat sudah menaruh pakaian Dania ke kamar.
"Enggak usah, Tan," tolak Bintang.
"Aku buatin jus, ya?" Bintang langsung menggeleng keras.
"Lo baru sembuh, loh."
"Aku udah sehat, kok," bantah Dania.
"Gue udah minum," ucap Bintang. Akhirnya Dania mengalah kali ini pada Bintang.
Vivi yang menyaksikan perdebatan antara kedua manusia berbeda jenis kelamin itu tertawa geli. Sungguh dia tak tau anaknya anak semen gemaskan ini kepada orang.
"Mama masuk dulu. Jangan canggung Nak Bintang."
"Siap, Tan!" Seru Bintang semangat.
Bintang beralih menatap Dania yang juga sedang menatapnya. Dia terkekeh lalu mengacak rambut gadis di depannya gemas, dia menyesal tidak bertemu Dania lebih awal.
"Mau aku masakin?" Bintang menggeleng menolak.
"Kenapa?" tanyanya.
"Gue udah makan, kok," balas Bintang. Karena sebelum ke rumah sakit, ibunya selalu memaksa dia untuk makan terlebih dahulu. Bintang juga tidak mau merepotkan Dania.
"Aku ke kamar dulu, mau ganti baju." Bintang mengangguk. Memerhatikan Dania yang sudah tenggelam di balik pintu.
Dia menatap sekelilingnya. Di dinding rumah Dania sama sekali tak ada foto ayah gadis itu. Bintang semakin bertanya-tanya, sebenarnya ke mana perginya ayah gadis itu. Dia semakin takjub karena ternyata Vivi sangat hebat berjuang untuk putrinya sendirian.
"Udah?" tanya Bintang saat Dania sudah ke luar dengan baju yang lebih rapi.
"Iya," balas Dania.
"Gue boleh tanya?" Dania mengangguk ragu. Menebak apa yang akan Bintang tanyakan kepadanya."Apa?"
"Ayah lo ke mana?" Dania bungkam. Dia tak berani menatap mata Bintang. Dari itu Bintang sadar, jika ia salah bertanya.
"Kata Mama ayah udah pergi duluan," jawab Dania sedikit tak yakin. Bintang mengangguk ragu, berusaha terlihat biasa saja, padahal cowok itu sudah gugup setengah mati."Gue pulang dulu," pamit Bintang sambil bangkit dari sofa. Dania mengangguk, "hati-hati," ucapnya."Jaga kesehatan." Bintang mengacak rambut Dania gemas, membuat pipi gadis itu bersemu merah."Pastinya," jawab Dania.Dania mengantar Bintang hingga ke depan rumahnya, sedari tadi senyum dibibirnya tak pernah luntur, sungguh Dania baru merasakan bahagia yang seperti ini."Gue pulang!""Hati-hati!" Dania melambaikan tangan antusias kepada Bintang, cowok itu mengangguk langsung melajukan motornya ke luar dari halaman rumah Dania."Cie bahagia banget anak Mama." Dania menyengir saat tiba-tiba Vivi datang dan menggodanya. Karina tersenyum senang, dia lega saat melihat putrinya terlihat bahagia."Mama seneng kalau lihat kamu seneng," ungkap Vivi sambil mengelu
Dania menatap anak-anak yang sedang bermain dengan bibir tersenyum lebar. Tiba-tiba hatinya menghangat, apa lagi saat melihat tawa tulus anak- anak itu."Suka?" Dania mengangguk semangat."Aku juga seneng kalau lihat kamu bahagia." Dania menatap Bintang sambil tersenyum lebar. Dia menyipitkan matanya, berusaha menghalau cahaya matahari yang mengganggu penglihatannya."Dulu kita pernah ada difase itu," ujar Bintang sambil menatap anak-anak yang sedang berlarian ke sana ke mari."Itu fase yang menurut aku paling menyenangkan. Dulu aku enggak sampai pikir sejauh ini ngejalanin hidup." Dania diam, mendengarkan kata demi kata yang ke luar dari bibir Bintang. Matanya juga sedari tadi tak lepas dari anak-anak yang menurutnya sangat menggemaskan itu."Aku juga kangen masa itu," ucap Dania."Dulu aku bisa main sepuas aku," lanjutnya. Bintang beralih memandang wajah Dania, yang saat ini begitu jelas menunjukkan kesedihannya."Kamu sekarang bisa
