Menghadapi pertanyaan resepsionis, Devi langsung memperlihatkan kartu identitas polisinya sambil berkata, "Kami datang ke sini untuk mencari Tobi. Dia dicurigai telah melakukan perkelahian massal."Resepsionis terkejut, lalu buru-buru berkata, "Anda tunggu sebentar, saya akan mengonfirmasi hal ini lebih dulu." Lantaran Tobi sekarang bukan lagi karyawan biasa, dia tidak berani sembarangan menyuruh mereka masuk.Namun, demi memastikan tidak terjadi kesalahan, Devi tidak peduli begitu banyak dan langsung masuk ke dalam. Begitu sampai di dalam, dia mencari orang dan bertanya dengan dingin, "Di mana Tobi?"Karyawan-karyawan di dalam tampak terkejut, lalu menunjuk ruangan Tobi dengan jujur.Saat ini, Tobi telah menerima kabar itu dari resepsionis. Dia baru saja berjalan keluar dari ruangannya dan langsung berpapasan dengan Devi beserta rekannya yang tengah mencarinya."Tobi!""Sudah kubilang, kita pasti akan bertemu lagi. Hanya saja, aku nggak sangka akan secepat ini."Saat teringat ekspresi
Bukan hanya Tobi memprovokasi Devi dan mengatakan dia akan segera kembali, tetapi sekarang Widia juga mengucapkan kata-kata provokatif seperti itu.Devi terlihat emosi. Sorot matanya dipenuhi amarah. Dia menatap dingin Widia, lalu berkata, "Aku sudah menangkapnya, kecuali dia benar-benar nggak melanggar hukum, kalau nggak, jangan harap ada yang bisa melepaskannya."Usai meninggalkan kata-kata itu, dia langsung membawa Tobi beserta rekan-rekannya berlalu dari sana.Ekspresi wajah Widia berubah. Dia langsung bertanya kepada orang di sebelahnya. Barulah dia tahu Tobi ditangkap karena masalah Hugo kemarin.Bukankah ini gara-gara Widia lagi? Hanya saja, Widia tidak menyangka Hugo akan menuntut Tobi.Tidak bisa, dia harus mencari tahu masalah ini dengan jelas.Namun, di saat ini, ponsel Widia berdering. Kakeknya menelepon."Kakek!""Widia, segera pulang sekarang juga." Nada Kakek Muhar seolah-olah sedang memerintahnya."Ada apa? Aku lagi sibuk, nggak bisa pulang.""Sesibuk apa pun, kamu haru
Beliau bahkan menyuruh Darel untuk bertemu dengan cucu teman lamanya. Apa dia tak sadar status Darel? Sudah berapa banyak wanita cantik yang berinisiatif melemparkan diri mereka ke pelukannya, sekarang perlukah dia datang melihat putri dari keluarga rendahan seperti ini?Bisa dikatakan, Kakek Basri sangat baik kepada Kakek Muhar, dia masih mengingat persahabatan lamanya. Dia bahkan berharap Widia bisa bersama dengan cucunya.Namun, itu juga kalau cucunya tertarik dengan Widia. Kalau tidak, dia juga tak akan memaksanya.Kakek Muhar terkejut, lalu bertanya dengan penasaran, "Tuan Darel, entah keluarga mana yang begitu bodoh dan berani memprovokasi Anda?""Huh! Keluarga Saswito!"Darel mendengus dingin. Dia tidak menyangka Keluarga Saswito akan begitu bodoh. Beraninya mereka melawannya hanya demi seorang wanita? Bukankah itu hanya masalah sepele saja?Tunggu saja! Kali ini, dia datang ke sini hanya untuk memberikan kesempatan terakhir kepada Keluarga Saswito.Kalau mereka masih berani men
Menyadari tatapan Darel yang terpesona, Kakek Muhar dan lainnya diam-diam tersenyum. Kemungkinan besar, rencana mereka akan berhasil. Dia pun buru-buru berkata, "Tuan Darel, mari kukenalkan dulu, ini cucuku, Widia.""Dialah direktur Grup Lianto saat ini dan bertanggung jawab menangani perusahaan sepenuhnya."Mendengar kata-kata itu, barulah Darel terhenyak. Kali ini, dia tidak lagi sombong seperti sebelumnya. Dia melangkah maju dan menyapa dengan antusias, "Halo, Nona Widia. Tak disangka, Anda cantik sekali, bahkan melebihi kecantikan seorang bidadari."Sembari berbicara, dia mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan Widia.Namun, Widia sedikit ragu. Terakhir, dia tidak menerima jabatan tangan Darel.Ibunya Widia segera mengingatkannya, "Kenapa diam saja? Ini Tuan Darel, tuan muda Keluarga Capaldi di Jatra. Cepat beri salam kepadanya."Darel buru-buru menyela, "Nggak masalah. Lagi pula, ini pertemuan pertama kami, Nona Widia mungkin gugup. Ayo duduk sambil ngobrol."Sepe
