Kakek Muhar mendukung ucapan Widia dan berkata, "Tobi, pergilah. Kamu memang nggak cocok tinggal di kediaman Keluarga Lianto lagi."Tobi tersenyum pahit dan berkata tak berdaya, "Sebenarnya, Bakri nggak begitu menakutkan, kok.""Nggak begitu menakutkan?"Ucapannya sontak membuat semua orang kesal. Padahal, dia baru saja menyebabkan bencana besar, tetapi dia tidak sadar betapa seriusnya masalah itu."Kamu tahu siapa dia? Tahukah kamu betapa kuatnya dia di Kota Tawuna? Bahkan Pak Damar harus menjaga jarak dengannya," ucap Herman dengan marah."Benar-benar tak kenal takut. Apa kamu pikir dirimu sudah tak terkalahkan hanya dengan sedikit seni bela diri itu?""Beraninya berlagak hanya dengan secuil seni bela diri. Kalau kamu menghadapi Bakri, kurasa kamu akan langsung terbunuh sebelum sempat melawan.""Keluarga Lianto kami benar-benar sial. Kenapa bisa bertemu dengan orang sepertimu?"Kakek Muhar makin kesal dan berkata dengan suara yang dalam, "Tobi, jangan omong kosong di sini lagi. Seger
"Nggak masalah," jawab Widia seraya menyetujuinya."Ok. Sudah sepakat, ya. Oh ya, nanti kamu harus siapkan sejumlah uang ataupun aset. Biasanya, kita harus memberikan sesuatu sebagai ucapan terima kasih," ujar Joni memperingatkannya."Ya. Aku tahu."Joni sengaja mengungkit masalah itu, tetapi Widia sama sekali tidak mencurigai pria itu.Lagi pula, semua orang pasti akan tertarik dengan keuntungan. Siapa yang akan bertindak jika tidak diberi keuntungan?Setelah menutup telepon, tanpa menunggu Widia berbicara, Yesa segera berkata, "Sudah kuduga, kita masih harus bergantung pada Tuan Joni. Dia adalah penyelamat Keluarga Lianto yang telah berulang kali membantu kita.""Ya. Selama ini sudah berapa kali Tuan Joni menyelamatkan kita? Dia nggak seperti Tobi, yang hanya tahu membawa masalah untuk kita.""Widia, lihat apa yang dilakukan Tuan Joni. Kelak, pertimbangkan Tuan Joni baik-baik," kata Herman."Oh!" gumm Widia dengan singkat. Setelah itu dia menambahkan, "Yang terpenting sekarang adalah
"Tuan Tobi, aku benar-benar nggak tahu harus bagaimana berterima kasih. Mulai sekarang, kalau kamu punya masalah, hubungi aku. Sekalipun harus melewati rintangan berbahaya, aku juga bersedia melakukannya," kata Latif dengan tegas."Lupakan saja. Di saat genting seperti itu, mungkin kamu sudah sembunyi entah di mana." Tobi menggelengkan kepalanya dan menambahkan, "Tapi, bawalah orang-orangmu untuk membantuku.""Benarkah? Baguslah. Aku sangat berterima kasih!" ucap Latif dengan senang.Meski hanya sesaat, dia telah menyaksikan kekuatan Tuan Tobi berulang kali.Bahkan, ilmu medis yang dimilikinya patut diacungi jempol. Mengikuti orang seperti ini, masa depannya akan cerah."Jangan terlalu senang dulu. Aku nggak mengizinkan orang-orangku melakukan hal yang melanggar hukum.""Tenang saja, Tuan. Kami akan menuruti perintahmu.""Oke, pegang kata-katamu ini. Kalau nggak, kamu akan merasakan akibatnya."Selesai memperingatkan pria itu, Tobi kembali bertanya, "Mengapa pembunuh itu mau membunuhmu
"Benar. Dengan kekuatan Anda, sepertinya hanya lima pembunuh teratas di dunia yang bisa menandinginya. Bagaimana saya bisa menyakiti Anda?""Kamu salah," ucap Tobi dengan nada datar."Salah?"Mungkinkah kekuatan yang dimiliki Thaman tidak cukup untuk melawan lima pembunuh teratas?Kalau dipikir-pikir, pembunuhan yang dia lakukan memang menggemparkan dunia, tetapi hal itu berbeda dengan pertarungan langsung."Ya. Mungkin aku butuh usaha untuk mengalahkan pembunuh utama. Sisanya, meski mereka bergabung bersama, mereka bukanlah tandinganku," kata Tobi dengan ringan."...""Ini termasuk ketiga kalinya kita bertemu, 'kan?""Ya. Sebelumnya, Anda menyelamatkan hidup saya. Kali ini, saya juga merasa bersalah."Tobi mengeluarkan sebuah buku dan langsung melemparkannya ke dalam, "Bisa bertemu denganmu juga termasuk takdir. Itu untukmu ."Sebagai Raja Naga dari Sekte Naga, dia juga menerima peluang dan memiliki banyak sumber daya."Apa ini?"Sapta mengambil buku itu dengan bingung, lalu membaca t
