Masing-masing jenderal saat ini memegang botol berisi air dari sumur, mereka menyebar dan mencari orang yang terkontaminasi.“Maaf, apakah ada orang-orang yang terkontaminasi di sekitar sini?” tanya salah satu jenderal. Pria itu terlihat ketakutan, dia menoleh ke kanan dan kekiri lalu kabur begitu saja.“Kenapa dia takut?” batin jenderal itu. Dia segera mencari jenderal yang lain dan menyampaikan keanehan yang dia temui.“Kalau begitu kita langsung ke pemimpin wilayah di sini saja,” usul salah satu dari mereka dan disetujui. Kedua belas jenderal menemui pemimpin wilayah.Sambutan yang diberikan oleh pemimpin kota cukup ramah, mereka menerima dengan baik kedatangan para jenderal.“Jadi kami datang untuk menguji kemampuan pemurnian, apakah ada orang yang terkontaminasi cukup parah atau berubah menjadi zombie?”Tanpa basa-basi lagi, jenderal tersebut langsung mengatakan dengan lantang keperluannya. Sang pemimpin menganggukkan kepala lalu membawa mereka ke sebuah tempat.Ruangan tersebut
Ruangan dengan dominasi warna hitam dan merah terasa mencekam. Suara rintihan pengawal menggema, dan dentingan harpa menambah ketegangan. Pengawal itu tampak ketakutan, sementara Raja Leiz menyeringai dengan senang.“Bisakah kau memainkan ilusi yang berbeda? Ilusi tentang keinginan terdalam mereka,” ucap Raja Leiz, menghentikan permainan harpa wanita di hadapannya. Wanita itu mengangguk, dan dentingan harpa berubah. Wajah ketakutan pengawal berubah menjadi wajah bahagia.“Bagus, dia bisa memberikan ilusi yang kuharapkan,” batin Raja Leiz, matanya berbinar. Wanita itu adalah Roya Ashlyn, pemain harpa ajaib yang memiliki kemampuan luar biasa.“Roya, kau membuktikan kemampuanmu. Aku menerimamu untuk saat ini. Akan kuberikan posisi yang pantas jika kau bisa membantuku,” ujar Raja Leiz.Roya membungkuk dengan elegan dan menyerahkan kembali harpa ajaib itu ke tangan sang raja. “Terima kasih, Yang Mulia. Saya senang bisa membantu raja yang adil dan bijaksana,” kata Roya dengan senyum licik.
Benua Utara, salju masih terus turun menyelimuti segala isinya. Semua yang ada di sana mulai berwarna putih tertutup salju. Angin kencang bertiup, menghempaskan semua salju yang menutupi tanaman. Warna putih tersapu hingga menampilkan berbagai warna dari pepohonan dan bunga yang bermekaran.“Sepertinya tidak akan pernah ada habisnya, tanpa harpa tempat ini akan terus tertutup salju.” Lixue membuat manusia salju dan membersihkan salju yang menumpuk. Sementara Eirlys berlarian bermain dengan tumpukan salju bersama dengan Yui.“Kalian mau di sini atau ke Benua Utama?” tanya Yui tiba-tiba. Kedua kakak beradik itu menoleh serempak ke arah Yui.“Kapan berangkat?” Eirlys mendekati Yui, menatap gadis itu dengan binar mata penuh tanya. Kemarin Yuan dan ayahnya pergi ke Ergions melewati celah dimensi dan sekarang Yui juga akan pergi.“Hari ini, aku sudah berjanji pada Yuan untuk segera ke Blackdragon, mencari cara membangunkan paman,” balas Yui. Tangan Yui mengeluarkan api berwarna jingga, menc
Lautan terlihat tenang, tidak ada tanda-tanda badai atau pun akan ada kapal yang datang. Mereka bertiga sudah bersiap untuk kembali ke Benua Utama. Kakak beradik dengan rambut putih seputih salju itu mulai jenuh mengamati lautan.“Sepertinya tidak akan ada kapal hari ini.” Lixue menghela napasnya dia menandang bergantian dua gadis cantik yang bersamanya.Yui masih terdiam menatap lautan, dia hanya menggerakkan tangannya memberi isyarat untuk menunggu sebentar lagi.Pelabuhan Benua Utara memang sangat sepi, jarang sekali kapal lewat bahkan berlama-lama di tempat ini. Hawa dingin yang menusuk tulang membuat ikan tidak banyak berkumpul, nelayan menghindari berlayar di Benua Utara. Beberapa kapal datang hanya meleati pelabuhan, terkadang mereka berhenti sejenah hanya untuk beristirahat.“Yui, tidak akan ada kapal, kau lihat sendiri kan, lebih baik kita kembali, matahari sudah hampir tenggelam.” Eirlys mencoba meyakinkan gadis dengan rambut sekelam malam kontras dengan kulitnya yang putih.
