Mobil Oliver melaju dengan kecepatan penuh membelah kota London. Aura wajah kemarahan membuat pria itu menginjak pedal gas kuat. Benaknya terngiang akan ancaman pengacara sialan itu. Rupanya Samson Jesse ingin menekan dan menyudutkannya agar bisa membebaskan dua wanita iblis itu.“Shit!” Oliver memukul stir mobilnya, dan terus meloloskan umpatan kasar. Amarah dalam dirinya seakan membakarnya. Beraninya pengacara sialan itu mengancamnya.Suara dering ponsel berbunyi. Refleks, Oliver mengambil ponselnya, dan menatap ke layar tertera nomor Nicole di sana. Dia sempat terdiam sebentar. Dia ingin menolak panggilan itu, tapi dia khawatir membuat Nicole menjadi cemas. Akhirnya, Oliver memutuskan untuk menjawab panggilan telepon itu.“Ya, Nicole?” jawab Oliver berusaha tenang kala panggilan telepon terhubung.“Oliver, kau di mana? Kenapa kau berangkat pagi, tanpa membangunkanku?” ujar Nicole dengan nada sedikit kesal dari seberang sana. “Aku di jalan. Maaf, aku tidak membangunkanmu. Tadi, kau
“Nicole, cake buatanmu enak sekali. Aku akan sering datang ke sini. Eh, tapi aku sedang diet. Lain kali kau memberikanku salad saja, jangan cake. Aku tidak mau gendut. Nanti Marcel berpaling dariku.” Joice berceloteh begitu riang dan gembira di kala mencoba cake buatan Nicole.Saat ini Joice tengah berada di penthouse milik Oliver. Tentu Nicole yang memberikan alamat penthouse-nya pada Joice. Bukan hanya Joice saja, tapi beberapa keluarga Oliver pun sudah Nicole beri tahu alamat penthouse milik Oliver ini.Awalnya, Oliver memang tak memberi tahu tentang alamat penthouse yang ditempati bersama dengan Nicole ini. Pasalnya, dulu hubungan antara mereka sangatlah rumit, itu kenapa Oliver tak ingin memberi tahu tempat tinggalnya dengan Nicole.Akan tetapi, kondisi sekarang sudah berbeda. Semua kekuarga sudah mengetahui hubungan Oliver dan Nicole. Pun restu telah ada di tangan dua insan itu. Hal itu yang membuat Oliver memperbolehkan Nicole jika memberitahukan tempat tinggal mereka pada kelu
“Dominic, kapan kita kembali ke New York? Claire sudah merengek menanyakanmu kapan kau pulang.” Camelia melangkah mendekat pada sang suami, yang tengah duduk di ruang kerja. Dia tak bisa kembali ke New York, karena suaminya belum kembali. Namun, Claire—si bungsu yang paling dekat dengan Dominic—sudah merengek agar ayahnya itu cepat kembali ke New York. Dominic menatap sang istri yang berdiri di hadapannya. “Aku belum bisa kembali ke New York, jika hakim belum memberikan hukuman pada Erica dan Shania. Jika Claire merengek, minta dia ke London. Temui aku di sini.”Camelia duduk di pangkuan sang suami. “Sayang, putri kita sedang sibuk dengan tugas sekolahnya. Belakangan ini tugas sekolahnya sangat banyak. Dia belum bisa meninggalkan New York.”Dominic membelai pipi Camelia dengan lembut. “Kalau begitu, kau berikan pengertian pada Claire untuk memahami kondisi di sini. Aku masih belum bisa meninggalkan London.”Camelia menghela napas dalam dan mengangguk paham. “Baiklah, nanti aku akan m
Nicole menatap cermin dengan raut wajah yang sedikit menunjukkan kegugupan. Hari ini adalah hari yang paling Nicole tunggu-tunggu. Hari di mana persidangan Erica dan Shania. Nicole ingin dua wanita iblis itu mendapatkan hukuman berat atas apa yang telah dilakukan.Akan tetapi, jauh dari dalam lubuk hati Nicole terdalam, dia pun memikirkan perasaan ayahnya. Entah, ayahnya datang atau tidak di persidangan, yang pasti ayahnya itu pasti berat melihat Shania diadili. Sebab, bagaimanapun Shania adalah anak kandung ayahnya.Suara dering ponsel menandakan pesan masuk berbunyi. Refleks, Nicole mengambil ponselnya yang ada di atas meja rias, dan menatap ke layar tertera nomor asing mengirimkan pesan. Raut wajah Nicole berubah.*Hentikan persidangan. Cabut tuntutanmu pada Erica dan Shania. Jika kau tetap nekat meneruskan, maka jangan salahkan kalau keluarga dari kekasihmu akan tersakiti. Jangan egois, Nicole. Kau bukan seorang putri yang harus dilindungi.* Tubuh Nicole membekuk kala membaca pes
Sang hakim menatap tegas video yang ada di ponsel Oliver. Video di mana menunjukkan bahwa Erica yang menjadi dalang utama pembunuhan ibu Nicole. Belum ada respon apa pun dari sang hakim di kala melihat video tersebut.“Yang Mulia, jika Anda masih kurang bukti, Anda bisa memanggil saksi,” ucap Oliver dengan nada tegas.Sang hakim menatap Oliver. “Siapa saksi yang kau bawa?”“Saat Nicole diculik, Joice Osbert bersama dengannya. Anak buah Erica Tristan, bahkan melakukan kekerasaan sampai membuat Joice mengalami luka di kepalanya. Lalu ada Shawn Geovan, yang juga menjadi saksi kuat tindak kejahatan Erica dan Shania,” jawab Oliver meyakinkan.Sang hakim mengangguk. “Panggil saksi yang kau maksud.”Oliver menggerakan kepala meminta Joice sebagai saksi untuk maju lebih dulu. Tepat di kala Joice sudah maju, jaksa segera mengajukan pertanyaan pada Joice.“Nona Osbert, apa kau bersama dengan Nona Nicole Tristan saat terjadi penculikan?” tanya jaksa pada Joice.“Ya, aku ada di sana. Kami disekap
Bibir Nicole dan bibir Oliver saling melumat bergantian. Ciuman panas itu seakan menyalurkan sebuah energy mengusir lelah dan penat di dalam pikiran mereka. Gelora cinta membakar bercampur dengan hasrat yang membara.“Bibirmu selalu manis,” bisik Oliver seraya membelai bibir ranum Nicole.Nicole tersenyum tersipu malu mendengar ucapan Oliver. Jemarin lentik wanita itu membelai lengan kekar Oliver. Kemeja yang membungkus lengan kekar kekasihnya itu, membuat mata Nicole menatapnya dengan tatapan begitu memuja. Oliver melepaskan dasinya, dan membuka kemejanya. “Aku akan siapkan air hangat untuk kita berendam.” Oliver mengecup hidung mancung Nicole.Nicole mengangguk, tanpa sama sekali menolak. Tentu, dia ingin menikmati moment romantis bersama dengan sang kekasih. Berikutnya, Oliver masuk ke dalam kamar mandi, menyiapkan air hangat untuknya dan Nicole berendam. Saat Oliver sudah mempersiapkan air hangat, Nicole pun masuk ke dalam kamar mandi seraya melucuti dress yang membalut tubuhn
Oliver membelai pipi Nicole yang ada di dalam pelukannya. Paras wajah cantik kekasihnya itu, membuatnya selalu ingin berlama-lama menatap wajah kekasihnya itu. Mereka berdua tengah dimabuk asmara, menyingkirkan sejenak masalah yang hadir di tengah-tengah mereka.“Oliver, kenapa besok kau harus mengatur waktu untuk kita bertemu dengan para wartawan?” tanya Nicole pelan seraya menatap Oliver.Setelah persidangan memang Oliver langsung mengajak Nicole pulang dan menjauh dari wartawan. Bahkan Oliver sengaja menjauhkan Nicole dari Mayir yang ingin berbicara dengan kekasihnya itu. Bukan tanpa alasan, tapi Oliver ingin membuat hati Nicole jauh lebih tenang.Jika Nicole melihat Mayir, maka yang ada Nicole merasakan sakit luar biasa. Itu kenapa Oliver memutuskan untuk segera mengajak Nicole pulang setelah persidangan Erica dan Shania. Lagi pula, Erica dan Shania telah mendapatkan hukuman yang sangat pantas mereka dapatkan.Oliver menarik dagu Nicole, menatap manik mata kekasihnya itu. “Kita ha
Nicole menatap foto mendiang ibunya yang tampak sangat cantik. Rambut pirang ibunya itu amat indah. Senyuman di wajah Nicole terlukis begitu hangat. Dia merindukan ibunya, bahkan amat sangat merindukan.“Mom, kau pasti di sana bahagia, kan? Seperti aku yang bahagia bersama dengan Oliver,” ucap Nicole dengan mata yang berkaca-kaca. “Mom, aku sangat merindukanmu. Sampai bertemu lagi, Mom. Kelak, kita akan kembali berkumpul.” Nicole membelai foto ibunya lembut. Bulir air mata Nicole pun mulai terjatuh, membasahi pipinya. Oliver masuk ke dalam kamar, mendapati Nicole yang tengah melihat foto mendiang ibunya. Pria itu kini mendekat, dan merengkuh bahu sang kekasih. “Kau mirip sekali dengan ibumu. Sangat cantik.” Dia mengecup bahu Nicole.Nicole tersenyum, dan menatap Oliver. “Benarkah?”“Ya, kau sangat mirip dengan ibumu. Rambut, mata, wajah. Semuanya sangat mirip.” Oliver membelai pipi Nicole. “Ibumu di atas sana pasti sangat bangga melihatmu tumbuh menjadi sosok wanita yang cantik.”Ni