Nicole menatap cermin dengan raut wajah yang sedikit menunjukkan kegugupan. Hari ini adalah hari yang paling Nicole tunggu-tunggu. Hari di mana persidangan Erica dan Shania. Nicole ingin dua wanita iblis itu mendapatkan hukuman berat atas apa yang telah dilakukan.Akan tetapi, jauh dari dalam lubuk hati Nicole terdalam, dia pun memikirkan perasaan ayahnya. Entah, ayahnya datang atau tidak di persidangan, yang pasti ayahnya itu pasti berat melihat Shania diadili. Sebab, bagaimanapun Shania adalah anak kandung ayahnya.Suara dering ponsel menandakan pesan masuk berbunyi. Refleks, Nicole mengambil ponselnya yang ada di atas meja rias, dan menatap ke layar tertera nomor asing mengirimkan pesan. Raut wajah Nicole berubah.*Hentikan persidangan. Cabut tuntutanmu pada Erica dan Shania. Jika kau tetap nekat meneruskan, maka jangan salahkan kalau keluarga dari kekasihmu akan tersakiti. Jangan egois, Nicole. Kau bukan seorang putri yang harus dilindungi.* Tubuh Nicole membekuk kala membaca pes
Sang hakim menatap tegas video yang ada di ponsel Oliver. Video di mana menunjukkan bahwa Erica yang menjadi dalang utama pembunuhan ibu Nicole. Belum ada respon apa pun dari sang hakim di kala melihat video tersebut.“Yang Mulia, jika Anda masih kurang bukti, Anda bisa memanggil saksi,” ucap Oliver dengan nada tegas.Sang hakim menatap Oliver. “Siapa saksi yang kau bawa?”“Saat Nicole diculik, Joice Osbert bersama dengannya. Anak buah Erica Tristan, bahkan melakukan kekerasaan sampai membuat Joice mengalami luka di kepalanya. Lalu ada Shawn Geovan, yang juga menjadi saksi kuat tindak kejahatan Erica dan Shania,” jawab Oliver meyakinkan.Sang hakim mengangguk. “Panggil saksi yang kau maksud.”Oliver menggerakan kepala meminta Joice sebagai saksi untuk maju lebih dulu. Tepat di kala Joice sudah maju, jaksa segera mengajukan pertanyaan pada Joice.“Nona Osbert, apa kau bersama dengan Nona Nicole Tristan saat terjadi penculikan?” tanya jaksa pada Joice.“Ya, aku ada di sana. Kami disekap
Bibir Nicole dan bibir Oliver saling melumat bergantian. Ciuman panas itu seakan menyalurkan sebuah energy mengusir lelah dan penat di dalam pikiran mereka. Gelora cinta membakar bercampur dengan hasrat yang membara.“Bibirmu selalu manis,” bisik Oliver seraya membelai bibir ranum Nicole.Nicole tersenyum tersipu malu mendengar ucapan Oliver. Jemarin lentik wanita itu membelai lengan kekar Oliver. Kemeja yang membungkus lengan kekar kekasihnya itu, membuat mata Nicole menatapnya dengan tatapan begitu memuja. Oliver melepaskan dasinya, dan membuka kemejanya. “Aku akan siapkan air hangat untuk kita berendam.” Oliver mengecup hidung mancung Nicole.Nicole mengangguk, tanpa sama sekali menolak. Tentu, dia ingin menikmati moment romantis bersama dengan sang kekasih. Berikutnya, Oliver masuk ke dalam kamar mandi, menyiapkan air hangat untuknya dan Nicole berendam. Saat Oliver sudah mempersiapkan air hangat, Nicole pun masuk ke dalam kamar mandi seraya melucuti dress yang membalut tubuhn
Oliver membelai pipi Nicole yang ada di dalam pelukannya. Paras wajah cantik kekasihnya itu, membuatnya selalu ingin berlama-lama menatap wajah kekasihnya itu. Mereka berdua tengah dimabuk asmara, menyingkirkan sejenak masalah yang hadir di tengah-tengah mereka.“Oliver, kenapa besok kau harus mengatur waktu untuk kita bertemu dengan para wartawan?” tanya Nicole pelan seraya menatap Oliver.Setelah persidangan memang Oliver langsung mengajak Nicole pulang dan menjauh dari wartawan. Bahkan Oliver sengaja menjauhkan Nicole dari Mayir yang ingin berbicara dengan kekasihnya itu. Bukan tanpa alasan, tapi Oliver ingin membuat hati Nicole jauh lebih tenang.Jika Nicole melihat Mayir, maka yang ada Nicole merasakan sakit luar biasa. Itu kenapa Oliver memutuskan untuk segera mengajak Nicole pulang setelah persidangan Erica dan Shania. Lagi pula, Erica dan Shania telah mendapatkan hukuman yang sangat pantas mereka dapatkan.Oliver menarik dagu Nicole, menatap manik mata kekasihnya itu. “Kita ha
