“Kalian berdua suka membaca buku ‘kan, pergilah ke perpustakaan,” ucap Alden sembari mengulurkan sebuah token ke arah Yuan. Mereka membawa Rafael dan meninggalkan dua anak kembar yang tidak diperbolehkan ikut.“Lagi-lagi,” gerutu Yui setelah tidak melihat ketiganya di depan mata.“Yui, ayo ke perpustakaan,” ajak Yuan menarik lengan gadis manis di sebelahnya.“Untuk apa? Lihat mereka! Hanya karena kita belum dewasa lalu ....”Yuan menarik Yui dengan paksa dan sedikit menyeret gadis itu, dia tidak peduli dengan kembarannya yang meronta dan berusaha melepaskan pegangan tangannya. Seakan sudah dipersiapkan, seorang pelayan membukakan pintu kereta kuda. Dua orang pengawal berada di sisi kanan dan kiri kereta kuda tersebut.“Silakan, Pangeran dan Putri,” ucap ramah pelayan tersebut.Mata gadis manis itu menatap tajam kemudian memalingkan muka dan mendengkus.“Ke perpustakaan kota,” pinta Yuan dan kusir kereta tersebut menjalankan kereta.“Yuan!” teriak Yui dengan kesal.“Aku tahu kau ingin
Suasana hening, baik Yui maupun Yuan terdiam. Mereka mendengar langkah kaki mendekat dan penjaga perpustakaan mendekat. “Kalian masih punya waktu setengah jam lagi,” ucap penjaga perpustakaan yang langsung pergi kembali setelah memberikan peringatan tersebut. Yuan membuka lembar terakhir buku yang dia baca lalu menyobek kertasnya. “Apa yang kamu lakukan!” protes Yui melihat tindakan Yuan yang tidak bisa dibenarkan. “Aku tidak akan ingat, Yui ini penting,” balas Yuan melipat kertas tersebut lalu menyelipkannya di saku baju. “Yuan, kembalikan!” Yui mencoba mengambil kertas yang diambil Yuan, keduanya saling mempertahankan kehendaknya. “Kembalikan!” seru Yui meminta Yuan mengembalikan kertas tersebut. “Yui, disalin pun aku mungkin tidak bisa menulisnya dengan benar, akan kuceritakan nanti. Lagipula penjaga bilang jangan membawa keluar buku, bukan lembarannya,” ucap Yuan mencari pembenaran atas apa yang dia lakukan. “Yuan!” seru Yui geram. “Kita harus cari tahu tentang paman,” ba
Sebuah tangan kekar menyambut Yui saat menuruni kereta kuda. Gadis itu mengerjap beberapa kali memastikan yang ada di depannya bukanlah bayangan semata.“Paman, kau baik-baik saja?” Yui menatap pria dengan rambut hitam cepak di depannya. Tanpa perlu menjawab pria itu hanya tersenyum.“Kalian berdua pergilah duluan ke tempat latihan, tunggu paman di sana,” ucap Rafael saat salah satu pengawal mereka terlihat memberi kode.“Baik!” balas serempak kedua anak kembar yang langsung berlari ke tempat yang disebutkan Rafael.Tanah lapang dengan rumput hijau tipis, sebuah pohon besar dan aliran sungai kecil yang terlihat jernih. Tempat mereka berlatih merupakan bukit kecil yang berada di belakang kediaman Blackdragon. Kedua anak itu tertarik dengan aliran sungai dan bermain di sana karena bosan menunggu Rafael yang tidak kunjung datang.“Yuan, airnya jernih, apa kau menghilangkan kontaminasinya?” Yui memainkan air dengan kakinya, berjalan perlahan merasakan aliran air yang menggelitik ujung-uj