"Udah sarapan?" tanya Bintang sambil menyelipkan rambut Dania ke belakang telinga. Dania mengangguk memberi jawaban. "Kita mau ke mana?" tanyanya. "Rahasia," balas Bintang. Dania mengerucuti bibir sebal. Lalu gadis dengan wajah pucat itu bergeser mendekat ke arah jendela mobil, menatap pemandangan luar dengan tatapan bahagia. "Aku seneng bisa jalan-jalan lagi," ungkapnya. Bintang tersenyum, meraih tangan mungil Dania dan membawa ke dalam genggamannya. Dania memejamkan mata, menikmati waktu yang menurutnya sangat spesial ini. Dia tersenyum tipis, jika nanti dia pergi Dania rasa dia tak akan pernah menyesal. Bertemu dengan Bintang, berteman, bahkan menghabiskan waktu bersama. Bagi Dania itu sudah cukup untuk kehidupannya. Mata sayu itu terbuka, menatap wajah Bintang dari samping sambil tersenyum. Bintang menyadari itu semua, hanya saja dia tak mau mengganggu Dania. Dania mengangkat tangannya, mengelus dagu Bintang hingga cowo
Setelah seharian bermain di pantai Dania benar-benar terlihat kelelahan, walau begitu gadis dengan wajah pucat itu berusaha terlihat baik-baik saja, karena tak ingin membuat Bintang merasa khawatir. Walau begitu Bintang tetap menyadari, dari tatapan gadis itu."Tidur aja kalau kamu capek." Dania menggeleng sambil tersenyum meyakinkan, karena dia sangat ingin menemani Bintang selama di perjalanan."Aku enggak apa-apa, kok. Malah jadi enggak fokus kalau kamu enggak istirahat." Mendengar itu Dania cemberut, tetapi akhirnya gadis itu tetap menurut."Selamat bobo," ucap Bintang sambil mengelus rambut Dania, hingga gadis itu benar-benar terlelap.Bintang menghentikan mobilnya di pinggir jalan, lalu menghadap ke arah Dania. Menatap gadis itu dengan pandangan sedih."Jangan pernah pergi, ya?" pinta Bintang dengan suara serak, bahkan matanya sudah berkaca-kaca. Menyadari dirinya tak boleh lemah Bintang menghapus air matanya, lalu berusaha kembali ters
"Ngapain kamu pagi-pagi udah nangkring di situ? Kayak pengangguran aja." Bintang terkekeh mendengar ucapan Dania, membawa gadis itu ke dalam pelukannya."Kangenlah sama kamu, apa lagi?" Dania tertawa mendengar ucapan Bintang. Padahal kemarin mereka sudah bertemu bahkan hingga malam."Aku bawa sarapan, nih. Kamu sama tante udah sarapan?" Dania langsung menggelengkan kepala.“Tapi mama udah jalan,” ucap Dania.“Loh, ke mana?”“Entah katanya sebentar doang.” Bintang ber oh ria lalu menyerahkan plastik yang berisi bubur ayam.“Kamu udah sarapan?” Bintang menggeleng sambil menyengir lebar.“Dasar modus, bilang aja mau sarapan bareng. Bintang mengacak rambut Dania gemas, apa lagi melihat gadis itu masih terbalut piama hello kitty kesukaannya.“Tau aja kamu.” Dania menyebik kesal, menatap Bintang dengan pandangan tajam.“Nyebelin.” Bintang tak m
