“Kalian sudah siap?” Rafael sudah menunggu keduanya dan membukakan pintu kereta kuda. Sebuah kereta kuda dengan warna hitam pekat disertai ukiran naga berwarna keemasan.
“Paman ikut?” sahut Yui menatap pria jangkung di depannya. Sebuah anggukan membuat gadis kecil itu tersenyum senang. Dia memasuki kereta kuda dan membuka sedikit tirai dari dalam, memperhatikan pria yang baru saja membantunya menaiki kereta. Rafael, di mata Yui terlihat begitu tampan.
Sementara pemuda di sebelahnya berpikir hal lain. Yuan, dia hanya bisa menghela napas berat dan duduk di sebelah Yui. “Mau sampai kapan dia mencuri pandang seperti itu, kenapa tidak terus terang saja,” batin Yuan. Wajah memerah Yui cukup mengganggu pikirannya.
“Yuan, apa Kak Razen tidak berlebihan?” ucap Yui melihat sekelompok orang datang di pimpin oleh Razen.
Razen dengan pasukan di belakangnya telah siap mengantar Pangeran Yuan dan Putri Yui ke istana. Dia adalah salah satu jenderal di Kerajaan Kegelapan yang telah mendapatkan posisinya kembali setelah menghilang selama bertahun-tahun. Peranannya dalam peperangan waktu itu mengembalikan posisinya. Namun, dia dengan terang-terangan memihak Pangeran Yuan dan mengusulkannya menjadi raja yang baru menentang usulan para jenderal dan petinggi kerajaan yang memilih Penasehat Leiz sebagai pelaksana raja. Usulannya inilah yang membuat perpecahan hingga mereka menginginkan Pangeran Yuan dihadirkan malam ini. Mereka ingin melihat langsung seperti apa raja yang diusulkan oleh Razen.
Perjalanan dari kediaman Blackdragon ke Istana Kegelapan memakan waktu setengah hari hingga mereka akan sampai di sana sore hari. Mereka tidak mau terlambat sehingga memutuskan berangkat pagi ini dan sampai di sana sebelum malam tiba.
“Razen, untuk apa pasukanmu?” Rafael mengamati pasukan berkuda yang dibawa Razen. Pasukan elite kavaleri yang dibawa Razen bukanlah pasukan biasa. Aura mereka menunjukkan kemampuan tingkat tinggi. Menurut Rafael semua ini terlalu berlebihan, membawa pasukan untuk menghadiri undangan perjamuan jelas memperlihatkan permusuhan.
“Kau tidak kenal Tuan Leiz, dia licik,” jawab Razen.
Rafael melompat menaiki kuda, sebenarnya dia lebih suka berada di atas Fury, naga hitamnya. Namun, kali ini dia harus bersabar dengan tunggangan berkaki empat yang tidak bisa terbang ini.
Melihat Rafael menaiki kuda, Yui membuka jendela kereta kudanya lalu berteriak, “Paman, boleh ikut denganmu?”
Yuan yang mendengar Yui mengatakan hal itu hanya bisa menganga. Dia tidak mengerti jalan pikiran saudarinya.
“Kau mengenakan gaun, Yui, akan sulit menaiki kuda,” balas Rafael tersenyum ke arah gadis cantik di dalam kereta kuda.
Yui menggembungkan pipinya, gadis ini melipat tangan di atas dada dan menggerutu atas penolakan Rafael.
“Dia benar, bagaimana bisa kau naik kuda dengan gaun menjuntai seperti itu,” imbuh Yuan. Dia berusaha tersenyum, tetapi itu semua sia-sia. Yui tidak mempedulikan senyuman maupun kata-katanya. Dia sedang kesal dan membuang muka, menatap pemandangan dibalik jendela kereta kuda.
Perjalanan dimulai, derap langkah kaki-kaki kuat kuda berderap menggetarkan jalanan. Mereka terlihat mencolok dengan kereta kuda khusus dari keluarga Blackdragon serta pasukan Razen yang berpakaian lengkap. Setiap melewati pemukiman, mereka menoleh ke arah rombongan ini sejenak.
