Pria dengan kemeja yang digulung sampai siku itu tampak serius di balik meja kerjanya. Sekretaris pria itu dengan setia di sampingnya dan dengan sigap menjawab ketika ditanya oleh atasan nya itu. Bahkan sekretarisnya rela menahan punggungnya yang pegal dan harus selalu fokus karena atasannya itu terlihat begitu menyeramkan ketika sedang serius seperti ini. Keduanya larut dalam pekerjaan sampai dering ponsel sang sekretaris menghentikan kegiatan mereka.
“Angkatlah.” titah sang tuan tanpa menengok sama sekali. “Baik tuan.” Laki - laki dengan jas rapi itu tanpa disuruh dua kali segera mengangkat teleponnya. “Emm tuan, Nyonya sepertinya bergerak kembali.” Dengan wajah ragunya sang sekretaris mengatakan informasi yang baru saja ia dapat dari si penelpon. “Apa?! Apa lagi sekarang?” tanya pria yang kini sudah mengalihkan atensi sepenuhnya. “Nyonya menyewa seorang gadis untuk mengandung anak Tuan Ken.” ucap sang sekretaris dengan suara lantang. Kenan, sang tuan pun segera bangkit dari kursinya dengan amarah tercetak di wajahnya. “Segera siapkan mobil Rik, kita ke rumah utama.” Dengan langkah lebar, Riko sang sekretaris meninggalkan ruangan untuk menyiapkan apa yang diperintahkan tuannya. Meski wajahnya tampak tenang, tapi Riko tau sang tuan pasti sedang memendam amarahnya sekarang. Lelaki itu sebenarnya ingin memperlambat laju mobilnya karena enggan melihat kemarahan tuannya. Namun, tak membutuhkan waktu lama untuk mobil itu sampai ke kediaman utama alis mansion Nyonya Besar Askandar. Kedatangannya dengan Riko mengalihkan perhatian para pelayan. Dengan tatapan tajamnya ia berjalan dengan cepat ke sebuah ruangan yang menjadi tujuan utamanya. Begitu sampai, ia membuka kasar pintu ruangan itu dan membuat penghuni ruangan itu terlonjak kaget. “Apa yang Mami rencanakan? Kenapa Hans bilang Mami menyewa seorang perempuan?” Tanya Kenan pada penghuni ruangan yang ternyata ibu dari laki - laki itu sendiri. “Kenapa memangnya?” Tanya Sang ibu yang kembali menekuni pekerjaannya dibalik meja dengan wajah santai. Meski sempat terlonjak kaget, nyatanya wanita yang masih terlihat awet muda di usianya yang tak lagi muda itu, tak terganggu akan kedatangan putra semata wayangnya. “Mami jangan kelewat batas, untuk apa menyewa seorang ja*ang? Memangnya Mami rela cucu Mami lahir dari seorang ja*ang?” Tanya Kenan dengan mata yang masih berkilat marah. “Tidak masalah, asalkan ada penerus dikeluarga ini.” Meski anaknya berkata dengan begitu kasar dan sarat akan amarah di setiap ucapannya, Madam Soraya masih menanggapinya dengan santai. “Tapi Ken yang tidak terima Mami! Ken pastikan Ken tidak akan pernah meniduri ja*ang itu!” Ucap Kenan dengan wajah mengeras. “Siapa yang menyuruhmu menidurinya Ken? Mami tidak pernah menyuruhmu. Mami hanya perlu mendatangkan dokter Stef maka dia yang akan menangani pembuatan cucu Mami.” Kenan langsung memasang wajah kaget. “Maksud Mami?” “That's right, bayi tabung. Cukup kamu sumbangkan beberapa tetes spermamu, itu saja sudah cukup bagi Mami.” Ucap Madam Soraya dengan senyum terukir di wajahnya. “Lagipula Mami sudah lelah menuntutmu untuk menikah. Semua gadis kamu tolak dengan mentah - mentah. Mami saat ini hanya ingin memiliki pewaris, tapi kalau kamu berubah pikiran dan ingin menikah katakan pada Mami akan Mami batalkan rencana Mami ini.” Kenan langsung terdiam mendengar ucapan ibunya. Merasa tidak benar dengan rencana ibunya itu tapi juga merasa tidak begitu buruk. Kalau seperti ini ia bisa terbebas dari rengekan ibunya yang setiap hari menyuruhnya untuk menikah. Tapi ia juga tidak rela jika anaknya dikandung oleh