"Pagi Tuan Putri." Bintang menunduk sopan, seolah-olah gadis di depannya benarlah seorang putri. "Pagi, Pangeran." Dania tersenyum lebar melihat Bintang pagi-pagi sekali datang ke rumahnya. "Tumben pagi-pagi ke sini?" Bintang menyengir lebar, "mau ngajak sarapan bareng?" Dania menatap Bintang meledek. Sebenarnya dia sudah tahu apa tujuan lelaki itu datang ke rumahnya. "Kamu udah makan?" Dania menggeleng sebagai jawaban. Sejak pagi ibunya sudah pergi, dan Dania sangat malas untuk sarapan. "Ayo sarapan!" ajak Bintang antusias. Hal itu mau tak mau membuat Dania mengangguk. "Mau sarapan apa?" tanya Dania disela-sela mengunci pintu rumahnya. "Bubur ayam," jawab Bintang. Dania menganggukkan kepala paham, setelah itu menghampiri Bintang yang sedari tadi memperhatikannya. "Sini." Bintang menarik lembut gadis dengan piama biru itu. Lalu membawa tangan mungil gadis itu ke dalam genggamannya. Mendapatkan perlakuan seperti itu membuat Dani
Vivi mengelus kepala putrinya yang sedang terlelap dengan sayang. Dia tersenyum kecut mengingat kondisi putrinya yang belum bisa dikatakan normal. Namun, Vivi bersyukur, sekarang putrinya sudah mampu tersenyum kembali."Mama?" Lamunannya buyar saat mendengar suara serak sang putri. Dania tersenyum tipis melihat keberadaan Vivi, merasa senang karena sang ibu menemaninya."Aku telat ya bangunnya?" Vivi menggeleng, "mama yang kecepetan." Dania mengangguk, setelah itu bangkit duduk menghadap Vivi."Mama kenapa?" tanyanya saat menyadari raut tak bersahabat dari sang ibu. Vivi sontak menggeleng langsung tersenyum dan mengecup dahi sang putri."Mama cuma seneng aja lihat kamu bahagia.""Dania selalu bahagia, selagi mama bahagia." Vivi tersenyum haru. Beruntung dia diberikan putri yang cantik dan baik seperti Dania. Dia merasa menjadi seseorang yang beruntung di dunia ini."Mama udah buat sarapan. Kamu mandi terus ke bawah, oke?" Dania mengang
"Hati-hati, Sayang." Vivi mengelus surai putrinya, lalu mengecup dahinya lama."Tante aku izin bawa Dania, ya?" Bintang menyalami Vivi, tersenyum manis kepada wanita satu anak itu."Jaga anak tante, ya? Kalau nakal cubit aja.""Mama," rengek Dania dengan wajah menekuk. Melihat itu Vivi tertawa, langsung membawa putrinya ke dalam pelukan."Bercanda Sayang. Mama malah enggak mau kamu sakit sedikit aja." Dania mengangguk dengan senyum lebar, dia sangat mengerti bagaimana rasa sangat sang ibu kepadanya."Dania pamit ya, Ma."Dania melambaikan tangan dengan wajah cerahnya, sedangkan Bintang menunduk sopan setelah itu masuk ke dalam mobil.Setelah keduanya sudah menjauh senyum Vivi seketika luntur."Semoga kamu selalu bahagia seperti ini, Nak." Vivi sangat berharap jika kebahagiaan ini bertahan lama, setidaknya untuk Dania. Biarkan putrinya merasakan bahagia cukup selama ini putrinya menderita.
"Hati-hati, Sayang." Vivi mengelus surai putrinya, lalu mengecup dahinya lama."Tante aku izin bawa Dania, ya?" Bintang menyalami Vivi, tersenyum manis kepada wanita satu anak itu."Jaga anak tante, ya? Kalau nakal cubit aja.""Mama," rengek Dania dengan wajah menekuk. Melihat itu Vivi tertawa, langsung membawa putrinya ke dalam pelukan."Bercanda Sayang. Mama malah enggak mau kamu sakit sedikit aja." Dania mengangguk dengan senyum lebar, dia sangat mengerti bagaimana rasa sangat sang ibu kepadanya."Dania pamit ya, Ma."Dania melambaikan tangan dengan wajah cerahnya, sedangkan Bintang menunduk sopan setelah itu masuk ke dalam mobil.Setelah keduanya sudah menjauh senyum Vivi seketika luntur."Semoga kamu selalu bahagia seperti ini, Nak." Vivi sangat berharap jika kebahagiaan ini bertahan lama, setidaknya untuk Dania. Biarkan putrinya merasakan bahagia cukup selama ini putrinya menderita.
