Makan malam keluarga Beauvoir tidak seperti biasanya, ada sosok baru yang datang khusus untuk Helena.
“Hecel, pria ini namanya Benjamin.” ucap Tuan besar Beauvoir sambil memegang lengan pria itu. “Dia adalah anak dari teman baik Ayah, meskipun kami tidak sedekat itu, Ayah yakin dia pria yang berkomitmen dan setia.” Helena berusaha untuk tersenyum, menganggukkan kepalanya. “Hai, aku Heceline, senang bertemu dengan mu, Tuan Benjamin.” Pria itu pun tersenyum, mereka berjabat tangan. Makan malam dimulai, beberapa kali Benjamin mencuri pandang kepada Helena. Pria itu tersenyum, merasa senang karena ternyata Helena jauh lebih cantik dibanding foto yang ditunjukkan padanya. Helios dan Hendrick menatap dingin, merasa terancam karena bisa saja pria itu akan merebut Helena dari mereka. Denting sendok dan garpu sudah tak lagi terdengar, makan malam te“Tuan, undangan untuk pesta besar sudah sampai. Acara lelang juga akan digelar seperti tahun sebelumnya.” ucap Han sambil menyodorkan undangan itu kepada Alexander. Sebentar melihat undangan dengan desain mewah itu, Alexander pun menganggukkan kepalanya. “Aku akan datang bersama denganmu, bilang saja kalau kita ini gay.” ucap Alexander, masa bodoh saja. Han memaksakan senyumnya, mendengar itu rasanya merinding sekali. Lima tahun yang lalu alasannya pun sama, sekarang alasan gila itu lagi? ‘Tuan Alexander, Saya yang belum menikah sampai detik ini apa alasannya sudah digambar jelas oleh anda,’ batin Han. “Saya akan mengkonfirmasi kepada pihak yang bertanggung jawab, Tuan.” jawab Han, pasrah. Alexander mengangguk, menggerakkan tangannya membuat Han meninggalkan tempatnya.
Grep! Benjamin menahan tangan Helena, menggenggam tangan itu.. Helena tersentak kaget, sadar kalau baru saja ia hampir melakukan sebuah kesalahan. Benjamin menunduk sopan kepada pria tersebut yang tidak lain adalah Alexander. “Maaf, bisakah lepaskan wanita Saya?” Alexander mengerutkan dahinya, jelas tak ada yang melihat itu. “Heceline,” panggil Benjamin. Helena sontak menjauhkan tubuhnya dari Alexander. “Permisi...” ucap Helena, mengambil posisi untuk lebih dekat dengan Benjamin. Benjamin membawa Helena pergi, namun Alexander mulai merasakan dirinya terbakar. “Suara indah itu, bagaimana mungkin bisa sangat mirip dengan Helena? Bahkan, jika pemilik suara itu bukan Helena, aku tetap menginginkannya!” ucap Alexander tegas. Tidak ada Helena, wanita yang mirip juga boleh. Entahlah, Alexander sudah semakin gila sekarang. Acara lelang di mulai. Helena dengan mata berbinar mengamati setiap barang yang dilelang. Bibirnya tersungging kecil saat menemukan seb
Grep! Alexander mencengkram tangan Helena, matanya terus menatap dengan dalam sambil mengamati. ‘Tubuhnya sangat mirip, sorot matanya, bibirnya, dan suaranya. Apakah wanita ini benar-benar Helena?’ batin Alexander. Gagal bisa melihat wajah pria brengsek yang sudah melakukan sesuatu yang tidak sopan padanya, Helena pun menjadi kesal. Merasakan perasaan akrab namun membuat Helena merasakan kewaspadaan yang kuat, ia pun sekuat tenaga membuat gerakan yang pada akhirnya tubuhnya menjauh dari pria itu. Plak! Tak peduli siapa pria itu, Helena memberikan sebuah tamparan keras di wajahnya. Setelah tamparan itu terjadi, Helena mengepalkan tangannya erat, nyatanya yang dia pukul adalah topeng sehingga
“Hecel, aku sendiri tidak terlalu memahami benar apa yang terjadi denganmu di masa lalu. Ayah dan kedua kakakmu sudah memblokir semua informasi terkait dirimu. Tapi, pria tadi sepertinya seseorang yang mengenal mu, kan?” ucap Benjamin. Helena mencengkram tangannya sendiri, merasa begitu tertekan karena ucapan Benjamin terasa begitu nyata. Benjamin meraih tangan Helena, membuat tangan yang saling mencengkram itu terpisah. Seketika itu Benjamin langsung membuka kepalan tangan Helena, membuat jemari mereka saling bertautan. “Hecel, jika kau butuh teman untuk bercerita, aku bisa kau percaya dalam hal itu.” ucap Benjamin lembut. Masih jelas wajah Helena yang begitu tertekan saat keluar dari toilet, Benjamin benar-benar tidak akan melepaskan pria itu. “Aku akan berusaha yang terbaik untukmu, Hecel. Kedepannya, aku harap akan baik-baik sa
