Seperti janji Bintang, cowok itu akhirnya ke rumah sakit saat keadaannya sudah mulai membaik.
Saat ini bibirnya tak henti tersenyum saat mendengar cerita ke luar dari bibir gadis di hadapannya. Dia tak menyangka Dania akan secerewet ini jika mengobrol dengan seseorang yang sudah ia kenal.
"Kesel bangetkan?" Bintang mengangguk. Walau sejujurnya tak tau apa yang Dania bicarakan, karena sejak tadi dia malah fokus memerhatikan wajah Dania.
"Kamu dulu sekolah banyak yang suka enggak?" Bintang tersenyum, lalu mencondongkan tubuhnya bangga.
"Banyak dong," sombongnya.
Dania mencibir melihat Bintang yang begitu PD. "Enggak percaya!" Bintang diam, kesal karena tidak dipercaya.
"Kalau lo?" tanya Bintang. Entah kenapa Bintang merasa pertanyaannya salah, karena setelah itu Dania malah tersenyum sedih.
"Aku enggak bisa nikmatin waktu sekolah aku kayak yang lain," ungkapnya sedih. Bintang diam mendengarkan, dia merasa ada sesuatu yang tepat menghantam hatinya.
"Aku juga terlalu pendiem di sekolah, jadi jarang ada yang tau aku." Bintang tersenyum, lalu meraih tangan Dania ke dalam genggamannya.
"Menikmati masa sekolah itu enggak harus sama kayak orang lain." Dania mengangguk membenarkan. Walau dulu jarang ada yang mengenalnya, bahkan dia terlalu ketinggalan zaman. Dania tetap menikmati itu, menikmati momen di mana dia bisa belajar tanpa ganggu teman-temannya.
"Sekarang kamu kerja?" tanya Dania penasaran. Karena jika ia, kenapa Bintang malah datang menemuinya pagi-pagi begini.
"Aku punya kafe," jawabnya. Mata Dania berbinar, dia tak tau cowok di depannya begitu mandiri.
"Cuma kafe kecil, lumayan untuk simpenan gue."
"Itu lebih dari cukup, loh. Aku kalau sehat juga pengen buka udaha!" seru Dania semangat, dia memiliki mimpi yang tinggi saat sembuh nanti.
"Sekarang yang terpenting lo semangat sembuh. Masalah usaha itu hal yang mudah." Dania mengangguk patuh. Semenjak kehadiran Bintang Dania merasa berbeda. Dia merasa lebih hidup dari dulu.
***
Bintang menatap wajah damai Dania yang sedang terlelap. Sebenarnya dia ingin langsung pulang, tetapi dia tak tega meninggalkan Dania sendiri. Karena ibunya pamit pergi untuk mengurus kerjaannya.
Bintang jadi penasaran ke mana ayah Dania. Karena sejak kenal Dania, dia tak pernah melihat ayah gadis itu datang. Tak mungkin kerja, karena pasti ayahnya akan datang menjenguk Dania.
Dia menggenggam tangan mungil gadis itu. Dia tak menyangka bisa jatuh hati kepada gadis di depannya, padahal sejak dulu Bintang sangat anti yang namanya perempuan. Karena dia tau seberapa ribetnya kaum perempuan, seperti Masha dan ibunya.
"Cepet sembuh," ucap Bintang penuh harap. Dia berharap suatu saat nanti Dania bisa mewujudkan mimpi-mimpinya, dan memulai hidupnya yang lebih berwarna lagi.
"Bintang," panggil Dania serak. Bintang yang sedang melamun langsung menatap Dania, menatap gadis itu bertanya.
"Mau apa?" tanyanya.
"Minum," pinta Dania.
Dengan sigap Bintang membantu gadis itu minum, sedangkan Dania tersenyum melihat respons Bintang. Dia kira Bintang sudah pulang tadi.
"Kirain aku kamu udah pulang."
"Masih kangen," rengek Bintang membuat Dania mencebikkan bibir sok jijik.
"Kalau mau pulang enggak apa-apa, aku baik-baik aja kok." Bintang menggeleng. Lagi pula dia sedang tidak ada kerjaan sekarang.
"Kamu udah makan?" tanya Dania khawatir, takut karena menjaganya Bintang sampai telat makan.
"Udah, kok."
"Tidur lagi aja." Dania mengangguk, lalu memejamkan matanya. Bintang yang melihat itu tersenyum bahagia, dia baru sadar bahagia sesimpel ini.
