Apa yang aku dengar tadi tidak salah, bukan? Aku tidak salah mendengar itu, bukan?
Tidak tunggu! Ini bukan waktunya untuk pikiranku saling bertengkar, jika Bu Annisa memang mengatakan hal itu seharusnya benar seperti itu, bukan?
Mengapa aku menjadi ragu kembali?! Jika kau memang ragu seharusnya kau pastikan itu sendiri Raihan!
“A-apakah itu benar, Bu Annisa?” kataku dengan suara tidak percaya diri.
Bu Annisa masih mengetik laptopnya, namun Bu Annisa menjawab pertanyaanku. “Hmm? Apanya?”
“Apakah benar Ibu adalah pembimbing OSIS untuk tahun ini?”
“Jika iya memangnya kenapa?”
Mendengar itu dari Bu Annisa hatiku sedikit menjadi tenang, namun perasaan yang menggangguku selama ini masih belum hilang.
“K-kalau begitu, apakah saya boleh menanyakan sesuatu?”
Dengan cepat Bu Annisa menjawab “Maaf Raihan, sekarang tidak bisa. Aku masih harus mengurus ini. Lagi pula untuk apa? Kau tidak ada sangkut pautnya dengan OSIS, bukan?”
“TENTU ADA! KAK CLARRISA MEMAKSAKU UNTUK MENJADI WAKIL KETUANYA!”
Tanpa sadar, walau bukan teriakan, aku meninggikan suaraku. Dan mendengar itu, Bu Annisa terdiam dan wajahnya begitu terkejut.
Ah, aku mengacaukannya.
Dengan itu, aku segera menghadapkan wajahku ke bawah.
“Maaf, Bu.”
Apa yang kau lakukan diriku?!
“Temui ibu besok sepulang sekolah. Ibu tunggu di tempat parkir sekolah. Ini sudah lewat dari jam pulang bukan? Lebih baik kau pulang sekarang, kau mengerti?”
Bu Annisa mengatakan itu dengan lembut dan halus. Dengan caranya yang berbicara seperti itu, itu... Entah mengapa membuat hatiku menjadi lebih sakit.
Aku menganggukkan kepalaku yang masih menghadap ke arah lantai, “Baik.” Kataku lalu pergi meninggalkan ruang guru.
Dengan masih perasaan ketidakpercayaan tindakanku yang telah aku buat tadi, aku pergi mengambil tasku yang ada di kelas lalu pergi berjalan ke arah halaman sekolah dengan tempo yang lambat.
Aku melihat ada sebuah bangku di bawah pohon di dekatku, aku menjatuhkan setengah badanku di kursi lalu duduk di sana.
Aku menatap ke arah atas. Langit berwarna oranye dengan beberapa awan putih yang diselimuti oleh cahaya sore langsung terpampang di mataku.
Aku hanya terdiam memandangi apa yang aku lihat sekarang. Rasa ketidakpercayaan yang aku rasakan sangat bertabrakan dengan apa yang aku lihat.
Pemandangan yang indah ini... Sangat tidak cocok dengan keadaanku saat ini.
“Apakah kau tidak apa-apa?”
Tiba-tiba terdengar suara wanita, apakah dia memanggilku?
Aku membenarkan lagi pandanganku juga kacamataku lalu melihat ke arah sumber suara yang berada di sebelah kiri ku.
Setelah sudah dengan jelas melihat aku benar-benar terkejut. Aku melihat dua orang perempuan berdiri bersebelahan.
Di sebelah kanan merupakan perempuan yang bersemangat dengan rambut medium dengan gaya ponytail, sedangkan di sebelahnya ada perempuan yang tenang dengan rambut panjang dengan gaya wavy.
Itu adalah Kak Vania dan juga Kak Nirmala.
“Huh? Raihan?”
Mengapa dia kebingungan?
“Selamat sore, Kak.” Sapaku.
“”Selamat sore.”” Mereka berdua menjawab sapaanku.
