Wanita itu mendekati Alexander yang sedang duduk di kursi kerjanya, dan dengan penuh keberanian, duduk tepat di pinggiran meja di depannya.
“Tuan Alexander....” panggil wanita itu dengan nada menggoda. Monica mulai menggerakkan tangannya secara perlahan, menyusuri dada Alexander dengan sentuhan nakal, berharap dapat memancing reaksi darinya. Namun, Alexander yang memperhatikan setiap gerakan Monica hanya menatapnya dengan ekspresi datar. Mata dinginnya seolah-olah membekukan udara di sekitar mereka. Monica, yang masih berusaha memikat, semakin meningkatkan keberaniannya dengan mengusap lebih dekat ke arah wajah Alexander. “Tuan, sudah cukup lama sejak istri anda meninggal, biarkan Saya memberikan sedikit penghiburan, ya....” Dengan tenang dan tegas, Alexander menangkap tangan Monica, menghentikan gerakannya. “Monica, biarpun kau berteSetelah meminta bodyguard untuk melumpuhkan penjaga gerbang, akhirnya Nyonya Wijaya dan Sarah bisa masuk ke rumah Alexander. Begitu masuk ke rumah itu, para pelayan yang melihat kedatangan Nyonya Wijaya dan juga Sarah benar-benar terlihat sangat terkejut. Tidak berani mengusir kedua orang itu, para pelayan yang melihat pun hanya bisa menyapa dengan sopan seperti yang seharusnya mereka lakukan. “Di mana Helena?” tanya Nyonya Wijaya kepada pelayan yang ada di sana. “Se-sedang berada di taman samping rumah, bersama dengan Tuan muda Rendy, Nyonya.” jawab salah satu pelayan. Nyonya Wijaya langsung menuju ke taman samping rumah, Sarah mengekor di belakangnya. Gadis itu benar-benar menyembunyikan senyum tipis penuh kepuasan, yakin benarnya Nyonya Wijaya akan memberikan sebuah pelajaran yang berharga kepada Helena. Begitu melihat Helena se
Alexander meletakkan amplop coklat di atas meja, di dalamnya terdapat bukti valid yang menyatakan tidak terlibatnya Helena dengan kematiannya Rachel. “Aku dan Han kembali mengusut tentang kecelakaan Rachel, ini adalah hasil yang lebih meyakinkan,” ucap Alexander. Alat rekam dari ponsel Rachel juga diaktifkan, memainkan rekaman suara yang menjadi salah satu bukti kunci. Suasana di ruang tengah itu menegang, Nyonya Wijaya menatap tajam ke arah Helena, wajahnya penuh dengan ketidakpercayaan dan amarah.“Kau sengaja menciptakan bukti-bukti baru, kau ingin membuat Helena tidak terlihat salah, dan dengan itu aku bisa membenarkan pernikahan kalian, apa itu tujuanmu, Alexander?” ungkap Nyonya Wijaya. “Tidak. Aku bukanlah orang yang picik, Ibu mertua. Akan aku sodorkan sesuatu yang ada, aku tidak berniat menipu siapapun.” jawab Alexander. Nyonya Wijaya tersenyum kesal, “Jawabanmu barusan sudah mengkonfirmasi tentang pernikahan yang
Pagi itu begitu cerah, Helena membawa Rendy yang sudah mandi untuk keluar dari kamarnya. “Sekarang Bibi akan buat bubur untukmu, ya,” ucap Helena . “.... Pastikan komposisinya lebih teliti lagi, Tuan Alexander pasti akan marah kalau tidak sesuai maunya!” ucap Han di ruang tengah. Helena berhenti mendadak, tangan yang gemetar menahan Rendy lebih erat. Matanya memicing mendengarkan pembicaraan itu. Entah mengapa dia merasa penasaran, Han nampak diam-diam, tidak ingin ada yang mendengarnya. “Tuan muda Rendy sudah tidak terlalu kuat meminum ASI, itulah kenapa kurangi saja karbohidrat di makanan Nona Helena, namun tambahkan makanan yang tinggi nutrisi.” ucap lagi Han. Helena mengerutkan kening, jadi pembicaraan itu tentang dirinya? “Ingat juga, kadar garamnya jangan sampai lebih, bagus seperti biasanya, tidak terlalu