Angin kencang berhembus, menghempaskan segala yang diterjangnya. Lixue menyugar rambut putih saljunya untuk melihat pemandangan yang tak asing di depan mata. Danau yang dulu menemani hari-harinya kini tak lebih dari hamparan es tipis yang menandakan perairan beku.Pemuda itu menyentuh permukaan danau yang telah beku. Sekelabat bayangan kebersamaan bersama dengan Eirlys kembali muncul. Adik kesayangannya itu terus saja tersenyum dan mengikutinya hingga akhir, hingga dia terpaksa melepaskannya pada hari itu. Hari dimana semua berakhir tragis.“Eirlys,” gumam Lixue menyentuh air danau yang kini semakin tebal lapisan esnya akibat kekuatan es.Seorang pria mendekati pemuda yang kini terdiam mengamati danau beku di depannya. Dia memiliki rambut hitam yang kontras dengan rambut Lixue. Tanpa kata, dia hanya berdiri di sebelah pemuda itu.“Mau apa, kau Blackdragon?” tanya Lixue yang mengenali pria di sebelahnya. Wajahnya sama dengan Rafael, hanya berbeda pada kerutan tipis dan juga kumis tipis
Kedua anak tersebut duduk berdampingan sambil berbisik di ruang baca. Sebuah ruangan yang disediakan untuk membaca. Di sebelah ruangan tersebut terdapat sebuah perpustakaan keluarga Blackdragon. Yui dan Yuan sedang menunggu Rafael mengambil buku. “Liontinnya berpendar, aku melihat gambaran seorang gadis,” ucap Yui menunujukkan sebuah liontin yang terasa dingin seperti es. “Kau yakin seorang gadis, bukan Lixue?” tanya Yuan memastikan. Yui menggelengkan kepalanya. “Seorang gadis, rambutnya putih seperti Lixue mungkin dia Eirlys, adik Lixue,” tebak Yui. Dia hanya tahu ada tiga orang yang memiliki rambut putih seputih salju di dunia bawah, Lixue, Eirlys dan ibu mereka Fey Varsha. “Ngomong-ngomong kenapa paman lama sekali?” Yuan menatap pintu masuk beberapa kali dan tidak melihat sosok yang seharusnya menemani mereka malam ini. “Benar juga,” ucap Yui. Keduanya sepakat untuk mencari Rafael. Perpustakaan berjarak tidak jauh dari ruang baca dan mereka berjalan bersama menyusuri lorong an
Rafael menghela napas berat, dia menutup matanya seakan sedang berpikir sesuatu. Sesaat kemudian pria jangkung itu memijit pelipisnya dan mengerutkan kening. Dia juga sedikit membungkuk dari duduknya dan tampak kesakitan.“Paman!” Yui mendekati Rafael dan menyentuh pundaknya.“Tidak apa-apa,” jawab Rafael. Perlahan dia melepaskan tangannya dari pelipis dan menoleh ke arah Yui.“Sedang apa kau di sini?” tanya Rafael dengan alis terangkat dan nada ketus.“Eh?!” Yui tersentak dan mengangkat kedua tangannya yang berada di pundak Rafael.Rafael beranjak berdiri lalu mengambil buku-buku yang berserakan di lantai. “Ternyata sudah malam, apa aku tertidur tadi?” tanya Rafael sembari mengembalikan beberapa buku ke raknya dan menimbang-nimbang buku untuk di bawa.“Paman ... kurasa tidak tertidur, tetapi pingsan,” Yui kebingungan membedakan antara tertidur dan pingsan. Pasalnya, Rafael tidak mendengar suaranya seperti orang pingsan.“Pingsan? Kurasa tidak, hanya tertidur,” balas Rafael.“Paman,”
Rafael duduk termangu di kamarnya, setelah mengantarkan Yui yang tidak sadarkan diri akibat terlalu banyak tenaga meluap tiba-tiba. Dia masih bingung dengan hilangnya Yoru yang tiba-tiba.“Kemana dia pergi?” gumam Rafael.Pria jangkung dengan rambut hitam cepak itu berdiri di depan cermin. Pantulan dirinya terlihat jelas, tidak ada bayangan Yoru di dalam cermin.“Keluarlah!” teriak Rafael.Cermin itu bergeming, tidak ada bayangan lain selain dirinya.“Keluarlah!” teriak Rafael sekali lagi, tangannya terkepal, nanar matanya menatap cermin dan berharap ada bayangan lain di sana. Dia memukulkan tangannya ke tembok di sebelah cermin. “Yoru, keluarlah!”Rafael bingung, ke mana perginya Yoru dalam dirinya, dia tahu makhluk itu masih ada dan bisa merasakannya. Akan tetapi, jika dia tidak bersuara bagaimana bisa berdialog dengannya.Selang beberapa waktu dia terdiam tanpa ada tanda-tanda suara dari Yoru, Rafael bangkit dan berjalan keluar kamarnya. Anak tangga ke lantai dua menanti untuk di j