“Apakah Kak Vania dan Kak Nirmala belum pulang?”
“Ya, ada sesuatu yang harus dikerjakan di kelas. Apakah kau juga ada urusan, Raihan?” Kak Vania yang menjawab pertanyaanku.
“Benar, Bu Annisa menyuruhku untuk mengantarkan beberapa berkas ke ruang OSIS.”
Mereka berdua saling menatap.
“Apakah kau ada urusan setelah ini, Raihan?”
“Umm... Kupikir tidak ada. Apakah ada sesuatu, Kak Nirmala?”
“Bagaimana kalau kita bertiga pergi ke cafe?”
Kak Nirmala tersenyum sambil mengangkat jari telunjuk kanannya dan sedikit dimiringkan.
Aku menyetujui tawaran mereka dan pergi ke cafe terdekat bersama.
Cafe yang aku kunjungi bersama dengan Kak Vania juga Kak Nirmala adalah cafe yang sering aku dan ketua OSIS kunjungi. Cafe ini adalah cafe terdekat yang ada di sekitar sekolah, hanya butuh waktu 7 menit dari sekolah. Juga tepat berada di arah jalan pulang para murid. Jadi keadaan di sini masih terdapat banyak murid yang memakai seragam yang sama denganku juga dengan Kak Vania dan Kak Nirmala.
“Aku minta maaf, ya, Raihan. Mendadak membawamu ke sini.” Kak Nirmala membuka percakapan.
“Ah, tidak apa-apa. Lagi pula tidak ada yang harus aku kerjakan nanti.”
“Kalau begitu makanlah.”
“Maaf sudah merepotkan.”
Kak Vania memesan Creamy Pasta Mozarella dan segelas Lemon Tea. Kak Nirmala memesan Blueberry Short Cake dengan segelas Ice Choco Blend.
Sedangkan aku memesan minuman soda yang dicampur dengan ekstrak lemon dan roti panggang dengan isian keju dan pisang.
“Bagaimana keadaanmu di sekolah ini, Raihan?” Kak Nirmala bertanya.
“Aku baik-baik saja, Kak. Aku mendapatkan kelas yang cocok untukku.”
“Maaf, ya, sudah memarahi dirimu saat itu.”
“A-ah, tidak apa-apa. Seharusnya akulah yang harus meminta maaf kepada kalian karena yang sudah bertindak tidak sopan. Maafkan aku.” Kataku sambil menundukkan kepalaku. “Terlebih Kak Vania dan Kak Nirmala sudah banyak membantuku di sekolah. Seperti yang Kak Vania lakukan minggu lalu yang membantuku membawa beberapa peralatan olahraga, atau Kak Nirmala sendiri yang sudah membantuku beberapa kali di perpustakaan. Tolong jangan meminta maaf kepadaku, aku tidak layak untuk menerima hal itu dari kalian.”
Kak Nirmala memegangi salah satu pipinya, “Apakah seperti itu?”
“Ya! Kalian benar-benar membantu. Lain kali akan aku balas, tapi jika kalian memintanya langsung kepadaku maka akan langsung melakukannya. Pasti.”
“Fufu, aku senang mendengar hal itu. Apa itu bisa kau laksanakan?”
“Tentu! Aku benar-benar merepotkan kalian.”
Mereka berdua menatap lalu tersenyum satu sama lain.
Kami bertiga lalu kembali menyantap pesanan kami masing-masing. Di saat itu pun kami masih sering untuk bertukar kata. Aku tidak menyangka bahwa aku akan dekat dengan mereka berdua.
Tapi apa yang paling aku kagetkan ialah sebera dekat mereka berdua dengan sifat mereka yang benar-benar berbeda jauh.
Kak Vania adalah tipe orang yang selalu bersemangat dan penuh energi, seperti sangat menikmati apa yang ia jalani.
Sedangkan untuk Kak Nirmala adalah seorang yang tenang dan terlihat menarik dengan seperti itu.