***
Maya menatap putranya aneh. Karena tak biasanya Bintang mau repot-repot menjaga adiknya, lalu sekarang anak itu tiba-tiba berubah."Kamu kesambet di rumah sakit?" tanya Maya waswas. Karena sepulang dari rumah sakit, anak itu berubah begitu saja.
"Anaknya baik salah," cibir Bintang kesal. Maya memutar bola mata malas, sikap anaknya ini memang patut dicurigai.
"Kamu mau meninggal!" seru Maya heboh.
"Mama! Jangan doa yang enggak-enggak!" Maya langsung menutup mulutnya kaget. Kenapa pikirannya sampai ke sana coba.
"Bintang mau berubah, Ma," ucap Bintang bersungguh-sungguh. Maya tak ingin menanggapi, karena tak sekali dua kali Bintang mengatakan hal yang sama.
"Kabar Dania gimana?" tanya Maya penasaran. Karena kemarin anaknya sampai seharian tak pulang ke rumahnya.
"Udah mendingan," balasnya.
"Kak Dania cantik, Bang?" tanya Masha penasaran. Gadis kecil itu jadi tertarik dengan pembahasan dua orang dewasa di depannya.
"Cantik banget," puji cowok itu sambil tersenyum lebar.
"Sama Masha cantik siapa?" Bibir gadis kecil itu melengkung ke bawah, merasa cemburu saat kakaknya memuji orang lain.
"Cantik Masha," ucap Bintang asal.
Gadis kecil itu memekik girang, memeluk kepala Bintang dengan semangat penuh. Dalam hati Bintang melafalkan kata sabar, inilah risiko baik sama anak kecil nyebelin kayak Masha.
"Lepas sesek ini!" pekik Bintang kesal. Masha melepaskan pelukannya, memundurkan tubuh sambil menatap Bintang dengan bibir ditekuk ke bawah.
"Abang jahat!" Masha menangis keras sambil berlari masuk ke dalam kamarnya. Bahkan Bintang sampai tersentak kaget saat mendengar anak kecil itu membanting pintu keras.
"Masha jangan banting pintu!" teriak Bintang kesal. Dia mengelus dada sabar, keturunan siapa bocah kecil itu. Masih kecil saja sudah menguras emosi.
***
Bintang bersedekap dada saat melihat Angga memasuki rumahnya. Dia berdecih sinis saat mengetahui cowok itu masih berani datang ke rumahnya.
Bintang beralih menatap ibunya. Meminta penjelasan, kenapa musuhnya bisa masuk ke dalam rumah. Maya menghela napas lelah, bingung harus berpihak ke siapa.
"Malem Tante," sapa Angga. Cowok itu tersenyum, mengecup punggung tangan Maya.
"Om mana, Tan?" Bintang melirik Angga tak suka saat menanyai ayahnya.
"Belum pulang kerja."
"Kamu tumben ke sini?" tanya Maya sambil mempersilakan Angga duduk.
"Mau jenguk sepupu aku," balasnya tanpa rasa bersalah.
"Jenguk-jenguk. Dia gitu juga gara-gara kamu!" sungut Maya kesal.
Angga menyengir, menggaruk kepalanya yang entah gatal atau tidak.
"Jadi mau ngapain?" tanya Maya sekali lagi. Dia tak percaya keponakannya itu datang menemui Bintang.
"Pengen main aja, Tan." Maya memutar bola mata malas.
"Kalau cuma mau ajak anak Tante ribut, mending pulang aja," usir Maya kesal. Angga menggeleng, malah merebahkan tubuhnya di sofa tanpa sopan.
"Tante telepon mama kamu, nih?" ancam Maya.
Secepat kilat Angga bangun, lalu duduk dengan sesopan mungkin. Bintang yang sedang malas berdebat masuk ke dalam kamarnya, malah melihat wajah Angga.
"Tuhkan anak Tante marah," ketus Maya saat menyadar putranya langsung pergi dari sana.
"Aku mau tunggu Om pulang sekalian."
"Mau ngapain ya Allah?" Maya mengacak rambutnya frustrasi.
"Kamu nanti dibunuh sama Om mah iya!" gerutu Maya.
Angga menyerah, akhirnya cowok itu memutuskan pulang. Tak lupa pamit dengan Maya. Sebenarnya Maya tak masalah keponakannya main ke rumah, hanya saja tidak untuk Angga. Anak itu sudah mencelakai putranya. Walau tak terlihat, Maya masih sangat kecewa dengan keponakannya itu.