Helena kini tengah duduk di ruangan kerjanya, sambil menatap gelang giok merah itu. Tergeletak begitu saja di meja, Helena benar-benar bingung dengan keanehan itu. Gelang giok merah itu jelas asli! “Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh pria itu, ya? Tiba-tiba saja berdansa denganku, berebut gelang ini denganku, mencium ku dengan brengseknya, lalu sekarang mengirimkan gelang ini untukku? Sial, apa dia sedang mempermainkan aku?” gumam Helena yang makin kebingungan sendiri. Mengeluarkan ponselnya, Helena memutuskan untuk meminta bantuan dari orang kepercayaan keluarga Beauvoir. “Pagi ini aku mendapatkan bingkisan yang tidak biasa, tolong lacak siapa pengirimnya. Kemungkinan besar mulanya adalah dari tempat pelelangan.” ungkap Helena. Setelah selesai, Helena memutuskan untuk meninggalkan ruangan. Gelang g
Helena, Helios, dan Benjamin datang ke pernikahan anak dari teman bisnis Tuan besar Beauvoir sebagai perwakilannya. Keadaan Tuan besar Beauvoir sedang tidak baik hari, Dokter juga memintanya untuk banyak beristirahat saja. Helena memeluk lengan Benjamin, masuk ke dalam tempat tersebut, berbaur dengan para tamu undangan yang lain. Helios pun mengikuti adik perempuannya itu, sepanjang waktu hanya bisa menahan kesal terhadap Benjamin. ‘Pria sialan!’ batin Helios kala melihat Benjamin justru memeluk pinggang Helena. “Heceline, aku sudah menahannya sejak tadi. Tapi, kau benar-benar sangat cantik sampai mataku sulit melihat ke arah lain,” bisik Benjamin. Mendengar itu, Helena pun menyenggol lengan Benjamin dengan lengannya. “Jangan bicara omong kosong, kau mirip seperti pria kelinci, tahu!”
Helena perlahan membuka matanya, dahinya mengernyit seiring kesadarannya yang kembali. Pandangannya buram, namun perlahan dia menyadari bahwa ini bukanlah kamar tidurnya. Ruangan yang asing ini membuat jantungnya berdegup kencang, kepanikan mulai merasuki setiap sudut pikirannya. Tiba-tiba, sebuah suara rendah memecah kesunyian, “Helena, kau sudah bangun?” Suara itu membuat Helena menoleh, dan terkejut bukan kepalang saat melihat Alexander. Pria itu tengah duduk santai di sofa sambil memainkan card yang digunakan sebagai kunci di tangannya. Tubuhnya bergetar, suaranya tercekat saat ia mencoba bicara. “Apa... apa yang kau lakukan? Mengapa aku di sini?” Helena bertanya dengan suara gemetar. Menoleh ke kanan dan ke kiri, Helena semakin tertekan mendapati hanya mereka berdua saja di ruangan itu. ‘Benjamin, Kak Helios, mereka ke mana?’ batin Helena. Alexander bangkit perlahan da
Malam itu, hujan turun dengan sangat derasnya. Kamar hotel tempat Helena dan Alexander berada saat ini seolah semakin sesak dalam keputusasaan. Alexander menahan kedua tangan Helena di atas kepalanya, menekan tubuhnya dengan kuat. Helena meronta, jelas marah, namun Alexander terlalu kuat untuk dilawan. ‘Begini lagi? Kenapa kita harus seperti ini, Alexander?’ batin Helena. Helena terasa seperti mengalami dejavu saat memohon kepada Alexander agar tidak bertindak lebih jauh. “Tolong, berhenti... Aku mohon jangan seperti ini, akan menikah dengan Benjamin tidak lama lagi, tolong jangan lakukan ini....,” rintihnya dengan suara yang bergetar. Namun, Alexander enggan mempedulikan permintaan Helena dan tetap melanjutkan niatnya. “Menikah dengan Benjamin? Jangan bercanda, kau tidak akan bisa melakukannya!” tegas Alexander. Helena menutup matanya, berusaha menghilangkan rasa takut dan keputusasaan yang mendalam sambil tetap berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Alexande