Glek! Alexander menelan ludah, tidak menyangka kalau penampilan Helena benar-benar sangat luar biasa. Tidak akan ada yang menyangka gadis itu adalah anak pelayan, wajah Helena terlalu cocok untuk gadis dari kalangan atas. “Maaf membuat anda menunggu lama, Tuan. Butuh sedikit waktu untuk membangunkan Tuan muda Rendy,” ujar Helena. Tidak menanggapi, Alexander sontak memalingkan wajahnya. “Permisi, Tuan...” Helena melangkah masuk, duduk di sebelah Alexander. Sungguh sangat tidak nyaman, padahal harusnya Helena duduk di sebelah Han. Han masuk ke dalam mobil, gegas menyalakan mesin mobil, meninggalkan kediaman Alexander. Sekitar 1 jam menempuh perjalanan dalam diam, tidak ada obrolan sama sekali, akhirnya mereka sampai. Rumah megah milik keluarga Smith nampak begitu jelas. Ornamen yang menghiasi
“Kau harusnya tahu benar membawa wanita itu ke tempat ini sama halnya dengan penghinaan untukku, bukan?” ujar Kevin. Kevin berbicara di hadapan semua orang, Helena pun bisa mendengar kalimat itu dengan sangat jelas. Diperlakukan semacam ini rasanya Dia sudah terlalu terbiasa, utamanya karena Sarah. Untunglah Helena sering sekali mendengar kata cacian dan juga hinaan dari mulut wanita itu, hal seperti ini rasanya sudah tak lagi asing meski sakitnya tak terelakkan. Anak pelayan yang menjijikan, padahal nyatanya sama-sama manusia. Alexander tersenyum, dia duduk berjegang seolah tak peduli bagaimana pikiran dan pendapat orang lain tentang sikapnya itu. Rendy berada di gendongan Helena, bayi itu kini tengah tertidur nyenyak. “Ayah, sekarang aku justru lebih merasa malu lagi karena anak seorang pelayan bahkan memiliki kecerdasan yang bisa
Helena masih berdiri di depan jendela yang menghadap taman, kilat menyambar-nyambar di langit yang semakin gelap, menciptakan bayangan yang menari di wajahnya. Nona tertua keluarga Smith masih menggunakan tatapan yang tajam mengamati Helena dengan skeptis. Suaranya yang biasanya tegas terdengar ragu, “Kenapa kau tidak memberikan tanggapan secara cepat, Helena? Apa kau tahu artinya imbalan yang bisa kau gunakan sampai kau renta seberapa banyak?” Helena menegakkan tubuhnya, menghadapi wanita itu dengan ekspresi tenang. “Nona Smith, aku menghargai kepercayaan yang telah Anda berikan kepada ku,” ujarnya, suaranya lembut namun tegas. “Namun, aku harus jujur bahwa dalam hal ini, aku sulit untuk dapat melanggar prinsip hidupku.” Kilat kembali menyala, memecah kesunyian yang mulai menyelimuti ruangan tersebut. Helena melanjutkan, “Aku tidak akan mengkhianati kepercayaan orang lain, meskipun itu mungkin memb
Hujan mulai reda saat Alexander dan Helena tiba di rumah, sedangkan Rendy pun masih tertidur nyenyak. Gaun Helena yang agak menjuntai bagian belakangnya menjadi alasan Alexander untuk menggendong Rendy. Mengantarkan bocah kecil itu sampai ke kamar, di belakangnya Helena mengekor sambil menenteng heelsnya. Perlahan Alexander meletakkan Rendy, langkahnya berhenti melihat Helena berdiri tak jauh darinya. Glek! Alexander menelan ludah, rahangnya mengeras melihat penampilan wanita itu. “Ah, sial!” ucap Alexander memaki dengan pelan. Mendengar itu, Helena pun mengerutkan dahi sambil berpikir, ‘apakah Tuan Alexander kesal karena harus membawa Rendy sampai ke kamar?’ Berjalan cepat, tatapan matanya yang aneh, Alexander menuju Helena. Dugdug! Helena menelan ludah, merasa sangat gugup melihat tatapan Alexander sambil menuju ke arahnya den
Bruk! Helena terperosok ke sofa dengan terkejut ketika Alexander mendorongnya dengan kekuatan penuh. Tubuhnya terhempas, dan sebelum dia sempat menyadari, Alexander sudah menguasai posisinya, menindihnya dengan keberanian yang mencengkram. Tangannya yang kuat menyusup ke leher Helena, menekan tengkuknya dengan lembut namun pasti. “Helena, berani sekali kau bertingkah menggoda seperti ini, apa kau sengaja?” bisik Alexander di telinga Helena. Menggeleng kepala, yakin tak melakukan apa yang dituduhkan pria itu padanya. “Tuan aku sama sekali tidak,” “Kau berani membantah ucapan ku, hem?” Kehilangan kata, Helena benar-benar tidak mengerti apa maunya pria itu. Merasa dirinya tengah dipaksa untuk menerima tuduhan itu. Meski tidak adil, sialnya Helena merasa takut untuk banyak bicara. “Kau harus