Bintang tersenyum saat melihat Dania tampak bahagia. Karena keadaan gadis itu sudah baik, jadi ia sudah boleh pulang ke rumah. Vivi yang sedang mengemas pakaian menatap anaknya dan Bintang bahagia. Ternyata kehadiran cowok itu benar-benar berbuah baik untuk Dania, Vivi tak tau cara apa untuk menyampaikan terima kasih kepada teman anaknya itu."Pakai mobil Bintang aja, Tan." Bintang mengambil alih tas berisi pakaian Dania, membiarkan Vivi menggandeng tangan Dania.Dania menunduk senang, baru kali ini dia diperlakukan spesial seperti ini. Dia kadang berpikir, apa ini hadiah dari Tuhan di akhir hidupnya."Ayo, Nak." Dania mengangguk, mengikuti langkah Vivi dan Bintang. Dia memandang punggung tegap Bintang dari belakang, tak berbohong Dania bahagia menerima perlakuan kecil seperti ini.Setelah memasukkan pakaian Dania ke bagasi. Bintang langsung masuk ke kursi depan, sedangkan Vivi dan Dania di belakang. Sebenarnya Vivi menyuruh Dania di sebelah Bintang, teta
"Kata Mama ayah udah pergi duluan," jawab Dania sedikit tak yakin. Bintang mengangguk ragu, berusaha terlihat biasa saja, padahal cowok itu sudah gugup setengah mati."Gue pulang dulu," pamit Bintang sambil bangkit dari sofa. Dania mengangguk, "hati-hati," ucapnya."Jaga kesehatan." Bintang mengacak rambut Dania gemas, membuat pipi gadis itu bersemu merah."Pastinya," jawab Dania.Dania mengantar Bintang hingga ke depan rumahnya, sedari tadi senyum dibibirnya tak pernah luntur, sungguh Dania baru merasakan bahagia yang seperti ini."Gue pulang!""Hati-hati!" Dania melambaikan tangan antusias kepada Bintang, cowok itu mengangguk langsung melajukan motornya ke luar dari halaman rumah Dania."Cie bahagia banget anak Mama." Dania menyengir saat tiba-tiba Vivi datang dan menggodanya. Karina tersenyum senang, dia lega saat melihat putrinya terlihat bahagia."Mama seneng kalau lihat kamu seneng," ungkap Vivi sambil mengelu
Dania menatap anak-anak yang sedang bermain dengan bibir tersenyum lebar. Tiba-tiba hatinya menghangat, apa lagi saat melihat tawa tulus anak- anak itu."Suka?" Dania mengangguk semangat."Aku juga seneng kalau lihat kamu bahagia." Dania menatap Bintang sambil tersenyum lebar. Dia menyipitkan matanya, berusaha menghalau cahaya matahari yang mengganggu penglihatannya."Dulu kita pernah ada difase itu," ujar Bintang sambil menatap anak-anak yang sedang berlarian ke sana ke mari."Itu fase yang menurut aku paling menyenangkan. Dulu aku enggak sampai pikir sejauh ini ngejalanin hidup." Dania diam, mendengarkan kata demi kata yang ke luar dari bibir Bintang. Matanya juga sedari tadi tak lepas dari anak-anak yang menurutnya sangat menggemaskan itu."Aku juga kangen masa itu," ucap Dania."Dulu aku bisa main sepuas aku," lanjutnya. Bintang beralih memandang wajah Dania, yang saat ini begitu jelas menunjukkan kesedihannya."Kamu sekarang bisa
"Udah sarapan?" tanya Bintang sambil menyelipkan rambut Dania ke belakang telinga. Dania mengangguk memberi jawaban. "Kita mau ke mana?" tanyanya. "Rahasia," balas Bintang. Dania mengerucuti bibir sebal. Lalu gadis dengan wajah pucat itu bergeser mendekat ke arah jendela mobil, menatap pemandangan luar dengan tatapan bahagia. "Aku seneng bisa jalan-jalan lagi," ungkapnya. Bintang tersenyum, meraih tangan mungil Dania dan membawa ke dalam genggamannya. Dania memejamkan mata, menikmati waktu yang menurutnya sangat spesial ini. Dia tersenyum tipis, jika nanti dia pergi Dania rasa dia tak akan pernah menyesal. Bertemu dengan Bintang, berteman, bahkan menghabiskan waktu bersama. Bagi Dania itu sudah cukup untuk kehidupannya. Mata sayu itu terbuka, menatap wajah Bintang dari samping sambil tersenyum. Bintang menyadari itu semua, hanya saja dia tak mau mengganggu Dania. Dania mengangkat tangannya, mengelus dagu Bintang hingga cowo
