Share

Rahim Tawanan
Rahim Tawanan
Author: Queenau

Rahimku Dijual?

“Eungh.” Suara lenguhan seorang gadis membuat orang - orang yang sedang sibuk di ruangan itu menghentikan kegiatannya. Mereka mengamati gadis di atas ranjang king size yang perlahan - lahan membuka kelopak matanya itu. Dengan mata sayunya ia melihat sekitar dan tampak mengernyitkan dahinya.

“Dimana aku?” Tanpa sadar gadis itu berucap dengan lirih dan mengundang seorang gadis muda mendekatinya. Dengan membawa kemoceng, ia duduk bersimpuh tepat di samping ranjang.

“Nona sudah siuman? Apa Nona merasa pusing?” Walau dengan wajah bingung gadis yang baru saja terbangun itu menjawab pertanyaan gadis kemoceng dengan menggelengkan kepalanya ragu. “Kalau begitu apa Nona Ashyana ingin minum?” Gadis yang dipanggil Ashyana itu menganggukkan kepalanya dengan ragu lagi.

Dengan segera gadis kemoceng itu mengambilkan segelas air putih di atas nakas dan membantu Ashyana untuk meminumnya. Sempat ragu untuk meminumnya, akhirnya Ashyana harus menyerah pada rasa kering di tenggorokannya. Sementara gadis dengan kemoceng itu mengurusi Ashyana, orang lain yang masih berada disana mulai sibuk dengan kegiatan mereka lagi.

Selesai meminum segelas air, Ashyana mengedarkan pandangannya. Ia mencoba menggali ingatan terakhirnya tapi nihil. Ia hanya mengingat bahwa ia sempat pergi dengan sahabatnya Luci ke toko buku terdekat dengan rumahnya. Setelah itu ia tidak mengingat sama sekali apa yang terjadi padanya hingga terdampar di sebuah kamar mewah seperti ini. Pikiran konyolnya mengatakan bahwa ini hanyalah khayalannya saja makanya ia mencubit lengannya.

“Argh.” Ia sedikit merintih tatkala kulitnya terasa sakit akibat cubitan tangannya sendiri. Ia jadi sadar sesadar - sadarnya bahwa ini bukanlah mimpi atau khayalannya.

“Apa yang sakit Nona?” Lagi - lagi gadis dengan kemoceng itu bertanya padanya dan dengan sigap mendekat.

“Ehh tidak ada, emm bolehkah saya bertanya?” Dengan canggung Ashyana menatap gadis muda itu. Baru ia sadari bahwa semua orang yang berada di kamarnya memakai pakaian maid atau pelayan seperti di film - film. Ia jadi berpikir apakah ia diculik dan akan dijadikan pelayan seperti mereka juga? Memikirkan itu membuat Ashyana bergidik.

“Maaf Nona, kami disini hanya diminta melayani Anda. Informasi apapun hanya bisa Anda tanyakan pada Nyonya besar.” Gadis di depannya itu malah menunduk dengan hormat sebelum beranjak dari posisinya.

Gadis cantik dengan gaun putih itupun temanggu. Ia mulai menerka - nerka kira - kira siapa orang yang membawanya kesini? Untuk apa dia dibawa ke rumah mewah ini? Dan apakah ia benar - benar diculik? Semua pertanyaan itu kini berputar di kepalanya.

Ashyana mengedarkan pandangannya sekali lagi untuk mencari petunjuk. Tapi tidak ada hal yang dapat memberinya petunjuk karena hanya ada sebuah patung wanita yang sedang menari di ujung ruangan juga sebuah lukisan tepat di atas ranjang. Menilik dari kamar ini saja, pasti pemiliknya sangatlah kaya raya. Tiba - tiba saja ia kepikiran bisa saja ia dijadikan sugar baby dan itu membuatnya tambah bergidik. Untung saja ia ingat ucapan pelayang tadi yang memanggil majikannya dengan sebutan nyonya bukan tuan. Jadi pemikiran konyolnya pun tidak akan terjadi.

Tiba - tiba saja ia kepikiran untuk menyusun rencana. Maka dari itu, ia memanggil pelayan tadi. “Aku ingin je toilet, dimana letaknya?” Ashyana bertanya dengan wajah seperti menahan hajat. Padahal ia hanya akting saja.

“Mari saya antar Nona, di sebelah sini.” Pelayan tadi mengantarkan Ashyana tepat di depan pintu kamar mandi.

Begitu membuka pintu, rahang Ashyana langsung menganga dengan sendirinya. Ia dibuat takjub dengan kamar mandi yang mungkin ukurannya sama seperti kamarnya di rumah. Belum lagi bathtub yang terlihat begitu nyaman jika digunakan untuk berendam. Untuk siapapun yang telah membawanya kesini, ia ingin mengumpat sekaligus berterima kasih. Mengumpat karena berani - beraninya menculiknya dan mungkin membuat orang tuanya khawatir. Sekaligus berterima kasih karena ia benar - benar bisa melihat rumah orang kaya yang sesungguhnya disini.

Ashyana menggelengkan kepalanya guna menyadarkan diri bahwa yang harus ia pikirkan adalah kabur dari sini. Ia pun naik ke atas toilet duduk untuk melihat sekitarnya siapa tau ada lubang untuknya kabur. Tapi sejauh mata memandang, nyatanya tidak ada lubang sekecil apapun kecuali lubang angin yang tidak akan muat untuk tubuhnya. Ia pun memutar otaknya dengan masih di posisi yang sama. Hingga pintu tiba - tiba saja terbuka dari luar.

“Kyaaaa!”

DEBUGGG

“Aduh sakitnya.” refleks Ashyana memegangi pantatnya sebagai tempat pendaratan pertamanya juga sikunya yang tadi sempat menyenggol tembok setelah terjatuh.

