Kediaman Selir Chu, Paviliun Wuyan
Wang Yang melangkah gontai menuju Paviliun Wuyan. Keputusan raja adalah titah, melawan titah artinya memberontak. Kalimat itu yang terus berdengung di telinganya sejak melangkah keluar dari Aula Huanyang. Bukan karena titah raja yang mengirimnya ke perbatasan dengan dalih menuntut ilmu pedang dan siasat perang, tapi jauh dari ibu dan adiknya untuk waktu yang tidak bisa ditentukan yang membuatnya gelisah
“Yang Mulia, awas!” Huazhi melesat cepat di antara Wang Yang dan tiang penyangga atap.
Dug.
“Ahh!” rintih Wang Yang kesakitan.
“Huazhi bersalah, Yang Mulia!” Zhou Huazhi segera berlutut meminta maaf.
“Bangunlah,” sahut Wang Yang mengelus kepalanya yang terbentur kepala Huazhi sambil mendesis.
“Apa yang membuat Yang Mulia melamun?” tanya Huazhi, melakukan gerakan yang sama, mengelus kepala.
“Aku sedang memikirkan cara yang tepat untuk memberitahukan keberangkatanku pada Ibu dan A-Yin. Mereka pasti akan sedih.”
Huazhi hanya diam. Dia tahu pasti, titah raja kali ini memberatkan junjungannya.
“Pangeran Wang Yang!” seru penjaga pintu.
Wang Yang bergegas masuk, tapi tak segera menemui ibunya, melainkan berdiri termenung mengamati bahu rapuh yang naik turun karena tangis. Song Lin sedang duduk di tepi ranjang menggenggam tangan adik kandungnya, Wang Yin.
“Ibu, ada apa dengannya?” Yang’er panik menghampiri ibunya, memberikan sentuhan lembut di bahu rapuh itu.
“A-Yin batuk darah lagi. Kali ini lama sekali baru berhenti, Ibu tidak sanggup melihatnya kesakitan. Tolong adikmu, Yang’er.” Song Lin berdiri, memeluk erat pria muda tempatnya bersandar dan berkeluh kesah.
“Ibu, jangan menangis lagi. Aku akan memanggil tabib kerajaan. Dia pasti bisa menyembuhkan A-Yin.” Yang’er berpaling ke samping. “Huazhi, panggilkan tabib dan sampaikan pada Ayahanda bahwa Pangeran Wang Yin jatuh sakit.”
Tanpa berkata-kata lagi, Huazhi mengangguk memberi hormat dan bergegas pergi.
“Ibu, duduklah. Tenangkan dirimu, ada aku di sini.” Penuh sayang, Wang Yang mengusap punggung ibunya.
Song Lin mengibaskan tangan kanannya, memberi isyarat pada semua dayangnya untuk keluar. Ia merapatkan diri pada Yang’er dan berbisik, “A-Yin tidak apa-apa. Kami melakukannya agar Baginda membatalkan titahnya untuk mengirimmu pergi jauh dari kami,” aku Song Lin akhirnya, tak tega melihat raut khawatir di wajah tampan Wang Yang.
Pemuda itu mengernyit, mencoba memahami perkataan ibunya. Namun, sejurus kemudian tersentak kaget karena A-Yin sudah duduk dan tersenyum ke arahnya.
“Kalian?”
“Maaf, Kak. Aku yang mengusulkan hal ini. Aku tidak sengaja mendengar para pejabat yang sedang lewat membahas tentang rapat pagi. Apa benar, ayah ingin mengirimmu ke perbatasan dan belajar di sana?”
Pletak.
Wang Yang menyentil dahi adiknya sedikit keras, membuat remaja itu meringis kesakitan. “Jangan pernah lagi melakukan hal seperti ini!” tegurnya kesal. “Kau membuatku hampir mati karena takut.”
“Ibu hanya ingin bicara bertiga dengan kalian. Ada hal yang harus kalian dengar langsung dariku.” Song Lin menarik lengan Yang’er agar ikut duduk di tepi ranjang.