Kak Nirmala dimataku itu seperti ibu yang penyayang dan baik hati.
Bahkan gaya berbicaranya pun masing-masing berbeda-beda. Mungkin itu adalah ‘efek’ dari sifat mereka berdua.
Gaya bicara Kak Nirmala tenang, lembut, dan sopan. Dan Kak Vania adalah kebalikannya, tapi dengan gaya bicara Kak Vania, dia lebih banyak didekati orang karena sangat mudah untuk berbicara dengannya.
Jika kita bertiga saling bertemu, kita selalu membicarakan hal apa saja yang difavoritkan. Namun begitu, mereka juga selalu membawa topik-topik yang bisa aku terima. Itu bahkan dilakukan sekarang untuk menghabiskan makanan yang sudah dipesan.
Setelah aku selesai menyantap pesananku, aku bertanya alasan mereka mengundangku untuk apa.
“Umm... Kak, jika boleh tahu mengapa Kakak mengajakku ke sini?”
“Oh, Benar! Kita berdua benar-benar lupa akan hal itu! Maaf-maaf.”
Aku hanya tertawa kecil.
“Apakah kau sudah menerima tawaran yang diajukan oleh ketua OSIS?”
“... Belum. Sama sekali belum.”
“Maka dari itu mungkin kau akan bertanya kepada kita entah itu kapan. Sebelum itu kita ingin memberitahu sesuatu kalau kita itu tidak dekat dengan ketua OSIS.”
Aku hanya diam dan menganggukkan kepalaku memberi tanda untuk melanjutkan.
“Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba saja aku ditunjuk sebagai bendahara dan Nirmala menjadi sekretaris.”
“Benar, dia adalah orang yang sangat dikagumi di sekolah. Dia juga meminta kita berdua untuk akrab dengannya. Tapi kita tidak melakukan hal itu. Tentu kita ‘mengenal’ Clarissa, tapi tidak dengan dia. Bagaimanapun, ada jarak yang terbangun. Kehadirannya membuat kita tidak bisa melakukan hal itu, alasannya adalah karena dinding yang dibuat oleh dia sendiri.”
“Kita benar-benar tidak tahu harus bagaimana, huh.”
Jadi begitu, aku mengerti sekarang. Alasan kenapa mereka selalu menyebut Kak Clarissa dengan sebutan ketua OSIS adalah karena mereka berdua tidak saling kenal.
Tapi kenapa? Bukankah Kak Clarissa dekat denganku? Apakah dia benar-benar dekat denganku?
“Dan juga, Raihan. Kita sering melihatmu berdua dengan Ketua OSIS dan begitu akrab. Aku harap kau tidak terlalu memikirkan hal itu.”
“Hal itu?”
“Bukankah dia dekat denganku? Atau apakah dia benar-benar dekat denganku? Hal yang seperti itu.”
Eh?! Apa?! Kenapa Kak Vania mengetahui apa yang aku pikirkan?! Tunggu-tunggu!
“Ada apa, Raihan? Mukamu memerah. Apakah kau sakit?” tanya Kak Nirmala dengan wajah cemasnya.
“A-ah tidak ada. Aku baik-baik saja! Sungguh.” Kataku sambil membenarkan kacamataku.
Jangan terlalu dipikirkan, yah. Tapi mengapa mereka sangat percaya akan hal itu? Aku sama sekali tidak mengerti.
Apa pun itu, aku tahu bahwa Kak Vania dan juga Kak Nirmala hannyalah orang yang terseret saja. Walaupun begitu, aku sangat bersyukur bertemu lalu dekat dengan mereka.
Setelah selesai, kita bertiga lalu pulang. Aku dan mereka berdua berpisah di stasiun, mereka pergi ke arah Pondok Gede, sedangkan aku sebaliknya ke arah Jati Asih.
Hari sudah malam. Sesampainya di rumah dan mengunci pintu, aku langsung pergi menuju kamarku lalu dengan segera menjatuhkan diriku di atas kasur.