Setelah seharian bermain di pantai Dania benar-benar terlihat kelelahan, walau begitu gadis dengan wajah pucat itu berusaha terlihat baik-baik saja, karena tak ingin membuat Bintang merasa khawatir. Walau begitu Bintang tetap menyadari, dari tatapan gadis itu."Tidur aja kalau kamu capek." Dania menggeleng sambil tersenyum meyakinkan, karena dia sangat ingin menemani Bintang selama di perjalanan."Aku enggak apa-apa, kok. Malah jadi enggak fokus kalau kamu enggak istirahat." Mendengar itu Dania cemberut, tetapi akhirnya gadis itu tetap menurut."Selamat bobo," ucap Bintang sambil mengelus rambut Dania, hingga gadis itu benar-benar terlelap.Bintang menghentikan mobilnya di pinggir jalan, lalu menghadap ke arah Dania. Menatap gadis itu dengan pandangan sedih."Jangan pernah pergi, ya?" pinta Bintang dengan suara serak, bahkan matanya sudah berkaca-kaca. Menyadari dirinya tak boleh lemah Bintang menghapus air matanya, lalu berusaha kembali ters
"Ngapain kamu pagi-pagi udah nangkring di situ? Kayak pengangguran aja." Bintang terkekeh mendengar ucapan Dania, membawa gadis itu ke dalam pelukannya."Kangenlah sama kamu, apa lagi?" Dania tertawa mendengar ucapan Bintang. Padahal kemarin mereka sudah bertemu bahkan hingga malam."Aku bawa sarapan, nih. Kamu sama tante udah sarapan?" Dania langsung menggelengkan kepala.“Tapi mama udah jalan,” ucap Dania.“Loh, ke mana?”“Entah katanya sebentar doang.” Bintang ber oh ria lalu menyerahkan plastik yang berisi bubur ayam.“Kamu udah sarapan?” Bintang menggeleng sambil menyengir lebar.“Dasar modus, bilang aja mau sarapan bareng. Bintang mengacak rambut Dania gemas, apa lagi melihat gadis itu masih terbalut piama hello kitty kesukaannya.“Tau aja kamu.” Dania menyebik kesal, menatap Bintang dengan pandangan tajam.“Nyebelin.” Bintang tak m
"Pagi Tuan Putri." Bintang menunduk sopan, seolah-olah gadis di depannya benarlah seorang putri. "Pagi, Pangeran." Dania tersenyum lebar melihat Bintang pagi-pagi sekali datang ke rumahnya. "Tumben pagi-pagi ke sini?" Bintang menyengir lebar, "mau ngajak sarapan bareng?" Dania menatap Bintang meledek. Sebenarnya dia sudah tahu apa tujuan lelaki itu datang ke rumahnya. "Kamu udah makan?" Dania menggeleng sebagai jawaban. Sejak pagi ibunya sudah pergi, dan Dania sangat malas untuk sarapan. "Ayo sarapan!" ajak Bintang antusias. Hal itu mau tak mau membuat Dania mengangguk. "Mau sarapan apa?" tanya Dania disela-sela mengunci pintu rumahnya. "Bubur ayam," jawab Bintang. Dania menganggukkan kepala paham, setelah itu menghampiri Bintang yang sedari tadi memperhatikannya. "Sini." Bintang menarik lembut gadis dengan piama biru itu. Lalu membawa tangan mungil gadis itu ke dalam genggamannya. Mendapatkan perlakuan seperti itu membuat Dani
Vivi mengelus kepala putrinya yang sedang terlelap dengan sayang. Dia tersenyum kecut mengingat kondisi putrinya yang belum bisa dikatakan normal. Namun, Vivi bersyukur, sekarang putrinya sudah mampu tersenyum kembali."Mama?" Lamunannya buyar saat mendengar suara serak sang putri. Dania tersenyum tipis melihat keberadaan Vivi, merasa senang karena sang ibu menemaninya."Aku telat ya bangunnya?" Vivi menggeleng, "mama yang kecepetan." Dania mengangguk, setelah itu bangkit duduk menghadap Vivi."Mama kenapa?" tanyanya saat menyadari raut tak bersahabat dari sang ibu. Vivi sontak menggeleng langsung tersenyum dan mengecup dahi sang putri."Mama cuma seneng aja lihat kamu bahagia.""Dania selalu bahagia, selagi mama bahagia." Vivi tersenyum haru. Beruntung dia diberikan putri yang cantik dan baik seperti Dania. Dia merasa menjadi seseorang yang beruntung di dunia ini."Mama udah buat sarapan. Kamu mandi terus ke bawah, oke?" Dania mengang