Desing suara anak panah menembus angin bersamaan dengan salju yang turun. Para pemanah memburu tiga orang yang diduga memiliki harpa ajaib. Mereka ras yang berbeda di antara para kristal hitam. Ketiganya memiliki rambut seputih salju. Mereka tengah berlari menghindari hujan anak panah.
“Eirlys, jangan menengok ke belakang, teruslah berlari!” teriak seorang pemuda kepada gadis di depannya.
Pemuda yang jauh lebih tinggi dari gadis yang dipanggil Eirlys tersebut berhenti dan berbalik, merapalkan mantra membentuk bunga-bunga es yang menghambat laju anak panah tersebut.
“Terus berlari!” teriak pemuda tersebut kepada dua orang perempuan yang bersamanya.
Napas mereka tersengal-sengal, kepulan uap air seperti asap di setiap napas yang mereka hembuskan karena udara yang begitu dingin. Bernapas saja terasa begitu berat, sementara salju turun perlahan membuat rambut putih mereka semakin putih tertutup salju.
“Kak Lixue!” Gadis yang bernama Eirlys menoleh dan memanggil pemuda tersebut.
“Menuju ke jembatan cepat!” perintah pemuda itu.
Pemuda itu berlari menyusul kedua perempuan yang telah mendahuluinya. Berlari di atas tumpukan salju tidak mudah, setiap langkah kaki mereka melesak ke dalam salju dan perlu tenaga ekstra untuk mengangkatnya.
“Jangan biarkan mereka kabur, tangkap mereka!” seruan dari pihak lawan yang mengejar mereka. Gerombolan pria berpedang mulai melompat dan turun untuk mengejar mereka bertiga. Sementara para pemanah masih tetap di tempatnya, menarik busur mereka untuk menghalangi ketiganya mencapai istana es.
“Ambil harpanya!” seru salah satu dari mereka disertai teriakan balasan tanda setuju dengan ucapan rekannya.
“Serang mereka jangan sampai lolos!”
Desing anak panah kembali terdengar, kali ini jauh lebih sedikit dari sebelumnya. Lixue kembali merapalkan mantra. Dia menghentikan laju anak panah tersebut dengan kekuatan es, satu persatu anak panah jatuh karena membeku di udara. Beberapa dari para pemanah mulai membeku akibat mantra dari Lixue mempengaruhi mereka juga.
Kepulan uap yang keluar dari napasnya berwarna putih seperti asap putih yang terus keluar masuk setiap kali tarikan napas dan hembusannya. Udara semakin dingin. Namun, ketiga orang itu tidak merasakan dingin sama sekali, kondisi yang begitu menegangkan antara hidup dan mati membuat tubuh mereka cukup panas.
“Eirlys!” seru Lixue saat melihat gadis berambut putih itu terjatuh, terjerembab dalam tumpukan salju. Pemuda yang bersamanya langsung membantu gadis itu untuk segera berdiri sementara wanita yang jauh lebih tua diantara keduanya menghadang dan bernyanyi hingga sebuah badai terbentuk. Badai itu menyapu orang-orang yang membawa pedang hingga terdorong dan tidak terlihat lagi karena tertimbun tumpukan salju.
“Cepat, itu hanya akan menghalangi mereka sementara!”
Wanita itu adakah ratu dari istana es, Fey Varsha. Sebuah istana yang berada jauh di sebelah utara dunia bawah. Wilayah yang selalu tertutup salju sepanjang tahun hingga sebuah keajaiban terjadi beberapa tahun yang lalu. Seorang pangeran elf datang dengan harpa ajaib dan membuat wilayah bersalju ini bersemi. Untuk pertama kalinya dataran es ditumbuhi bunga-bunga indah layaknya musim semi.
“Eirlys kau tidak apa-apa?” Lixue memapah Erilys dan membawanya berlari bersamanya. Pemuda itu melepaskan liontin berbentuk harpa dan memberikannya kepada gadis berambut putih seputih salju. “Jaga ini, Eirlys!”