“Ibu tidak pernah mengajarkan pada kalian untuk berebut kekuasaan, berebut tahta dengan saudaramu, bahkan saling menyakiti. Tapi kalian harus tetap waspada dan pandai melindungi diri agar selamat dan hidup demi Dinasti Wang terus ada.”
“Kenapa berkata begitu? Apa Ibu curiga tentang sesuatu?”
“Yang’er, Ibu hanya takut kamu celaka saat berada di perbatasan. Kanselir dan Ratu tidak akan diam begitu saja. Kalian ingat tentang Selir Gao yang meninggal bersama dengan bayi dalam kandungannya?”
Kedua putra raja itu mengangguk serempak.
“Ibu mendengar dari dayang yang dulu melayani Selir Su, dia tidak sengaja mendengar hasil penyelidikan petugas pengadilan yang mengatakan bahwa ada racun pada sisa makanan Selir Gao. Mengakibatkan dia mengalami serangan jantung dan meninggal.”
Dua pasang mata di depan Song Lin melebar bersamaan.
“Apa Ayah tahu tentang ini?”
Song Lin segera menempelkan telunjuknya pada bibir Yang’er. “Sst, pelankan suaramu. Itu sudah lama berlalu, tidak akan ada yang mengingatnya. Tapi, Ibu harap, kalian lebih berhati-hati saat berada jauh dari istana, terutama kau.” Song Lin mengelus lembut dada putranya.
“Siap tidak siap, raja akan segera mengumumkan siapa yang akan dinobatkan menjadi putra mahkota. Bahkan, para pejabat istana sudah membentuk dua kubu, pendukungmu dan pendukung Wang Su.” Wajah cantik yang mulai dimakan usia itu mengkerut karena cemas.
“Ibu jangan khawatir. Aku akan jaga diri baik-baik.” Yang’er meremas tangan ibunya dengan lembut.
“Baginda Raja Wang Li!”
“Cepat rebahkan tubuhmu!” Yang’er mendorong tubuh adiknya dan menarik selimut menutupinya.
“Lin’er, apa yang terjadi padanya? Segera panggilkan tabib!” seru raja Wang Li panik.
Pria paruh baya itu duduk di tepi ranjang dan mengulurkan tangannya menyentuh dahi putra terkecilnya. “Dia tidak demam, apa yang terjadi padanya?”
“Baginda, A-Yin baru saja meminum ramuan yang tabib bawakan. Dia sempat batuk darah dan lemas tadi, dia baru saja beristirahat.” Song Lin mengelus perlahan lengan pria yang begitu ia cintai.
“Syukurlah, jangan segan mengabariku kalau terjadi sesuatu pada putra kita.” Wang Li berdiri, memeluk bahu kekasih hatinya itu dan menatapnya lama. “Maafkan aku, beberapa hari ini tidak datang mengunjungimu. Banyak masalah yang harus segera aku selesaikan.”
Song Lin mengangguk mengerti. Tangannya menyentuh dada Wang Li yang masih terasa kokoh dengan lembut. “Suamiku, aku sangat bersyukur menjadi rakyatmu. Memiliki raja yang adil dan bertanggungjawab atas nasib rakyatnya.”
“Ya, tapi kalian harus menderita karena jarang bertemu denganku.”
“Tidak masalah. Dahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi.” Song Lin tersenyum penuh pengertian saat mengulang kalimat yang selalu Wang Li ucapkan.
Seketika Wang Yang berlutut di tempatnya berdiri. “Ayah, maafkan keegoisan Yang’er. Yang’er sudah mengecewakan Ayahanda di depan pejabat istana. Yang’er pantas dihukum,” sesalnya.
Wang Li berbalik dan menyentuh bahu Yang’er. “Bangunlah. Ada hal yang harus aku katakan langsung padamu. Alasan di balik titahku mengirimmu ke perbatasan adalah untuk menyelidiki tuduhan penggelapan dana pajak yang Li Daehan dan putranya lakukan.”
“Ayah, itu tuduhan yang tidak mungkin.” Wang Yang bangkit berdiri dengan cepat.
“Maka dari itu, Ayah mengirimmu untuk menyelidikinya dan membuktikan bahwa Li Daehan kesayanganmu tidak bersalah.”
Li Daehan adalah orang pertama yang mengajarkan Wang Yang cara memegang pedang, menunggang kuda dan menggunakan busur panah. Ketika mendiang kakeknya masih menjadi raja, Li Daehan adalah panglima perang Kerajaan Yongjin. Bahkan ia dan Li Deyun—putra sulung Daehan, sempat belajar sastra bersama.
“Baiklah, Yang’er mengerti sekarang. Tapi, mohon Ayah mengabulkan permintaan Yang’er.”
“Katakan.” Wang Li menatap serius pada putranya.
“Yang’er ingin menyamar menjadi putra keluarga bangsawan, bukan Pangeran Dinasti Wang agar lebih mudah membaur dan melakukan penyelidikan.”
“Hmm, baiklah. Aku akan sampaikan pada Tuan Li.”
“Terima kasih, Ayahanda.”
*****
Kediaman Wang Su, Istana TimurRatu Qi selalu saja kesal bila berkunjung ke Istana Timur. Kediaman putra sulungnya itu tak pernah lepas dari aroma arak putih dan pemandangan calon putra mahkota sedang ditemani minu oleh salah satu selir kerajaan. Dengan sekali kibasan lengan hanfu mewahnya, wanita cantik yang sedang memangku kepala Wang Su segera undur diri.“Putraku, ubahlah ritme keseharianmu. Jangan hanya pergi bermain ke Paviliun Qinghe. Sudah saatnya kamu belajar serius tentang pemerintahan. Kamu adalah calon Putra Mahkota, tidak pantas terlalu sering berdiam di antara harem.”“Ah, Ibu. Seorang raja tidak bisa dipisahkan dengan harem. Dinasti ini tidak akan berkembang pesat dan menjadi kuat kalau rajanya tidak memiliki keturunan. Bukan begitu?”“Itu tidak salah, tapi tidak melulu yang kau pikirkan seputar urusan bawah perutmu.” Lan Suying melemparkan saputangan selir tadi yang tertinggal ke sembarang tempat. &ldquo
Halaman Kuil BailongDi hari keberangkatannya, Wang Yang mengunjungi Kuil Bailong untuk memohon perlindungan dan keselamatan, bukan bagi dirinya tetapi bagi ibu dan adiknya. Besar harapannya, langit akan berbelas kasihan padanya dan mengabulkan permohonannya. Di istana yang luas ini, tidak ada yang berani menyentuh ibu dan adiknya, kecuali Ratu Qi.Keluar dari kuil, Wang Yang mengedarkan pandangannya sejenak ke sekitar kuil. Daun pohon mapel mulai berguguran, membuat beberapa biksu sibuk menyapu halaman. Di halaman ini, ia dan Wang Yin sering bermain sembari menunggu ibunya selesai sembahyang. Persis seperti yang dia ingat, kicauan burung, embusan angin sepoi dan daun yang jatuh perlahan.“Kakak!”Wang Yang menoleh ke belakang. Wang Mu Lan—adik beda ibu, sedang berjalan ke arahnya.“Aku kira kamu sudah meninggalkan istana.” Mu Lan menghambur memeluk Wang Yang dengan manja.Wang Yang tersenyum membalas pelukan ad
Kemah Pasukan Taichan, Kota JingzhouKamp pasukan Taichan di perbatasan kota Jingzhou sedang sibuk berbenah dan mempersiapkan kunjungan Menteri Militer, yang tak lain adalah ayah dari Jenderal Besar Li Deyun. Penghuni tenda berwarna ungu dengan tulisan berwarna emas itu lalu lalang mengerjakan tugasnya masing-masing.“Cepat benahi semua pagar pembatas yang rusak karena badai semalam. Juga bereskan arena latihan. Simpan semua senjata dan pastikan dalam keadaan bersih!” Deyun melontarkan banyak perintah sekaligus.“Baik, Jenderal!”“Ji Mong, katakan pada Zening tentang kedatangan Menteri Militer. Peringatkan dia untuk tetap berada di tendanya,” imbuh Deyun dengan raut panik.“Baik, Jenderal!”Deyun duduk di balik meja kerjanya, melanjutkan mempelajari peta kota Wu. Kabar terbaru dari mata-mata yang disebarnya, pemimpin kota Wu sedang merencanakan sebuah pemberontakan. Jumlah tentaranya tidak kala
Kediaman Kanselir Zhao, Paviliun JianshanZhao Ming Lan sedang menyulam sebuah sapu tangan di taman belakang rumah ditemani pelayan setianya. Ketika ayahnya menghampiri dengan langkah lebar dan wajah berbinar, Ming Lan mengerutkan dahinya sambil bangkit berdiri.“Ada hal penting apa yang terjadi di istana hingga membuat wajah tuanya terlihat segar?” gumam Ming Lan.“Ming’er, Ming’er!”“Apa yang terjadi, Yah? Berjalan begitu cepat seperti dikejar hantu.”Ziliang menarik lengan Ming Lan agar ikut duduk di bangku. “Ayah baru saja kembali dari Istana Barat menemui Ratu Qi. Dia meminta ayah mencarikan calon istri untuk pangeran Wang Su dan pada akhirnya meminta Ayah untuk mengirimmu masuk istana untuk mengikuti pelajaran Etika Istana.”“Hahh?” Ming Lan tersentak. “Menikahi siapa? Wang Su?”“Ya. Dengan begitu, jalanmu menjadi permaisuri akan semakin te
Tak terasa sudah enam bulan Xiaoyang tinggal di perbatasan. Karena kecerdasan dan ketekunannya, kemampuannya bermain pedang dan memanah meningkat pesat. Deyun bahkan tidak ragu mempromosikannya naik tingkat.“APA?! Apa tidak terlalu cepat memindahkanya ke pasukan inti, Kak? Belum genap enam bulan dia di sini!” protes Zening tak terima.Butuh waktu satu tahun lebih bagi Zening untuk berhasil diterima sebagai pasukan inti di bawah pimpinan Han Xiu. Sekarang, Xiaoyang yang kalah dalam tiga gerakan olehnya, bisa diterima hanya dalam waktu enam bulan. Kenyataan yang mengoyak kebanggaannya.“Bukan aku yang memutuskan. Kau tahu sendiri bahwa Han Xiu tidak pernah ceroboh dalam memutuskan anggota pasukannya. Dia yang menguji Xiaoyang sendiri.”“Aku akan pergi mencari Han Xiu.”“Aku di sini.” Han Xiu muncul dari balik tirai, berjalan mendekat.“A-Xiu, benar yang Kak Deyun katakan? Pria manja itu su
Kediaman Raja Wang Li, Istana Barat“Ayah.” Wang Yang berlutut memberi hormat yang dibalas lambaian tangan Wang Li, meminta Wang Yang mendekat.“Yang’er,” sapa Wang Li lirih.Pria tampan penuh wibawa itu terbaring lemah di ranjang besar berlapis emas. Wajahnya kurus, ada rona biru kehitaman di bawah mata dan bibirnya yang kering.“Ayah, maafkan putramu yang tidak berbakti. Yang’er tidak mendengar kabar apapun tentang kalian. Beruntung Ibu mengirim surat meminta Yang’er kembali, jadi Yang’er bisa datang mengunjungi Ayah.”Wang Li meremas jemari tangan anaknya dalam genggaman. “Tidak apa-apa. Aku yang mengirimmu untuk pergi ke perbatasan. Aku merindukanmu, tetapi tidak ingin mengganggumu belajar.”Kasim raja masuk membawa cawan dalam nampan. “Baginda, waktunya minum obat,” ucap kasim bertubuh subur itu seraya membungkuk.“Sini, biar aku yang memban
Ru Feng mengangkat dua kaki depannya tinggi-tinggi ketika anak panah menembus paha kanannya. Xiaoyang meraih pinggang Zening yang tercengang di bawah kaki Ru Feng.“AWAS!”Brug.Xiaoyang jatuh ke tanah dengan keras bersama Zening di atas tubuhnya.Drap. Drap. Drap.Ru Feng berlari tanpa tujuan, kebingungan dengan rasa sakit di tubuhnya. Tanpa menghiraukan Xiaoyang yang meringis kesakitan, Zening berlari mengejar kudanya sambil terus berteriak memanggilnya.“Ru Feng! Ru Feng! Kembali!”Xiaoyang duduk sambil membersihkan debu di bajunya dengan mata terus mengawasi Zening yang makin menjauh. Tiba-tiba, ekor matanya menangkap pergerakan di antara pohon bambu.Sret. Sret. Sret.Gerakan mereka sangat cepat. Delapan orang berpakaian serba hitam dan menggunakan topi bercadar mengepung Xiaoyang, setiap mereka memegang pedang yang terhunus dan mengkilap.Xiaoyang segera berdiri dan meraih pedangnya.
“Bagaimana bisa terjadi hal seperti ini, Ning’er? Aku mengirimmu pergi bersamanya untuk menjaganya, kenapa dia bisa terluka?” tanya Deyun dengan tak sabar. “Maafkan aku, Kak. Aku tahu aku salah, tapi ini tidak sepenuhnya kesalahanku. Mereka melukai Ru Feng, lagi pula selama ini kita biasa berkuda melewati hutan bambu ribuan kali dan tidak pernah terjadi hal seperti ini,” kilah Zening membela diri. “Karena yang kau kawal bukan orang biasa,” sahut Deyun singkat sebelum berbalik dan masuk ke dalam kemah Xiaoyang. “Bagaimana kondisinya sekarang?” tanya Deyun pada tabib kepercayaannya. “Beruntung dia sudah mendapatkan pengobatan yang tepat sebelum dibawa kembali. Nyawanya sudah terselamatkan, hanya tinggal menunggu racunnya keluar bersama darah dan dia akan kembali pulih. Staminanya sangat bagus untuk ukuran seorang pria.” “Terima kasih, Tabib. Aku berhutang nyawa padamu.” Deyun mengangkat kedua tangannya dan memberi hormat. “Sudahlah, Jend
“Aku akan memanggilmu lagi saat membutuhkan,” ucapnya masih membelakangi Weqing.“Ya, dengan senang hati, Yang Mulia.”Lan Weqing mengenakan kembali baju seragamnya dengan hati berbunga. Penantian panjang dan tindakan-tindakan yang diambilnya untuk mendapatkan Mu Lan, berujung kebahagiaan. Senyumnya terus mengembang.“Jenderal,” panggil Mu Lan membuat Weqing berbalik cepat menghadapnya.“Ya, Yang Mulia.”Mu Lan mendekat dengan langkah gemulai. Tangannya mendarat lembut di bahu Weqing. Ujung jari telunjuk kanannya bergerak turun dengan gerakan memutar menyusuri dada Weqing, membuat pria itu menggelinjang girang.“Y-yang Mulia, secepat ini?” tanya Weqing panik sekaligus senang.“Bawa laporan keuangan seluruh kementerian yang bisa kau dapatkan, saat kau datang mengunjungiku lain hari.” Mu Lan menjulurkan lidahnya menyapu rahang Weqing hingga tubuh pria itu bergetar.“K-kapan?” tanya Weqing menggeram menahan hasratnya yang kembali meronta.“Kapanpun kau siap, Jenderal,” desah Mu Lan di wa
Secepat kilat, Zening mendongak tidak percaya. “Kak, kaukah itu?”Wang Yang dan Ru Lan menyingkir menjauhi ranjang, memberi ruang untuk Deyun dan Zening.Alih-alih memeluk adiknya seperti keinginannya tadi, Deyun berlutut dan mengangkat kedua tangannya memberi hormat. “Li Deyun, menghadap Yang Mulia Permaisuri!”“Kak!” pekik Zening lega. “Mereka melepaskanmu?” tanyanya seraya menangkup wajah Deyun yang terlihat tirus dan lelah. “Apa mereka juga menyiksamu?”Li Deyun menggeleng dengan senyum samar menghiasi bibirnya. “Mereka tidak akan berani menyiksa kakak permaisuri,” godanya pada Zening. “Aku menyelinap keluar untuk mengucapkan selamat atas pernikahan dan penobatanmu menjadi permaisuri. Aku harap, kau tidak mengecewakan kami, Rakyatmu.”Dug.Zening meninju perut Deyun kuat-kuat. “Kau berkata begini saat aku khawatir tentangmu? Sungguh keterlaluan!&rdq
“Kak Yang, aku ….” “Tarik napasmu. Nikmati semuanya.” Wang Yang mulai bergerak cepat. “Ya, begitu ….” Zening merasakan sensasi aneh yang terjadi padanya. Seolah tenaganya terisi penuh setelah lama kering dan kosong. Seluruh otot dan sendinya yang layu, kembali merekah dengan cepat. “Ah, Kak. Aku akan meledak,” bisik Zening sambil terengah mengimbangi gerakan Wang Yang. Wang Yang berhenti dan menatap Zening. “Ini hadiah pernikahanku untukmu. Aku kembalikan semuanya padamu.” Wang Yang mengakhiri kalimatnya dengan sebuah ciuman panjang hingga Zening tertidur pulas. Beberapa lamanya, Wang Yang hanya menatap wajah cantik Zening yang lelap seperti bayi kenyang menyusu. Ibu jarinya mengusap bibir bengkak Zening akibat ulahnya. Tek tek tek. Sebuah ketukan di pintu kamar menarik Wang Yang dari gulungan hasrat yang membungkusnya. Tangannya cekatan menarik selimut menutupi tubuh polos Zening, lalu menarik tirai ranjang hingga menutup semp
Trang!Anak panah lain yang melesat cepat dari busur Hanxiu, menabrak anak panah yang nyaris menancap di dada Zening.“Ada penyusup! Ada penyusup!”Entah dari mana asal teriakan itu, seketika semua yang hadir bercerai-berai. Suasana halaman istana menjadi gaduh dan tidak terkendali karena teriakan itu. Setiap orang berlari saling tabrak menyelamatkan diri.“Yang Mulia, sebaiknya kita juga kembali ke istana. Situasinya sulit untuk dikendalikan,” usul Huazhi dengan mata waspada mengawasi udara sekitarnya.“Ayo!” Wang Yang mengulurkan tangannya membawa Zening di bawah perlindungannya. “Ning’er,” tegurnya kala menyadari Zening sedang sibuk mencari sosok yang berhasil menghalau anak panah untuknya.“Yang Mulia, siapa yang menghalau anak panah tadi?” tanya Zening penasaran dengan mata masih mengedar ke sekitar.“Huazhi akan menyelidikinya. Ayo, kita segera kembali ke is
“Yang Mulia, apa Anda tidak enak badan?” cemas Yuru.“Tidak. Aku merasa kondisiku hari ini adalah yang terbaik dari semua hari sejak aku melangkahkan kaki memasuki istana. Kenapa?” Zening memutar tubuhnya seraya merentangkan gaun sutra paduan warna emas dan merah.“T-tidak.” Yuru menggeleng takut-takut.Akhirnya, Zening tak kuasa menahan tawanya melihat wajah Yuru begitu tertekan akibat perubahan sikapnya, membuat dayang muda itu semakin kebingungan.“Ayo, pasang lagi yang perlu kau pasang.” Zening merentangkan tangannya, bersiap menerima perlakuan selanjutnya.“Sabuk!” pekik Yuru seraya menepuk dahinya.Ketika Yuru setengah membungkuk merapatkan diri memasang sabuk, Zening menundukkan kepalanya sedikit dan berbisik, “Setelah ini, pergilah ke penjara. Temui kakakku dan peringatkan dia untuk tetap waspada.”Yuru mematung, tidak merespon.“Pst! Kau deng
Mata Mu Lan melebar. “M-maksudmu kau mengelabuinya?!”“Tidak sepenuhnya. Hanya membuatnya tidak mewaspadaiku.” Wang Yoo berjalan meninggalkan aula.“Aku tidak mengerti jalan pikirannya,” gumam Mu Lan.“Wang Yoo adalah pemuda yang pintar. Isi pikirannya sulit ditebak. Sebaiknya, kita tetap waspada.” Ziliang mengibaskan lengan hanfunya dan berjalan keluar.“Cih! Tidak ada yang benar-benar bertindak demi kepentinganku.” Mu Lan mendesah kesal. “Baiklah, karena kalian hanya memikirkan kepentingan kalian sendiri, maka aku juga akan berlaku yang sama.” Mu Lan memandangi token Rajawali Emas di tangannya dan mulai memikirkan hal apa yang bisa dia buat melalui token kayu itu.“Selir pun tidak masalah asalkan bisa memilikimu dan menyingkirkan lainnya,” gumam Mu Lan seraya tersenyum bengis.Keesokan harinya, seluruh istana sudah sibuk menyiapkan upacara pernikahan raja.
“Katakan!” titah Wang Yang.Berikutnya, Mao dan Yue bergantian menceritakan kejadian pagi itu di depan kamar pribadi kaisar. Setiap detail kejadian tidak ada yang terlewat karena sebelumnya, Wang Yang sudah berpesan melalui Huazhi agar kedua pengawal itu menceritakan dengan jujur apabila sampai dipanggil menghadap.“Begitulah kejadiannya, Yang Mulia,” tukas Mao di akhir ceritanya.Wang Yang mengedar pandangan sekali lagi. Menatap wajah pejabatnya, termasuk Mu lan dan Ziliang.“Ampun, Yang Mulia! Berdasarkan cerita dua pengawal ini, Nona Li tetap harus dijatuhi hukuman,” ujar Bai He berkeras. “Terbukti dia menghina Putri Mu Lan di depan pengawal rendahan.”Demi menunjukkan kesetiaannya pada ibu suri, Bai He maju membawa petisinya. “Ini adalah petisi dari seluruh pejabat yang bekerja di Biro Tata Krama,” ungkapnya penuh rasa percaya diri sambil menyerahkan petisinya ke tangan Huazhi.
Ziliang memperhatikan mimik Mu Lan saat mengadu padanya. Gadis itu diliputi aura pemberontak yang luar biasa besar hingga menular padanya tanpa sadar. Ziliang dapat membayangkan suasana Aula Huanyang beberapa saat lagi, bila ia berhasil memanfaatkan emosi Mu Lan dengan tepat.“Hal penting seperti ini, mana bisa ditunda?” ujar Ziliang sambil menyungging senyum samar.“Tapi, Kanselir ….”Ziliang menggeleng cepat membungkam penjaga itu. “Aku yang akan bertanggung jawab. Buka jalan!”Setelah saling pandang sejenak, akhirnya dua penjaga itu mengangguk samar dan menegakkan kembali tombak di tangan mereka.“Bagaimana bisa, tontonan sebagus ini ingin kalian halangi?” lirih Ziliang sambil melangkah masuk.Melihat kanselir memasuki aula, beberapa pejabat yang berpihak padanya mengangguk hormat. Pejabat lain yang melihat sosok perempuan yang menggandeng tangan Ziliang, mulai menerka apa yang pria l
“Perempuan kasar sepertimu, lebih tidak pantas lagi,” desis Zening.Tangan Mu Lan kembali terayun.“Hentikan!” Suara Wang Yang menggelegar dari seberang selasar. “Hentikan, Wang Mu Lan!” ulang Wang Yang seraya setengah berlari menghampiri Zening.Dagu Zening yang bergetar menjadi hal pertama yang dicermati Wang Yang. “Apa kau baik-baik saja?” cemas Wang Yang dengan suara lembut.Zening hanya mengangguk dan tersenyum menenangkan.Dengan mata menyala-nyala, Wang Yang menoleh menatap Mu Lan. “Aku tidak akan membiarkan hal ini begitu saja. Sikapmu melebihi batas, Mu Lan!”Brak!Keranjang yang sejak tadi dijinjingnya di tangan kanan, Mu Lan lepaskan hingga isinya jatuh berantakan ke tanah. Tangan itu terangkat lurus menunjuk Zening.“Dia yang bersikap tidak sopan padaku, Kak! Dia belum menjadi istrimu, tapi sudah berani bicara tidak sopan padaku! Tanya saja dua pengawal itu!” elak Mu Lan dengan nada kesal. “Dia bahkan berkata kalau aku tidak beretika!” imbuhnya tak terima.“Cukup! Kembali