“Aduh maaf Nona, saya khawatir Nona kenapa - napa makanya saya tengok. Mari saya bantu.” Pelayan yang tadi mengantarnya itu lekas membantu Ashyana berdiri. Wajahnya terlihat takut sekali melihat Ashyana yang sampai terjatuh seperti itu. Karena merasa kasihan, Ashyana pun menggelengkan kepalanya.

“Tidak, tidak apa - apa, tapi lain kali jangan menerobos begitu.” Ucap Ashyana seraya menjauhkan diri.

Melihat begitu khawatirnya pelayan itu malah membuat Ashyana mendapat pikiran lain. “Apa aku sebenarnya putri keluarga ini?” Gumam Ashyana yang jelas terdengar di telinga pelayan itu. “Apakah iya?” Ashyana menatap pelayan itu yang tampak menghela nafasnya berat. Sepertinya Ashyana terlalu berkhayal karena sering membaca novel.

“Sayangnya tidak Nona, ayo segera keluar.” Pelayan itu pun membuka pintu lebar dan mempersilahkan Ashyana keluar dari kamar mandi itu. Arsyana jadi malu sendiri sudah menanyakan hal tidak masuk akal itu.

“Tunggu-”

“Nyonya besar datang!” Seruan seseorang membuat para pelayan itu berjejer di dekat pintu.

Ashyana yang kebingungan pun ikut mendekati para pelayan yang sudah berjajar termasuk gadis kemoceng.

“Madam Soraya.” Wajah kaget Ashyana tidak bisa ditutupi lagi begitu tepat di depannya ada sesosok wanita paruh baya yang tidak asing baginya.

‘Bagaimana bisa aku disini? Di rumah Madam Soraya?!’ batin Ashyana bergejolak. Baru beberapa hari lalu ia diajak bertemu dengan perempuan berpakaian glamour itu oleh ibunya. Dan sekarang kenapa Ashyana tiba - tiba saja bangun di kamar mewah ini dan pelayan tadi menyebut Madam Soraya dengan nyonya besar. Kalau sampai ia diculik Madam Soraya, bukankah itu masalah besar baginya.

‘apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Madam Soraya menculikku?’ Ashyana bertanya - tanya dalam benaknya. Ia masih mencerna semua yang terjadi dalam beberapa jam atau menit ini.

“Selamat datang di mansion keluarga Iskandar Nona Naraya Ashyana Arbaha.”

Ashyana yang pikirannya masih berperang kini pun jadi tau bahwa benar ia berada di kediaman wanita itu. Wanita yang ia datangi dengan ibunya di cafe tempo hari tanpa ia tahu alasan ibunya itu mengajaknya. Padahal bertemu dengan siapapun Ibunya itu pasti sendiri dan kenapa saat bertemu dengan Madam Soraya harus dengan dirinya? Semua itu berputar - putar di otaknya tanpa bisa dicegah.

“A-pa apa yang sebenarnya terjadi?” Tanya Ashyana dengan gagap. Baru kali ini ia benar - benar kehilangan rasa percaya dirinya berhadapan dengan seseorang. Selain karena berbeda kasta, Ashyana tau bahwa ada yang tidak beres dengan semua ini.

“Duduklah dulu Nona, akan saya jelaskan semuanya.” Madam Soraya menunjuk sofa di kamar itu tapi Ashyana masih mematung.

“Tidak, saya bisa berdiri. Jadi bagaimana bisa saya berakhir di sini?” Tanya Ashyana yang hanya disambut senyum menawan Madam Soraya. “Anda yang menculik saya?” Ashyana menelisik wajah Madam Soraya. Biarlah ia dinilai tidak sopan, karena ia pun dibawa secara tidak terhormat ke kediaman ini.

“Ternyata cukup keras kepala juga kamu, tapi baguslah.” Madam Soraya mengangguk - anggukkan kepalanya. “Jadi darimana aku harus memulainya?” Gumam Madam Soraya dengan menopang dagunya.

Ashyana yang melihatnya pun mendengus sebal. “Dari saat Madam Soraya menculik saya?” Ashyana menatap Madam Soraya dengan tatapan menantangnya.

“No, bukan menculik, aku hanya mengambilmu.”

Ashyana dibuat kesal dengan penjelasan Madam Soraya yang terkesan bertele - tele.

“Maksud Madam apa?!” Arsyana tanpa sadar menaikkan nada bicaranya karena merasa dipermainkan.

“Aku telah membuat kesepakatan dengan ibumu.” Ashyana menatap Madam Soraya dengan wajah bingung. “Malang sekali nasibmu, Ibumu itu telah menjual rahimmu padaku nona manis.” Madam Soraya mencoba menyentuh pipi Ashyana tapi gadis itu dengan cepat menghindar. Ashyana masih diam karena kaget mendengar pengakuan Madam Soraya. Mau tidak percaya tapi susah rasanya karena Ia tahu sepak terjang wanita paruh baya di hadapannya ini.

“Bohong!” Ashyana menolak fakta itu. Ia tahu seberapa sayang ibunya, jadi tidak mungkin ia dijual seperti ini.

“Tapi itulah faktanya, mulai sekarang kamu akan tinggal disini, mungkin dalam beberapa tahun kedepan karena aku butuh cucu dari rahimmu itu.” Madam Soraya tidak berekspresi apapun ketika mengatakan itu. “Cukup persiapkan dirimu Nona Abraha,” bisik Madam Soraya. “Jaga gadis itu jangan sampai dia kabur!” titah Madam Soraya dengan tegas dan langsung meninggalkan kamar itu. Sementara Ashyana menatap kosong lantai yang ia pijak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status