seorang ja*ang sesuai anggapannya. “Semua tergantung padamu Ken, pikirkan baik - baik dan katakan pada Mami keputusanmu segera.” Ucap Madam Soraya dengan menepuk pundak putranya itu sebelum keluar dari ruangannya. Kenan menundukkan kepalanya. Ia memejamkan mata dan menghembuskan nafas keras. Riko, sang sekertaris yang baru saja masuk ruangan itu pun ragu untuk memanggil majikannya. “Rik cari tau siapa perempuan yang Mami sewa. Saya tunggu informasinya malam ini.” Titah Kenan. “Baik Tuan.” Jawab Riko dengan patuh. Kedua laki - laki itu langsung meninggalkan ruangan dengan langkah tegap mereka. *** Jika dipikirkan ulang, Kenan tidak trauma akan sebuah pernikahan. Ia dari keluarga yang lengkap juga cenderung harmonis, meski beberapa tahun ini agak terpuruk semenjak papinya berpulang. Tapi ia belum percaya akan sebuah komitmen. Ia masih menginginkan kebebasan sebagai pria lajang. Ia masih ingin mengepakkan sayapnya di dunia bisnis juga menikmati kehidupan damainya karena Kenan percaya bahwa perempuan hanya akan membawa permasalahan baru di hidupnya. Namun kini, ia harus memikirkan masalah perempuan karena ulah ibunya. Sebenarnya bukan kali ini saja sih karena ia sering dijodoh - jodohkan, tapi kali ini yang paling parah. Bisa - bisanya ibunya itu menyewa seorang perempuan hanya untuk mengandung anaknya. Sungguh kejadian yang tidak pernah Kenan pikirkan sebelumnya. Drrt drrt Getar ponselnya membuat Kenan langsung meraih benda persegi panjang itu dari saku celananya. “Apa sudah dapat informasinya?” Tanya Kenan to the point. Ia membenci basa basi yang tidak penting. “Apa Rik? Keluarga Arbaha yang itu yang kamu maksud? Baiklah filenya bisa kamu kirimkan lewat email.” Kenan mematikan panggilan dan langsung melamun. Pikirannya jadi menerawang. “Arbaha ya? Cukup menarik.” Gumam laki - laki itu dengan seringai di bibirnya. Kenan lalu mengotak - atik ponselnya kembali. “Mam, I want to meet her.” Ucap Kenan dalam panggilannya dengan ibunya. “Apa? Oh tidak bisa, Mami tidak akan tertipu denganmu lagi Ken.” Ucap Maminya dengan suara tegas. Jangan salahkan Maminya kalau ia tidak percaya pada Kenan, karena lelaki itu sendiri yang suka membohongi ibunya. “Terakhir Mami percaya permintaanmu kamu membuat anak orang ketakutan dan trauma Ken.” Ken jadi mengingat perbuatannya bulan lalu dimana ia dijodohkan dengan seorang gadis yang takut akan ular. Maka demi membatalkan perjodohan itu ia rela seharian di kandang ular demi membatalkan perjodohannya dan berhasil, karena gadis itu langsung ketakutan dan trauma. “Mam please, Ken nggak akan berbuat ulah kali ini. Kenan hanya ingin memastikan keputusan apa yang perlu Ken ambil. Ini juga menyangkut masa depan anak Ken kelak Mam.” Maka dari itu, Kenan berkata dengan suara sungguh - sungguh. “Hmm baiklah, datanglah besok saat makan siang. Mami pegang janjimu, jika kamu berbohong akan Mami tarik seluruh saham Mami di perusahaanmu.” “Baik Mam, good night Mam.” Saking senangnya bahkan Kenan menjawab dengan cepat. “Hmm.” Dengan wajah sumringah Kenan memainkan ponselnya. Untung Maminya itu selalu tidak kuat dengan rengekannya dan mudah dibujuk rayu. Ia jadi tidak sabar menunggu esok hari. “Sampai jumpa besok, Nona Arbaha.”Riko bingung dengan bos nya pagi ini. Sejak menginjakkan kaki di kantor, tak henti - hentinya lelaki 28 tahun itu bertanya jam. Pria itu seperti tidak sabar menunggu sesuatu tapi Riko tentu tidak berani bertanya.“Rik batalkan semua jadwal setelah makan siang nanti, saya tidak akan kembali ke kantor lagi.” Ucap Kenan.