Aku menutup mataku sambil bertanya: pilihan apa yang aku buat untuk lusa nanti.
Seperti yang sudah dikatakan oleh Bu Annisa kemarin, saat ini aku sedang menunggu Bu Annisa di tempat parkir sekolah yang letaknya berada di bawah sekolah. Mungkin lebih tepatnya lantai 1 sekolah ini adalah tempat parkir. Ada apa denganku sebenarnya sehingga bisa meninggikan suara kepada seorang guru? Padahal dari dulu kau tidak banyak berbicara. Aku mengistirahatkan punggungku di sebuah tembok penahan bangunan dan menutup mataku, berharap semua akan baik-baik saja. Tak lama, smartphone yang aku simpan di saku celanaku bergetar. Aku lalu memeriksa layar smartphone milikku. Ada notifikasi pesan dari Bu Annisa. “Apakah kau sudah berada di sana? Jika iya tunggu ibu di sana. Ibu sedang turun dari tangga.” Tidak ingin dimarahi lebih lanjut, aku segera membalas pesan dari Bu Annisa. “Iya, Bu. Berhati-hatilah.” Aku mengatakan Bu Annisa untuk berhati-hati agar dia tidak jatuh dari tangga saat memegang smartphonenya. Setelah mem
Pagi ini sejak bangun dari tidur tubuhku terasa berat. Aku tidak tahu apa sebabnya, tapi yang pasti ranjangku menjadi black hole yang menarik kuat tubuhku agar tidak bangun.Yang membuat bisa aku bangun kali ini sudah pasti kewajibanku untuk pergi ke sekolah. Akan sangat disayangkan jika bisa pergi ke sekolah yang begitu bagus namun tidak dijalankan dengan sepenuh hati. Terlebih belajar itu sangat menyenangkan bagiku.Aku tidak tahu mengapa seseorang bisa dengan mudahnya membolos pelajaran bahkan sekolah itu sendiri. Sebagian besar mereka mengucapkan kalau mereka tidak ingin, tidak suka, ataupun tidak bisa dengan hal tersebut. Bukankah itu membuktikan kalau mereka tidak mampu dan hanya bisa melarikan diri?Yah, bagaimanapun setiap orang dilahirkan berbeda dan membuktikan kalau diferensiasi sosial akan terus ada.Aku bisa mengembalikan energi tubuhku saat sedang mandi. Berkat bantuan dari Tuan Air Hangat yang mengalir ke tubuhku. Itu membuat keada
Aku meyakini bahwa aku menjalani hidup dengan baik. Tentu saja itu adalah buah pemikiran dan hatiku.Mungkin sebagian besar orang akan menganggap aku terlalu percaya diri. Dan tentu saja aku tidak bisa menolak pendapat seperti itu. Karena saat ini aku hannyalah sebuah tunas dan mungkin tidak akan bisa tumbuh nanti.Aku juga sangat meyakini bahwa kehidupan ketika sudah keluar dari dunia pendidikan itu akan sangat jauh berbeda. Jika menginginkan sebuah contoh adalah mencari pekerjaan. Ilmu yang telah kau peroleh bisa saja tidak akan berguna.Dengan syarat bahwa kau tidak mempunyai sebuah mimpi atau hasrat untuk menggapai sesuatu dari dirimu, kau menghilangkan salah satu faktor alasan untuk bekerja keras. Sehingga yang terjadi kau akan merasakan rasa puas dengan hanya bekerja sebagai buruh.Fakta tentang dunia yang berbeda setelah meninggalkan pendidikan berasal dari beberapa orang terdekatku. Mereka mengatakannya langsung dengan lisan mereka. Sedangkan hila