Selain mencoloknya penampilan luar suara yang terdengar merdu dari dalam kereta kuda diikuti spirit yang berkumpul mengundang rasa penasaran. Yuan sedang bernyanyi. Nyanyiannya selalu mengundang para spirit. Sepanjang perjalanan dia menumbuhkan dan menghilangkan kontaminasi yang ada dengan bantuan para spirit. Tak ayal, mereka yang melihat mengucapkan rasa syukur dan terima kasih.
“Kau akan kehabisan energi.” Yui membantu mengumpulkan kristal hitam hasil pemurnian yang dilakukan Yuan sepanjang perjalanan. Kristal hitam itu berjatuhan seiring pemurnian yang berhasil dilakukan Yuan.
“Bukankah ini menyenangkan,” balas Yuan tersenyum melihat hamparan hijau yang dia tinggalkan. Sesaat ada yang mengganjal dalam hatinya, beberapa bagian tanah masih tetap hitam, semakin mendekati wilayah istana semakin sulit dilakukan pemurnian.
“Yui, lihat,” ucap Yuan menunjukkan ke arah Yui tanah yang tidak berubah.
“Kau tidak bisa memurnikannya?” Yui memperhatikan tanah tersebut lalu mencoba menganasisis tanah dengan bantuan kekuatan Seiryu. “Tanah itu memiliki tingkat kontaminasi tinggi, Yuan,” lanjut Yui setelah merasakan ada yang janggal dengan tanah-tanah tersebut. Tanah yang kelam dan menyimpan sesuatu yang begitu pekat dan dalam. Sesuatu yang bahkan tidak bisa dijabarkannya. Yui masih belum mengetahui kekuatan apa yang membuat tanah itu tidak bisa dimurnikan dengan kekuatan Yuan.
Perhatian Yui teralihkan saat melihat Rafael menguap lagi dan lagi. Pria itu terlihat tidak cukup tidur. Padahal semalam dia yakin Kakek Alden pasti menyuruh Rafael tidur saat itu juga. Rafael tidak pernah terlihat lelah maupun mengantuk selama ini. Namun, satu minggu belakangan ini, pria yang merupakan pelatih dan pamannya itu terlihat sering tertidur.
“Ada apa dengan paman,” gumam Yui.
Yuan melihat ke arah mana mata Yui tertuju. Dia hanya bisa diam mengamati. Jantungnya berdegup lebih lambat seiring helaan napasnya. Dia merasakan apa yang saat ini dirasakan Yui. “Dia baik-baik saja. Percayalah, Paman Rafael pasti tahu kondisi tubuhnya,” imbuh Yuan.
Yui menoleh ke arah Yuan dan menghela napas, “Kalau saja ada kakak di sini, dia bisa memeriksa Paman.”
Suara roda dan derap langkah kaki kuda semakin melemah, kereta kuda berjalan lebih pelan, Yui memeriksa keadaan dengan membuka jendela kereta kudanya. Sebuah banguan menyerupai kastil hitam menjulang tinggi. Mereka sudah mendekati wilayah istana.
“Yui, di sini bahkan tanah tidak bisa kumurnikan, ada apa di istana?” bisik Yuan yang terlihat khawatir.
“Yuan, ada sesuatu di istana, ada kekuatan aneh, tetapi aku tidak tahu apa itu,” sahut Yui. Dia mengumpulkan kedua tangannya seakan sedang memeluk tubuhnya, Yui merasakan sesuatu yang ganjil. Sesuatu yang membuatnya merasa takut.
Gerbang dibuka saat rombongan Rafael memasuki istana. Kereta kuda melewati gerbang diikuti oleh Razen dan Rafael yang mengawalnya serta pasukan di belakang mereka. Seperti sedang bersiaga dengan serangan, ada banyak prajurit di istana. Mata mereka tertuju pada kereta kuda yang baru saja melintas.
“Lihat, mereka bahkan berjaga-jaga,” ucap Razen dan Rafael tersenyum saat melihat begitu banyak prajurit dengan pakaian tempur seakan mereka siap berperang.