Vivi mengelus kepala putrinya yang sedang terlelap dengan sayang. Dia tersenyum kecut mengingat kondisi putrinya yang belum bisa dikatakan normal. Namun, Vivi bersyukur, sekarang putrinya sudah mampu tersenyum kembali."Mama?" Lamunannya buyar saat mendengar suara serak sang putri. Dania tersenyum tipis melihat keberadaan Vivi, merasa senang karena sang ibu menemaninya."Aku telat ya bangunnya?" Vivi menggeleng, "mama yang kecepetan." Dania mengangguk, setelah itu bangkit duduk menghadap Vivi."Mama kenapa?" tanyanya saat menyadari raut tak bersahabat dari sang ibu. Vivi sontak menggeleng langsung tersenyum dan mengecup dahi sang putri."Mama cuma seneng aja lihat kamu bahagia.""Dania selalu bahagia, selagi mama bahagia." Vivi tersenyum haru. Beruntung dia diberikan putri yang cantik dan baik seperti Dania. Dia merasa menjadi seseorang yang beruntung di dunia ini."Mama udah buat sarapan. Kamu mandi terus ke bawah, oke?" Dania mengang
"Pagi Tuan Putri." Bintang menunduk sopan, seolah-olah gadis di depannya benarlah seorang putri. "Pagi, Pangeran." Dania tersenyum lebar melihat Bintang pagi-pagi sekali datang ke rumahnya. "Tumben pagi-pagi ke sini?" Bintang menyengir lebar, "mau ngajak sarapan bareng?" Dania menatap Bintang meledek. Sebenarnya dia sudah tahu apa tujuan lelaki itu datang ke rumahnya. "Kamu udah makan?" Dania menggeleng sebagai jawaban. Sejak pagi ibunya sudah pergi, dan Dania sangat malas untuk sarapan. "Ayo sarapan!" ajak Bintang antusias. Hal itu mau tak mau membuat Dania mengangguk. "Mau sarapan apa?" tanya Dania disela-sela mengunci pintu rumahnya. "Bubur ayam," jawab Bintang. Dania menganggukkan kepala paham, setelah itu menghampiri Bintang yang sedari tadi memperhatikannya. "Sini." Bintang menarik lembut gadis dengan piama biru itu. Lalu membawa tangan mungil gadis itu ke dalam genggamannya. Mendapatkan perlakuan seperti itu membuat Dani
"Ngapain kamu pagi-pagi udah nangkring di situ? Kayak pengangguran aja." Bintang terkekeh mendengar ucapan Dania, membawa gadis itu ke dalam pelukannya."Kangenlah sama kamu, apa lagi?" Dania tertawa mendengar ucapan Bintang. Padahal kemarin mereka sudah bertemu bahkan hingga malam."Aku bawa sarapan, nih. Kamu sama tante udah sarapan?" Dania langsung menggelengkan kepala.“Tapi mama udah jalan,” ucap Dania.“Loh, ke mana?”“Entah katanya sebentar doang.” Bintang ber oh ria lalu menyerahkan plastik yang berisi bubur ayam.“Kamu udah sarapan?” Bintang menggeleng sambil menyengir lebar.“Dasar modus, bilang aja mau sarapan bareng. Bintang mengacak rambut Dania gemas, apa lagi melihat gadis itu masih terbalut piama hello kitty kesukaannya.“Tau aja kamu.” Dania menyebik kesal, menatap Bintang dengan pandangan tajam.“Nyebelin.” Bintang tak m
Setelah seharian bermain di pantai Dania benar-benar terlihat kelelahan, walau begitu gadis dengan wajah pucat itu berusaha terlihat baik-baik saja, karena tak ingin membuat Bintang merasa khawatir. Walau begitu Bintang tetap menyadari, dari tatapan gadis itu."Tidur aja kalau kamu capek." Dania menggeleng sambil tersenyum meyakinkan, karena dia sangat ingin menemani Bintang selama di perjalanan."Aku enggak apa-apa, kok. Malah jadi enggak fokus kalau kamu enggak istirahat." Mendengar itu Dania cemberut, tetapi akhirnya gadis itu tetap menurut."Selamat bobo," ucap Bintang sambil mengelus rambut Dania, hingga gadis itu benar-benar terlelap.Bintang menghentikan mobilnya di pinggir jalan, lalu menghadap ke arah Dania. Menatap gadis itu dengan pandangan sedih."Jangan pernah pergi, ya?" pinta Bintang dengan suara serak, bahkan matanya sudah berkaca-kaca. Menyadari dirinya tak boleh lemah Bintang menghapus air matanya, lalu berusaha kembali ters