Gadis dengan rambut putih itu menoleh ke arah kakak laki-lakinya. Dia menggelengkan kepala. Firasat buruk tiba-tiba terasa saat menerima liontin itu, sebuah firasat akan perpisahan di antara keduanya.
“Cepat, kita kembali ke istana!” Fey Varsha memimpin dan menarik Eirlys bersamanya sementara Lixue justru terdiam dan memandang keduanya yang berlari menuju ke sebuah danau besar dengan istana es di tengahnya.
“Tunggu, Ibunda, Kak Lixue masih di belakang!” seru Eirlys. Namun, wanita dengan gaun putih seputih rambutnya tidak mengindahkan dan terus menarik tangan anak perempuannya. Dia tidak berhenti dengan semua ucapan Eirlys.
“Maaf, Eirlys, maaf,” batin Fey Varsha. Dia sudah membuat kesepakatan dengan anak laki-lakinya. Jika kondisi memaksa dan mereka tidak bisa selamat, setidaknya harpa tidak jatuh ke tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka menginginkan harpa untuk kepentingan diri sendiri, menginginkan harpa untuk memperkaya diri mereka.
“Selamat tinggal Ibunda, Eirlys,” ucap Lixue dengan lirih seakan hanya berupa desiran angin. Dia berbalik menghadang para pengejarnya. Pangeran es itu kembali menyerukan mantra dan memanggil makhluk setinggi tiga meter yang terbuat dari salju. Monster salju tersebut dikendalikan oleh Lixue. Monster itu meraung dan menyerang para pria berpedang yang telah berhasil keluar dari tumpukan salju.
“Kalian ingin bertarung, ayo lawan aku!” seru Lixue.
Eirlys menoleh dan melihat monster salju yang dipanggil kakaknya. Dari sudut matanya bulir bening mulai mengalir. Air mata Eirlys jatuh membasahi pipinya.
“Kuatkan dirimu Eirlys,” ucap Fey Varsha di sela-sela derap langkah mereka. Jembatan sudah terlihat, keduanya melewati jembatan, berlari sepanjang jembatan yang melengkung di atas danau dingin sedingin es lalu mereka masuk ke dalam istana yang terbuat dari kristal es.
“Ibunda, kita tunggu kakak,” pinta Eirlys memohon. Mata gadis itu berkaca-kaca, dia tidak bisa meninggalkan kakaknya di luar bersama dengan musuh mereka.
Fey Varsha menatap anak perempuannya yang sudah sembab karena menangis. Suara teriakan terdengar. Dia melihat sebuah harapan saat makhluk salju itu telah menghentikan para pria berpedang dan tidak ada lagi hujan anak panah yang terlihat.
“Kita tunggu, Lixue.” Fey Varsha yang melihat secerca harapan menghentikan mantra yang akan dia gunakan. “Lixue, cepat masuk!” teriak Fey Varsha.
Eirlys mengangguk dengan senyuman merekah di bibirnya. “Kakak, cepat!” teriak Eirlys.
Lixue yang mendengar suara adiknya berbalik, dia merasa aman setelah para pengguna pedang sudah tertimbun salju. Dia berlari menuju jembatan. Tiba-tiba saat di tengah-tengah jembatan dia mendengar suara. Suara desingan anak panah yang mengarah pada dirinya lalu menembus tubuh remaja pemuda yang tengah berlari ke arah istana es. Anak panah yang lain dengan api membara menancap tepat di atas jembatan es yang kini menjadi pijakannya. Retakan terjadi di atas jembatan tersebut.
“Ibunda ... Eirlys,” ucap Lixue menatap keduanya. Kedua wanita itu sama terkejutnya saat melihat anak panah melesat ke arah Lixue.
“Kakak!” teriak Eirlys yang ingin berlari ke arah kakaknya.
Fey Varsha menarik Eirlys hingga gadis itu terduduk di lantai. Gadis itu hanya bisa memandangi tubuh kakaknya yang kini mulai roboh, ikut terjatuh bersama dengan runtuhnya jembatan es yang membentang dari pinggir danau menuju ke Istana Es.
