Nayaka Manggala melihat mayat Gardhana Surendrayang terbaring di atas tanah dengan luka tebas dari pundak hingga dadanya.
"Aku telah membalaskan dendammu, kamu bisa merasa tenang setelah ini. Namun tenang saja jika aku akan melanjutkan balas dendam terhadap mereka yang beruntung selama ini." Nayaka Manggala segera berlutut dengan mengambil cincin penyimpanan dari tangan Gardhana Surendra dan teman-temannya yang telah terbunuh. "Sebagai murid dari Perguruan Cakra Kembar, mereka tidak memiliki banyak barang berharga, namun ini lebih dari cukup untuk sementara waktu." Nayaka Manggala bergegas duduk bersila sembari kembali menyerap darah dan energi dari mayat Gardhana Surendra dan lainnya. Tak hanya itu ia juga menyerap darah milik ular putih yang tadi dibunuhnya. Kulit beserta sisik ular putih yang terkenal dengan keras segera ia pisahkan dari tubuh ular tersebut. Nantinya kau lihat ular tersebut akan dia buat sebagai pakaian agar ia lebih terlindungi dari serangan di kemudian hari. Setelah membereskan semuanya dan berhasil naik ke ranah pengumpulan tenaga dalam bintang 3 Nayaka Manggala bergegas mencari sungai untuk membersihkan dirinya. Saat ia membersihkan dirinya di sungai, hengkara melihat keadaan cuaca yang masih saja mendung. Hujan nampaknya masih akan turun hingga malam hari. "Selain mendapatkan beberapa barang yang bisa aku gunakan untuk sementara waktu, ada juga beberapa buku teknik bela diri dari cincin penyimpanan mereka. "Aku tidak bisa langsung menunjukkan pada dunia jika aku adalah seniman bela diri aliran sesat, karena hal itu akan membuatku menjadi diburu mereka. Sepertinya aku harus mempelajari beberapa teknik bela diri yang aku temukan untuk menjadi teknik bela diriku sementara waktu." Nayaka Manggala kembali menghela nafas sembari merasakan aliran sungai tempatnya membersihkan dirinya. "Untuk sementara waktu aku harus mengumpulkan kekuatan hingga paling tidak ranah pengumpulan tenaga dalam bintang 5 sebelum keluar dari hutan ini. "Di dunia ini kekuatan adalah yang utama tanpa kekuatan aku hanya akan tertindas dan mengulang kejadian yang sama dengan pemilik tubuh sebelumnya." ******** Di kediaman keluarga Surendra. Arjuna Surendra–sesepuh kedua dari keluarga Surendra yang sedang santai di ruangannya tiba-tiba dihampiri oleh seorang pelayan dengan begitu terburu-buru. Gruduk! Gruduk! "Ada apa kamu begitu terburu-buru? Apa ada hal penting yang ingin kamu laporkan?" tatap Arjuna "Ampun sesepuh! Beribu ampun, aku datang kemari untuk memberitahukan hal yang sangat penting pada sesepuh. "Aku baru saja kembali dari ruangan tempat penyimpanan plat kehidupan milik keluarga. Dan plat kehidupan milik tuan muda kedua, Gardhana Surendra hancur!" Deg! Brakk! Ekspresi wajahnya begitu merah muram dengan sorot mata yang begitu tajam. "Apa katamu?! Plat kehidupan milik anakku hancur?" Mendengar laporan tersebut Arjuna dengan kuat menghancurkan sandaran tangan pada kursi yang ia duduki. Pelayan yang memberikan informasi langsung bersujud di lantai setelah melihat kemarahan dari sesepuh tersebut. "Ampun sesepuh! Ampun hamba hanya memberikan informasi." Arjuna mencoba menahan emosinya,"segera perintahkan orang untuk pergi mencari keberadaan dari Gardhana. " Panggil Gentala kembali! Suruh dia untuk menghadapku!" " baik sesepuh! Hamba mohon undur diri!" Pelayan dengan cepat mundur meninggalkan ruangan tersebut. Arjuna menggeretakan giginya sembari mengeplkan tangannya dengan kuat. " Siapa yang berani membunuh anakku?! Aku akan mencarinya sampai ke ujung dunia dan membalaskan hal ini! " ****** Nayaka Manggala selama beberapa hari terus berkelana di dalam hutan. Ia bertemu dengan beberapa kelompok murid dari