“D-Dad?” Shania menatap nanar ayahnya yang baru saja masuk ke dalam ruang rawatnya. Air matanya berlinang membasahi pipinya, di kala melihat ayahnya berada di hadapannya. Dia hendak meraih tangan ayahnya itu, tapi kilat mata tajam Mayir membuatnya tak berani menyentuh tangan sang ayah.“Kenapa kau melakukan ini pada kakakmu sendiri, Shania! Jika ibumu memiliki hati yang busuk, kenapa kau mengikuti jejaknya?!” bentak Mayir begitu keras dan kuat. Aura kemarahan pria paruh baya itu tak lagi bisa terkendali. Dia sengaja mendatangi Shania, setelah bertemu dengan Erica. Sekalipun, Shania adalah putri kandungnya, tetap saja dia tak akan mungkin begitu saja mengampuni apa yang telah Shania lakukan pada Nicole. Shania menatap lirih sang ayah “Aku mencintai Oliver. Sangat mencintainya. Tapi, Nicole tega merebut Oliver dariku, Dad. Jika saja Nicole tidak merebut Oliver dariku, maka aku tidak akan mungkin bertindak setega ini padanya. Sekalipun hubunganku dan Nicole tidak baik, dia tetap kakakk
William duduk di sebuah kafe dekat rumah sakit bersama dengan Martin. Mereka tengah menikmati kopi seraya berbincang menikmati suasana pagi yang indah. Di usia senja, mereka sama sekali tak terlihat tua. Sepertinya William dan Martin memang sangat rajin berolah raga.“Aku sudah mendengar dari Dominic, kau yang mendapatkan penawar racun untuk cucuku,” ucap William seraya menyesap kopi di tangannya, dan menatap Martin.Martin tersenyum samar. “Masa laluku yang buruk, sedikit menaruh dampak positive. But of course, negative jauh lebih besar dari sisi positive.”William pun tersenyum. “Jangan pernah menyesali masa lalumu. Jujur, aku salut dengan masa lalu yang kau miliki. Kau mampu berubah dan bisa keluar dari masa lalumu itu sangat baik. Tidak semua orang bisa sepertimu, Martin.”Martin meletakan gelas di tangannya ke atas meja. “Ya, tidak mudah untuk keluar dari dunia seperti itu. Aku juga bangga pada Dominic yang mampu keluar dari dunia itu. Kau tidak perlu berterima kasih, William. Sh
Dua minggu berlalu … London, UK. Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa, sudah dua minggu lamanya kejadian yang menimpa Nicole telah terlewati. Saat ini, Nicole dan Oliver telah kembali ke London. Mereka tak mungkin berlama-lama di Madrid. Pun kondisi mental Nicole sudah membaik karena Nicole selalu di kelilingi orang-orang yang memberikannya kehangatan kasih sayang. Bukan hanya kondisi Nicole yang membaik, tapi kondisi Shawn pun sudah berangsur-angsur membaik. Shawn kini berada di London, tetapi Shawn masih mendapatkan perawatan guna memastikan bahwa racun di seluruh tubuhnya sudah hilang.Erica dan Shania tengah berada di penjara. Mereka telah dipindahkan ke penjara London. Meski mereka telah berbuat kejahatan di Madrid, tapi Oliver memperjuangkan Erica dan Shania agar dipenjara di London sesuai dengan kewarganegaraan mereka. Pasalnya, jika berada di London, Oliver bisa mengajukan tuntutan sangat berat pada mereka. Terutama pada Erica yang telah membunuh ibu Nicole, dan pernah
Suara dering ponsel berbunyi, membuat Nicole yang baru saja selesai mandi langsung mengambil ponselnya di atas nakas, dan menatap ke layar tertera nomor Selena di sana. Nicole masih memakai bathrobe dan rambut yang dililit oleh handuk—hendak ingin memakai pakaian lebih dulu, namun itu akan memakan waktu dan pasti membuat Selena menunggu lama.Tanpa pikir panjang, Nicole akhirnya menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan itu.“Hallo, Ma?” jawab Nicole kala panggilan terhubung.“Nicole, apa kabar, Sayang?” tanya Selena dari seberang sana. “Aku baik, Ma. Kau sendiri bagaimana?”“Mama juga baik, Sayang. Oh, ya, di mana Oliver?” “Oliver sedang di ruang kerjanya, Ma.”“Oliver selalu menemanimu, kan?” “Mama tidak usah khawatir. Oliver selalu menemaniku.”“Good. Nicole, kau harus tenang menjelang persidangan nanti. Mama tahu, kau bisa menjawab hakim dengan sangat baik.” “Iya, Ma. Kau tenang saja. Oliver selalu di sisiku. Dia selalu membantuku.” “Nicole, Mama sangat menyayangimu. A