Kereta kuda lain juga datang dan beberapa petinggi kerajaan hadir di hari ini. Para jenderal serta beberapa tamu undangan lain telah memenuhi aula. Pangeran Yuan bersama Putri Yui masuk ke aula didampingi Razen dan juga Rafael.
Semua mata tertuju ke arah anak kembar yang mencuri perhatian seluruh tamu undangan. Bisik-bisik mulai terjadi, mereka membicarakan tentang desas-desus yang pernah terdengar. Salah satunya tentang usulan kandidat raja baru.
Yuan dan Yui saling pandang saat mereka menyadari menjadi pusat perhatian. Yui mulai tidak nyaman dan mendekat ke arah Rafael begitu pula dengan Yuan yang menempel di sisi yang lain.
“Sepertinya mereka berdua menyukaimu,” ucap Razen melihat tingkah kedua anak tersebut. Dia tertawa melihat raut wajah Rafael yang cemberut.
Rafael hanya tersenyum kecut menanggapi ucapan Razen. Dia menggandeng kedua anak itu dan berjalan melewati orang-orang yang terus menatap ketiganya sambil berbisik. Mereka merasakan aura ganjil pada diri kedua anak kembar tersebut, aura yang berbeda dari bangsa kristal hitam.
“Apa aku terlihat aneh?” bisik Yui.
“Kau tampil cantik hari ini, Yui,” balas Rafael menoleh ke arah gadis di sebelahnya yang kini telah merona karena kata-katanya. Rafael yang terpesona sesaat saat melihat gadis kecil yang setiap hari dia lihat menjelma menjadi putri cantik. Dia segera memalingkan wajahnya, berharap tidak terlihat rona di wajahnya.
Sementara itu Yuan melepaskan tangannya dan membiarkan Rafael berjalan bersama dengan Yui. Dia berhenti sejenak dan kembali berjalan di belakang Yui dan Rafael.
“Ada apa, Tuan Muda?” tanya Razen.
“Tidak ada,” jawab Yuan yang melihat Yui dan Rafael berjalan bersama, sebuah senyuman kecil menghias wajahnya. “Kurasa karena kami kembar mereka tertarik memperhatikan kami, bukankah lebih baik berjalan sendiri-sendiri supaya tidak menarik perhatian,” lanjut Yuan menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Dia hanya ingin memberikan ruang dan waktu untuk Yui dan Rafael.
Semua tamu menghentikan aktifitasnya termasuk Yui dan Yuan. Seorang pria dengan jubah yang menyapu lantai berjalan menaiki podium. Dia memberikan sambutan kepada seluruh tamu undangan serta menyampaikan acara malam ini.
“Kita memiliki kandidat raja yang baru, perkenalkan Pangeran Ryuichi Yuan,” ucap pria itu menunjuk ke arah Yuan. Dia juga memberi isyarat kepada Yuan untuk naik ke podium.
“Paman,” bisik Yuan ragu. Namun, Rafael mendorongnya supaya naik ke podium. Akhirnya dengan menguatkan hati, Yuan naik ke podium dan berdiri di sebelah Leiz Schwarz.
Leiz pun berbisik tepat di telinga Yuan, “Apa kau yakin bisa mengalahkanku?”
“Dan kandidat lain untuk menjadi raja, aku mencalonkan diriku sendiri,” ucap Leiz dengan lantang.Sorakan pendukung Leiz terdengar riuh memenuhi ruangan, hanya sebagian kecil saja yang tetap diam. Mereka diam-diam memihak kubu yang lain.“Tuan Leiz, kita memilih raja bukan berdasarkan suara, tapi kepantasannya,” sela Razen hingga suara sorakan tiba-tiba menjadi hening.“Apa maksudmu, Jenderal Razen?” Mata Leiz menatap Razen seakan ingin menembus jantungnya dan menghakimi pria ini yang telah berani bersuara.Semua mata kini memandang Razen yang sengaja membuat perselisihan dengan Penasehat Kerajaan Leiz Schwarz. Mereka menunggu penjelasan dari Razen.“Pangeran Yuan, dia pantas menjadi raja, bukan Anda, Tuan Leiz Schwarz,” ucap Razen dengan berani mendekat ke arah podium supaya terlihat jelas oleh seluruh tamu undangan. “Karena dia memiliki kemampuan yang sudah kita tunggu selama ini, kekuatan pemurnian,” lanjut Razen dengan lantang sehingga semua orang mendengar dengan jelas ucapannya.