Perguruan Cakra Kembar. Kelompok para murid tersebut pada akhirnya ia bunuh secara diam-diam saat mereka Tengah beristirahat ataupun setelah terluka akibat bertarung dengan binatang buas. Serangan yang begitu diam-diam dan tiba-tiba membuat. Kelompok murid dari Perguruan Cakra Kembar tidak ada yang berhasil selamat satupun. Hal itu membuat peningkatan tingkat kekuatan dari hengkara hingga mencapai ranah pengumpulan tenaga dalam bintang 5. " Saat ini aku telah mencapai ranah pengumpulan tenaga dalam bintang 5. Sepertinya sudah saatnya untuk keluar dari hutan dan melihat Seperti apa kehidupan manusia di alam bawah ini." Bergegas Nayaka Manggala bergerak untuk mencari jalan keluar dari hutan tersebut. Namun belum lama ia bergerak di antara dahan pohon, ia bertemu dengan sekelompok orang yang tengah mengepung seorang gadis cantik. "Ayolah adek Batari Candawani...Jadilah wanitaku." goda Gumilar Surendra dengan tersenyum mesum "Aku tidak sudi denganmu!" Batari Candawani -murid Perguruan Cakra Kembar- mengerutkan keningnya ,"pergi dan jangan ganggu aku!" bentaknya keras Mendengar perkataan penolakan yang cukup kasar tersebut dari gadis secantik Candawani, Gumilar Surendra malah tersenyum dengan bangga. Gumilar Surendra-murid Perguruan Cakra Kembar yang gemar dengan gadis cantik. "Penolakan yang kamu lakukan itu malah semakin membuat kakanda ingin mendapatkan kamu. Caramu yang cukup kasar tetapi itu yang aku suka."puji Gumilar Surendra Batari Candawani yang terduduk di atas tanah dengan bersandar pada batang pohon mencoba menggerakkan tubuhnya, namun beberapa luka di sekujur tubuhnya membuatnya lemas. Tidak hanya itu pakaiannya juga sobek di sana sini setelah sebelumnya ia mencoba bertarung dengan binatang buas untuk meningkatkan kekuatannya namuan ia gagal. Setelah kabur dari pertarungan dengan binatang buas, dirinya malah bertemu dengan kelompok Gumilar Surendra. Nasib yang benar benar sial. "Gumilar Surendra, kamu memang punya selera yang tinggi. Batari Candawani ini memang sangat cantik, bahkan saat dia marah justru kecantikannya semakin terpancar." sambung teman Gumilar Surendra "Itu benar. Tetapi aku lebih menyukai kakaknya. Dia lebih terlihat dewasa dan manis. Apalagi dengan tubuhnya yang membuatku ingin menjamahnya." Sambung teman lainnya "Hahahhaa!" Tawa Gumilar Surendra dengan teman temannya membuat Batari Candawani semakin kesal dan takut disaat bersamaan. Ia sudah mendengar banyak sekali rumor mengenai Gumilar Surendra yang suka sekali menculik gadis lalu menidurinya. "Bagaimana cara aku pergi dari sini? Melawan mereka itu tidak mungkin. Apa aku harus bunuh diri saja? Aku tak ingin disentuh mereka!' gumam Batari Candawani dengan menutupi dirinya Diatas dahan pohon, Nayaka Manggala melihat pengepungan Batari Candawani. Begitu ia melihat pakaian yang digunakan Candawani dan Kelompok Pria yang mengepungnya. Ia jadi tahu jika mereka dari Perguruan Cakra Kembar yang sama. 'Merundung seorang wanita yang sedang terluka, mereka benar benar pengecut. Sepertinya gadis itu habis bertarung dengan binatang buas dilihat dari lukanya. Aku tidak mengerti kenapa hal seperti ini masih saja terjadi dimanapun. Seorang pria wajar jika tertarik dengan wanita karena itu memang takdirnya. Tetapi cara mendapatkan dengan seperti ini paling aku benci.' Gumilar Surendra mulai mendekati Candawani dengan ekspresi wajah mesum dan tangan yang nakal. "Kakanda datang dinda Candawani.." Batari Candawani semakin terdesak, ia menggeser duduknya mundur namun di belakangnya sudah ada pohon yang membuatnya kehabisan jalan kabur. Pemandangan itu mengingatkan Nayaka Manggala dengan pengalamannya dulu yang melihat Pujaningsih Prameswari dirundung dengan cara yang sama. Pada akhirnya si perundung di bunuhnya tanpa meninggalkan jejak yang membuat faksinya bertempur dengan faksi asal di perundung. Namun masalah itu beres dengan faksi Nayaka Manggala yang lebih kuat dan memenangkan hasil pertempuran tersebut meskipun ia tak bisa memusnahkan faksi tersebut akibat campur tangan faksi lainnnya. Disaat bersamaan ia teringat dengan pengkhianatan Pujaningsih Prameswari, seketika ia menjadi geram. 