“Kapalnya datang!” seru Lixue. Sebuah kapal feri menepi di dermaga dan beberapa orang turun membawa bahan makanan lalu kembali naik. Tidak banyak orang yang menghuni benua ini. Benua yang lebih banyak tertutup es dibandingkan tanah.“Ayo naik,” ajak Alan berjalan menuju salah satu pria yang berdiri di dekat kapal. Setelah membayar sejumlah uang, mereka berdua naik ke atas kapal tersebut.Semilir angin dingin berhembus mengembangkan layar kapal. Nahkoda mulai menjalankan kapal. Perlahan kapal feri tersebut berubah haluan.Lixue terlihat menikmati hembusan angin yang menerpa dirinya, membiarkan rambut putihnya tertiup angin. Memejamkan mata dan merasakan setiap sentuhan lembut sang angin.“Rasanya menyenangkan,” ucap Alan dengan lantang. Dia berdiri di sebelah Lixue. Mengamati setiap inchi pemuda yang sedang bersamanya.“Ya, anginnya menyenangkan. Jarang sekali merasakan angin tanpa butiran es. Biasanya selalu ada es, kau pasti mengerti jika berada di dekat danau,” balas Lixue.Kapal it
Jalanan di depan Yuan terlihat asing. Jalan dengan bebatuan hitam, meskipun itu batu, tetapi tidak terasa seperti batu biasa. Dia mengamati orang-orang yang berjalan menuju ke satu arah yang sama, sebuah gerbang besar di ujung jalan, gerbang yang tidak terlihat jelas tulisan namanya. Yuan masih sangat jauh dari gerbang itu. “Akhirnya perjalanan terakhir,” gumam Yuan yang tahu di mana dia sekarang. Dunia orang mati. Kaki Yuan berhenti melangkah saat seorang wanita dengan jubah putih berdiri di hadapannya, muncul begitu saja hingga dia hampir jatuh tersungkur karena kaget. “Lenora!”“Pangeran Yuan, apa yang Anda lakukan di sini!” Suara Lenora terdengar penuh kekesalan dan amarah seakan dia sedang memarahi seorang anak nakal. “Hah?” Reaksi Yuan mendengar ucapan Lenora. Dia tidak tahu harus menjawab apa, tentu saja dia di sini karena nyawanya sudah terpisah dari tubuhnya. “Kuulangi, Pangeran, ah tidak, Yang Mulia Raja Yuan, kembalilah sekarang juga!” Lenora berkata dengan nada lebih
“Apa aliran air ini sudah dimantrai?” tanya pria yang menampilkan lengan hitamnya. Dia mengambil air dan menyiramkannya ke tangan hitamnya. “Mantra Genbu dari Putri Yui. Dengan adanya mantra ini tidak akan ada pencurian air untuk kepentingan pribadi yang ingin menjual air ini.” Penjaga itu kemudian terlihat menghela napas panjang sebelum kembali berbicara. “Sayangnya, kabar buruk terdengar di istana. Kabarnya Yang mulia saat ini dalam kondisi kritis.” Mendengar penuturan penjaga tersebut, pria yang sepanjang jalan selalu memberikan argumen tidak menyukai raja yang sekarang terlihat marah. “Apa katamu! Lalu kenapa mengundang kami jika dia sendiri dalam keadaan kritis, bukankah dia tidak akan bisa menyembuhkan kami!” suara pria itu terdengar begitu keras hingga mengundang perhatian orang-orang di sekitar. “Tuan tenang saja, di istana semua sudah dipersiapkan.” Penjaga gerbang berusaha menekan amarah pria itu, tetapi tidak berhasil. “Lebih baik kita pulang saja!” Pria dengan lengan
