Dua minggu berlalu … London, UK. Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa, sudah dua minggu lamanya kejadian yang menimpa Nicole telah terlewati. Saat ini, Nicole dan Oliver telah kembali ke London. Mereka tak mungkin berlama-lama di Madrid. Pun kondisi mental Nicole sudah membaik karena Nicole selalu di kelilingi orang-orang yang memberikannya kehangatan kasih sayang. Bukan hanya kondisi Nicole yang membaik, tapi kondisi Shawn pun sudah berangsur-angsur membaik. Shawn kini berada di London, tetapi Shawn masih mendapatkan perawatan guna memastikan bahwa racun di seluruh tubuhnya sudah hilang.Erica dan Shania tengah berada di penjara. Mereka telah dipindahkan ke penjara London. Meski mereka telah berbuat kejahatan di Madrid, tapi Oliver memperjuangkan Erica dan Shania agar dipenjara di London sesuai dengan kewarganegaraan mereka. Pasalnya, jika berada di London, Oliver bisa mengajukan tuntutan sangat berat pada mereka. Terutama pada Erica yang telah membunuh ibu Nicole, dan pernah
Suara dering ponsel berbunyi, membuat Nicole yang baru saja selesai mandi langsung mengambil ponselnya di atas nakas, dan menatap ke layar tertera nomor Selena di sana. Nicole masih memakai bathrobe dan rambut yang dililit oleh handuk—hendak ingin memakai pakaian lebih dulu, namun itu akan memakan waktu dan pasti membuat Selena menunggu lama.Tanpa pikir panjang, Nicole akhirnya menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan itu.“Hallo, Ma?” jawab Nicole kala panggilan terhubung.“Nicole, apa kabar, Sayang?” tanya Selena dari seberang sana. “Aku baik, Ma. Kau sendiri bagaimana?”“Mama juga baik, Sayang. Oh, ya, di mana Oliver?” “Oliver sedang di ruang kerjanya, Ma.”“Oliver selalu menemanimu, kan?” “Mama tidak usah khawatir. Oliver selalu menemaniku.”“Good. Nicole, kau harus tenang menjelang persidangan nanti. Mama tahu, kau bisa menjawab hakim dengan sangat baik.” “Iya, Ma. Kau tenang saja. Oliver selalu di sisiku. Dia selalu membantuku.” “Nicole, Mama sangat menyayangimu. A
Mobil Oliver melaju dengan kecepatan penuh membelah kota London. Aura wajah kemarahan membuat pria itu menginjak pedal gas kuat. Benaknya terngiang akan ancaman pengacara sialan itu. Rupanya Samson Jesse ingin menekan dan menyudutkannya agar bisa membebaskan dua wanita iblis itu.“Shit!” Oliver memukul stir mobilnya, dan terus meloloskan umpatan kasar. Amarah dalam dirinya seakan membakarnya. Beraninya pengacara sialan itu mengancamnya.Suara dering ponsel berbunyi. Refleks, Oliver mengambil ponselnya, dan menatap ke layar tertera nomor Nicole di sana. Dia sempat terdiam sebentar. Dia ingin menolak panggilan itu, tapi dia khawatir membuat Nicole menjadi cemas. Akhirnya, Oliver memutuskan untuk menjawab panggilan telepon itu.“Ya, Nicole?” jawab Oliver berusaha tenang kala panggilan telepon terhubung.“Oliver, kau di mana? Kenapa kau berangkat pagi, tanpa membangunkanku?” ujar Nicole dengan nada sedikit kesal dari seberang sana. “Aku di jalan. Maaf, aku tidak membangunkanmu. Tadi, kau
“Nicole, cake buatanmu enak sekali. Aku akan sering datang ke sini. Eh, tapi aku sedang diet. Lain kali kau memberikanku salad saja, jangan cake. Aku tidak mau gendut. Nanti Marcel berpaling dariku.” Joice berceloteh begitu riang dan gembira di kala mencoba cake buatan Nicole.Saat ini Joice tengah berada di penthouse milik Oliver. Tentu Nicole yang memberikan alamat penthouse-nya pada Joice. Bukan hanya Joice saja, tapi beberapa keluarga Oliver pun sudah Nicole beri tahu alamat penthouse milik Oliver ini.Awalnya, Oliver memang tak memberi tahu tentang alamat penthouse yang ditempati bersama dengan Nicole ini. Pasalnya, dulu hubungan antara mereka sangatlah rumit, itu kenapa Oliver tak ingin memberi tahu tempat tinggalnya dengan Nicole.Akan tetapi, kondisi sekarang sudah berbeda. Semua kekuarga sudah mengetahui hubungan Oliver dan Nicole. Pun restu telah ada di tangan dua insan itu. Hal itu yang membuat Oliver memperbolehkan Nicole jika memberitahukan tempat tinggal mereka pada kelu
