Ruangan dengan dominasi warna hitam dan merah terasa mencekam. Suara rintihan pengawal menggema, dan dentingan harpa menambah ketegangan. Pengawal itu tampak ketakutan, sementara Raja Leiz menyeringai dengan senang.“Bisakah kau memainkan ilusi yang berbeda? Ilusi tentang keinginan terdalam mereka,” ucap Raja Leiz, menghentikan permainan harpa wanita di hadapannya. Wanita itu mengangguk, dan dentingan harpa berubah. Wajah ketakutan pengawal berubah menjadi wajah bahagia.“Bagus, dia bisa memberikan ilusi yang kuharapkan,” batin Raja Leiz, matanya berbinar. Wanita itu adalah Roya Ashlyn, pemain harpa ajaib yang memiliki kemampuan luar biasa.“Roya, kau membuktikan kemampuanmu. Aku menerimamu untuk saat ini. Akan kuberikan posisi yang pantas jika kau bisa membantuku,” ujar Raja Leiz.Roya membungkuk dengan elegan dan menyerahkan kembali harpa ajaib itu ke tangan sang raja. “Terima kasih, Yang Mulia. Saya senang bisa membantu raja yang adil dan bijaksana,” kata Roya dengan senyum licik.
Benua Utara, salju masih terus turun menyelimuti segala isinya. Semua yang ada di sana mulai berwarna putih tertutup salju. Angin kencang bertiup, menghempaskan semua salju yang menutupi tanaman. Warna putih tersapu hingga menampilkan berbagai warna dari pepohonan dan bunga yang bermekaran.“Sepertinya tidak akan pernah ada habisnya, tanpa harpa tempat ini akan terus tertutup salju.” Lixue membuat manusia salju dan membersihkan salju yang menumpuk. Sementara Eirlys berlarian bermain dengan tumpukan salju bersama dengan Yui.“Kalian mau di sini atau ke Benua Utama?” tanya Yui tiba-tiba. Kedua kakak beradik itu menoleh serempak ke arah Yui.“Kapan berangkat?” Eirlys mendekati Yui, menatap gadis itu dengan binar mata penuh tanya. Kemarin Yuan dan ayahnya pergi ke Ergions melewati celah dimensi dan sekarang Yui juga akan pergi.“Hari ini, aku sudah berjanji pada Yuan untuk segera ke Blackdragon, mencari cara membangunkan paman,” balas Yui. Tangan Yui mengeluarkan api berwarna jingga, menc
Lautan terlihat tenang, tidak ada tanda-tanda badai atau pun akan ada kapal yang datang. Mereka bertiga sudah bersiap untuk kembali ke Benua Utama. Kakak beradik dengan rambut putih seputih salju itu mulai jenuh mengamati lautan.“Sepertinya tidak akan ada kapal hari ini.” Lixue menghela napasnya dia menandang bergantian dua gadis cantik yang bersamanya.Yui masih terdiam menatap lautan, dia hanya menggerakkan tangannya memberi isyarat untuk menunggu sebentar lagi.Pelabuhan Benua Utara memang sangat sepi, jarang sekali kapal lewat bahkan berlama-lama di tempat ini. Hawa dingin yang menusuk tulang membuat ikan tidak banyak berkumpul, nelayan menghindari berlayar di Benua Utara. Beberapa kapal datang hanya meleati pelabuhan, terkadang mereka berhenti sejenah hanya untuk beristirahat.“Yui, tidak akan ada kapal, kau lihat sendiri kan, lebih baik kita kembali, matahari sudah hampir tenggelam.” Eirlys mencoba meyakinkan gadis dengan rambut sekelam malam kontras dengan kulitnya yang putih.