“Kak Lixue!” teriak Eirlys.
Sebuah lingkaran sihir terbentuk dan menyelubungi tubuh Lixue, lingkaran sihir yang dibuat oleh Ratu Es, Fey Varsha. Sihir itu melindungi Lixue, setidaknya itulah yang diharapkan Fey untuk putranya.
“Masuklah, Eirlys!” perintah Fey Varsha.
Gerbang tertutup, sang ratu mengeluarkan tongkat sihir. Sebuah tongkat yang panjang hingga setinggi manusia dewasa, dia pun mengetukan tongkat tersebut ke lantai dan sebuah lingkaran sihir terbentuk, menyebar ke seluruh penjuru. Getaran seperti gempa bumi terasa, semakin lama semakin kencang. Istana Es mulai bergerak turun, masuk ke dalam danau perlahan-lahan.
Para pemburu yang mengejar mereka bertiga hanya bisa menyaksikan tenggelamnya istana es hingga tidak terlihat lagi. Istana Es masuk ke dalam danau dan tidak menyisakan sedikit pun keberadaannya. Sementara Lixue, tenggelam ke dalam danau yang dingin dan membeku dalam es abadi, diselimuti selubung tipis yang mempertahankan nyawanya.
Sejak hari itu Istana Es tidak ada lagi, mereka mulai melupakan akan adanya ratu penguasa es di bagian utara dunia bawah. Mereka juga melupakan adanya harpa yang pernah menjadi incaran semua makhluk karena kekuatannya. Mereka terlupakan dan hanya meninggalkan cerita yang disebut dalam dongeng. Kisah indah sang Ratu Es yang bertemu dengan Pangeran Elf hingga menjadikan dunia seindah musim semi.
Sebuah buku berwarna biru dengan gambaran istana salju ditutup bersamaan dengan lembaran terakhir cerita yang telah dibacakan. Pemuda dengan rambut hitam pendek dan mata sekelam malam menatap heran kedua anak kembar yang menatapnya. Alisnya mengerut dan mulutnya berdecak.
“Ceritanya sudah selesai,” ucap Rafael seakan mengerti tatapan keduanya.
Yui dengan cekatan menarik buku yang dipegang Rafael seakan tidak percaya dengan apa yang diucapkan pria itu.
“Tapi seharusnya berakhir bahagia, kan,” protes Yui membongkar dan mencari halaman selanjutnya. Nihil, tidak ada lembaran lain selain cerita yang telah selesai dibacakan oleh Rafael.
“Apa harpa itu benar-benar ajaib?” tanya Yuan menatap lurus ke arah Rafael yang tengah bersandar pada kursi.
“Entahlah,” jawaban Rafael seakan menggantung di udara. Pria itu kemudian terdiam lalu bangkit dan memilih tumpukan buku yang ada di meja. “Aku ingat sesuatu,” lanjutnya.
Rafael tesenyum dan memperlihatkan sebuah buku kepada kedua anak kembar di depannya, “Ini dia.”
“Bacakan lagi!” Kedua anak kembar duduk kembali di hadapan Rafael dan bersiap untuk mendengarkan kembali sebuah cerita tentang harpa ajaib seperti dalam judul buku yang dipegang Rafael.