'Melihat ini, rasanya sangat muak!' Gumilar Surendra dengan cepat meraih pakaian Batari Candawani. Srak! Aaaaa! Pakaian Batari Candawani di robek paksa oleh Gumilar Surendra. "Woow!!" Mata Gumilar Surendra berbinar binar dengan mulut yang terbuka dan menjulurkan lidahnya seperti ular begitu melihat kulit mulus Batari Candawani. Air liurnya bahkan menetes seperti orang kelaparan. Padahal dia tidak mungkin memakan Batari Candawani yang sesama manusia. "Mulus sekali kulitmu dinda..."puji Gumilar Surendra "Hemm wangi tubuhmu benar benar membuat kakanda ingin sekali segera menjamah mu." Gumilar Surendra mencium robekan pakaian milik Batari Candawani tersebut. Teman teman Gumilar Surendra tersenyum dengan perasaan senang. Setelah Gumilar Surendra selesai dengan Candawani, maka giliran mereka akan tiba. Melihat kulit mulus Batari Candawani membuat mereka semakin tidak sabar. Gumilar Surendra semakin mendekati Batari Candawani. "Kemari dindaku Candawani, kakanda akan memperlakukan kamu dengan lembut. Tidak akan ada rasa sakit. Yang ada hanyalah kenikmatan bersama yang kita rasakan!" Ekspresi wajah Batari Candawani semakin pucat. Ia mengesot mundur dengan menyeret kakinya. "Mundur! Menjauh dariku!" hardik keras Batari Candawani "Ayolah adinda sayang... datanglah!" tatap Gumilar Surendra "Ti-Tidak!" teriak Batari CandawaniTeman teman Gumilar Surendra melihat cara mempermainkan Batari Candawani yang berkesan mengasikan. Berandalan seperti mereka memang selalu menyukai melakukan hal hal tercela seperti itu. Tangan Gumilar Surendra meraih tangan Batari Candawani. "Tidak! Lepaskan! Lepaskan tanganmu!" Batari Candawani memberontak "Hahah kulitmu sangat lembut. Ini benar-benar benar sesuai dengan dugaan!" puji Gumilar Surendra "Cepatlah kakak Gumilar. Kami juga ingin!" desak teman temannya. "Kalian bajingan! Apa kalian tidak takut dengan murka guruku!" ancam Batari Candawani dengan airmata yang membasahi pipinya, "guruku tidak akan memaafkan kalian!" "Hahhaha!" "Lihatlah dia! Membawa nama gurunya disaat saat seperti ini!" cibir teman Gumilar Surendra "Murid langsung dari sesepuh perguruan memang selalu seperti itu!" sambung lainnya "Aku benar benar tak menyukai para murid dari para sesepuh!" Seorang lainnya membuang ludah menggambarkan rasa jijiknya "Mereka terlalu menyombongkan nama guru mereka
Tebasan pedang dengan tenaga dalam melesat kearah Nayaka Manggala. "Seni beladiri pedang bunga teratai? Dia menguasainya?" pekik Batari Candawani terkejut Nayaka Manggala menyipitkan matanya dengan menaikan sudut bibirnya. 'Seni bela diri itu , benar mereka dari Perguruan Cakra Kembar . Tetapi serangan ini lemah sekali. Andaikan tak ada yang ingin kubiarkan hidup. Aku akan menunjukkan teknik tersebut yang sebenarnya. Tapi...' Duar! Bentrokan kedua tebasan terjadi. Ledakan membuat gelombang udara cukup besar hingga debu beterbangan. "Hahaha serangan lemah seperti itu. Aku yakin tubuhnya telah terpotong!" "Wahh! kakak telah menguasai seni beladiri pedang bunga pluim! Patut manjadi murid Perguruan Cakra Kembar yang sesungguhnya! " "Mungkinlah kakak senior akan menjadi pedang dari perguruan kita!" "Itu luar biasa." Empat teman Gumilar Surendra memuji kemampuan Gumilar Surendra tersebut.