"Tuan, kenapa?"Latif merasakan raut wajah Tobi yang berubah."Nggak apa-apa. Kamu akrab sama bos di sini?""Ya. Kami sangat akrab.'"Cari orang untuk membantuku mengawasi ruangan ini. Nanti kalau ada seorang wanita datang, kabarin aku secepat mungkin.""Baik!"Latif segera menelepon manajer yang bertanggung jawab dan menjelaskan situasi kepadanya.Tak berselang lama setelah dia masuk, Latif telah menemukan kabar. Tobi segera bangkit dan berjalan keluar.Dituntun oleh Joni, Widia pun mengikutinya masuk ke sebuah ruangan dan mendapati seorang pemuda sedang duduk di kursi utama. Dilihat dari penampilannya, sepertinya dia Tuan Ehsan.Joni buru-buru menyapanya dengan hormat, "Tuan Ehsan!"Tuan Ehsan berusaha mengendalikan sikapnya, memandang Widia sejenak dan berkata dengan nada datar, "Dia adalah Widia, orang kamu ceritakan itu?""Benar!""Duduklah," ucap Tuan Ehsan."Widia, ayo kita bersulang untuk Tuan Ehsan dulu."Saat ini, ada banyak makanan dan anggur dihidangkan di atas meja. Joni m
"Itu karena teko anggur ini bermasalah. Teko Dua Hati itu bisa diisi dengan dua jenis anggur. Kamu bisa mengontrol sendiri tutup tekonya dan memilih anggur yang kamu inginkan," ucap Tobi sambil menjelaskan kepada wanita itu."Omong kosong. Tobi, apa kamu sedang bercerita di sini?" tanya Joni merasa agak bersalah."Hentikan. Sudah cukup ribut-ributnya? Apa kamu tahu konsekuensi dari menjebak orang di depanku?" tanya Tuan Ehsan dengan dingin."Konsekuensi apa yang bisa dibuat oleh orang yang suka menyamar sepertimu ini?" ujar Tobi.Ekspresi Tuan Ehsan tiba-tiba berubah. Dia tidak menyangka Tobi mengetahui identitas palsunya. Dia mulai merasa panik.Widia juga tak kalah paniknya. Baginya, Tuan Ehsan adalah satu-satunya penyelamat hidupnya. Bagaimana kalau dia tersinggung? Wanita itu pun bangkit dari tempat duduknya dan berkata dengan emosi, "Tobi, apa yang kamu lakukan? Apa kamu benar-benar ingin mati? Meski kamu ingin mati, sudahkah kamu mempertimbangkan Keluarga Lianto?"Aku ....""Kamu
Melihat Tuan Ehsan berlalu, wajah Widia langsung memucat dan kembali duduk sambil termenung.Joni menghela napas dan berkata, "Widia, bukannya aku mau mengomelimu. Mengapa kamu masih terlibat dengan orang seperti Tobi? Selama dia di sini, cepat atau lambat dia akan mencelakaimu.""Salah. Sekarang dia sudah mencelakaimu."Widia sangat tertekan dan berkata, "Aku nggak sangka dia akan muncul di sini hari ini. Tuan Joni, bisakah kamu meminta bantuannya lagi?""Aku coba lagi."Joni sadar selama Tobi ada di sini hari ini, rencananya tidak akan berhasil. Dia harus mencari tempat lain."Kamu tunggu aku di sini. Aku akan menyusulnya dulu.""Oke!"Widia takut Tuan Ehsan tidak ingin melihatnya, jadi dia pun duduk di dalam saja.Begitu Joni hendak turun, dia melihat Tobi juga di sana. Dugaannya benar, Tobi sedang mengawasinya. Hari ini, rencananya tidak mungkin akan berhasil.Joni pun merasa emosi.Tanpa Widia di sampingnya, Joni pun tidak lagi bersikap lembut seperti biasanya. Dia pun berkata den
"Hais. Tobi memang agak keterlaluan, tapi dia nggak berniat jahat, kok. Mungkin dia hanya cemburu dan salah paham dengan kita." Di saat seperti ini, entah kenapa, Widia masih tetap membela Tobi."Sampai sekarang kamu masih mencari alasan untuknya?""Sudah kubilang, kalau kamu nggak menyingkirkan orang jahat sepertinya, cepat atau lambat dia akan mencelakaimu. Sekarang, dia sudah mencelakaimu," ucap Joni dengan marah.Widia hanya tersenyum pahit. Tiba-tiba kakeknya menelepon dan menanyakan masalah itu kepadanya. Dia terpaksa menjelaskan dengan jujur apa yang terjadi barusan.Awalnya, Kakek Muhar juga marah, tetapi setelah dipikir-pikir, dia pun menghela napas dan menerima takdir itu.Kakek Muhar segera menyuruh Widia pulang untuk makan malam sekaligus membahasnya lagi. Kakek Muhar juga mengundang Joni yang membuat pria itu kegirangan.Setelah kembali, semua orang kembali mencemooh Tobi. Kemudian, mereka membanjiri Joni dengan berbagai pujian.Joni tampak puas dan menikmati makan malam