"Tobi, mentang-mentang ada yang mendukungmu dari belakang, kamu pikir kali ini kamu masih bisa lolos?" Pertanyaan Devi ini jelas sebuah jebakan."Nggak, lagian aku nggak pernah bilang ada yang mendukungku.""Lantas, mengapa kamu begitu yakin ada orang yang bisa menjamin kamu keluar?""Aku juga nggak bilang begitu. Aku bisa begitu yakin karena aku nggak melakukan hal ilegal apa pun, jadi sudah pasti aku bisa keluar," ucap Tobi sambil tersenyum.Mendengar itu, Devi diam-diam mengutuk dalam hati, 'Bocah ini licik. Dia tidak mau membocorkan apa pun.' Setelah itu, dia berkata dengan dingin, "Kamu memang bisa lolos sebelumnya, tapi kali ini, kami punya saksi dan bukti kuat. Aku mau lihat, bagaimana kamu berkelit lagi?"Tobi tersenyum dan berkata, "Bu Devi, kamu mau bertaruh? Andai aku nggak bisa keluar dari kantor polisi hari ini, aku akan menuruti semua perkataanmu mulai sekarang.""Kamu yakin?" ucap Devi sambil tersenyum sinis. Berdasarkan kemampuannya, ditambah dengan bukti yang menunjukk
Yudi meletakkan teleponnya tak berdaya. Ayahnya menatapnya dengan penuh harap, seolah-olah ingin tahu apa yang dikatakan oleh Tobi.Lantaran beberapa panggilan sebelumnya tidak diangkat, kali ini, Yudi tidak menyalakan pengeras suara, akibatnya orang di sebelahnya tidak bisa mendengar pembicaraan mereka dengan jelas."Tuan Tobi bilang, hubungi dia begitu Darel datang ke sini."Yudi terlihat tak berdaya."Begitu lagi?"Burhan tersenyum pahit dan berkata pasrah, "Ya sudahlah, kita hanya bisa menuruti kata-kata Tuan Tobi. Lagi pula, setelah Tuan Darel sampai di Kota Tawuna, dia juga masih belum mencari kita. Kelihatannya, dia masih menunggu kita mengalah.""Itu sebabnya, kita punya waktu untuk menunggu bantuan Tuan Tobi.""Tapi aku khawatir Tobi tiba-tiba berubah pikiran. Kalau dia nggak muncul, kita akan mendapat masalah.""Nggak mungkin."Yudi menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku percaya Kak Tobi akan menepati janjinya."Sementara itu, Devi juga khawatir kalau Tobi merencanakan ses
Begitu Pak Teguh menutup telepon, dia segera mencari tahu masalah itu. Setelah mendapat informasi bahwa mereka menyinggung Pak Rizal, dia langsung menelepon Rizal.Mendengar Pak Teguh ikut andil dalam masalah itu, Rizal agak kaget. Walau Pak Teguh sudah pensiun sekarang, bagaimanapun juga, dia masih termasuk pejabat yang masih disegani, jadi Rizal harus memberinya muka.Dia pun berjanji akan melepaskan mereka.Lantaran Pak Teguh tidak mengungkit masalah Tobi, sudah pasti Rizal tak akan melepaskannya begitu saja. Dia bahkan telah bersiap untuk menghabisinya.Hanya dengan cara inilah, kebencian di hati putrinya bisa lenyap. Karena Grup Lianto tidak bisa menghukum Tobi, kalau begitu, biarlah dia yang turun tangan menghukum Tobi secara habis-habisan.Darel menutup telepon, kembali duduk, dan berkata, "Widia, tenang saja, aku sudah telepon Pak Teguh, pejabat berkuasa di kota kalian. Dia akan mengurusnya, jadi semuanya akan baik-baik saja.""Benarkah? Syukurlah. Tuan Darel memang punya banya
Devi berusaha menahan diri agar tidak emosi. Setelah bertanya secara singkat, dia pun menambahkan, "Tobi, sebaiknya akui semua kesalahanmu dengan jujur.""Jangan sampai aku tahu kebenaran ini dari mulut orang lain, saat itu kamu akan kehilangan satu-satunya kesempatan untuk meringankan hukumanmu."Tobi tampak tak berdaya, kemudian menggelengkan kepalanya dan berkata, "Kenapa aku harus mengakui kesalahanku? Lagi pula, aku nggak melakukan hal yang melanggar hukum.""Kamu yakin? Ini satu-satunya kesempatanmu. Asal kamu tahu, tak peduli siapa yang membelamu kali ini, aku pasti nggak akan melepaskanmu begitu saja.""Ya, aku nggak bersalah, jadi nggak ada yang perlu kujelaskan.""Oke, ini permintaanmu sendiri."Devi marah dan langsung memberi perintah, "Bawa mereka masuk!"Mendengar perintah itu, rekannya segera membawa Fahmi dan Hugo. Begitu keduanya memasuki ruangan, tatapan mereka langsung menangkap sosok yang duduk di dalam.Meski tangannya diborgol, ekspresi Tobi yang mulanya masih tena