Angin bertiup lembut membawa udara dingin yang menusuk hingga ke tulang. Para prajurit dengan baju tambahan berupa jubah tebal dari bulu binatang membungkus tubuh mereka. Namun, rasa dingin masih saja berhasil menyentuh kulit yang tak terlindung. Salah satu dari mereka melepaskan jubah tebal yang terbuat dari bulu binatang.“Yang benar saja, danau ini pasti dingin sekali,” protes prajurit yang dipaksa untuk masuk ke dalam danau oleh rekan-rekannya.Mereka melakukan undian untuk memutuskan siapa yang masuk ke dalam danau. Mereka mencari harpa ajaib yang kabarnya ada di sekitar tempat ini. Sebuah kisah dongeng tentang Istana Es yang tenggelam di danau tersebut membuat mereka dipaksa mencari keberadaannya. Mereka harus memeriksa dasar danau untuk melihat istana tersebut benar-benar ada, termasuk mencari keberadaan harpa.Kedua prajurit yang kalah saat melakukan undian dengan terpaksa masuk ke dalam air. Sebelumnya keduanya diberikan barrier pelindung untuk melindungi mereka dari dinginny
Kedua bocah kembar semakin memperhatikan Rafael yang membacakan cerita hingga keduanya menoleh karena suara dehaman di belakang mereka.“Sudah malam, sebaiknya kalian tidur,” ucap Alden dengan lembut membelai puncak kepala kedua anak kembar itu.“Baik, Kek,” sahut kedunya segera bangkit dan berlari menuju kamarnya.Yui menoleh dan melihat Kakek Alden masih berbincang dengan Rafael. Pria jangkung yang lebih tua itu duduk di sebelah Rafael. Entah apa yang mereka bicarakan, paman dari gadis yang kini sedang memperhatikannya terlihat membuang muka seakan apa yang sedang mereka bicarakan bukanlah hal yang menyenangkan.“Yui, ayo!” ajak Yuan memanggil kembarannya untuk segera ke kamar.“Hei, menurutmu apa cerita itu benar?” tanya Yui menyusul Yuan dan mereka berjalan bersama menuju ke kamar mereka.“Aku tidak tahu, tapi ada yang aneh dengan cerita Istana Es. Kisahnya menggantung dengan akhir yang menimbulkan banyak pertanyaan. Mungkin saja itu kisah nyata atau hanya rekaan,” jawab Yuan.Mer
“Kalian sudah siap?” Rafael sudah menunggu keduanya dan membukakan pintu kereta kuda. Sebuah kereta kuda dengan warna hitam pekat disertai ukiran naga berwarna keemasan.“Paman ikut?” sahut Yui menatap pria jangkung di depannya. Sebuah anggukan membuat gadis kecil itu tersenyum senang. Dia memasuki kereta kuda dan membuka sedikit tirai dari dalam, memperhatikan pria yang baru saja membantunya menaiki kereta. Rafael, di mata Yui terlihat begitu tampan. Sementara pemuda di sebelahnya berpikir hal lain. Yuan, dia hanya bisa menghela napas berat dan duduk di sebelah Yui. “Mau sampai kapan dia mencuri pandang seperti itu, kenapa tidak terus terang saja,” batin Yuan. Wajah memerah Yui cukup mengganggu pikirannya.“Yuan, apa Kak Razen tidak berlebihan?” ucap Yui melihat sekelompok orang datang di pimpin oleh Razen.Razen dengan pasukan di belakangnya telah siap mengantar Pangeran Yuan dan Putri Yui ke istana. Dia adalah salah satu jenderal di Kerajaan Kegelapan yang telah mendapatkan posisi
“Dan kandidat lain untuk menjadi raja, aku mencalonkan diriku sendiri,” ucap Leiz dengan lantang.Sorakan pendukung Leiz terdengar riuh memenuhi ruangan, hanya sebagian kecil saja yang tetap diam. Mereka diam-diam memihak kubu yang lain.“Tuan Leiz, kita memilih raja bukan berdasarkan suara, tapi kepantasannya,” sela Razen hingga suara sorakan tiba-tiba menjadi hening.“Apa maksudmu, Jenderal Razen?” Mata Leiz menatap Razen seakan ingin menembus jantungnya dan menghakimi pria ini yang telah berani bersuara.Semua mata kini memandang Razen yang sengaja membuat perselisihan dengan Penasehat Kerajaan Leiz Schwarz. Mereka menunggu penjelasan dari Razen.“Pangeran Yuan, dia pantas menjadi raja, bukan Anda, Tuan Leiz Schwarz,” ucap Razen dengan berani mendekat ke arah podium supaya terlihat jelas oleh seluruh tamu undangan. “Karena dia memiliki kemampuan yang sudah kita tunggu selama ini, kekuatan pemurnian,” lanjut Razen dengan lantang sehingga semua orang mendengar dengan jelas ucapannya.