Malam di Ergions berbeda dengan tempat lain. Angin malam terasa segar meskipun terasa sedikit dingin. Bintang sangat jelas terlihat karena minimnya penerangan di hutan-hutan mereka. Ornamen rumah dan arsitekturnya yang menyatu dengan alam sangat menawan.Yuan mengenakan baju hitam, kontras dengan rambut keperakannya. Dia berjalan anggun seorang diri. Saat mencapai pudat kota, sosoknya menarik perhatian.“Siapa dia?”“Lihat telinganya tidak runcing, apa dia manusia?”“Tampan atau cantik, dia laki-laki atau perempuan?”Bisikan-bisikan yang terdengar saat Yuan melintas. Mereka tidak berani mendekat hanya memperhatikan dari jauh.Yuan memperhatikan sekelilingnya. Penduduk lebih banyak mengenakan baju dengan warna alam – hijau dan kecoklatan – membaur sempurna saat berada di hutan. Sementara dirinya terlihat begitu mencolok.Yuan dengan senyum tipis menghiasi wajahnya bergumam, “Saatnya pertunjukan.”Pemuda dengan rambut keperakan berhenti di tengah-tengah pusat kota. Air mancur yang menja
Yuan memejamkan matanya. Dia bisa merasakan kumpulan energi potensial yang berkumpul di sekitar hutan Ergions. Energi yang begitu besar dan akan sangat bagus untuk menunjukkan energi tersebut. Seringai tercermin di wajahnya. Langkahnya mantap menuju ke kumpulan para pemain musik kaum elf.“Tunggu!” Tangan Yuan ditarik oleh seseorang. Yuan menoleh untuk melihat orang tersebut. Telinga runcing dengan wajah yang familiar.“Pangeran Lou?” Yuan mengernyitkan dahi, dia tidak mengerti kenapa pangeran elf ini berada di tengah kota alih-alih berada di taman tertutup istana tempat pohon kehidupan berada.Pangeran Lou dengan napas sedikit terengah berkata, “Pangeran Yuan, mereka sedang berusaha memanggil spirit. Malam bulan purnama adalah waktu yang tepat, puncak kekuatan spirit.” Ia mengira Yuan ingin membubarkan para pemusik tersebut.Yuan melepaskan tangan Pangeran Lou dari lengannya. Dia mengangguk pelan dan tersenyum manis, berusaha menjelaskan kesalahpahaman. “Pangeran Lou, saya hanya ing
Yuan berkomunikasi dengan para spirit, suaranya lembut namun begitu mempesona. Dia membujuk dalam bahasa kuno dengan getaran yang tersampaikan dengan baik dan dimengerti oleh makhluk yang berwujud seberkas cahaya. Spirit tersebut akhirnya menurut dan mau berpindah darinya ke Raja Arlen, mereka bersedia mengikuti perintah Raja Arlen.Kumpulan spirit kini berpindah tempat mengikuti Raja Arlen. Para elf yang menyaksikan hal itu terpana. Mata mereka melihat sendiri momen saat spirit bisa mengerti perintah dan dibujuk. Selama ini mereka hanya menganggap makhluk itu tak lebih sebagai alat menyuburkan tanah. Mereka yang berada di tempat itu mengukir wajah pemuda berambut perak tersebut dan tidak akan melupakan kebaikan hatinya.Malam semakin larut, setelah pertukaran yang mereka lakukan, Yuan pamit untuk kembali ke paviliun. Raja Arlen pun pamit bersama para spirit kembali ke istana. Acara malam ini berakhir dengan keberhasilan luar biasa. Mereka yang menyaksikannya terus mengelukan dan memu