“Apa kau ingin menipu kami?” Razen menatap Leiz, sudut bibirnya tertarik sedikit seakan dia sedang mendapatkan sesuatu yang menarik.Sementara pria dengan jubah menjuntai dan rambut yang sudah mulai berubah warna tersenyum ramah menatap Razen penuh arti. “Apa yang kau pikirkan, Jenderal Razen?” Leiz nampak santai dengan ucapan Razen.“Bunga itu, yang kau lakukan bukan pemurnian!” ucap lantang Razen hingga terdengar ke jelas. Aula menjadi riuh oleh suara-suara bisikan para tamu undangan.“Kalau begitu seperti apa pemurnian yang benar? Sudah 200 tahun dunia ini tidak tersentuh kekuatan raja,” balas Leiz. Pria ini sengaja, dia sengaja ingin menjebak Yuan untuk menunjukkan kekuatannya. Dia tahu kontaminasi di sekitar istana tidak akan bisa dimurnikan dengan kekuatan Yuan saat ini. Pekatnya kontaminasi bahkan membuat udara di sekitar istana terasa berat.Razen menatap Yuan, dia merasa salah langkah dan terlihat gugup dengan ucapan Leiz. Sorot matanya mengisyaratkan permintaan maaf dan d
Rafael menoleh sekilas dan melihat Razen bersama dengan Xavier. Mereka berdua bekerjasama untuk membantunya kabur dari istana. Serangan pasukan istana ternyata tak berhenti begitu saja. Pasukan pemanah yang berada di atas benteng pertahanan istana mengarahkan anak panahnya kembali. Meskipun Xavier membantu, beberapa anak panah masih lolos dan melesat ke arah Fury, terutama beberapa pemanah berbakat yang memiliki kemampuan panah energi.“Fury menghindar!” teriak Rafael yang merasakan panah energi menyerang. Naga hitam itu bermanuver menghindari panah tersebut. Sayangnya satu anak panah mengenai sayap Fury sehingga terbang tidak seimbang.Angin terasa begitu kencang saat naga hitam itu kehilangan keseimbangan dan meluncur karena tarikan gravitasi yang kuat. Yui berpegang pada leher Fury, sementara Yuan berada di belakangnya memeluk erat. Rafael berusaha melindungi kedua anak kembar tersebut.“Ugh,” erang Rafael merasakan sakit pada lukanya. Dia merasa pandangannya mulai kabur dan tubuhn
Sinar matahari menerobos kamar Rafael. Pria jangkung dengan rambut hitam itu menutup wajahnya dengan bantal karena diusik oleh hangatnya cahaya mentari. Sengatan panas sinar sang surya membuat pria yang masih ingin terlelap dalam buaian mimpi menjadi kesal. Kesal dengan perlindungan yang ternyata tidak mempan, dia pun terpaksa bangun. Saat matanya sudah terbiasa dengan cahaya terang kamar, pria ini menatap benda yang baru saja terpasang di dinding kamarnya tadi malam.“Cermin, apa harus membaca mantra seperti ratu jahat. Cermin-cermin di dinding siapakah yang paling cantik di dunia ini ....”Rafael tiba-tiba tertawa sendiri dengan pemikirannya. Dia pun menyibakkan selimut dan mendekati cermin tersebut. Berdiri di depan cermin lalu menyugar rambutnya yang berantakan.“Dilihat dari mana pun aku ini ganteng, lihat saja, sempurna,” ucap Rafael pada cermin di depannya. Bayangan yang menunjukkan dirinya terpantul dengan jelas. Sosok yang dikagumi kaum hawa, hanya saja dirinya sendiri yang m