Sudah lewat 3 hari aku menjalani kehidupan sekolahku menjadi wakil ketua untuk OSIS, hanya untuk sementara.Itu juga berarti satu bulan sudah aku menjadi siswa di SMA ini. Bagiku dapat bersekolah di tempat yang bergengsi adalah capaian terbesarku, yang artinya kerja kerasku tidaklah sia-sia. Aku pun mendapatkan seseorang yang bisa disebut dengan teman dengan cepat, Fachri teman sekelasku.Bulan ini adalah bulan Agustus. Sudah saatnya bulan yang sangat sibuk bagi OSIS, karena bulan ini adalah bulan di mana seluruh rakyat Indonesia merayakan kemerdekaannya.OSIS tentu sudah sadar akan hal ini, namun karena waktu dan keadaan yang tidak mendukung, OSIS belum pulih sepenuhnya dan tidak dapat bekerja secara maksimal.“Baiklah sebelum kalian pergi untuk istirahat ibu akan memberi kalian kertas ini, lalu bagikan kertasnya ke teman kalian yang ada di belakang. Pastikan semuanya dapat, ok?”Tidak lama menunggu, aku mendapatkan kertas milikku dari
Sudah beberapa hari berlalu. Seperti biasanya, di pagi hari aku harus berangkat untuk sekolah. Tidak ada yang spesial, bahkan ide tentang Agustusan pun sudah sedikit pudar di dalam kepalaku.Mungkin aku merasakan perbedaan di pagi ini. Tidak tahu mengapa, jalan yang selalu aku lalui untuk ke sekolah terasa tidak memberatkan. Aku selalu menikmati jalan menuju sekolah, hanya pagi ini terasa berbeda.Buku yang aku baca terus menerus bergerak karena angin selalu datang, menyejukkan memang, namun menghambatku untuk membacanya.“Pagi, Raihan.”“Pagi juga, Shinta.”Eh?Aku melihat ke samping kananku.“Ah, Shinta. Bukankah aku sudah memintamu untuk berhenti melakukan hal itu?”“Aku menolak, reaksimu sangat unik.”“Aku bukanlah mainan.”“Tapi kau merasa senang dijahili oleh Kak Clarrisa.”“Kau salah sangka. Itu tidak benar?”&
Seperti yang sudah dijanjikan, saat ini aku berada di Taman Bambu menunggu kedatangan Kak Clarrisa. Aku tidak tahu kenapa dia memilih tempat yang jauh dari tempat seharusnya, tapi aku tidak dapat menolaknya. Alasannya dia tetap ingin untuk bertemu di sini.Waktu menunjukkan jam 10.50, hanya tinggal 10 menit lagi waktu yang dijanjikan datang, tapi aku sama sekali belum melihat tanda-tanda kedatangan dari Kak Clarrisa. Bahkan pesan yang aku kirimkan tidak ia baca, kuharap dia tidak bercanda menungguku di sini.“Selamat pagi, Raihan.”“Selamat pagi juga, Kak Clarrisa.”Aku terkejut saat melihat Kak Clarrisa. Penampilannya benar-benar berbeda.Dia menggunakan Knee Length Dress berwarna hitam dengan pola garis putih yang mengelilingi roknya. Dari sudut pandangku itu menambahkan aura kedewasaannya.Unntung saja aku memilih pakaianku dengan benar, biasanya aku hanya akan menggunakan kaos polos dengan celana jeans pe
“Apakah kalian sudah menentukan pesanannya, Tuan dan Nyonya?” Tanya seorang waiters lengkap menggunakan baju pelayan khas restoran tersebut.“Ya. Kami ingin memesan menu yang direkomendasikan hari ini.”“Baik. Dua set makan malam akan kami sajikan. Apakah ada permintaan khusus, Nyonya?”“Kurasa itu cukup.”“Dimengerti, mohon untuk menunggunya sebentar. Kalau begitu saya permisi.” Dengan mengatakan itu, si pelayan berbalik arah dan meninggalkan meja kami.Terdengar detikan jarum jam yang sangat jelas, karena saat ini keadaan di dalam restoran tidak begitu ramai. Ini semakin menambah kecam suasana.“Ada apa, Raihan? Tampangmu terlihat aneh, apakah kau sedang sakit?”“A-ah, tidak. Bukan itu, hanya saja...”“Ada apa? Keluarkan saja apa yang ada di pikiranmu.”Aku mengangguk.“A-ah... Bukankah tadi itu orang yang kita