Malam di Ergions berbeda dengan tempat lain. Angin malam terasa segar meskipun terasa sedikit dingin. Bintang sangat jelas terlihat karena minimnya penerangan di hutan-hutan mereka. Ornamen rumah dan arsitekturnya yang menyatu dengan alam sangat menawan.Yuan mengenakan baju hitam, kontras dengan rambut keperakannya. Dia berjalan anggun seorang diri. Saat mencapai pudat kota, sosoknya menarik perhatian.“Siapa dia?”“Lihat telinganya tidak runcing, apa dia manusia?”“Tampan atau cantik, dia laki-laki atau perempuan?”Bisikan-bisikan yang terdengar saat Yuan melintas. Mereka tidak berani mendekat hanya memperhatikan dari jauh.Yuan memperhatikan sekelilingnya. Penduduk lebih banyak mengenakan baju dengan warna alam – hijau dan kecoklatan – membaur sempurna saat berada di hutan. Sementara dirinya terlihat begitu mencolok.Yuan dengan senyum tipis menghiasi wajahnya bergumam, “Saatnya pertunjukan.”Pemuda dengan rambut keperakan berhenti di tengah-tengah pusat kota. Air mancur yang menja
Yuan memejamkan matanya. Dia bisa merasakan kumpulan energi potensial yang berkumpul di sekitar hutan Ergions. Energi yang begitu besar dan akan sangat bagus untuk menunjukkan energi tersebut. Seringai tercermin di wajahnya. Langkahnya mantap menuju ke kumpulan para pemain musik kaum elf.“Tunggu!” Tangan Yuan ditarik oleh seseorang. Yuan menoleh untuk melihat orang tersebut. Telinga runcing dengan wajah yang familiar.“Pangeran Lou?” Yuan mengernyitkan dahi, dia tidak mengerti kenapa pangeran elf ini berada di tengah kota alih-alih berada di taman tertutup istana tempat pohon kehidupan berada.Pangeran Lou dengan napas sedikit terengah berkata, “Pangeran Yuan, mereka sedang berusaha memanggil spirit. Malam bulan purnama adalah waktu yang tepat, puncak kekuatan spirit.” Ia mengira Yuan ingin membubarkan para pemusik tersebut.Yuan melepaskan tangan Pangeran Lou dari lengannya. Dia mengangguk pelan dan tersenyum manis, berusaha menjelaskan kesalahpahaman. “Pangeran Lou, saya hanya ing
Yuan berkomunikasi dengan para spirit, suaranya lembut namun begitu mempesona. Dia membujuk dalam bahasa kuno dengan getaran yang tersampaikan dengan baik dan dimengerti oleh makhluk yang berwujud seberkas cahaya. Spirit tersebut akhirnya menurut dan mau berpindah darinya ke Raja Arlen, mereka bersedia mengikuti perintah Raja Arlen.Kumpulan spirit kini berpindah tempat mengikuti Raja Arlen. Para elf yang menyaksikan hal itu terpana. Mata mereka melihat sendiri momen saat spirit bisa mengerti perintah dan dibujuk. Selama ini mereka hanya menganggap makhluk itu tak lebih sebagai alat menyuburkan tanah. Mereka yang berada di tempat itu mengukir wajah pemuda berambut perak tersebut dan tidak akan melupakan kebaikan hatinya.Malam semakin larut, setelah pertukaran yang mereka lakukan, Yuan pamit untuk kembali ke paviliun. Raja Arlen pun pamit bersama para spirit kembali ke istana. Acara malam ini berakhir dengan keberhasilan luar biasa. Mereka yang menyaksikannya terus mengelukan dan memu
Yuan membuka matanya perlahan, kesadaran merayap kembali ke dalam dirinya. Cahaya redup fajar menyusup melalui celah-celah jendela yang berbentuk seperti daun, menciptakan bayangan samar di kamar yang sunyi. Matanya segera tertuju pada sosok tegap Xavier yang berdiri di dekat jendela, tatapannya menerawang jauh ke kejauhan. Keheningan yang mencekam menyelimuti ruangan, seolah-olah waktu sendiri telah berhenti berdetak."Kak Xavier," panggil Yuan lembut, suaranya sedikit serak. "Kau sudah tahu, bukan?"Xavier berpaling, matanya yang biasanya bercahaya kini redup oleh kesedihan. "Ya," jawabnya pelan, suaranya terdengar berat. Tangannya pun terkepal seakan tidak rela dan ingin Yuan membantah semua yang dia dengar semalam. "Mengapa kau tak pernah memberitahuku?"Yuan menghela napas panjang, jemarinya meremas selimut. "Apa yang akan Kak Xavier lakukan jika berada di posisiku? Satu nyawa bisa menolong ribuan nyawa lain. Apa kau akan memilih satu nyawa dibandingkan ribuan nyawa?"Keheningan
Sinar keemasan memenuhi setiap sudut Istana Cahaya, menciptakan panorama surgawi yang memukau. Yuan berdiri terpaku, matanya berkaca-kaca saat kenangan masa lalu membanjiri benaknya. Aroma mawar yang familiar menggelitik hidungnya, membawa kembali serpihan-serpihan memori yang telah lama terkubur."Akhirnya bisa kembali," gumam Yuan, suaranya bergetar penuh emosi.Di sampingnya, Xavier tampak gelisah. Kakinya seolah terpaku ke lantai marmer yang berkilau, wajahnya pucat pasi. Keringat dingin membasahi dahinya saat bayangan masa lalunya yang kelam menari-nari di pelupuk mata.Yuan menoleh, menyadari kegundahan pengawalnya. Dengan lembut, ia menyentuh pundak Xavier. "Kak, kau baik-baik saja?"Xavier menggeleng pelan, suaranya nyaris tak terdengar. "Saya ... saya tak pantas berada di sini, Pangeran Yuan. Dosa-dosa yang pernah saya lakukan ..."Kilasan seluruh perbuatannya pada masa lalu menari-nari. Dia ingin sekali bisa kembali ke masa lalu dan mengubah segalanya. Pangeran Yuasa, kakak d