Bentrokan kedua serangan tersebut menyebabkan ledakan dengan gelombang kejut yang menyebar ke sekitaranya. Hiya! Bersamaan, Nayaka Manggala dan Gumilar Seno menerjang. Klang! Klang! Klang! Keduanya beradu pedanh beberapa putaran. 'Sial! Bagaimana dia bisa mengimbangiku?' gumam Gumilar Seno 'Pertarungan jarak dekat seperti ini benar benar menyenangkan. Namun aku harus segera mengakhirinya. Jika tidak aku akan kalah.' gumam Nayaka Manggala Pertarungan jarak dekat keduanya disaksikan oleh Batari Candawani . 'Anak itu tidak hanya membual, meskipun ranahnya jauh di bawah Gumilar Seno . Namun dia mampu membuat Gumilar Seno merasa seimbang bahkan mungkin kewalahan.' gumamnya Brak! Hentakan kaki Nayaka Manggala di tanah membuat kepulan debu membuat Batari Candawani tak bisa melihat jalannya pertarungan. Seni beladiri iblis kehancuran, bentuk ketiga. Cakar hantu!
Hup! Tiba tiba Nayaka Manggala melambatkan lompatannya. Ia mundur hingga berada di dahan yang sama dengan yang diinjak Batari Candawani. "Ayo lebih cepat. Atau kita akan ikut terseret dengan gelombang binatang iblis!" "Apa?" Nayaka Manggala meraih tangan Batari Candawani. Laku menariknya dengan cepat. Batari Candawani dipaksa melompat mengikuti kecepatan dari Nayaka Manggala . Gruduk! Gruduk! Roar! Rawr! Suara binatang iblis yang bergerombol semakin keras terdengar. Hup! Nayaka Manggala melompat ke sebuah tebing tinggi bersama Batari Candawani. Pil yang diberikan tadi sudah diyelan Batari Candawani yang mbjat nafasnya menghilang. Keberadaanya juga menghilang. Nayaka Manggala dan Batari Candawani melihat dibawah mereka gelombang binatang iblis yang tengah bergerak dengan sangat banyak. "Bagaimana bisa ada gelombang binatang iblis?" Ro
Hup! Diantara pepohonan hutan, Nayaka Manggala dan Batari Candawani bergerak bersama untuk keluar dari hutan. "Jadi Perguruan Cakra Kembar tempatmu berasal berada di kaki gunung dekat kota Kediri ?" tanya Nayaka Manggala "Itu benar, kota Kediri terdiri atas beberapa keluarga dengan dua yang mendominasi yaitu keluarga Surendra dan keluarga Seno . Gumilar Seno yang kamu bunuh itu adalah dari keluarga Seno ." jelas Batari Candawani "Bagaimana dengan sekte Peguruan Cakra Kembar ? Kenapa dia tidak termasuk yang mendominasi? Itu sangat aneh." lirik Nayaka Manggala "Perguruan Cakra Kembar berada di dekat kota , tetap termasuk kekuatan besar di kota Kediri . Bisa dibilang mereka sedikit lebih tinggi dari keluarga Surendra dan keluarga Seno . Tiga kekuatan inilah yang menjadi dasar dari kota Kediri . "Selain itu Perguruan Cakra Kembar sendiri termasuk salah satu dari enam faksi yang tinggal di benua bagian barat daya yang di nama
Beberapa anak muda tengah berkumpul dengan bersantai. "Gentala ." panggil seseorang yang berlari kearah beberapa anak muda tersebut. Salah satu anak muda dengan ikat kepala berwarna merah, menoleh kearah suara berasal. "Ada apa teriak teriak begitu." tanyanya "Aku ada berita besar untukmu."ujar orang yang berteriak memanggil tadi. "Berita apa?" Gentala Surendra mengorek telinganya lalu meniup kotoran "Anak itu kembali hidup dan kembali kemari." "Anak?" Gentala Surendra mengerutkan keningnya ***** Nayaka Manggala dan Batari Candawani sampai di gerbang masuk Perguruan Cakra Kembar. Batari Candawani menunjukan plat murid miliknya pada penjaga gerbang masuk sekte. "Masuk!" Giliran Nayaka Manggala yang hendak masuk namun dihadang dua tombak yang menyilang di depannya. Langkah Nayaka Manggala terhenti. Ia menatap dingin pada kedua penjaga tersebut. "Mana pla