Dunia bawah lebih berwarna. Langit yang biru membawa semangat baru. Kepala desa dan para pemimpin wilayah lainnya menjalankan perintah yang diberikan Yuan, raja mereka untuk mendata dan membawa penduduk dengan tingkat kontaminasi 80 %. Mereka yang telah mengalami kontaminasi bertahun-tahun dipilah dan dibawa ke ibukota untuk bertemu langsung dengan sang raja. “Apa benar kontaminasi ini bisa hilang? Rasanya aku sudah pasrah dengan kondisi ini seumur hidupku.” Pria dengan tangan dan kaki yang sudah menghitam karena kontaminasi terlihat pesimis. Meskipun begitu, setelah menatap langit biru ada secercah harapan di hatinya. “Kalau sang raja bisa menghilangkan kontaminasi di dunia bawah, kurasa bisa juga menghilangkan kontaminasi di tubuhku.” Semua penduduk dengan tingkat kontaminasi parah sudah mulai berangkat menuju ibukota. Mereka menaruh harapan yang sangat besar kepada sang raja, harapan kesembuhan dari kontaminasi yang selama ini menyiksa diri mereka.“Kudengar sang raja masih belia
Hujan semalaman membuat seluruh penduduk di dunia bawah menutup pintu rumah mereka. Tidak ada yang keluar hingga pagi tiba. Mereka terperangah saat membuka jendela dan melihat fenomena alam luar biasa, langit biru. “Langitnya!” Mata mereka tidak henti memandang ke atas. Sudah lebih dari seabad dunia bawah selalu dalam kondisi langit gelap, mendung dengan kilatan petir. Lama mereka menatap langit hingga keluar rumah dan melihat tanah basah dengan warna kecoklatan, bukan hitam. Kontaminasi sudah menghilang dari tanah dunia bawah. “Apa ini kekuatan raja yang baru? Sudah sangat lama kita hidup dengan kontaminasi dan kini semua hilang.” Mereka menyentuh tanah basah yang begitu dirindukan. Tanah yang murni tanpa kontaminasi. Meskipun tak semua terucap, penduduk dunia bawah tahu siapa yang melakukan semua ini. Sejak penobatan hingga hari ini sang raja berusaha menghilangkan kontaminasi. Seluruh negeri saat ini bergembira, bersuka cita dengan hilangnya kontaminasi dan langit biru pertama
Yuan masih mencoba membersihkan kontaminasi. Seperti perkiraannya, semua roh alam yang digunakan menguras energinya dengan cepat. Dia bahkan tidak berani menggunakan Salamander. “Yang Mulia, istirahatlah. Hampir satu minggu Anda terus di aula membersihkan kontaminasi tanpa henti.” Xavier mengantarkan makanan serta beberapa obat dari Razen. “Kontaminasi belum hilang, mana mungkin aku istirahat,” balas Yuan, wajahnya sudah terlihat pucat dan tubuhnya lelah. Eirlys dan Lixue yang ingin berpamitan pun mengurungkan niatnya. “Kak, aku tidak bisa meninggalkan Raja Yuan saat ini, tanpa spirit dia akan langsung kehilangan energinya. Meskipun hanya membantu sedikit, setidaknya bisa membantu,” bisik Eirlys masuk ke dalam aula dan duduk di dekat Yuan. Dia mulai memainkan harpanya. “Eirlys, kau memang tidak bisa berpisah dengan Yuan,” batin Lixue. Meskipun ingin kembali ke Benua Utara secepatnya, tetapi dia harus menunggu Eirlys. “Yang Mulia, bagaimana kalau meminjam kekuatanku. Elemen esku
Gerbang Kota Naga saat ini terlihat megah. Penjaga yang melihat Rafael langsung memberikan akses masuk tanpa perlu pemeriksaan. Pengendara naga memiliki hak istimewa di kota ini. Fury terbang menukik ke arah bangunan terbesar Kota Naga, sebuah tempat yang sangat luas untuk mendarat seekor naga. “Kalian berkunjung?” Suara Yuichi terdengar riang. Rambut hijaunya berkibar akibat hempasan angin dari pendaratan Fury. “Ayahanda!” teriak Yui melompat tanpa persetujuan Rafael. Gadis itu menghambur dalam pelukan hangat ayahnya.“Yui, kau semakin cantik putri kecilku!” Yuichi memeluk erat Yui mengecup keningnya dengan lembut. Berbeda dengan Yui yang terlihat riang, Rafael justru membeku di atas Fury. Diam bagai patung yang melekat kuat.Genji turun setelah Yui. Dia sedikit limbung dengan kecepatan Fury terbang. Seekor penyu lebih nyaman berenang daripada melayang di atas langit.Yuichi yang melihat Rafael memanggilnya. “Mau sampai kapan di sana? Cepat turun!”Rafael turun dan memberikan seny