Yuan menghentikan aktivitasnya setelah mendengar suara derap langkah kaki kuda. Dia mendongak untuk melihat siapa yang datang sepagi ini. Matanya tertuju pada panji-panji yang berkibar. Di bagian paling depan, dua pria berpakaian kontras hitam dan kehijauan. Yuan mengenali keduanya sebagai Jenderal Razen dan Xavier.“Siapa mereka?” Yui yang berada di samping Yuan ikut penasaran. Kereta kuda tersebut melaju dengan kecepatan sedang di kawal dengan pengawal yang mengenakan seragam senada dengan warna panji-panji mereka.“Bukankah itu lambang Pertanian Besar?” Yuan menunjuk salah satu panji yang dia kenal.Keduanya berlari menuju ke gerbang Kediaman Blackdragon. Mereka berdua berhenti dan bergabung dengan Rafael yang sudah berdiri di dekat gerbang. Mereka bertiga menyambut tamu yang datang terlalu pagi. Jenderal Razen dan Xavier turun dari kudanya kemudian memberi salam. Selanjutnya mereka yang berada di dalam kereta kuda turun kemudian memberi salam bersama dengan para pengikutnya. Pelay
“Kalian berdua suka membaca buku ‘kan, pergilah ke perpustakaan,” ucap Alden sembari mengulurkan sebuah token ke arah Yuan. Mereka membawa Rafael dan meninggalkan dua anak kembar yang tidak diperbolehkan ikut.“Lagi-lagi,” gerutu Yui setelah tidak melihat ketiganya di depan mata.“Yui, ayo ke perpustakaan,” ajak Yuan menarik lengan gadis manis di sebelahnya.“Untuk apa? Lihat mereka! Hanya karena kita belum dewasa lalu ....”Yuan menarik Yui dengan paksa dan sedikit menyeret gadis itu, dia tidak peduli dengan kembarannya yang meronta dan berusaha melepaskan pegangan tangannya. Seakan sudah dipersiapkan, seorang pelayan membukakan pintu kereta kuda. Dua orang pengawal berada di sisi kanan dan kiri kereta kuda tersebut.“Silakan, Pangeran dan Putri,” ucap ramah pelayan tersebut.Mata gadis manis itu menatap tajam kemudian memalingkan muka dan mendengkus.“Ke perpustakaan kota,” pinta Yuan dan kusir kereta tersebut menjalankan kereta.“Yuan!” teriak Yui dengan kesal.“Aku tahu kau ingin
Suasana hening, baik Yui maupun Yuan terdiam. Mereka mendengar langkah kaki mendekat dan penjaga perpustakaan mendekat. “Kalian masih punya waktu setengah jam lagi,” ucap penjaga perpustakaan yang langsung pergi kembali setelah memberikan peringatan tersebut. Yuan membuka lembar terakhir buku yang dia baca lalu menyobek kertasnya. “Apa yang kamu lakukan!” protes Yui melihat tindakan Yuan yang tidak bisa dibenarkan. “Aku tidak akan ingat, Yui ini penting,” balas Yuan melipat kertas tersebut lalu menyelipkannya di saku baju. “Yuan, kembalikan!” Yui mencoba mengambil kertas yang diambil Yuan, keduanya saling mempertahankan kehendaknya. “Kembalikan!” seru Yui meminta Yuan mengembalikan kertas tersebut. “Yui, disalin pun aku mungkin tidak bisa menulisnya dengan benar, akan kuceritakan nanti. Lagipula penjaga bilang jangan membawa keluar buku, bukan lembarannya,” ucap Yuan mencari pembenaran atas apa yang dia lakukan. “Yuan!” seru Yui geram. “Kita harus cari tahu tentang paman,” ba