Kuil iblis di Alam Kayangan. Raja Agung Nayaka Manggala sedang duduk bersila di sebuah ruangan khusus yang akan menjadi tempat dirinya melakukan penerobosan ranah dari tingkat jalan abadi ke tingkat keabadian yang merupakan puncak dari ranah di Alam Khayangan. Bof! Sebuah pilar tenaga dalam berwarna ungu keputihan melesat ke langit dari tempat Raja Agung Nayaka Manggala, seketika cuaca di langit yang tadinya cerah langsung mendung. Gelombang udara juga terlihat berputar-putar mengelilingi kuil iblis, sambaran guntur berulang kali turun seolah tengah menunggu sesuatu yang besar terjadi. Fenomena alam yang terjadi secara tiba-tiba tersebut menarik perhatian semua penghuni Alam Khayangan. Klap! Jedar! Raja agung Nayaka Manggala mencoba fokus pada penerobosannya, ia yakin jika guntur kesengsaraan yang menjadi ujian seseorang untuk naik tingkat kekuatan akan segera muncul. 4 orang penguasa kuil lain di alam khayangan selain kuil iblis melihat fenomena alam yang berubah seca
Klap! Jedar! Sebuah Guntur besar menyambar pada gua tempat harimau putih tinggal. Seketika gua tersebut langsung hancur berkeping-keping. Harimau putih tersebut berhasil menghindari sambaran petir dengan langsung meninggalkan tempatnya. Gentala Surendra dan teman-temannya yang mendengar raungan keras dari harimau sebelum menerkam Nayaka Manggala, hendak masuk ke dalam gua, namun sambaran Guntur yang menghantam gua tersebut membuat mereka terkejut. Setelah gua tersebut hancur harimau putih keluar dari sarangnya yang membuat Gentala Surendra dan teman-temannya semakin terkejut. Niat awal mereka yang ingin menjinakkan harimau putih mendadak menghilang setelah melihat ukuran dari harimau putih yang ternyata sangat besar bahkan melebihi 2 ekor sapi dewasa. "Lari!" Gentala Surendrah dengan cepat memerintahkan teman-temannya untuk meninggalkan tempat tersebut setelah mereka melihat harimau putih yang mengejar ke arah mereka. Padahal harimau tersebut tidak mengejar mereka m
Beberapa anak muda tengah berkumpul dengan bersantai. "Gentala ." panggil seseorang yang berlari kearah beberapa anak muda tersebut. Salah satu anak muda dengan ikat kepala berwarna merah, menoleh kearah suara berasal. "Ada apa teriak teriak begitu." tanyanya "Aku ada berita besar untukmu."ujar orang yang berteriak memanggil tadi. "Berita apa?" Gentala Surendra mengorek telinganya lalu meniup kotoran "Anak itu kembali hidup dan kembali kemari." "Anak?" Gentala Surendra mengerutkan keningnya ***** Nayaka Manggala dan Batari Candawani sampai di gerbang masuk Perguruan Cakra Kembar. Batari Candawani menunjukan plat murid miliknya pada penjaga gerbang masuk sekte. "Masuk!" Giliran Nayaka Manggala yang hendak masuk namun dihadang dua tombak yang menyilang di depannya. Langkah Nayaka Manggala terhenti. Ia menatap dingin pada kedua penjaga tersebut. "Mana pla
Hup! Diantara pepohonan hutan, Nayaka Manggala dan Batari Candawani bergerak bersama untuk keluar dari hutan. "Jadi Perguruan Cakra Kembar tempatmu berasal berada di kaki gunung dekat kota Kediri ?" tanya Nayaka Manggala "Itu benar, kota Kediri terdiri atas beberapa keluarga dengan dua yang mendominasi yaitu keluarga Surendra dan keluarga Seno . Gumilar Seno yang kamu bunuh itu adalah dari keluarga Seno ." jelas Batari Candawani "Bagaimana dengan sekte Peguruan Cakra Kembar ? Kenapa dia tidak termasuk yang mendominasi? Itu sangat aneh." lirik Nayaka Manggala "Perguruan Cakra Kembar berada di dekat kota , tetap termasuk kekuatan besar di kota Kediri . Bisa dibilang mereka sedikit lebih tinggi dari keluarga Surendra dan keluarga Seno . Tiga kekuatan inilah yang menjadi dasar dari kota Kediri . "Selain itu Perguruan Cakra Kembar sendiri termasuk salah satu dari enam faksi yang tinggal di benua bagian barat daya yang di nama
Hup! Tiba tiba Nayaka Manggala melambatkan lompatannya. Ia mundur hingga berada di dahan yang sama dengan yang diinjak Batari Candawani. "Ayo lebih cepat. Atau kita akan ikut terseret dengan gelombang binatang iblis!" "Apa?" Nayaka Manggala meraih tangan Batari Candawani. Laku menariknya dengan cepat. Batari Candawani dipaksa melompat mengikuti kecepatan dari Nayaka Manggala . Gruduk! Gruduk! Roar! Rawr! Suara binatang iblis yang bergerombol semakin keras terdengar. Hup! Nayaka Manggala melompat ke sebuah tebing tinggi bersama Batari Candawani. Pil yang diberikan tadi sudah diyelan Batari Candawani yang mbjat nafasnya menghilang. Keberadaanya juga menghilang. Nayaka Manggala dan Batari Candawani melihat dibawah mereka gelombang binatang iblis yang tengah bergerak dengan sangat banyak. "Bagaimana bisa ada gelombang binatang iblis?" Ro
Bentrokan kedua serangan tersebut menyebabkan ledakan dengan gelombang kejut yang menyebar ke sekitaranya. Hiya! Bersamaan, Nayaka Manggala dan Gumilar Seno menerjang. Klang! Klang! Klang! Keduanya beradu pedanh beberapa putaran. 'Sial! Bagaimana dia bisa mengimbangiku?' gumam Gumilar Seno 'Pertarungan jarak dekat seperti ini benar benar menyenangkan. Namun aku harus segera mengakhirinya. Jika tidak aku akan kalah.' gumam Nayaka Manggala Pertarungan jarak dekat keduanya disaksikan oleh Batari Candawani . 'Anak itu tidak hanya membual, meskipun ranahnya jauh di bawah Gumilar Seno . Namun dia mampu membuat Gumilar Seno merasa seimbang bahkan mungkin kewalahan.' gumamnya Brak! Hentakan kaki Nayaka Manggala di tanah membuat kepulan debu membuat Batari Candawani tak bisa melihat jalannya pertarungan. Seni beladiri iblis kehancuran, bentuk ketiga. Cakar hantu!
Tebasan pedang dengan tenaga dalam melesat kearah Nayaka Manggala. "Seni beladiri pedang bunga teratai? Dia menguasainya?" pekik Batari Candawani terkejut Nayaka Manggala menyipitkan matanya dengan menaikan sudut bibirnya. 'Seni bela diri itu , benar mereka dari Perguruan Cakra Kembar . Tetapi serangan ini lemah sekali. Andaikan tak ada yang ingin kubiarkan hidup. Aku akan menunjukkan teknik tersebut yang sebenarnya. Tapi...' Duar! Bentrokan kedua tebasan terjadi. Ledakan membuat gelombang udara cukup besar hingga debu beterbangan. "Hahaha serangan lemah seperti itu. Aku yakin tubuhnya telah terpotong!" "Wahh! kakak telah menguasai seni beladiri pedang bunga pluim! Patut manjadi murid Perguruan Cakra Kembar yang sesungguhnya! " "Mungkinlah kakak senior akan menjadi pedang dari perguruan kita!" "Itu luar biasa." Empat teman Gumilar Surendra memuji kemampuan Gumilar Surendra tersebut.