"Udah sarapan?" tanya Bintang sambil menyelipkan rambut Dania ke belakang telinga. Dania mengangguk memberi jawaban. "Kita mau ke mana?" tanyanya. "Rahasia," balas Bintang. Dania mengerucuti bibir sebal. Lalu gadis dengan wajah pucat itu bergeser mendekat ke arah jendela mobil, menatap pemandangan luar dengan tatapan bahagia. "Aku seneng bisa jalan-jalan lagi," ungkapnya. Bintang tersenyum, meraih tangan mungil Dania dan membawa ke dalam genggamannya. Dania memejamkan mata, menikmati waktu yang menurutnya sangat spesial ini. Dia tersenyum tipis, jika nanti dia pergi Dania rasa dia tak akan pernah menyesal. Bertemu dengan Bintang, berteman, bahkan menghabiskan waktu bersama. Bagi Dania itu sudah cukup untuk kehidupannya. Mata sayu itu terbuka, menatap wajah Bintang dari samping sambil tersenyum. Bintang menyadari itu semua, hanya saja dia tak mau mengganggu Dania. Dania mengangkat tangannya, mengelus dagu Bintang hingga cowo
Dania menatap anak-anak yang sedang bermain dengan bibir tersenyum lebar. Tiba-tiba hatinya menghangat, apa lagi saat melihat tawa tulus anak- anak itu."Suka?" Dania mengangguk semangat."Aku juga seneng kalau lihat kamu bahagia." Dania menatap Bintang sambil tersenyum lebar. Dia menyipitkan matanya, berusaha menghalau cahaya matahari yang mengganggu penglihatannya."Dulu kita pernah ada difase itu," ujar Bintang sambil menatap anak-anak yang sedang berlarian ke sana ke mari."Itu fase yang menurut aku paling menyenangkan. Dulu aku enggak sampai pikir sejauh ini ngejalanin hidup." Dania diam, mendengarkan kata demi kata yang ke luar dari bibir Bintang. Matanya juga sedari tadi tak lepas dari anak-anak yang menurutnya sangat menggemaskan itu."Aku juga kangen masa itu," ucap Dania."Dulu aku bisa main sepuas aku," lanjutnya. Bintang beralih memandang wajah Dania, yang saat ini begitu jelas menunjukkan kesedihannya."Kamu sekarang bisa
"Kata Mama ayah udah pergi duluan," jawab Dania sedikit tak yakin. Bintang mengangguk ragu, berusaha terlihat biasa saja, padahal cowok itu sudah gugup setengah mati."Gue pulang dulu," pamit Bintang sambil bangkit dari sofa. Dania mengangguk, "hati-hati," ucapnya."Jaga kesehatan." Bintang mengacak rambut Dania gemas, membuat pipi gadis itu bersemu merah."Pastinya," jawab Dania.Dania mengantar Bintang hingga ke depan rumahnya, sedari tadi senyum dibibirnya tak pernah luntur, sungguh Dania baru merasakan bahagia yang seperti ini."Gue pulang!""Hati-hati!" Dania melambaikan tangan antusias kepada Bintang, cowok itu mengangguk langsung melajukan motornya ke luar dari halaman rumah Dania."Cie bahagia banget anak Mama." Dania menyengir saat tiba-tiba Vivi datang dan menggodanya. Karina tersenyum senang, dia lega saat melihat putrinya terlihat bahagia."Mama seneng kalau lihat kamu seneng," ungkap Vivi sambil mengelu
Bintang tersenyum saat melihat Dania tampak bahagia. Karena keadaan gadis itu sudah baik, jadi ia sudah boleh pulang ke rumah. Vivi yang sedang mengemas pakaian menatap anaknya dan Bintang bahagia. Ternyata kehadiran cowok itu benar-benar berbuah baik untuk Dania, Vivi tak tau cara apa untuk menyampaikan terima kasih kepada teman anaknya itu."Pakai mobil Bintang aja, Tan." Bintang mengambil alih tas berisi pakaian Dania, membiarkan Vivi menggandeng tangan Dania.Dania menunduk senang, baru kali ini dia diperlakukan spesial seperti ini. Dia kadang berpikir, apa ini hadiah dari Tuhan di akhir hidupnya."Ayo, Nak." Dania mengangguk, mengikuti langkah Vivi dan Bintang. Dia memandang punggung tegap Bintang dari belakang, tak berbohong Dania bahagia menerima perlakuan kecil seperti ini.Setelah memasukkan pakaian Dania ke bagasi. Bintang langsung masuk ke kursi depan, sedangkan Vivi dan Dania di belakang. Sebenarnya Vivi menyuruh Dania di sebelah Bintang, teta