Di sebuah restauran mewah, Helena memandangi piringnya, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang mendera. Benjamin, yang duduk di depannya, mencoba memecah keheningan dengan bercerita tentang rencana masa depan mereka. “Akan indah, Hecel, aku yakin benar.” ucapnya penuh semangat. Namun, Helena hanya bisa memaksakan senyum, hatinya terasa berat, bercampur aduk dengan ketakutan dan kebingungan. “Ayahmu menceritakan banyak hal padaku. Meski aku tahu masa lalu mu sangat berat, nyatanya masa depan kita akan bahagia, kan?” timpal Benjamin, seolah begitu ingin membuat Helena yakin akan dirinya. “Ah, baiklah. Kalau kau terus memperingatkan begitu, aku merasa tidak punya hak untuk tidak percaya.” ungkap Helena. Lagi-lagi, ia hanya bisa menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya. Setelah makan malam, Benjamin mengantarkan Helena pulang. Perjalanan yang seharusnya tenang, mendadak menjadi tegang saat Benjamin mulai berbicara tentang detail pernikahan yang akan datang. Dalam k
“Benar. Dibanding siapapun, orang yang pantas menghukum Sarah adalah Helena. Aku hanya sedang memperparah kondisinya dalam segala hal supaya mempermudah Helena jika ingin balas dendam.” ucap Alexander, matanya menerawang jauh. Penyelidikan yang Alexander dan Han lakukan secara besar-besaran untuk mencari keberadaan Helena, justru berakhir dengan banyaknya cerita luar biasa mengejutkan. Hanya saja, Alexander akan tetap bersabar dan menunggu waktunya tiba. Menghancurkan seseorang tidak boleh setengah-setengah, yang penting gerak gerik Sarah berada di bawah pantau nya. “Baiklah. Saya paham, Tuan.” ucap Han. Pria itu kini benar-benar serius dalam segala hal mengenai Helena. Han mulai memahami seperti apa Alexander yang sebenarnya, segala h
Matahari pagi baru saja mengintip di balik gorden kantor Helena ketika dia tiba, tas tangan berisi dokumen di satu tangan dan secangkir kopi di tangan lainnya. Semalaman dia terjaga, memikirkan segala gosip yang terus menerpa kehidupannya. Berita tentang dirinya yang tak pernah reda membuat hatinya semakin terkoyak. Helena duduk di kursi kerjanya, menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan gejolak di dalam dada. Ponselnya bergetar tanpa henti, notifikasi dari berbagai media sosial dan pesan masuk membanjiri layarnya. Berita tentang dirinya yang terus menjadi sorotan dan ditambah lagi dengan kabar rencana pernikahan Alexander dan Monica yang semakin membuatnya merasa terpojok. “Dia benar-benar akan menikah dengan wanita itu, kenapa dia terus meniduri ku dengan paksa sebenarnya? Apa dia memiliki fantasi gila?” gumamnya. Helena men
Di sebuah gedung, akhirnya Helena memutuskan untuk mengumpulkan semua wartawan yang terus saja mencoba untuk meliput semua kegiatan dan mencari kebenaran tentang dirinya dalam konferensi pers. Dengan raut wajah yang tegang namun berusaha untuk tetap tenang, Helena berdiri di podium yang sudah disiapkan di dalam ruangan yang dipenuhi oleh wartawan dari berbagai media. Mikrofon di hadapannya seakan menjadi saksi bisu atas pertanyaan-pertanyaan yang dilemparkan kepadanya, satu demi satu, tanpa henti. “Laporan apa yang menyebutkan aku memiliki hubungan gelap? Hingga detik ini, aku benar-benar masih menunggu bukti-bukti itu dimunculkan. Tapi, masih belum ada yang bisa membuktikannya, kan? Aku ingin Anda semua tahu bahwa itu tidak benar,” ucap Helena dengan tegas, menatap lurus ke arah para wartawan yang berusaha mencari celah dalam setiap jawabannya. Suasana di ruangan itu terasa begitu berat, tekanan dari setiap pandangan yang tertuju kepadanya se