Yuan membuka matanya perlahan, kesadaran merayap kembali ke dalam dirinya. Cahaya redup fajar menyusup melalui celah-celah jendela yang berbentuk seperti daun, menciptakan bayangan samar di kamar yang sunyi. Matanya segera tertuju pada sosok tegap Xavier yang berdiri di dekat jendela, tatapannya menerawang jauh ke kejauhan. Keheningan yang mencekam menyelimuti ruangan, seolah-olah waktu sendiri telah berhenti berdetak."Kak Xavier," panggil Yuan lembut, suaranya sedikit serak. "Kau sudah tahu, bukan?"Xavier berpaling, matanya yang biasanya bercahaya kini redup oleh kesedihan. "Ya," jawabnya pelan, suaranya terdengar berat. Tangannya pun terkepal seakan tidak rela dan ingin Yuan membantah semua yang dia dengar semalam. "Mengapa kau tak pernah memberitahuku?"Yuan menghela napas panjang, jemarinya meremas selimut. "Apa yang akan Kak Xavier lakukan jika berada di posisiku? Satu nyawa bisa menolong ribuan nyawa lain. Apa kau akan memilih satu nyawa dibandingkan ribuan nyawa?"Keheningan
Aula menjadi hening saat Erina masuk. Kedua ayah dan anak hanya memandang sosok yang baru saja melewati pintu aula.“Berikan undangan itu padaku!”Suara wanita itu terdengar jelas dan penuh penekanan. “Permaisuri Erina, Rains bilang dia setuju dengan perjodohan ini,” ucap Raja Edward saat wanita itu masih berjalan ke arahnya. “Benar, Ibunda, saya tidak menolaknya jadi….” Belum sempat Rainsword menyelesaikan ucapannya, wanita itu menatap tajam ke arahnya sehingga nyalinya menciut. “Berikan undangannya!” Erina mengulurkan tangan meminta undangan yang ada di dalam surat tersebut. “Ibunda?” Rainsword merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan ekspresi ibunya. Dia tidak terlihat senang. “Rains, apa kau bisa membuat Putri Fiona menjadi permaisuri dan tinggal di Silverstone? Kau lupa dia putri satu-satunya Ratu Esmeralda? Dia calon ratu berikutnya.” Mata biru shapire itu menatap Rainsword begitu dalam. “Bukankah tidak masalah, Ibunda? Fiona bisa menjadi ratu meskipun sudah menikah
Kerajaan Silverstone. “Yang Mulia, ada surat untuk Anda.” Seorang pengawal masuk dan menyerahkan gulungan perkamen dengan segel di atasnya. “Terima kasih.” Raja Edward memperhatikan gulungan tersebut. Segel yang menutup surat tersebut terlihat tidak biasa. “Lambang Kota Avari!” Mata Raja Edward membelalak dan berseru keras hingga pengawal yang baru saja berbalik menoleh kembali. Sementara seorang pengawal lain baru saja datang memberi salam hormat dan melapor, “Lapor Yang Mulia, Pangeran Rainsword telah tiba di istana bersama dengan Penjaga Dunia Bawah Rafael Blackdragon dan Putri Yui.”Raja Edward kembali duduk dengan tenang. Dia berusaha terlihat biasa meskipun tangannya gemetar dengan surat dari Kota Avari. “Biarkan mereka masuk.” “Siap, Yang Mulia!” Pengawal itu memberi hormat dan berbalik kembali untuk menjemput Pangeran Rainsword dan yang lain. Aula kerajaan kembali sepi, Raja Edward membuka surat tersebut secara perlahan. Dia membaca isi surat tersebut dengan hati-hati. S
Ratu Esmeralda menopang dagu dengan satu tangan. Tangannya yang lain membolak-balik berkas yang tertumpuk rapi di depannya. Dia mendongak saat pintu ruang kerjanya diketuk. “Masuk dan tutup kembali pintunya!”Fiona berjalan perlahan setelah menutup pintu. Tamu mereka sudah pergi dua hari yang lalu. Mereka pergi setelah Pangeran Yuan siuman.