“Emm alasannya apa ya Tuan?” “Saya bosnya disini, suka - suka saya lah.”Riko jadi menyesal bertanya seperti itu. Tapi laki - laki itu sudah biasa makan hati kalau berbicara dengan bosnya satu ini. Untung saja bosnya itu royal, jadi ia betah - betah saja bekerja dengan Kenan.“Sudah jam makan siang, saya pergi.” Kenan terlihat semangat sekali meninggalkan ruangannya. Riko sebagai sekretaris saja sampai heran sendiri karena Kenan adalah workholic yang tidak mungkin meninggalkan pekerjaannya tanpa alasan. Jadi alasan apa yang membuat Kenan sampai berubah?“Mau apa kamu?” Kenan dan Riko sling tatap saat keduanya sama - sama akan membuka pintu mobil.“Mau mengantar Tuan.” J
Ashyana memalingkan wajahnya terlebih dahulu karena tidak kuat melihat wajah tampan Kenan. Bisa - bisa ia pingsan sungguhan jika terus menatapnya. Pipinya saja sampai terasa panas karena kini tersipu.“Apa yang ingin anda bicarakan dengan saya tuan?” Tanya Ashyana dengan suara pelan bahkan nyaris tidak jelas terdengar. Untung Kenan memiliki pendengaran yang tajam.“Apa kamu tau saya?” Tanya Kenan dengan gamang. “Emm anak Madam Soraya mungkin.” Ucap Ashyana dengan ragu. Ia ragu sebab baru saja membuat masalah di rumah ini, ia takut dihukum. Lebih menyeramkannya lagi sekarang ia hanya ditinggal berdua dengan laki - laki di kamar ini. Kalau sampai Ashyana membuat marah dan dia diapa - apakan disini, pasti tidak akan ada yang tau. Itulah yang membuat nyalinya kini menciut.Sementara Kenan, laki - laki itu mengerutkan dahinya. Ia seperti menelisik wajah gadis di depannya dan menghembuskan nafas dengan kasar.“Lalu apa alasanmu menerima tawaran ibu saya?” Tanya Kenan masih dengan tatapan m
Ashyana kini tau kenapa ibunya tega menjualnya pada Madam Soraya. Nyatanya uang memang segalanya di dunia ini. Tapi bukan berarti ia membenarkan perbuatan ibunya itu. Ia bahkan selalu mengutuk perbuatan ibunya itu. Namun melihat sendiri bagaimana uang bekerja di rumah ini, benar - benar membuat Ashyana takjub. Ruang tamu megah di rumah ini kini sudah di dekor sedemikian rupa hanya untuk acara akad nikah Ashyana dan Kenan. Pikir gadis itu karena hanya formalitas saja, Ashyana kira hanya akan mengundang penghulu dan mengadakan akad saja. Tapi Ashyana salah, dirinya benar - benar merasakan menjadi pengantin bahkan ia juga mengenakan gaun cantik. Semuanya seperti sudah dipersiapkan jauh - jauh hari sehingga acara ini terlihat sempurna. Padahal, ini cuma disiapkan semalam saja. “Kenapa semewah ini?” Ucap Ashyana saat dirinya dituntun beberapa pelayan untuk menemui Kenan setelah akad selesai diucapkan laki - laki itu. Tidak ada adegan mengharu biru, tapi Ashyana cukup gugup menghadapi
“Eungh.” Suara lenguhan seorang gadis membuat orang - orang yang sedang sibuk di ruangan itu menghentikan kegiatannya. Mereka mengamati gadis di atas ranjang king size yang perlahan - lahan membuka kelopak matanya itu. Dengan mata sayunya ia melihat sekitar dan tampak mengernyitkan dahinya.“Dimana aku?” Tanpa sadar gadis itu berucap dengan lirih dan mengundang seorang gadis muda mendekatinya. Dengan membawa kemoceng, ia duduk bersimpuh tepat di samping ranjang.“Nona sudah siuman? Apa Nona merasa pusing?” Walau dengan wajah bingung gadis yang baru saja terbangun itu menjawab pertanyaan gadis kemoceng dengan menggelengkan kepalanya ragu. “Kalau begitu apa Nona Ashyana ingin minum?” Gadis yang dipanggil Ashyana itu menganggukkan kepalanya dengan ragu lagi.Dengan segera gadis kemoceng itu mengambilkan segelas air putih di atas nakas dan membantu Ashyana untuk meminumnya. Sempat ragu untuk meminumnya, akhirnya Ashyana harus menyerah pada rasa kering di tenggorokannya. Sementara gadis de