Sebuah tangan kekar menyambut Yui saat menuruni kereta kuda. Gadis itu mengerjap beberapa kali memastikan yang ada di depannya bukanlah bayangan semata.“Paman, kau baik-baik saja?” Yui menatap pria dengan rambut hitam cepak di depannya. Tanpa perlu menjawab pria itu hanya tersenyum.“Kalian berdua pergilah duluan ke tempat latihan, tunggu paman di sana,” ucap Rafael saat salah satu pengawal mereka terlihat memberi kode.“Baik!” balas serempak kedua anak kembar yang langsung berlari ke tempat yang disebutkan Rafael.Tanah lapang dengan rumput hijau tipis, sebuah pohon besar dan aliran sungai kecil yang terlihat jernih. Tempat mereka berlatih merupakan bukit kecil yang berada di belakang kediaman Blackdragon. Kedua anak itu tertarik dengan aliran sungai dan bermain di sana karena bosan menunggu Rafael yang tidak kunjung datang.“Yuan, airnya jernih, apa kau menghilangkan kontaminasinya?” Yui memainkan air dengan kakinya, berjalan perlahan merasakan aliran air yang menggelitik ujung-uj
Yuasa dengan hati-hati mengeluarkan kunci rune, ukiran kuno yang berdenyut dengan energi mistis, dan mengarahkannya ke ruang kosong di depannya. Udara berdesir dan bergelombang, seperti kain sutra yang ditiup angin, membentuk pusaran energi yang semakin lama semakin pekat. Gerbang dimensi ke dunia bawah, sebuah portal yang menghubungkan dunia kristal dengan alam kegelapan mulai terbuka. Aurum, dengan wujud manusianya yang gagah, berdiri di samping Yuasa, siap untuk melangkah melintasi gerbang dimensi. Sementara itu, Rosaline dengan cekatan menciptakan lapisan-lapisan barrier pelindung di sekitar Yuasa. Tangannya bergerak lincah, menenun barrier pelindung yang tampak seperti kubah transparan dengan rona kemerahan, melindungi Yuasa dari bahaya yang mungkin mengintai.“Cukup Rosaline,” ucap Yuasa dengan lembut. Dia menyentuh tangan Rosaline untuk menghentikan pekerjaannya. “Ini gerbang dimensi, bukan celah dimensi. Kita sudah pernah memasukinya, meskipun ada tekanan, tetapi barrier yan
Rasa syukur dan kekaguman memancar dari wajah-wajah mereka yang telah disembuhkan Yuasa. Mereka menatap sang raja dengan tatapan penuh hormat, seolah melihat dewa yang turun dari langit. Para tabib dan tenaga medis pun tercengang, kekuatan ajaib Yuasa telah melampaui batas pengetahuan mereka, membuka cakrawala baru dalam dunia pengobatan.“Rosaline tidak perlu memapahku, aku tidak apa-apa,” ucap lembut Yuasa melepaskan tangan Rosaline yang mencoba membantunya berjalan. Dia sedikit tidak nyaman dengan penilaian berlebih dari orang-orang di sekitarnya. “Mulai sekarang kau tidak bisa lagi mengenakan gaun, aku akan selalu memerlukanmu untuk menjadi pelindungku.”Rosaline tersenyum, sebuah senyuman yang mengisyaratkan kesetiaan dan kebahagiaan. Ia tidak lagi memapahYuasa, tetapi melingkarkan tangannya dengan mesra di lengan sang raja. “Tidak masalah, Yang Mulia,” jawab Rosaline riang. “Saya akan senang bisa menjadi pengawal Anda lagi.” Balai Pengobatan kini dipenuhi oleh lautan manusia ya
Langkah kaki Yuasa, sang raja, memasuki Balai Pengobatan dengan tegap, seolah lantai marmer pun tunduk di bawahnya.. Semua mata di balai itu, yang tadinya sibuk dengan hiruk pikuk kepanikan dan kesedihan, serempak beralih padanya. Sejenak, waktu seakan berhenti, lalu kembali berdetak. kehidupan di balai kembali berdenyut. Mereka kembali menjalankan aktivitas, mungkin menduga sang raja hanya datang untuk menyampaikan belasungkawa, sebuah tindakan diplomatis yang biasa dilakukan para petinggi kerajaan. Tak ada sorak-sorai, tak ada sambutan meriah, hanya tatapan kosong dan bisu yang menyambut kedatangannya, seolah hati mereka telah membeku, tertutup bagi raja mereka.“Siapa penanggung jawab Balai Pengobatan?” tanya Yuasa, suaranya bergema bagai dentang lonceng di tengah keheningan.Segera seseorang dengan tubuh ramping dan wajah dipenuhi peluh berlari dan membungkuk dalam-dalam di hadapan Yuasa. “Sa … saya, Yang Mulia,” jawab pria tersebut dengan suara bergetar karena takut.“Pisahkan ko