“Salam, Ibunda Ratu,” ucap Fiona dengan penuh rasa hormat. “Duduklah Fiona,” perintah Ratu Esmeralda. Dia membalik berkas yang ada di depannya ke arah Fiona. “Pilih satu di antara mereka untuk menjadi calon pendampingmu.”Fiona terdiam di kursinya. Dia hanya menatap tumpukan berkas yang sudah terlihat dari sampul atasnya. Berkas biodata para pria bangsawan terbaik di Kota Avari. “Ibunda Ratu, bolehkah saya memilih pendamping sendiri.” Suara Fiona bergetar, dia sudah pernah bersitegang dengan ratu karena tidak mau berpaling dari Rafael.“Lupakan Rafael, aku tidak pernah mempermasalahkan siapa pilihanmu selama dia juga bersedia. Rafael tidak mengi
“Krisan, kumpulkan semua debu peri di sekitar sini!” perintah Yuan. Makhluk kecil dengan sayap berbentuk bulan sabit melayang dan berputar hingga membentuk pusaran angin. Angin yang berputar menghempaskan semua debu peri yang menempel pada dedaunan. Debu peri keemasan melayang-layang dan berkumpul dalam satu titik. Yuan mengambil sebuah kantong kecil dari cincin permata penyimpanan dimensinya. Krisan pun memasukkan debu peri ke dalam kantong tersebut. Yuan menutup kantong dan memasukkan kembali kantong yang berisi debu peri ke dalam cincin permata penyimpanan dimensi. Eirlys yang memperhatikan Yuan menghela napas dan terlihat murung. Dia begitu iri setiap kali melihat penyimpanan dimensi. Kota Naga memiliki semua benda yang dia inginkan, sayangnya dia sendiri tidak memiliki uang untuk membelinya. Status putri hanyalah status. Dia bahkan tidak memiliki benda berharga. Yuan melihat Eirlys yang murung mengambil inisiatif memperlihatkan kegunaan debu per untuk menghiburnya. “Eirlys,
Malam semakin larut, tidak ada tanda-tanda Yuan akan siuman. Eirlys merasa matanya sudah semakin berat. Dia mengeratkan jubah Lixue dan bersandar pada akar pohon peri yang menyembul ke permukaan tanah. Menarik tubuh Yuan supaya terlindung dari angin malam, setidaknya ceruk di antara akar pohon cukup nyaman untuk bermalam beratapkan bintang. “Selamat malam, Yuan.” Eirlys memejamkan matanya. Dunia peri terasa begitu damai. Semilir angin malam yang dingin pun terasa menentramkan hati. Perlahan-lahan debu peri bertebaran di sekitar mereka seakan memberikan perlindungan. Debu peri masuk ke dalam tubuh Yuan, memberinya energi hingga penuh. Tak hanya Yuan, debu peri juga masuk ke dalam tubuh Eirlys mengisi energinya yang habis. “Eirlys … Eirlys ….”Kedua mata Eirlys seperti diberi perekat, susah sekali terbuka meskipun ingin. “Eirlys bangunlah!” Suara lembut dan juga terasa sentuhan di bahu Eirlys, mengguncangnya perlahan. Eirlys menggunakan tangannya untuk mengusap kedua mata yang sulit
Eirlys dan Lixue sudah berada di sebelah Xavier. Pria jangkung itu menggendong Pangeran Yuan yang belum sadarkan diri. Sementara Ratu Esmeralda membubarkan semua peri yang ada di sana, hanya tersisa Fiona seorang. “Bagaimana kondisi Pangeran?” Sang ratu berjalan dengan anggun dan berhenti tepat di depan Xavier. Dia memeriksa pergelangan tangan Pangeran Yuan. “Yang Mulia, Pangeran hanya kelelahan. Energinya habis sehingga dia pingsan,” jawab Xavier dengan suara lembut penuh hormat. “Ibunda Ratu, bagaimana kalau Pangeran Yuan beristirahat di ranjang es, bukankah dia akan cepat sembuh?” Fiona teringat dengan Rafael saat itu, untuk mempertahankan hidupnya Rafael dibaringkan di ranjang es. Xavier menyela, “Putri Fiona, itu tidak perlu. Pangeran hanya butuh istirahat sejenak untuk memulihkan energinya.” “Kalau begitu biar ku mainkan harpa.” Eirlys mengeluarkan harpanya. Belum sempat tangannya menyentuh senar, tubuhnya limbung. “Eirlys!” Lixue dengan sigap menopang Eirlys yang hamp
Ratu Esmeralda berdiri dengan anggun di bawah pohon peri. Langit terlihat masih biru dengan semburat jingga dari sang surya yang mulai bersembunyi ke peraduan. Angin yang bertiup membawa suara alunan harpa, menyentuh kesadaran hingga menjernihkan pikiran.“Apa yang ingin Pangeran katakan?” Yuan membungkuk memberi hormat sebelum kembali berdiri tegak. Dia menatap awan di langit. “Yang Mulia pasti sudah merasakannya, kekuatan harpa tersebut bukan harpa biasa.”Yuan terdiam, menunggu reaksi dari sang ratu peri.Wanita itu menoleh ke arah Yuan, mengibaskan jubahnya dengan anggun lalu mulai duduk di atas rumput. “Ya, kekuatan harpa ajaib, aku pernah mendengar harpa itu dimainkan oleh seorang elf yang sempat mampir ke istanaku. Kejadian itu sudah sangat lama, tak kusangka kudengar kembali dentingan senar dari harpa itu. Sayangnya, ilusi yang dia berikan terlalu kuat.”“Namanya Roya Ashlyn, dia bukan manusia juga bukan bangsa kristal. Saya belum tahu pasti makhluk seperti apa wanita ini seb
Eirlys menatap Xavier juga kakaknya yang terlihat canggung dengan aksesoris barunya. Kedua telinga yang berhias dandelion terlihat begitu manis, tidak cocok dengan tampang keduanya. Gadis itu berusaha tidak melihat dan menahan tawa, akan sangat memalukan bagi mereka jika sampai ditertawakan. Sementara Fiona telah sampai di depan celah dimensi bersama Eirlys. Di hadapan mereka berdiri seorang wanita cantik dengan rambut kemerahan panjang hingga menyentuh tanah. Gaun dan jubahnya berwarna hijau dengan bordir dan salur warna merah muda. Sebuah mahkota besar menghiasi puncak kepalanya. “Fiona, siapa dia?” Suaranya terdengar mendominasi ada tekanan kuat dan menuntut jawaban saat itu juga. Tatapan wanita itu tajam, menatap dengan memicingkan mata. Tongkat di tangannya masih tegak berdiri dengan tekanan kekuatan yang tak biasa. Dia mengendalikan tanaman dan mengurung beberapa orang di depan celah dimensi. Wanita ini sedang mengendalikan orang-orang yang berusaha mendekati celah dimensi. “
Pohon besar itu seakan memicingkan matanya, menatap Yuan lekat-lekat. “Kau mirip dengan seseorang,” ucap peri pohon perlahan.“Kurasa yang kau temui itu Yui, saudara kembarku. Aroma kami sama,” jawab Yuan. Yuan menebak jika peri pohon lebih mengandalkan indra penciuman daripada penglihatannya.“Yui? Ya, aku ingat nama itu. Dia gadis kecil dengan aroma khas, seperti dirimu.” balas peri pohon dengan seutas senyum yang terlihat aneh di wajah pohonnya. Dia kemudian mengangkat Yuan ke atas pohon. “Berpeganglah erat, akan kuantar ke Avari.” “Tunggu!” seru Yuan dengan suara lantang. “Aku tidak sendiri, bisakah Anda juga mengantar teman-temanku?” Yuan menunjuk Eirlys dan yang lain. Peri pohon terdiam, tampak berpikir keras. “Aku akan bernyanyi untukmu jika Anda bersedia membawa mereka bersamaku,” tawar Yuan. Peri dikenal menyukai nyanyian.“Baiklah, bernyanyilah sampai batas terluar desa, kalau suaramu bagus baru akan kupertimbangankan membawa kalian ke Avari,” balas peri pohon tersebut.