Setelah menunggu beberapa saat aku dan Kak Clarissa menunggu, seorang pelayan yang sama kembali lagi ke meja kami, hanya saja kali ini dia membawa makanan yang kami pesan.Dia membawanya dengan trolley yang ia dorong dari arah para pekerja di restoran ini berkumpul.“Maaf telah menunggu.”Saat sudah tepat berada di meja kami, ia kemudian memindahkan makanan yang masih ditutup dari trolley ke meja kami. Mengingat dia adalah pelajar yang sama sepertiku, aku terkagum melihat ia bisa menyajikannya secara cantik.Selain makanan, ia juga memindahkan dua minuman untukku dan Kak Clarissa yang sudah menyatu dengan set menu makan malam hari ini. Sepertinya restoran ini setiap harinya menawarkan menu yang spesial.Sesudah ia meletakan semuanya, dia kemudian membuka tudung saji secara cantik, kemudian secara perlahan terlihat makanan yang ada di dalamnya. Itu adalah steik yang ukurannya tidak terlalu besar yang disajikan dengan saus rahasia dari re
Kak Clarissa: Apa kau ada di rumah, Raihan? Notifikasi pesan tiba-tiba muncul dari layar ponselku. Itu berasal dari aplikasi berbalas pesan MINE yang sudah tidak asing lagi di telinga. Me: Aku ada di rumah. Apa Kakak memerlukan sesuatu? Kak Clarissa: Apakah aku bisa menemuimu? Seketika aku langsung mendapat balasan secara instan. Jari-jarinya memang tidak bisa diremehkan, dan aku tahu Kak Clarissa tidak akan melakukan trik copy paste. Me: Tentu. Aku pikir tidak ada masalah. Kira-kira ada apa dengan Kak Clarissa? Apakah dia sedang membutuhkan sesuatu? Sangat jarang melihat dia meminta langsung seperti itu. Mengingat tipenya yang menjaga jarak dengan orang lain. Tapi meminta bertemu langsung seharusnya bukan hal yang aneh. Kak Clarissa: Kalau begitu buka pintunya. Aku tarik kembali kata-kataku tadi. Ada apa ini? Mengapa perasaanku langsung menjadi tidak enak, ya? Me: Maaf? Kak Clarissa: ... Kak Clarissa: Karena ini berbentuk tulisan aku tidak perlu mengetik ulang, bukan? Kak
Ini terjadi setelah aku bertemu dengan Kak Riyanti malam itu.Setelah pulang dari misi volunteer dan tidak secara kebetulan arah pulang aku dan Kak Riyanti sama, aku langsung tidur dengan pulas. Di pagi harinya aku memberikan pesan kepada Kak Riyanti menggunakan tanda nama yang Kak Riyanti berikan agar kami bisa bertukar kontak. Tak lama setelah aku memberi pesan dan memberitahu itu adalah aku, Kak Riyanti langsung membalasnya dan menjadi teman di MINE.Karena hari waktu itu adalah hari Minggu dan Kak Riyanti sedang libur dari pekerjaannya, kami berdua banyak bertukar kata hari itu lewat MINE.Aku dan Kak Riyanti pada awalnya hanya membicarakan tentang makanan, sepertinya Kak Riyanti melihat profilku dipenuhi dengan foto makanan yang aku buat sendiri semenjak SMA. Kemudian pada hari berikutnya topik pembicaraan kami berubah menjadi pembicaraan komedi yang sedang trending belakang ini, dan kemudian berlanjut menjadi curhatan dan akhirnya kami berdua cukup dekat.