Alexander berdiri di dekat jendela kamar hotelnya, tatapannya kosong melihat keramaian kota di bawah sana sambil menggenggam erat cincin pernikahan yang pernah dia berikan kepada Helena. “Helena, kenapa aku merasa gelisah seperti ini? Sungguh, apa terjadi sesuatu denganmu?” gumam Alexander. Pikirannya melayang jauh mengingat semua momen yang telah tercipta bersama. Tiba-tiba, ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. “Masuk!” sahut Alexander, sudah tahu siapa yang datang. Han membuka pintu kamar hotel, tampak tergesa-gesa memasuki ruangan dengan wajah cemas. “Maaf mengganggu, Tuan Alexander, tetapi ada masalah mendesak di kantor. Ada kebocoran rahasia perusahaan yang membuat para pesaing mendapatkan keuntungan. Kondisi perusahaan kita berada dalam bahaya besar,” ujar Han dengan nada serius. Alexander merasa jantungnya berdegup kencang, ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ia melirik ke cincin di tangannya sejenak, lalu dengan berat hati meletakkann
Di perusahaan Smith, seisi ruangan menjadi hening ketika Alexander melangkah masuk dengan langkah yang berat dan penuh wibawa. Semua yang hadir dengan segera bangkit berdiri, memberikan hormat yang terasa lebih seperti rasa takut daripada penghormatan. Han mengiringi langkah Alexander di balik punggung pria itu. Alexander duduk di kursi utama, dengan ekspresi wajah yang dingin dan mata yang menyala-nyala dengan kemarahan yang tak terucapkan. Han memberikan isyarat agar yang lainnya juga duduk. Tanpa membuang waktu, Alexander memotong keheningan yang memekakkan dengan suara rendah dan berat. “Bagaimana mungkin perusahaan kita yang memiliki sistem keamanan yang valid bisa mengalami kebocoran data?” tanyanya, suaranya tegas dan penuh kekecewaan. Para anggota rapat saling pandang, kebingungan terpampang di wajah mereka, tak ada yang berani menjawab atau bahkan berani menatap langsung ke arah Alexander. Suasana tegang menggantung di ruangan itu, setiap detik terasa seperti me
Malam itu, di pesta ulang tahun Hailey. Helena melangkah perlahan memasuki ruangan megah tempat pesta ulang tahun Hailey diadakan. Lampu gantung berkilauan menambah kemewahan dan bunyi tawa serta suara musik mengisi ruangan. Di sana, Benjamin dan anggota keluarga lain sudah berkumpul sesuai dengan keinginan Tuan Beauvoir. Jessica, yang berdiri di dekat pintu masuk, menyambut Tuan Beauvoir dan para tamu dengan senyum yang terpahat manis di wajahnya. Helena, Hendrick, dan Helios, juga mengikuti langkah yang sama, membalas senyuman Jessica dengan sikap ramah. Nyatanya, itu hanyalah topeng yang dipasang pada wajah mereka. Mereka berbasa-basi, berbicara tentang hal-hal yang ringan sambil menunggu acara inti dimulai. Namun, seiring malam ber
Malam itu, gemerlap pesta ulang tahun Hailey masih membawa suasana yang riuh dan penuh kebahagiaan. Dengan gaun malam yang menawan, Hailey bergerak lincah di antara tamu yang hadir, senyumnya yang manis seolah menutupi niat licik yang tersimpan di dalam hatinya. Sambil memegang gelas wine, Hailey menghampiri salah satu pelayan yang sibuk mengisi minuman. Dengan suara yang hanya cukup terdengar oleh sang pelayan, Hailey berbisik, “Tolong berikan ini pada Helena atau Heceline, pastikan dia meminumnya.” Di tangan kanannya, ia menyerahkan sebotol wine yang telah dicampuri obat perangsang. Pelayan itu mengangguk singkat, menyembunyikan kecurigaan di wajahnya. Dengan hati-hati, ia berjalan menuju Helena yang sedang tertawa lepas dengan Helios dan Benjamin. Sejatinya, mereka tak benar-benar merasa bahagia. Pelayan itu sudah memindahkan wine ke gelas, menyerahkan k