Aurum terbang membelah langit menuju Balai Pengobatan. Gedung itu menggeliat dipenuhi sesak manusia hingga ke serambi dan selasar. Pasien terlalu banyak sementara tenaga medis tidak sesuai jumlahnya. Aroma darah anyir menyeruak di udara, bercampur dengan bau obat-obatan yang menusuk hidung. Di mana-mana, terlihat para penyembuh sibuk membalut luka-luka menganga, bak sayatan pedang tak kasat mata, yang diderita para korban akibat munculnya celah dimensi.“Yang Mulia?” Rosaline menyentuh lengan Yuasa, wajahnya dibayangi kecemasan saat melihat wajah pucat sang Raja. Dia tahu betul pemuda yang dicintainya itu memiliki hati selembut sutra. Melihat rakyatnya terluka parah, hatinya pasti tercabik-cabik, remuk redam bagai dihantam palu godam. “Yang Mulia, Anda harus kuat.”“Rosaline, andai saja,” ucap Yuasa tercekat, tertahan di ujung kerongkongan bagai duri yang menusuk. Kedua tangannya bergetar hebat, menahan gejolak rasa tidak berdaya yang menyesakkan dada. Kehilangan kemampuan penyembuhny
Ibukota Kerajaan Cahaya.Langit bagaikan terbelah, suara retakan terdengar bagaikan suara gaung raksasa. Semua mata menyaksikan bagaimana celah dimensi perlahan-lahan terbuka semakin besar.“Demi dewa, apa yang terjadi?”“Langit! Langit terbelah!”Jeritan panik bercampur dengan hirul pikuk langkah kaki yang kalang kabut. Retakan tersebut perlahan mencapai tanah, seakan membelah langit hingga ke tanahi. Kepanikan melihat fenomena tidak biasa itu terjadi, Ibukota Kerajaan Cahaya yang ramai kini menjadi sepi seketika.Di dalam istana, Raja Yuasa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Kabar tentang retakan dimensi terdengar ke telinganya, membawa angin dingin yang menusuk tulang.“Kerahkan pasukan, lindungi rakyatku!” titah sang raja suaranya bergema di aula istana. Yuasa berjalan keluar dan melihat dari dalam istana, langit terbelah dengan ratakan besar. “Celah dimensi,” gumamnya, hatinya dipenuhi firasat buruk.Seekor naga dengan sisik keemasan mendarat di halaman ist
Langit sudah gelap saat Yuan mencapai batas terluar wilayah Blackdragon. Tenaganya bagai lilin yang hampir padam, nyaris tak tersisai. Sepasang sayap yang selama ini membawanya terbang kini lenyap tanpa jejak, begitu pula dengan tanduk hitam di kepalanya yang menghilang bagai ditelan bumi. Kegelapan menelan kesadaran Yuan. Dia jatuh bebas dari ketinggian, meluncur bagai batu yang terlempar dari langit, ditarik paksa oleh cengkraman gravitasi. Suara dentuman keras terdengar, tubuh Yuan dan Yui menghantam tanah di pinggir hutan perbatasan Blackdragon. Mereka berguling-guling beberapa kali sebelum terhenti tak jauh dari sebuah desa kecil. Keduanya terkapar tak berdaya, tubuh mereka dihiasi luka-luka yang menganga. Seorang kakek tua yang sedang mencari kayu bakar, dikejutkan oleh pemandangan dua remaja yang terbaring tak sadarkan diri di pinggir hutan. Dengan langkah gontai, ia memeriksa mereka, memeriksa denyut nadi keduanya dengan hati-hati. “Mereka masih hidup!”. Kakek itu berlari ke