Teman teman Gumilar Surendra melihat cara mempermainkan Batari Candawani yang berkesan mengasikan. Berandalan seperti mereka memang selalu menyukai melakukan hal hal tercela seperti itu. Tangan Gumilar Surendra meraih tangan Batari Candawani. "Tidak! Lepaskan! Lepaskan tanganmu!" Batari Candawani memberontak "Hahah kulitmu sangat lembut. Ini benar-benar benar sesuai dengan dugaan!" puji Gumilar Surendra "Cepatlah kakak Gumilar. Kami juga ingin!" desak teman temannya. "Kalian bajingan! Apa kalian tidak takut dengan murka guruku!" ancam Batari Candawani dengan airmata yang membasahi pipinya, "guruku tidak akan memaafkan kalian!" "Hahhaha!" "Lihatlah dia! Membawa nama gurunya disaat saat seperti ini!" cibir teman Gumilar Surendra "Murid langsung dari sesepuh perguruan memang selalu seperti itu!" sambung lainnya "Aku benar benar tak menyukai para murid dari para sesepuh!" Seorang lainnya membuang ludah menggambarkan rasa jijiknya "Mereka terlalu menyombongkan nama guru mereka
Nayaka Manggala melihat mayat Gardhana Surendrayang terbaring di atas tanah dengan luka tebas dari pundak hingga dadanya. "Aku telah membalaskan dendammu, kamu bisa merasa tenang setelah ini. Namun tenang saja jika aku akan melanjutkan balas dendam terhadap mereka yang beruntung selama ini." Nayaka Manggala segera berlutut dengan mengambil cincin penyimpanan dari tangan Gardhana Surendra dan teman-temannya yang telah terbunuh. "Sebagai murid dari Perguruan Cakra Kembar, mereka tidak memiliki banyak barang berharga, namun ini lebih dari cukup untuk sementara waktu." Nayaka Manggala bergegas duduk bersila sembari kembali menyerap darah dan energi dari mayat Gardhana Surendra dan lainnya. Tak hanya itu ia juga menyerap darah milik ular putih yang tadi dibunuhnya. Kulit beserta sisik ular putih yang terkenal dengan keras segera ia pisahkan dari tubuh ular tersebut. Nantinya kau lihat ular tersebut akan dia buat sebagai pakaian agar ia lebih terlindungi dari serangan di kemudia
Roar! Rawr! Nayaka Manggala melihat dari balik pohon, di mana terdapat binatang buas yang tengah berhadapan satu sama lain. Dua ekor macan hitam melawan seekor harimau loreng. "Mereka adalah binatang buas tingkat 2 yang cukup kuat, dengan kekuatanku saat ini aku tidak akan mampu mengalahkan mereka. Lebih baik aku menunggu saat yang tepat sebelum melancarkan serangan. Kita harus bijak dalam menentukan pilihan sebelum bertindak." Kedua macam tersebut terus menatap pada harimau loreng yang menjadi mangsanya. Sebagai penguasa dari hutan, tentu saja mau tidak ingin kedua macan tersebut mengalahkannya karena itu tentu akan menghancurkan harga dirinya. Roar! Setelah perang dengan keras harimau loreng tersebut menyerang ke arah kedua macan yang dengan cepat menghindari serangannya. Cat harimau tersebut berbalik salah satu macan langsung melompat ke arahnya dengan menerkam punggungnya. Rawr! Harimau tersebut tersentak dengan meraung keras, mencoba melepaskan diri dari te
Gardhana Surendra, memberikan arahan pada teman-temannya untuk menyerang ular putih yang sudah dikepung tersebut. "Yang lain coba alihkan perhatiannya sementara sisanya mencoba menyerangnya dari titik buta. Berikan serangan terkuat kalian dan jangan ragu sedikitpun." seru Gardhana Surendra Teman temannya yang lain menganggukan kepala dengan setuju, mereka menyadari kita tidak mengeluarkan semua kemampuan mereka maka dapat dipastikan mereka akan gagal mengalahkan ular putih tersebut. Sstt... Ular putih menjulurkan lidahnya sembari melirik ke sekitarnya, manusia yang telah mengepungnya namun itu tidak membuatnya takut sedikitpun. Krek! Uhuk! Tiba saja ular putih tersebut menguatkan lilitannya pada manusia yang sudah ditangkap. "To-tolong aku!" lirih teman Gardhana Surendra yang tertangkap oleh ular putih Gardhana Surendra melihat temannya telah di ujung kematian dengan cepat menerjang ke depan sembari mengayunkan pedangnya. "Ular sialan! Matilah kamu!" Wuz!