“Apa kau ingin menipu kami?” Razen menatap Leiz, sudut bibirnya tertarik sedikit seakan dia sedang mendapatkan sesuatu yang menarik.Sementara pria dengan jubah menjuntai dan rambut yang sudah mulai berubah warna tersenyum ramah menatap Razen penuh arti. “Apa yang kau pikirkan, Jenderal Razen?” Leiz nampak santai dengan ucapan Razen.“Bunga itu, yang kau lakukan bukan pemurnian!” ucap lantang Razen hingga terdengar ke jelas. Aula menjadi riuh oleh suara-suara bisikan para tamu undangan.“Kalau begitu seperti apa pemurnian yang benar? Sudah 200 tahun dunia ini tidak tersentuh kekuatan raja,” balas Leiz. Pria ini sengaja, dia sengaja ingin menjebak Yuan untuk menunjukkan kekuatannya. Dia tahu kontaminasi di sekitar istana tidak akan bisa dimurnikan dengan kekuatan Yuan saat ini. Pekatnya kontaminasi bahkan membuat udara di sekitar istana terasa berat.Razen menatap Yuan, dia merasa salah langkah dan terlihat gugup dengan ucapan Leiz. Sorot matanya mengisyaratkan permintaan maaf dan d
Rafael menoleh sekilas dan melihat Razen bersama dengan Xavier. Mereka berdua bekerjasama untuk membantunya kabur dari istana. Serangan pasukan istana ternyata tak berhenti begitu saja. Pasukan pemanah yang berada di atas benteng pertahanan istana mengarahkan anak panahnya kembali. Meskipun Xavier membantu, beberapa anak panah masih lolos dan melesat ke arah Fury, terutama beberapa pemanah berbakat yang memiliki kemampuan panah energi.“Fury menghindar!” teriak Rafael yang merasakan panah energi menyerang. Naga hitam itu bermanuver menghindari panah tersebut. Sayangnya satu anak panah mengenai sayap Fury sehingga terbang tidak seimbang.Angin terasa begitu kencang saat naga hitam itu kehilangan keseimbangan dan meluncur karena tarikan gravitasi yang kuat. Yui berpegang pada leher Fury, sementara Yuan berada di belakangnya memeluk erat. Rafael berusaha melindungi kedua anak kembar tersebut.“Ugh,” erang Rafael merasakan sakit pada lukanya. Dia merasa pandangannya mulai kabur dan tubuhn
Sinar matahari menerobos kamar Rafael. Pria jangkung dengan rambut hitam itu menutup wajahnya dengan bantal karena diusik oleh hangatnya cahaya mentari. Sengatan panas sinar sang surya membuat pria yang masih ingin terlelap dalam buaian mimpi menjadi kesal. Kesal dengan perlindungan yang ternyata tidak mempan, dia pun terpaksa bangun. Saat matanya sudah terbiasa dengan cahaya terang kamar, pria ini menatap benda yang baru saja terpasang di dinding kamarnya tadi malam.“Cermin, apa harus membaca mantra seperti ratu jahat. Cermin-cermin di dinding siapakah yang paling cantik di dunia ini ....”Rafael tiba-tiba tertawa sendiri dengan pemikirannya. Dia pun menyibakkan selimut dan mendekati cermin tersebut. Berdiri di depan cermin lalu menyugar rambutnya yang berantakan.“Dilihat dari mana pun aku ini ganteng, lihat saja, sempurna,” ucap Rafael pada cermin di depannya. Bayangan yang menunjukkan dirinya terpantul dengan jelas. Sosok yang dikagumi kaum hawa, hanya saja dirinya sendiri yang m
Yuan menghentikan aktivitasnya setelah mendengar suara derap langkah kaki kuda. Dia mendongak untuk melihat siapa yang datang sepagi ini. Matanya tertuju pada panji-panji yang berkibar. Di bagian paling depan, dua pria berpakaian kontras hitam dan kehijauan. Yuan mengenali keduanya sebagai Jenderal Razen dan Xavier.“Siapa mereka?” Yui yang berada di samping Yuan ikut penasaran. Kereta kuda tersebut melaju dengan kecepatan sedang di kawal dengan pengawal yang mengenakan seragam senada dengan warna panji-panji mereka.“Bukankah itu lambang Pertanian Besar?” Yuan menunjuk salah satu panji yang dia kenal.Keduanya berlari menuju ke gerbang Kediaman Blackdragon. Mereka berdua berhenti dan bergabung dengan Rafael yang sudah berdiri di dekat gerbang. Mereka bertiga menyambut tamu yang datang terlalu pagi. Jenderal Razen dan Xavier turun dari kudanya kemudian memberi salam. Selanjutnya mereka yang berada di dalam kereta kuda turun kemudian memberi salam bersama dengan para pengikutnya. Pelay
Aula menjadi hening saat Erina masuk. Kedua ayah dan anak hanya memandang sosok yang baru saja melewati pintu aula.“Berikan undangan itu padaku!”Suara wanita itu terdengar jelas dan penuh penekanan. “Permaisuri Erina, Rains bilang dia setuju dengan perjodohan ini,” ucap Raja Edward saat wanita itu masih berjalan ke arahnya. “Benar, Ibunda, saya tidak menolaknya jadi….” Belum sempat Rainsword menyelesaikan ucapannya, wanita itu menatap tajam ke arahnya sehingga nyalinya menciut. “Berikan undangannya!” Erina mengulurkan tangan meminta undangan yang ada di dalam surat tersebut. “Ibunda?” Rainsword merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan ekspresi ibunya. Dia tidak terlihat senang. “Rains, apa kau bisa membuat Putri Fiona menjadi permaisuri dan tinggal di Silverstone? Kau lupa dia putri satu-satunya Ratu Esmeralda? Dia calon ratu berikutnya.” Mata biru shapire itu menatap Rainsword begitu dalam. “Bukankah tidak masalah, Ibunda? Fiona bisa menjadi ratu meskipun sudah menikah
Kerajaan Silverstone. “Yang Mulia, ada surat untuk Anda.” Seorang pengawal masuk dan menyerahkan gulungan perkamen dengan segel di atasnya. “Terima kasih.” Raja Edward memperhatikan gulungan tersebut. Segel yang menutup surat tersebut terlihat tidak biasa. “Lambang Kota Avari!” Mata Raja Edward membelalak dan berseru keras hingga pengawal yang baru saja berbalik menoleh kembali. Sementara seorang pengawal lain baru saja datang memberi salam hormat dan melapor, “Lapor Yang Mulia, Pangeran Rainsword telah tiba di istana bersama dengan Penjaga Dunia Bawah Rafael Blackdragon dan Putri Yui.”Raja Edward kembali duduk dengan tenang. Dia berusaha terlihat biasa meskipun tangannya gemetar dengan surat dari Kota Avari. “Biarkan mereka masuk.” “Siap, Yang Mulia!” Pengawal itu memberi hormat dan berbalik kembali untuk menjemput Pangeran Rainsword dan yang lain. Aula kerajaan kembali sepi, Raja Edward membuka surat tersebut secara perlahan. Dia membaca isi surat tersebut dengan hati-hati. S
Ratu Esmeralda menopang dagu dengan satu tangan. Tangannya yang lain membolak-balik berkas yang tertumpuk rapi di depannya. Dia mendongak saat pintu ruang kerjanya diketuk. “Masuk dan tutup kembali pintunya!”Fiona berjalan perlahan setelah menutup pintu. Tamu mereka sudah pergi dua hari yang lalu. Mereka pergi setelah Pangeran Yuan siuman.“Salam, Ibunda Ratu,” ucap Fiona dengan penuh rasa hormat. “Duduklah Fiona,” perintah Ratu Esmeralda. Dia membalik berkas yang ada di depannya ke arah Fiona. “Pilih satu di antara mereka untuk menjadi calon pendampingmu.”Fiona terdiam di kursinya. Dia hanya menatap tumpukan berkas yang sudah terlihat dari sampul atasnya. Berkas biodata para pria bangsawan terbaik di Kota Avari. “Ibunda Ratu, bolehkah saya memilih pendamping sendiri.” Suara Fiona bergetar, dia sudah pernah bersitegang dengan ratu karena tidak mau berpaling dari Rafael.“Lupakan Rafael, aku tidak pernah mempermasalahkan siapa pilihanmu selama dia juga bersedia. Rafael tidak mengi
“Krisan, kumpulkan semua debu peri di sekitar sini!” perintah Yuan. Makhluk kecil dengan sayap berbentuk bulan sabit melayang dan berputar hingga membentuk pusaran angin. Angin yang berputar menghempaskan semua debu peri yang menempel pada dedaunan. Debu peri keemasan melayang-layang dan berkumpul dalam satu titik. Yuan mengambil sebuah kantong kecil dari cincin permata penyimpanan dimensinya. Krisan pun memasukkan debu peri ke dalam kantong tersebut. Yuan menutup kantong dan memasukkan kembali kantong yang berisi debu peri ke dalam cincin permata penyimpanan dimensi. Eirlys yang memperhatikan Yuan menghela napas dan terlihat murung. Dia begitu iri setiap kali melihat penyimpanan dimensi. Kota Naga memiliki semua benda yang dia inginkan, sayangnya dia sendiri tidak memiliki uang untuk membelinya. Status putri hanyalah status. Dia bahkan tidak memiliki benda berharga. Yuan melihat Eirlys yang murung mengambil inisiatif memperlihatkan kegunaan debu per untuk menghiburnya. “Eirlys,
Malam semakin larut, tidak ada tanda-tanda Yuan akan siuman. Eirlys merasa matanya sudah semakin berat. Dia mengeratkan jubah Lixue dan bersandar pada akar pohon peri yang menyembul ke permukaan tanah. Menarik tubuh Yuan supaya terlindung dari angin malam, setidaknya ceruk di antara akar pohon cukup nyaman untuk bermalam beratapkan bintang. “Selamat malam, Yuan.” Eirlys memejamkan matanya. Dunia peri terasa begitu damai. Semilir angin malam yang dingin pun terasa menentramkan hati. Perlahan-lahan debu peri bertebaran di sekitar mereka seakan memberikan perlindungan. Debu peri masuk ke dalam tubuh Yuan, memberinya energi hingga penuh. Tak hanya Yuan, debu peri juga masuk ke dalam tubuh Eirlys mengisi energinya yang habis. “Eirlys … Eirlys ….”Kedua mata Eirlys seperti diberi perekat, susah sekali terbuka meskipun ingin. “Eirlys bangunlah!” Suara lembut dan juga terasa sentuhan di bahu Eirlys, mengguncangnya perlahan. Eirlys menggunakan tangannya untuk mengusap kedua mata yang sulit
Eirlys dan Lixue sudah berada di sebelah Xavier. Pria jangkung itu menggendong Pangeran Yuan yang belum sadarkan diri. Sementara Ratu Esmeralda membubarkan semua peri yang ada di sana, hanya tersisa Fiona seorang. “Bagaimana kondisi Pangeran?” Sang ratu berjalan dengan anggun dan berhenti tepat di depan Xavier. Dia memeriksa pergelangan tangan Pangeran Yuan. “Yang Mulia, Pangeran hanya kelelahan. Energinya habis sehingga dia pingsan,” jawab Xavier dengan suara lembut penuh hormat. “Ibunda Ratu, bagaimana kalau Pangeran Yuan beristirahat di ranjang es, bukankah dia akan cepat sembuh?” Fiona teringat dengan Rafael saat itu, untuk mempertahankan hidupnya Rafael dibaringkan di ranjang es. Xavier menyela, “Putri Fiona, itu tidak perlu. Pangeran hanya butuh istirahat sejenak untuk memulihkan energinya.” “Kalau begitu biar ku mainkan harpa.” Eirlys mengeluarkan harpanya. Belum sempat tangannya menyentuh senar, tubuhnya limbung. “Eirlys!” Lixue dengan sigap menopang Eirlys yang hamp
Ratu Esmeralda berdiri dengan anggun di bawah pohon peri. Langit terlihat masih biru dengan semburat jingga dari sang surya yang mulai bersembunyi ke peraduan. Angin yang bertiup membawa suara alunan harpa, menyentuh kesadaran hingga menjernihkan pikiran.“Apa yang ingin Pangeran katakan?” Yuan membungkuk memberi hormat sebelum kembali berdiri tegak. Dia menatap awan di langit. “Yang Mulia pasti sudah merasakannya, kekuatan harpa tersebut bukan harpa biasa.”Yuan terdiam, menunggu reaksi dari sang ratu peri.Wanita itu menoleh ke arah Yuan, mengibaskan jubahnya dengan anggun lalu mulai duduk di atas rumput. “Ya, kekuatan harpa ajaib, aku pernah mendengar harpa itu dimainkan oleh seorang elf yang sempat mampir ke istanaku. Kejadian itu sudah sangat lama, tak kusangka kudengar kembali dentingan senar dari harpa itu. Sayangnya, ilusi yang dia berikan terlalu kuat.”“Namanya Roya Ashlyn, dia bukan manusia juga bukan bangsa kristal. Saya belum tahu pasti makhluk seperti apa wanita ini seb
Eirlys menatap Xavier juga kakaknya yang terlihat canggung dengan aksesoris barunya. Kedua telinga yang berhias dandelion terlihat begitu manis, tidak cocok dengan tampang keduanya. Gadis itu berusaha tidak melihat dan menahan tawa, akan sangat memalukan bagi mereka jika sampai ditertawakan. Sementara Fiona telah sampai di depan celah dimensi bersama Eirlys. Di hadapan mereka berdiri seorang wanita cantik dengan rambut kemerahan panjang hingga menyentuh tanah. Gaun dan jubahnya berwarna hijau dengan bordir dan salur warna merah muda. Sebuah mahkota besar menghiasi puncak kepalanya. “Fiona, siapa dia?” Suaranya terdengar mendominasi ada tekanan kuat dan menuntut jawaban saat itu juga. Tatapan wanita itu tajam, menatap dengan memicingkan mata. Tongkat di tangannya masih tegak berdiri dengan tekanan kekuatan yang tak biasa. Dia mengendalikan tanaman dan mengurung beberapa orang di depan celah dimensi. Wanita ini sedang mengendalikan orang-orang yang berusaha mendekati celah dimensi. “
Pohon besar itu seakan memicingkan matanya, menatap Yuan lekat-lekat. “Kau mirip dengan seseorang,” ucap peri pohon perlahan.“Kurasa yang kau temui itu Yui, saudara kembarku. Aroma kami sama,” jawab Yuan. Yuan menebak jika peri pohon lebih mengandalkan indra penciuman daripada penglihatannya.“Yui? Ya, aku ingat nama itu. Dia gadis kecil dengan aroma khas, seperti dirimu.” balas peri pohon dengan seutas senyum yang terlihat aneh di wajah pohonnya. Dia kemudian mengangkat Yuan ke atas pohon. “Berpeganglah erat, akan kuantar ke Avari.” “Tunggu!” seru Yuan dengan suara lantang. “Aku tidak sendiri, bisakah Anda juga mengantar teman-temanku?” Yuan menunjuk Eirlys dan yang lain. Peri pohon terdiam, tampak berpikir keras. “Aku akan bernyanyi untukmu jika Anda bersedia membawa mereka bersamaku,” tawar Yuan. Peri dikenal menyukai nyanyian.“Baiklah, bernyanyilah sampai batas terluar desa, kalau suaramu bagus baru akan kupertimbangankan membawa kalian ke Avari,” balas peri pohon tersebut.