Yui berlarian di sebuah pasar, pasar induk yang berisi bermacam-macam toko, berbagai jenis barang hingga benda langka ada di sini. Kota Blue Amethyst, kota satu-satunya yang terbuka untuk semua orang, baik untuk manusia maupun bangsa kristal. Bukan hanya mereka, unhuman atau setengah manusia pun terlihat di sini.“Lihat paman, cantik sekali!” seru Yui memperhatikan setiap toko yang memiliki benda unik yang menarik perhatiannya.Genji berjalan dengan anggun, sesekali membuka kipasnya. Aura seorang bangsawan terlihat jelas dari pria ini. Karena kekuatan Yui yang belum stabil, dia tidak bisa langsung mengembalikan Genji ke dunianya.“Tuan Rafael, apa kau cukup membawa uang?” bisik Genji yang berjalan di samping Rafael.“Aku juga sedang menghitung uang yang ada di kantongku, kuharap cukup,” balas Rafael datar, ada sedikit ketakutan jika tidak bisa membayar semua belanjaan yang akan dilakukan Yui.“Apa ada benda yang bisa dijual? Kusarankan jual secepatnya. Tuan Putri tidak akan berhenti b
Aula kerajaan sudah kembali sunyi. Yuan menyandarkan kepalanya pada kursi singgasana, lelah dengan pekerjaan raja yang baru dua hari ia lakukan. Dia kembali memeriksa catatan yang dibuat Razen. “Yang Mulia.” Eirlys yang masuk ke dalam aula seakan tidak terdengar hingga dia memanggil namanya.“Eirlys, maaf, aku tidak tahu kau sudah di sini.” Yuan menekan tengah dahinya yang sedikit berdenyut. Banyaknya laporan hari ini membuat kepalanya sedikit pusing.“Melelahkan menjadi raja?” tebak Eirlys yang duduk di sebelah Yuan. Dia mengeluarkan harpa kemudian memainkannya.Lantunan melodi yang begitu indah membuat Yuan merasa tenang. Dia memejamkan mata menikmati suara yang begitu indah. “Eirlys ajari aku memainkan harpa,” pinta Yuan yang membuka matanya dan bangkit dari kursi singgasana lalu duduk di sebelah Eirlys.“Tentu,” balas Eirlys. Gadis cantik itu masih memainkan harpanya. Seperti biasa para spirit mulai berkumpul dan mengelilingi Yuan.Mata mereka beradu, ada magnet yang menggerakka
Rafael melihat Yui yang masih ceria. senyumnya terlihat sangat manis. Dia bersama dengan Genji sedang menyiapkan makan malam mereka. Genji menangkap beberapa ikan di sungai, cukup untuk mereka makan hari ini. Seakan tanpa beban, Yui meminta Rafael menyalakan api pada tumpukan kayu yang sudah mereka susun.“Apa? Kau memintaku menyalakan api? Api hitam bukan untuk mainan,” sahut Rafael menolak.“Api Suzaku tidak ada, dia menghilang dan entah kapan bangkit lagi,” balas Yui. Matanya beralih ke arah Genji.“Aku memiliki elemen air, sama sekali tidak punya api,” jawab Genji cepat, seakan tahu maksud dari Yui.“Paman,” rengek Yui mengguncang tangan Rafael. “Sedikit saja, hanya kau yang punya api.”“Ya, ya, baiklah,” balas Rafael. Dia menyalakan api dengan kekuatan api hitamnya. “Baru kali ini akau memakai api hitam bukan untuk menyerang musuh tetapi memanggang,” gumam Rafael, dia menutup wajahnya merasa sangat malu menggunakan kekuatan yang begitu besar hanya untuk memanggang ikan.“Tidak