“Selamat datang, Raihan.”Suara itu terdengar ketika dia sudah membuka pintu yang ada di hadapanku. Dengan mendengar suara itu juga, aku melihat seorang gadis sedang menggunakan pakaian lengan panjang ditutupi oleh celemek berwarna biru polos dengan kantung di bawahnya. Gadis itu juga menunjukkan wajah yang terlihat sedikit lelah sambil membawa sebuah centong di tangannya.Itu adalah Kak Riyanti.“Maaf sudah mengganggu, Kak.”“Kau ini... Aku seharusnya yang mengatakan itu. Ah, silakan masuk.”“Kalau begitu permisi.”Setelah mengizinkanku masuk, aku kemudian membuka sepatu yang aku pakai dari rumah untuk datang ke sini.Selagi membuka sepatu, Kak Riyanti kemudian menutup pintunya kembali yang berada di belakangku. Setelah tertutup, Kak Riyanti kemudian berjalan di lorong pintu masuk sambil mengatakan “maaf, aku sedang memasak sekarang. Anggaplah rumah sendiri, ok?” lalu pergi
Sudah beberapa Minggu berlalu sejak Kak Clarrisa mengajukan nama-nama yang akan menjadi ketua OSIS selanjutnya, dan begitu juga dengan pemilihannya.Acara pemilihan dapat dilaksanakan walau sebenarnya OSIS terkejut dengan hal itu. OSIS terkejut karena tidak akan menyangka bahwa pemilihan dapat dilaksanakan dengan waktu yang singkat.Meskipun Bu Annisa bilang 'serahkan saja kepada ibu' dengan percaya diri, kami—OSIS inti— tidak mengetahui apa yang ada di dalam kepalanya. Seluruh pemikiran hingga rencana yang dibuat oleh Bu Annisa benar-benar tidak terpikirkan sama sekali, kami hanya seperti seorang anak yang meminta bantuan kepada orang tua kami.Benar, acara pemilihan ketua OSIS dapat terjadi dengan rencana yang sebenarnya sudah diantisipasi oleh Bu Annisa.Atau lebih tepatnya Bu Annisa, mungkin saja telah memprediksi hal ini akan terjadi.Rencana yang dibuat Bu Annisa adalah rencana yang sederhana, namun melakukannya harus dengan r
Libur selama 3 hari setelah UTS telah berakhir. Saat ini sekolah sudah memasuki bulan yang baru kembali.Setelah pergi berbelanja waktu itu, kami tidak pernah bertemu kembali secara langsung selama 5 hari. Kami hanya berbicara melalui grup yang sudah dibuat di aplikasi MINE sebelumnya.Kami bertemu kembali secara langsung di sekolah pada hari pertama masuk sekolah.Yang pertama aku temui adalah Shinta, dia menemuiku saat berjalan untuk ke sekolah. Sepertinya hal itu sudah menjadi kebiasaan di waktu pagi saat perjalanan ke sekolah.Lalu untuk Fachri dan Tia aku temui mereka di kelas. Pertama kali aku melihat mereka adalah ketika sedang berbicara satu sama lain.Meskipun mereka bertengkar di grup, aku merasa lega mereka akrab di dunia nyata.Lalu untuk OSIS, kegiatannya sudah diaktifkan kembali. Sejujurnya OSIS yang dipegang oleh Kak Clarissa saat ini sudah tidak mempunyai tugas lagi. Bisa dibilang kami bisa bersantai dengan hal itu.Ta
Ketika akhirnya tanggal untuk Ujian Tengah Semester dimulai, seluruh kegiatan ekstrakurikuler diberhentikan untuk sementara.. Seperti pada umumnya, ketika UTS berlangsung, jam pulang sekolah dipercepat dan jam istirahat semakin banyak. Bagi seluruh siswa pastinya ketika dua hal tersebut digabungkan merupakan berita baik, tak terkecuali denganku. Hanya saja yang menjadi pembeda adalah persiapan yang telah dilakukan untuk menghadapi kondisi tersebut. Yah, selain ada hal yang spesifik yang dilakukan oleh sekolah, kondisi di mana kau mendapatkan jam pulang lebih cepat dan jam istirahat lebih banyak merupakan sebuah cahaya yang tidak mungkin didapat di dunia nyata. Pada kenyataannya, ketika kau mendapatkan sesuatu yang khusus seperti itu, sebagai siswa haruslah menukarnya dengan harga yang setimpal. Ujian. Atau bagaimana pun kalian mengucapkannya. Rasanya seperti sedang membuat kontrak dengan iblis. Sang iblis membuat persya
Setelah membawa kembali barang milik Fachri, Shinta tak lama juga kembali sambil membawa kantung plastik mini market.Aku tidak ingin mengetahui apa isinya.Tapi seharusnya itu adalah barang untuk wanita, Tia juga sepertinya seluruh badannya terkena air.Tapi mengapa barang bawaannya tidak terkena air itu?Apakah ada Dewa Buku di luar sana?Setelah itu juga Shinta bertanya apakah boleh meminjam bajuku untuk dipakai Tia?Tentu saja boleh.Shinta juga meminta untuk memilihkan celana untuk Tia. Aku tidak tahu harus memberi yang mana jadi aku membawanya satu set pakaian olahraga.Sepertinya tidak ada masalah untuk itu. Tia juga sepertinya terlihat nyaman memakainya.Setelah semuanya kembali normal, akhirnya kita memulai tujuan yang sebenarnya diciptakan kelompok belajar ini.Untuk menaklukkan UTS!Pembelajaran dimulai dari aku sebagai pemanasan, mau dilihat dari manapun, matematika adalah dasar di jurusan IPA.
Sudah beberapa minggu semenjak acara kemerdekaan selesai dan sekarang aku bisa kembali bertemu dengan teman sekelasku.Karena terlalu sibuk dengan kegiatan OSIS waktu itu, aku sama sekali tidak datang membantu persiapan dan sebagainya di kelas. Jujur itu membuatku gelisah saat memikirkan berbagai pendapat negatif yang akan datang kepadaku waktu itu.Saat aku memasuki kelas tidak ada udara yang menekan atau aneh. Fachri masih menyapaku dengan biasa sedangkan aku sedang panik dengan pikiranku sendiri tentang hal itu.Tapi itu sudah berlalu, aku kembali berbaur dengan kelas walau yang sering aku temui hanya Fachri dan Ketua Kelas.Saat ini sudah ingin memasuki pertengahan bulan September. Kegiatan OSIS sementara dihentikan dari awal bulan ini. Karena tidak ingin mengganggu waktu belajar untuk UTS nanti, Kak Clarissa memutuskan untuk menyelesaikan segala urusan di bulan kemarin.Sebagai hasilnya, bulan ini—hanya sampai selesai UTS—segala be
Di ruang rapat OSIS, seluruh anggota dan anggota relawan sedang berkumpul merayakan keberhasilan dari penyelenggaraan acara kemerdekaan.Meskipun disebut merayakan, yang kami lakukan hanya minum dan mendengarkan ucapan terima kasih dari OSIS inti.Yang melakukannya pun bukanlah Kak Clarissa, tetapi Kak Vania.Terlebih, aku sama sekali tidak tahu di mana Kak Clarissa sekarang berada.“Terima kasih banyak atas kerja kerasnya Kak Vania Kak Nirmala. Jika kalian tidak ada, mungkin saja acara ini tidak akan berhasil seperti sekarang.” Kataku menghampiri mereka berdua.“Fu fu fu~... Terima kasih banyak juga atas kerja kerasnya juga, Raihan. Pasti merepotkan bertugas di belakang dan depan layar, sampai harus turun ke lapangan seperti itu.”“Benar, tugas kami tidaklah seberat tugas yang kau lakukan. Kami hanya melakukan sedikit hal saja.”“Ah tidak-tidak. Kalianlah yang bekerja lebih keras dar