Mobil Oliver melaju dengan kecepatan penuh membelah kota London. Aura wajah kemarahan membuat pria itu menginjak pedal gas kuat. Benaknya terngiang akan ancaman pengacara sialan itu. Rupanya Samson Jesse ingin menekan dan menyudutkannya agar bisa membebaskan dua wanita iblis itu.“Shit!” Oliver memukul stir mobilnya, dan terus meloloskan umpatan kasar. Amarah dalam dirinya seakan membakarnya. Beraninya pengacara sialan itu mengancamnya.Suara dering ponsel berbunyi. Refleks, Oliver mengambil ponselnya, dan menatap ke layar tertera nomor Nicole di sana. Dia sempat terdiam sebentar. Dia ingin menolak panggilan itu, tapi dia khawatir membuat Nicole menjadi cemas. Akhirnya, Oliver memutuskan untuk menjawab panggilan telepon itu.“Ya, Nicole?” jawab Oliver berusaha tenang kala panggilan telepon terhubung.“Oliver, kau di mana? Kenapa kau berangkat pagi, tanpa membangunkanku?” ujar Nicole dengan nada sedikit kesal dari seberang sana. “Aku di jalan. Maaf, aku tidak membangunkanmu. Tadi, kau
“Nicole, cake buatanmu enak sekali. Aku akan sering datang ke sini. Eh, tapi aku sedang diet. Lain kali kau memberikanku salad saja, jangan cake. Aku tidak mau gendut. Nanti Marcel berpaling dariku.” Joice berceloteh begitu riang dan gembira di kala mencoba cake buatan Nicole.Saat ini Joice tengah berada di penthouse milik Oliver. Tentu Nicole yang memberikan alamat penthouse-nya pada Joice. Bukan hanya Joice saja, tapi beberapa keluarga Oliver pun sudah Nicole beri tahu alamat penthouse milik Oliver ini.Awalnya, Oliver memang tak memberi tahu tentang alamat penthouse yang ditempati bersama dengan Nicole ini. Pasalnya, dulu hubungan antara mereka sangatlah rumit, itu kenapa Oliver tak ingin memberi tahu tempat tinggalnya dengan Nicole.Akan tetapi, kondisi sekarang sudah berbeda. Semua kekuarga sudah mengetahui hubungan Oliver dan Nicole. Pun restu telah ada di tangan dua insan itu. Hal itu yang membuat Oliver memperbolehkan Nicole jika memberitahukan tempat tinggal mereka pada kelu
“Dominic, kapan kita kembali ke New York? Claire sudah merengek menanyakanmu kapan kau pulang.” Camelia melangkah mendekat pada sang suami, yang tengah duduk di ruang kerja. Dia tak bisa kembali ke New York, karena suaminya belum kembali. Namun, Claire—si bungsu yang paling dekat dengan Dominic—sudah merengek agar ayahnya itu cepat kembali ke New York. Dominic menatap sang istri yang berdiri di hadapannya. “Aku belum bisa kembali ke New York, jika hakim belum memberikan hukuman pada Erica dan Shania. Jika Claire merengek, minta dia ke London. Temui aku di sini.”Camelia duduk di pangkuan sang suami. “Sayang, putri kita sedang sibuk dengan tugas sekolahnya. Belakangan ini tugas sekolahnya sangat banyak. Dia belum bisa meninggalkan New York.”Dominic membelai pipi Camelia dengan lembut. “Kalau begitu, kau berikan pengertian pada Claire untuk memahami kondisi di sini. Aku masih belum bisa meninggalkan London.”Camelia menghela napas dalam dan mengangguk paham. “Baiklah, nanti aku akan m
Nicole menatap cermin dengan raut wajah yang sedikit menunjukkan kegugupan. Hari ini adalah hari yang paling Nicole tunggu-tunggu. Hari di mana persidangan Erica dan Shania. Nicole ingin dua wanita iblis itu mendapatkan hukuman berat atas apa yang telah dilakukan.Akan tetapi, jauh dari dalam lubuk hati Nicole terdalam, dia pun memikirkan perasaan ayahnya. Entah, ayahnya datang atau tidak di persidangan, yang pasti ayahnya itu pasti berat melihat Shania diadili. Sebab, bagaimanapun Shania adalah anak kandung ayahnya.Suara dering ponsel menandakan pesan masuk berbunyi. Refleks, Nicole mengambil ponselnya yang ada di atas meja rias, dan menatap ke layar tertera nomor asing mengirimkan pesan. Raut wajah Nicole berubah.*Hentikan persidangan. Cabut tuntutanmu pada Erica dan Shania. Jika kau tetap nekat meneruskan, maka jangan salahkan kalau keluarga dari kekasihmu akan tersakiti. Jangan egois, Nicole. Kau bukan seorang putri yang harus dilindungi.* Tubuh Nicole membekuk kala membaca pes
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela