Sesuai perintah Celine, pihak yang berperan sebagai perusahaan asing menerima ajakan CEO dari perusahaan MY untuk bertemu. Celine sudah bisa membaca rencana yang kemungkinan akan dilakukan sang suami kali ini. Dia tidak bodoh, dan dia tidak secerobph suaminya. Celine selalu memikirkan segalanya dengan matang. Berbanding terbalik dengan Sean yang selalu mengutamakan tindakan daripada pikiran. Bagi putra kedua keluarga Mayer, peluang dan kesempatan tidak datang dua kali. Karena itulah, dia selalu bergerak cepat untuk mengambil kesempatan tersebut. Dan terbukti bahwa kesabaran dan kecerdikan Celine bisa mengalahkan kecerobohan suaminya."Sean! Apa kamu baru pulang?" tanya sang mama ketika melihat putra keduanya terburu-buru masuk ke dalam rumah.Sean pun berhenti. Dia menghadap ke arah sang mama yang sedang membawa secangkir kopi dari arah dapur."Sean sangat sibuk sekali di kantor, Ma. Sekarang juga Sean harus segera kembali ke kantor. Ada pertemuan penting yang harus Sean hadiri," jaw
"Tidak. Aku pastikan itu tidak akan terjadi," tutur Sean meyakinkan Raisa yang sedang berbicara di telpon dengannya.'Kenapa kamu bisa begitu yakin?' tanya Raisa menyelidik."Karena aku mengatakan pada mereka jika kamu adalah sekretarisku. Jadi, tidak mungkin mereka berani melecehkan kamu," jelas Sean dengan sangat yakin.'Tapi bukan seperti ini perjanjian ki--""Aku terburu-buru. Lakukan sebaik mungkin. Dan ingat, kamu harus berhasil meyakinkan mereka dan mintalah tanda tangan mereka. Semoga berhasil. Aku akan memberikan banyak bonus untukmu."Setelah mengatakan hal itu, Sean mengakhiri panggilan telponnya, dan mematikan ponselnya, agar Raisa tidak bisa menghubunginya kembali. "Semoga berhasil. Berjuanglah untukku agar aku bisa memaafkan mu," gumamnya sembari meletakkan ponsel di atas meja.Ketika akan masuk ke dalam kamar mandi, Sean menoleh kembali ke arah ponselnya. Dia merasa tidak tega meninggalkan ponselnya sendirian di sana. Kesalahannya membuat hatinya tidak tenang. Dia takut
Seorang wanita cantik memakai mini dress ketat tanpa lengan berwarna merah, terlihat kontras dengan kulitnya yang putih. Dengan make up yang sempurna, dan gincu berwarna merah yang menjadi andalannya, dia berjalan dengan sangat percaya diri memasuki hotel bintang lima yang sangat mewah dan berkelas. Wanita seksi itu, duduk di lobi untuk menunggu seseorang yang sudah mempunyai janji dengannya.Tiba-tiba terdengar suara dering telpon dari dalam tas branded limited edition yang baru semalam didapatkannya dari sang kekasih. "Halo. Sayang, kamu di mana? Aku sudah menunggumu di lobi. Cepatlah. Aku sudah tidak sabar untuk menemui mu," sapanya dengan riang pada si penelpon.Dengan refleknya dia beranjak dari duduknya, dan berkata,"Apa? Kenapa? Pekerjaan penting apa yang harus kamu kerjakan sekarang? Bukankah proyek ini sangat penting untukmu dan perusahaan?"Mendengar alasan dari sang kekasih yang tidak dapat menemuinya, seketika dia kesal dan mengepalkan tangan kirinya untuk menahan amarah
Seketika tubuh Raisa menegang. Apa yang dilakukan pria tersebut, kauh dari prediksinya, sehingga tidak ada dalam rencana hang dibuatnya bersama dengan Sean.Namun, Raisa bukan pemain baru dalam bidang ini. Bisa dibilang dia sudah profesional, karena jam terbangnya yang tinggi.Sebisa mungkin Raisa menutupi kegugupan dan ketakutannya. Dia tersenyum manja, dan mencoba mengeluarkan beberapa rayuannya. Tangannya melingkar pada leher sang pria, dan menatap intens manik matanya."Sebaiknya kita membahas tentang ini dulu," tukas Raisa seraya memperlihatkan map yang dibawanya.Pria asing itu menyeringai. Tangannya mengusap lembut pipi sang wanita, seraya berkata,"Katakan padaku, kenapa aku harus membacanya?""Karena aku datang untuk ini," jawab Raisa dengan entengnya, seraya mengedipkan sebelah matanya.Pria asing tersebut tertawa, dan berkata di sela tawanya,"Aku kurang suka makanan pembuka. Aku ingin menyantap makanan utamanya saja."'Gawat. Aku harus bisa memaksanya,' batin Raisa mengelu
Seketika Raisa tercengang mendapati tubuhnya dalam gendongan sang pria. Gerakan pria asing tersebut sangat cepat, sehingga membuat Raisa kagum padanya. 'Tidak ada pria yang semenarik dia. Haruskah aku memilikinya?' batin Raisa seraya menatap wajah sang pria yang sedang menggendongnya.Hanyut dalam pesona sang pria tersebut, Raisa baru tersadar jika kini posisinya berada dalam kungkungannya. 'Meskipun dia sedikit berumur, tapi dia sangat kuat dan kaya raya. Bahkan tubuhnya terlihat bugar dan atletis,' batinnya menilai sang pria."Sebelum kita mulai, sepertinya kita harus merayakannya terlebih dahulu," ucap sang pria seraya bergerak menjauhi tubuh Raisa.'Apa ini kesempatanku untuk membuatnya menandatangani proyek kerja sama itu? Aku harus sedikit merayunya, dan menyuruhnya untuk menandatanganinya,' batinnya kembali.Pria berumur yang masih tampan itu, membawa dua gelas minuman berwarna merah, sambil tersenyum menghampiri Raisa."Kita rayakan dengan minuman ini," ujar sang pria seraya
"Tidak. Tidak ada apa-apa," jawab Sean sembari tersenyum, menutupi kegelisahan hatinya.Bagaimana tidak gelisah? Sudah hampir sore hari, dan dia belum juga mendapatkan kabar dari Raisa. Sudah beberapa jam yang lalu ponselnya kembali diaktifkan, untuk menunggu kabar darinya. Sayangnya, hingga detik ini tidak ada satu pun pesan yang masuk dari wanita selingkuhannya.'Apa yang sedang kamu lakukan, Raisa? Kenapa kamu tidak mengabari ku? Apakah rencana kita berhasil? Atau, tidak, tidak mungkin dia mengkhianati ku. Dia sangat membutuhkan uang untuk biaya perawatan rumah sakit mereka. Lalu, kenapa dia belum juga mengabari ku? Apa mungkin dia lupa?' tanyanya dalam hati yang membuatnya tidak tenang.Celine hanya memperhatikan gerak-gerik suaminya. Dia berekpresi biasa saja, tapi dalam hatinya bersorak kegirangan setelah satu jam yang lalu mendapatkan kabar tentang keberhasilan mereka menaklukan Raisa. Bahkan Celine menerima amplop yang dititipkan oleh Mr. brandon pada sopirnya. Jujur saja, di
"Hanya demam biasa karena tumbuh gigi. Saya akan memberikan resep obat untuk penurun demam dan nyerinya. Semoga tidurnya bisa nyenyak setelah meminum obatnya," ucap sang dokter setelah memeriksa kondisi sang bayi penerus dari keluarga Mayer dan keluarga Federick.Seketika Celine bernafas lega mendengar penjelasan dari dokter yang memeriksa bayinya. Begitu pula dengan Dave dan mamanya. Mereka berdua tersenyum lega mendengar sang bayi dalam keadaan baik-baik saja.Hanya beberapa saat saja mereka pun kembali ke rumah dengan kondisi sang bayi yang sedang tertidur dalam gendongan mamanya."Ke mana Sean? Kenapa dia tidak ikut ke rumah sakit untuk memeriksakan anaknya?" tanya sang mama ketika sudah berada di dalam rumah, dan tidak menemukan putra keduanya di sana."Apa mungkin dia menyusul dan salah rumah sakit, Ma?" tanya Dave yang berada di belakang mamanya.Celine mendengar percakapan ibu dan anak itu. Hanya saja dia berpura-pura tidak mendengarnya, dan terus berjalan menuju kamarnya deng
Seorang perawat terlihat sedang sibuk dengan telpon yang digunakannya. Tidak ada sepatah kata pun yang diucapkannya, hanya tangannya saja yang bergerak dengan cepat menekan tombol telpon berkali-kali. "Bagaimana?!" seru seorang dokter yang sedang berusaha menenangkan tangis seorang bayi dalam gendongannya.Perawat tersebut menoleh ke arah sang dokter, dan menggelengkan kepalanya, seraya memperlihatkan ekspresi wajah kecewanya."Bagaimana ini? Kita sudah mencoba berbagai macam cara, tapi bayi ini sepertinya menolak.""Mungkin dia ingin bertemu dengan ibunya. Sudah dua hari ini dia tidak datang menemuinya.""Bukankah ibu bayi ini juga dirawat di rumah sakit ini? Kenapa tidak mencari di kamarnya saja?"Sang dokter menghela nafasnya. Dia menatap iba pada bayi mungil yang ada dalam gendongannya, dan berkata,"Dua hari yang lalu dia telah diijinkan pulang, tapi tidak bisa membayar semua biaya rumah sakitnya. Akhirnya dia hanya membayar lima puluh persen dari biaya perawatannya, dan sisanya
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in