“Dominic, kapan kita kembali ke New York? Claire sudah merengek menanyakanmu kapan kau pulang.” Camelia melangkah mendekat pada sang suami, yang tengah duduk di ruang kerja. Dia tak bisa kembali ke New York, karena suaminya belum kembali. Namun, Claire—si bungsu yang paling dekat dengan Dominic—sudah merengek agar ayahnya itu cepat kembali ke New York. Dominic menatap sang istri yang berdiri di hadapannya. “Aku belum bisa kembali ke New York, jika hakim belum memberikan hukuman pada Erica dan Shania. Jika Claire merengek, minta dia ke London. Temui aku di sini.”Camelia duduk di pangkuan sang suami. “Sayang, putri kita sedang sibuk dengan tugas sekolahnya. Belakangan ini tugas sekolahnya sangat banyak. Dia belum bisa meninggalkan New York.”Dominic membelai pipi Camelia dengan lembut. “Kalau begitu, kau berikan pengertian pada Claire untuk memahami kondisi di sini. Aku masih belum bisa meninggalkan London.”Camelia menghela napas dalam dan mengangguk paham. “Baiklah, nanti aku akan m
Nicole menatap cermin dengan raut wajah yang sedikit menunjukkan kegugupan. Hari ini adalah hari yang paling Nicole tunggu-tunggu. Hari di mana persidangan Erica dan Shania. Nicole ingin dua wanita iblis itu mendapatkan hukuman berat atas apa yang telah dilakukan.Akan tetapi, jauh dari dalam lubuk hati Nicole terdalam, dia pun memikirkan perasaan ayahnya. Entah, ayahnya datang atau tidak di persidangan, yang pasti ayahnya itu pasti berat melihat Shania diadili. Sebab, bagaimanapun Shania adalah anak kandung ayahnya.Suara dering ponsel menandakan pesan masuk berbunyi. Refleks, Nicole mengambil ponselnya yang ada di atas meja rias, dan menatap ke layar tertera nomor asing mengirimkan pesan. Raut wajah Nicole berubah.*Hentikan persidangan. Cabut tuntutanmu pada Erica dan Shania. Jika kau tetap nekat meneruskan, maka jangan salahkan kalau keluarga dari kekasihmu akan tersakiti. Jangan egois, Nicole. Kau bukan seorang putri yang harus dilindungi.* Tubuh Nicole membekuk kala membaca pes
Sang hakim menatap tegas video yang ada di ponsel Oliver. Video di mana menunjukkan bahwa Erica yang menjadi dalang utama pembunuhan ibu Nicole. Belum ada respon apa pun dari sang hakim di kala melihat video tersebut.“Yang Mulia, jika Anda masih kurang bukti, Anda bisa memanggil saksi,” ucap Oliver dengan nada tegas.Sang hakim menatap Oliver. “Siapa saksi yang kau bawa?”“Saat Nicole diculik, Joice Osbert bersama dengannya. Anak buah Erica Tristan, bahkan melakukan kekerasaan sampai membuat Joice mengalami luka di kepalanya. Lalu ada Shawn Geovan, yang juga menjadi saksi kuat tindak kejahatan Erica dan Shania,” jawab Oliver meyakinkan.Sang hakim mengangguk. “Panggil saksi yang kau maksud.”Oliver menggerakan kepala meminta Joice sebagai saksi untuk maju lebih dulu. Tepat di kala Joice sudah maju, jaksa segera mengajukan pertanyaan pada Joice.“Nona Osbert, apa kau bersama dengan Nona Nicole Tristan saat terjadi penculikan?” tanya jaksa pada Joice.“Ya, aku ada di sana. Kami disekap
Bibir Nicole dan bibir Oliver saling melumat bergantian. Ciuman panas itu seakan menyalurkan sebuah energy mengusir lelah dan penat di dalam pikiran mereka. Gelora cinta membakar bercampur dengan hasrat yang membara.“Bibirmu selalu manis,” bisik Oliver seraya membelai bibir ranum Nicole.Nicole tersenyum tersipu malu mendengar ucapan Oliver. Jemarin lentik wanita itu membelai lengan kekar Oliver. Kemeja yang membungkus lengan kekar kekasihnya itu, membuat mata Nicole menatapnya dengan tatapan begitu memuja. Oliver melepaskan dasinya, dan membuka kemejanya. “Aku akan siapkan air hangat untuk kita berendam.” Oliver mengecup hidung mancung Nicole.Nicole mengangguk, tanpa sama sekali menolak. Tentu, dia ingin menikmati moment romantis bersama dengan sang kekasih. Berikutnya, Oliver masuk ke dalam kamar mandi, menyiapkan air hangat untuknya dan Nicole berendam. Saat Oliver sudah mempersiapkan air hangat, Nicole pun masuk ke dalam kamar mandi seraya melucuti dress yang membalut tubuhn