Nicole menatap foto mendiang ibunya yang tampak sangat cantik. Rambut pirang ibunya itu amat indah. Senyuman di wajah Nicole terlukis begitu hangat. Dia merindukan ibunya, bahkan amat sangat merindukan.“Mom, kau pasti di sana bahagia, kan? Seperti aku yang bahagia bersama dengan Oliver,” ucap Nicole dengan mata yang berkaca-kaca. “Mom, aku sangat merindukanmu. Sampai bertemu lagi, Mom. Kelak, kita akan kembali berkumpul.” Nicole membelai foto ibunya lembut. Bulir air mata Nicole pun mulai terjatuh, membasahi pipinya. Oliver masuk ke dalam kamar, mendapati Nicole yang tengah melihat foto mendiang ibunya. Pria itu kini mendekat, dan merengkuh bahu sang kekasih. “Kau mirip sekali dengan ibumu. Sangat cantik.” Dia mengecup bahu Nicole.Nicole tersenyum, dan menatap Oliver. “Benarkah?”“Ya, kau sangat mirip dengan ibumu. Rambut, mata, wajah. Semuanya sangat mirip.” Oliver membelai pipi Nicole. “Ibumu di atas sana pasti sangat bangga melihatmu tumbuh menjadi sosok wanita yang cantik.”Ni
“Nona, wajah Anda terlihat sangat pucat. Apa Anda tidak ingin ke rumah sakit?” tanya Sadie sopan dan lembut seraya menatap Nicole yang duduk di hadapannya. Sore itu, Sadie mendatangi penthouse yang ditempati Nicole dan Oliver. Dia membutuhkan tanda tangan bosnya dalam pekerjaan yang tengah dia urus.Nicole memberikan dokumen yang sudah dia tanda tangani pada Sadie. “Aku hanya lelah, Sadie. Terlalu banyak masalah yang datang sampai membuatku sangat kacau. Aku pikir setelah Erica dan Shania ditangkap, semua persoalanku berakhir, tapi tetap saja pikiranku tidak bisa tenang. Seakan semuanya tak bisa hilang dari pikiranku.”Sadie menerima dokumen tersebut dan melukis senyuman di wajahnya penuh kesopanan. “Nona, wajar jika masih ada beban yang Anda pikirkan. Urusan Anda dengan ayah Anda belum selesai. Apa yang ayah Anda lakukan memang sangat menyakiti Anda, tapi saya sangat yakin Anda sangat mencintai ayah Anda. Sampai kapan pun, darah yang mengalir di tubuh Anda adalah darah Tuan Mayir Tr
Mayir menatap foto Nicole kala putri sulungnya itu berusia 10 tahun, tengah berada di dalam pelukannya dan Alexa. Mendiang wajah Alexa begitu mirip dengan Nicole. Dulu, sebelum Alexa terkena sakit keras, wajah mendiang istrinya begitu cantik. Rambut tebal dan indah serta kulit putih secerah salju.Akan tetapi, sekalipun Alexa memiliki paras yang cantik dan sempurna, tetap saja dirinya tega mengkhianati Alexa. Mayir menyadari dirinya telah merusak kebahagiaannya hanya demi kesenangan semata yang tak kekal abadi.Mungkin, jika dirinya tak pernah mengkhianati Alexa, tidak akan pernah dirinya sampai berada di titik sekarang ini. Mayir bukan hanya melukai Alexa saja, tapi juga melukai perasaan putrinya sendiri. Harusnya dirinya mampu menjaga dan melindungi Nicole dengan baik, tapi kenyataannya dirinya telah gagal menjalankan tugas sebagai seorang ayah.“Tuan,” Curt melangkah masuk ke dalam ruang kerja Mayir.Mayir mengalihkan pandangannya, menatap tegas Curt. “Ada apa?”“Tuan, di depan ada
Asap putih mengudara melebur menjadi satu di atas menutupi awan-awan. Bahkan kondisi langit pun tak terlihat akibat tertutup oleh asap putih tersebut. Nicole yang duduk di sebuah kursi panjang, menatap sungai yang begitu jernih dan bersih. Sungai indah yang seumur hidupnya belum pernah dia temui.Nicole hanyut akan keindahan sungai itu, sampai lupa memikirkan di mana keberadaan dirinya. Aliran sungai sama sekali tak deras. Seakan sungai itu menunjukkan betapa indahnya dia. Pun Nicole tersenyum melihat di sekitarnya tampak seperti taman dengan asap putih yang indah. Layaknya dirinya berada di sebuah negeri dongeng.“Nicole?” Suara lembut memanggil nama Nicole. Refleks, Nicole mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Tampak mata Nicole melebar melihat sosok wanita yang sangat cantik memakai gaun putih menghampirinya dan memberikan senyuman padanya.“Mom?” Nicole bangkit berdiri dan berlari memeluk erat ibunya. “Mom, aku sangat merindukanmu. Sangat merindukanmu, Mom.” Nicole menan
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela