Kemah Pasukan Taichan, Kota Jingzhou
Kamp pasukan Taichan di perbatasan kota Jingzhou sedang sibuk berbenah dan mempersiapkan kunjungan Menteri Militer, yang tak lain adalah ayah dari Jenderal Besar Li Deyun. Penghuni tenda berwarna ungu dengan tulisan berwarna emas itu lalu lalang mengerjakan tugasnya masing-masing.
“Cepat benahi semua pagar pembatas yang rusak karena badai semalam. Juga bereskan arena latihan. Simpan semua senjata dan pastikan dalam keadaan bersih!” Deyun melontarkan banyak perintah sekaligus.
“Baik, Jenderal!”
“Ji Mong, katakan pada Zening tentang kedatangan Menteri Militer. Peringatkan dia untuk tetap berada di tendanya,” imbuh Deyun dengan raut panik.
“Baik, Jenderal!”
Deyun duduk di balik meja kerjanya, melanjutkan mempelajari peta kota Wu. Kabar terbaru dari mata-mata yang disebarnya, pemimpin kota Wu sedang merencanakan sebuah pemberontakan. Jumlah tentaranya tidak kalah bila dibandingkan dengan tentara kota Wu, tapi masalahnya mereka mendatangkan bantuan dari kelompok perampok Bulan Sabit yang terkenal kejam dan memiliki ilmu bela diri tinggi.
“KAK!” seorang gadis cantik masuk dengan wajah kesal.
Deyun mengabaikan teriakan protes adiknya. ‘Dia pasti ingin marah padaku.’
“Kakak, kau sengaja mengabaikanku!”
Deyun mendongak perlahan, berusaha keras menahan tawanya ketika melihat raut jengkel di wajah cantik adiknya. “Ada apa?”
“Ada apa? Apa benar kau memintaku tetap tinggal di tenda?”
“Ya, hanya untuk dua hari ke depan.”
“Apa?! Dua hari? Bahkan sehari saja aku enggan.” Zening duduk dengan kasar di atas kursi kayu. “Kak, izinkan aku pergi berburu besok. Aku akan menangkap banyak buruan untuk dihidangkan saat ayah datang,” rayunya dengan mata dibuat memelas.
Ji Mong berlari masuk dengan wajah pias. “Jenderal! Nona menolak ….” kalimatnya terpotong begitu melihat Zening sedang melotot padanya.
“Ada apa, Ji Mong?”
Ji Mong hanya menunduk tanpa berani mengangkat kepalanya. “Maafkan saya, Jenderal. Saya gagal menjalankan misi yang Anda berikan,” akunya lirih.
Deyun tersenyum lebar seraya memutari mejanya. “Pergilah, jangan sampai kamu babak belur karena terus berada di sini,” gurau Deyun sambil menepuk bahu anak buahnya itu.
Ji Mong memberi hormat dan bergegas pergi, sebelum terkena pukulan dan tendangan lagi dari jenderal wanita yang sedang duduk menatap marah ke arahnya.
“Kau apakan dia?”
“Tidak ada, hanya sedikit latihan sore. Kau belum menjawab pertanyaanku, Kak.”
“Zening, malam nanti ayah akan datang mengunjungi kita. Rencananya akan tinggal selama dua hari di sini untuk membahas beberapa masalah pemberontakan yang akhir-akhir ini santer terdengar. Jadi aku minta, jangan membuatnya khawatir.”
“Kak, aku hanya akan pergi berburu, bukan membuat onar. Jadi tidak akan membuatmu dan ayah khawatir,” bantah Zening.
“Ayah sudah semakin tua. Dengan kau memaksa tinggal di sini saja, ayah sering merasa khawatir. Bisa kau bayangkan bagaimana khawatirnya dia bila tidak menemukanmu di tenda.”
Zening mendesah. Hatinya selalu saja lemah bila berurusan dengan usia ayahnya. “Hhh, baiklah. Aku akan tinggal di tenda. Tidak akan keluar kecuali kau memanggilku. Apa begini sudah bisa?”
Deyun maju mendekati adiknya. “Ini baru adik kebanggaanku,” ucapnya seraya mengacak ujung kepala Zening, membuat lengannya dicekal sebelum menyentuh rambut Zening.
Tap.
“Ingat, Kak! Aku adalah Jenderal Li Zening, satu-satunya jenderal wanita di sini. Jaga sikapmu!” ketus Zening marah sambil berlalu pergi, diiring gelak tawa Deyun yang menggelitik hati.
“Ji Mong!”
“Ya, Jenderal.” Ji Mong bergegas masuk.
“Pastikan kamu menyimpan pelana Zening di tempat yang paling aman.”
“Baik, Jenderal.”
****
Kediaman Ratu Qi, Istana Selatan
“Berhenti.” Seorang pengawal kerajaan menghadang jalan.
“Sampaikan pada Ratu Qi, Zhao Ziliang ingin menghadap.”
Pengawal itu masuk ke dalam istana. Tak lama kemudian telah kembali ke depan Kanselir Zhao. “Silakan, Ratu sudah menunggu.”
“Zhao Ziliang menghadap Ratu Qi.” Ziliang menunduk memberi hormat.
“Aku sudah menunggumu. Lama tidak terdengar kabar tentang pengiriman garam dari Selatan.” Dengan anggun, Suying mengangkat cawan teh dan menyesapnya perlahan.
“Maafkan pria tua ini, Yang Mulia. Saya mendapat kabar bahwa Jenderal Li Deyun sedang memperketat pemeriksaan di setiap pintu gerbang perbatasan karena isu pemberontakan yang kita sebarkan untuk memecah konsentrasi Menteri Militer.”
“Lalu bagaimana dengan kereta barang yang datang dari Selatan?” tanya Suying sembari menegakkan punggungnya.
“Beberapa kereta barang terpaksa harus menepi sambil menunggu penjagaan menurun, Yang Mulia.”
“Sial!” Suying meletakkan cawan tehnya dengan kasar ke atas meja. “Pikirkan cara lainnya, lewat perairan atau jalur lainnya. Kamu yang harusnya lebih tahu.” Suying mengibaskan lengan hanfunya dengan sebal.
“Dan satu lagi, bantu aku mencari calon istri yang tepat untuk Pangeran Wang Su. Dia harus segera memiliki anak laki-laki agar posisinya sebagai Putra Mahkota tidak tergantikan.” Suying menggeleng sedikit kencang hingga tusuk kondenya saling beradu, menimbulkan bunyi gemerincing.
“Kita tidak bisa berharap penuh pada Su’er. Dia pemuda yang kurang bergairah, hanya memikirkan kesenangannya sendiri,” gerutu Suying.
Ziliang mengangguk sepakat. “Saya akan pikirkan calon pendamping yang tepat untuk Pangeran Wang Su. Yang Mulia, beberapa kali saya melihat juru tulis istana masuk ke Istana Barat, apa Baginda banyak menulis dekrit?”
“Entahlah, sudah beberapa hari Baginda tidak berkunjung ke sini ataupun ke tempat Selir Chu. Dia menenggelamkan diri dalam pekerjaan.”
“Maafkan kelancangan saya, Yang Mulia. Apakah mungkin Baginda sudah menuliskan surat wasiat? Karena menurut perhitungan tabib kerajaan, ramuan yang selalu Baginda minum sudah waktunya menunjukkan reaksi.”
Suying berpaling dengan mata berbinar. “Benarkah? Kalau begitu, besok pagi-pagi sekali aku akan mengunjunginya. Aku akan mendesaknya segera menobatkan Wang Su sebagai Putra Mahkota. Tentunya ini akan lebih mudah setelah aku berhasil mengirim Wang Yang ke perbatasan.”
“Mengenai tuduhan penggelapan pajak, saya sudah meminta petugas pengadilan untuk membuat bukti palsu yang mengarah pada Li Daehan. Hanya tinggal menunggu perintah untuk bergerak.”
“Bagus, setelah Menteri Li ditangkap, aku akan memerintahkan hakim pengadilan untuk menjatuhkan hukuman berat padanya. Keberadaannya sangat mengganggu kelancaran bisnis kita dan aku tidak suka itu.”
“Anda tidak perlu khawatir, Yang Mulia. Saya sudah menyiapkan rencana matang untuk menjebak Li Daehan dan keluarganya. Setelah dia tertangkap dan Pangeran Wang Su menjadi Putra Mahkota, maka seluruhnya akan berada di bawah kendali Anda, Yang Mulia.”
Suying menyeringai senang. “Aku sudah tidak sabar menunggu semua itu terjadi.”
“Kalau tidak ada yang lain, saya pamit undur diri, Yang Mulia.” Suying mengangguk seraya merentangkan lengan kanannya, mempersilakan Ziliang keluar.
“Tunggu,” cegah Suying seraya mengangkat tangannya. “Setelah aku pikir lagi, sebaiknya kita nikahkan putri semata wayangmu dengan Wang Su. Bukankah itu saling menguntungkan bagi kita?” tawar Suying.
Zhao Ziliang adalah kanselir agung, setara dengan perdana menteri yang bertugas sebagai penasihat raja, sekaligus adik ipar ratu dari pihaknya. Dia yang selama ini selalu membantu segala urusan ratu untuk mencapai ambisinya, termasuk menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalannya.
Mata Ziliang berbinar mendengar ucapan ratu yang sejalan dengan pemikirannya. Seketika ia berlutut dan bersujud menerima kebaikan hati ratu. “Ratu Qi panjang umur dan diberkati. Terima kasih, Yang Mulia.”
“Segera persiapkan semua yang diperlukan untuk membawa putrimu memasuki istana. Sebelum aku umumkan, dia harus mengikuti pelajaran tentang Etika Istana agar tidak memalukan keluarga kerajaan.”
Masih dengan bersujud. “Baik, Yang Mulia. Akan segera saya siapkan.”
*****
Kediaman Kanselir Zhao, Paviliun JianshanZhao Ming Lan sedang menyulam sebuah sapu tangan di taman belakang rumah ditemani pelayan setianya. Ketika ayahnya menghampiri dengan langkah lebar dan wajah berbinar, Ming Lan mengerutkan dahinya sambil bangkit berdiri.“Ada hal penting apa yang terjadi di istana hingga membuat wajah tuanya terlihat segar?” gumam Ming Lan.“Ming’er, Ming’er!”“Apa yang terjadi, Yah? Berjalan begitu cepat seperti dikejar hantu.”Ziliang menarik lengan Ming Lan agar ikut duduk di bangku. “Ayah baru saja kembali dari Istana Barat menemui Ratu Qi. Dia meminta ayah mencarikan calon istri untuk pangeran Wang Su dan pada akhirnya meminta Ayah untuk mengirimmu masuk istana untuk mengikuti pelajaran Etika Istana.”“Hahh?” Ming Lan tersentak. “Menikahi siapa? Wang Su?”“Ya. Dengan begitu, jalanmu menjadi permaisuri akan semakin te
Tak terasa sudah enam bulan Xiaoyang tinggal di perbatasan. Karena kecerdasan dan ketekunannya, kemampuannya bermain pedang dan memanah meningkat pesat. Deyun bahkan tidak ragu mempromosikannya naik tingkat.“APA?! Apa tidak terlalu cepat memindahkanya ke pasukan inti, Kak? Belum genap enam bulan dia di sini!” protes Zening tak terima.Butuh waktu satu tahun lebih bagi Zening untuk berhasil diterima sebagai pasukan inti di bawah pimpinan Han Xiu. Sekarang, Xiaoyang yang kalah dalam tiga gerakan olehnya, bisa diterima hanya dalam waktu enam bulan. Kenyataan yang mengoyak kebanggaannya.“Bukan aku yang memutuskan. Kau tahu sendiri bahwa Han Xiu tidak pernah ceroboh dalam memutuskan anggota pasukannya. Dia yang menguji Xiaoyang sendiri.”“Aku akan pergi mencari Han Xiu.”“Aku di sini.” Han Xiu muncul dari balik tirai, berjalan mendekat.“A-Xiu, benar yang Kak Deyun katakan? Pria manja itu su
Kediaman Raja Wang Li, Istana Barat“Ayah.” Wang Yang berlutut memberi hormat yang dibalas lambaian tangan Wang Li, meminta Wang Yang mendekat.“Yang’er,” sapa Wang Li lirih.Pria tampan penuh wibawa itu terbaring lemah di ranjang besar berlapis emas. Wajahnya kurus, ada rona biru kehitaman di bawah mata dan bibirnya yang kering.“Ayah, maafkan putramu yang tidak berbakti. Yang’er tidak mendengar kabar apapun tentang kalian. Beruntung Ibu mengirim surat meminta Yang’er kembali, jadi Yang’er bisa datang mengunjungi Ayah.”Wang Li meremas jemari tangan anaknya dalam genggaman. “Tidak apa-apa. Aku yang mengirimmu untuk pergi ke perbatasan. Aku merindukanmu, tetapi tidak ingin mengganggumu belajar.”Kasim raja masuk membawa cawan dalam nampan. “Baginda, waktunya minum obat,” ucap kasim bertubuh subur itu seraya membungkuk.“Sini, biar aku yang memban
Ru Feng mengangkat dua kaki depannya tinggi-tinggi ketika anak panah menembus paha kanannya. Xiaoyang meraih pinggang Zening yang tercengang di bawah kaki Ru Feng.“AWAS!”Brug.Xiaoyang jatuh ke tanah dengan keras bersama Zening di atas tubuhnya.Drap. Drap. Drap.Ru Feng berlari tanpa tujuan, kebingungan dengan rasa sakit di tubuhnya. Tanpa menghiraukan Xiaoyang yang meringis kesakitan, Zening berlari mengejar kudanya sambil terus berteriak memanggilnya.“Ru Feng! Ru Feng! Kembali!”Xiaoyang duduk sambil membersihkan debu di bajunya dengan mata terus mengawasi Zening yang makin menjauh. Tiba-tiba, ekor matanya menangkap pergerakan di antara pohon bambu.Sret. Sret. Sret.Gerakan mereka sangat cepat. Delapan orang berpakaian serba hitam dan menggunakan topi bercadar mengepung Xiaoyang, setiap mereka memegang pedang yang terhunus dan mengkilap.Xiaoyang segera berdiri dan meraih pedangnya.
“Bagaimana bisa terjadi hal seperti ini, Ning’er? Aku mengirimmu pergi bersamanya untuk menjaganya, kenapa dia bisa terluka?” tanya Deyun dengan tak sabar. “Maafkan aku, Kak. Aku tahu aku salah, tapi ini tidak sepenuhnya kesalahanku. Mereka melukai Ru Feng, lagi pula selama ini kita biasa berkuda melewati hutan bambu ribuan kali dan tidak pernah terjadi hal seperti ini,” kilah Zening membela diri. “Karena yang kau kawal bukan orang biasa,” sahut Deyun singkat sebelum berbalik dan masuk ke dalam kemah Xiaoyang. “Bagaimana kondisinya sekarang?” tanya Deyun pada tabib kepercayaannya. “Beruntung dia sudah mendapatkan pengobatan yang tepat sebelum dibawa kembali. Nyawanya sudah terselamatkan, hanya tinggal menunggu racunnya keluar bersama darah dan dia akan kembali pulih. Staminanya sangat bagus untuk ukuran seorang pria.” “Terima kasih, Tabib. Aku berhutang nyawa padamu.” Deyun mengangkat kedua tangannya dan memberi hormat. “Sudahlah, Jend
“Adalah?” Han Xiu melanjutkan ucapan Deyun yang lenyap ditiup udara perbatasan.“Siapa dia sebenarnya? Aku merasa dia begitu penting untukmu dan ayah. Apa dia anggota keluarga istana?” ulang Zening.“Ayah selalu mengajarkan pada kita semua, setinggi apapun kedudukan keluarga di masyarakat, setelah dia melangkah masuk ke kamp pasukan Taichan maka dia hanya seorang tentara, tidak lebih.”“Terserah kau saja,” sungut Zening kesal. “Asal kau tahu, Kak. Jawabanmu semakin membuatku penasaran.” Zening melengos pergi.“Karena sudah begini, hanya kamu yang bisa aku harapkan. Bantu Xiaoyang menyamar. Tidak ada satu orangpun yang tahu bahwa kita membawa Xioayang masuk istana.”“Kak, kali ini aku sependapat dengan Ning’er. Siapa dia, hingga pantas membuatmu dan Zening bertengkar?”“Maafkan aku, A-Xiu. Aku tidak bisa memberitahukannya padamu. Nyawanya sangat be
“Jawab pertanyaanku dengan jujur. Apa yang kamu masukkan ke dalam ramuan obat Ayahanda? Kenapa kamu begitu gugup dan ketakutan saat aku memintamu mengambil jarum akupunktur?”“Ampun, Yang Mulia. Hamba pantas mati.” Zhaolin tersungkur ke tanah, bersujud memohon pengampunan.“Dengar, aku tidak akan menghukummu kalau kau jawab pertanyaanku dengan jujur.”Perlahan, Zhaolin mengangkat kepalanya dan memandang Wang Yang takut-takut. “Hamba tidak tahu, Yang Mulia. Hari itu, tabib kerajaan sudah menyiapkan ramuan obat dalam mangkuk. Hamba hanya mengantarkannya pada Baginda,” jawabnya dengan suara gemetar ketakutan.“Bohong! Kau sengaja menumpahkannya agar tidak ketahuan olehku bahwa ramuan itu beracun. Benar?!” bentak Wang Yang mulai kehabisan kesabarannya.Brug.Zhaolin kembali tersungkur. “Ampun, Yang Mulia! Hamba gemetar karena sudah menumpahkan obat dan mengotori pakaian Anda. Hamb
Kediaman Menteri Militer Li, Paviliun Houxiang“Ayah, apa benar yang Kakak katakan, Xiaoyang akan tinggal sementara di istana?” tanya Zening penasaran.“Ya, benar. Dia akan tinggal sementara waktu di istana, kalian bisa percayakan pelajaran untuknya pada Ayah.”“Aku tidak memikirkan tentang kelanjutan belajarnya. Aku hanya penasaran, siapa dia sebenarnya? Apa hubungannya dengan Selir Chu? Sudah dua kali selir memintanya kembali ke istana. Apa dia salah satu pangeran kerajaan Yongjin?”Tuk.Daehan menyentil hidung Zening, membuat gadis itu mengelus hidungnya sambil mengerucutkan bibir. “Kau terlalu banyak membaca cerita misteri. Lebih baik, waktu luangmu kau gunakan untuk belajar bagaimana bersikap lembut khas gadis bangsawan dan menjadi istri yang baik.”Mendengar perkataan Daehan, Deyun dan Han Xiu membuang muka agar senyum lebar mereka tidak terlihat Zening.“Ayah!”