Seiryu hitam menyadari kedatangan Yui. Asap dan debu tidak mengganngunya sedikitpun. Seiryu hitam dengan kegesitannya yang mengerikan menyambar Yui dengan ekornya. Tubuh Yui terpental bagai boneka kain, menghantam dinding aula istana dengan dentuman keras. “Yui!” teriak Yuan, jantungnya mencelos menyaksikan kembarannya terkapar tak berdaya. Dalam kepanikan, Yuan lengah. Cakar Seiryu menembus tubuhnya, meninggalkan luka menganga yang meneteskan darah. Tubuh ramping Yuan terlempar ke samping Yui, meringkuk kesakitan. Leiz, dengan kesombongannya yang memuakkan, berjalan mendekati kedua anak kembar tersebut. Dia menendang tubuh Yuan yang penuh luka-luka dengan kasar. “Ternyata mudah menghancurkan kalian,” ucap Leiz dengan nada penuh ejekan, “Terima kasih sudah menghilangkan pelindung tongkat kristalku!”Leiz merampas tongkat kristal dari tangan Yuan. Dia mengumpulkan kekuatan untuk membuka kembali celah dimensi. Dia menyimpan Seiryu dan Byakko hitam, yakin bahwa kedua anak kembar itu t
Yuan tidak tinggal diam melihat Yui kesakitan. Dia memanggil pedang es abadi dan menebas tanaman rambat tersebut. Aula istana menjadi dingin sedingin kutub.“Yui, kau tidak apa-apa?” tanya Yuan dengan cemas, suaranya bergetar.Darah terlihat mengalir dari luka di kaki Yui, meninggalkan jejak merah di lantai aula yang dingin. “Tidak apa-apa,” ucap Yui dengan suara tertahan,”Cepat pergi! Selamatkan dirimu!”Leiz yang gagal menghentikan Yui murka. Dia kembali memanggil kekuatan Seiryu hitam. Makhluk itu muncul dengan mengerikan, sisiknya sehitam malam, matanya menyala-nyala bagaikan bara api, menebarkan aura kekuatan yang menggetarkan aula.“Kalian pikir bisa kabur dariku!” Suara Leiz bergema di seluruh ruangan.Dengan gerakan tangan yang cepat, Leiz, yang mengenakan baju kebesaran seorang raja menutup semua pintu keluar dengan tanaman rambat berduri. Tidak ada lagi celah untuk mereka kabur saat ini.“Yuan, kau harus pergi dari sini, bawa kristalnya!” seru Yui memaksakan diri berdiri. Ia
Persiapan yang dilakukan untuk menggabungkan pasukan memakan waktu lama. Satu minggu berlalu sejak hari pertama mereka memutuskan melakukan penyerangan. Rafael sudah terlihat frustrasi melihat percekcokan yang sering terjadi. Hal-hal kecil menjadi perdebatan serius. “Demi apapun, apa kalian tidak bisa lebih cepat! Tidak bisa kah abaikan saja hal remeh seperti itu!” gerutu Rafael kesal dengan perdebatan pasukan.Yui berjalan dengan riang, berjingkat-jingkat seperti kelinci. Tiba-tiba ia berhenti hanya untuk melihat Rafael. Dia sengaja memperhatikan pria itu kemudian tertawa lepas melihat pria tinggi dengan rambut hitam cepak itu mengusap kasar wajahnya. “Lama-lama wajah Paman akan seperti kura-kura seribu tahun yang dipenuhi kerutan,” sindir Yui.Rafael menoleh dan menatap Yui. Matanya melotot ke arah gadis itu. Diam-diam gadis kecil itu mundur dan berlari menyisakan suara nyaring tawanya yang bergema. Ia kabur sebelum Rafael sempat membuka mulut untuk memberinya kuliah pagi.Yui yan