“Kekayaaan keluarga Beauvoir adalah milik Nenek kandung kami. Walaupun ada campur tangan Kakek, tapi jangan lupakan fakta bahwa Kakek kami lah yang pernah membuat perusahaan Beauvoir bangkrut. Dengan kemampuan Ayah dan Ibuku, ditambah Nenek juga, akhirnya perusahaan bisa diselamatkan dan berjalan sampai sekarang. Jadi, jangan menganggap bahwa Beauvoir corporation juga adalah milik keluarga yang memiliki embel-embel Beauvoir di belakang namanya.” tegas Helios.
Kalimat yang diucapkan Helios barusan menjadi akhir dari pers tersebut. Helena dan Alexander pun meninggalkan tempat tersebut. Setelah pers itu, banyak media kini tengah menyuarakan keadilan untuk Helena atau Heceline Beauvoir. Ketidakadilan yang menimpa nama Heceline harus mendapatkan keadilan. Hampir setiap hari berita tentang Helena terus menjadi bahan pembicaraan, menjadikan nama Heceline Beauvoir sebagai simbol kes“Ugh! I–Ibu, aku ukhhh!” pekik Hailey, tangannya menahan tangan Jessica yang mencekik lehernya erat. Jessica terlihat begitu marah, matanya nanar. “Andai saja aku membesarkan mu dengan sedikit kasar, Kau pasti tidak akan menjadi sebodoh ini, Hailey! Gara-gara kau, sekarang kerja keras Ibu hancur semua! Orang-orang yang bersedia bekerja sama dengan ibu kompak menarik diri, mencari jalan untuk selamat! Semuanya, mereka semua menjadikan ibu kambing hitam bahkan untuk kesalahan mereka sendiri! Semua ini, semua ini karena kebodohanmu Hailey.”“Khekk! Ughhh!!” Hailey semakin kesulitan untuk bernapas. Namun, semakin lama melihat hal yang begitu tersiksa sampai wajahnya merah padam Jessica pun tidak tega. Bruk!Hailey terjatuh duduk di lantai saat Jessica melepaskan tangannya. Sebagai seorang ibu, jelas ia merasa menyesal karena telah menyakiti putrinya. Tapi, kebodohan Hailey kali ini benar-benar telah membuat kekacauan besar.
Brak!! Kegagalan itu menghantamnya keras, namun tabrakan sudah tak terelakkan. Mobil Hailey kehilangan kendali, berguling sekali di udara sebelum menabrak pagar rumah Helena dengan suara yang menggelegar. Pagar itu roboh, puing-puing beterbangan ke udara, debu mengepul ke langit. Tubuh Hailey terguncang hebat, setiap sarafnya berteriak kesakitan. Dalam keheningan yang menyesakkan setelah tabrakan, hanya suara napas Hailey yang terdengar memburu. Air mata mengalir deras di pipinya, menetes tanpa suara. Tubuhnya berdenyut sakit dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, dan meski semua sudah berakhir, Hailey tidak dapat merasakan kedamaian di hatinya. “Sudah berakhir, aku jatuh sendirian rupanya. Maafkan aku, Ibu. Hiduplah dengan baik, maaf karena selama ini hanya menjadi beban untukmu.” gumam Hailey di dalam hati. Kegelapan mulai menyelimuti pandangannya, suara telin
Jessica berdiri di tepi kuburan dengan air mata yang mengalir deras di pipinya. Tidak pernah terlintas di pikirannya bahwa putrinya akan pergi lebih cepat daripada dirinya. “Hailey, Ibu memintamu untuk tidak muncul di hadapan Ibu sampai masalah ini selesai saja, Kenapa kau justru memilih untuk pergi selamanya?” Tangis Jessica tak kunjung berhenti. Seluruh tubuhnya bergetar hebat, menyadari benar bahwa satu-satunya anak yang ia miliki kini sudah tidak ada lagi. Sekelilingnya, pelayat-pelayat berbisik-bisik, menggumamkan kata-kata yang menusuk hati Jessica. “Itu karma, Hailey memang pantas mendapatkannya,” bisik salah seorang pelayat. “Benar. Aku dengar, Hailey juga mengalami depresi sebelum memutuskan semua ini.” “Dia terlalu banyak mengagungkan dirinya, lupa bahwa hidup tidak hanya sebatas itu saj
Helena dengan langkah tergesa-gesa memasuki ruang rawat di mana Alexander sedang terbaring dengan kaki yang terbalut perban tebal begitu Dokter selesai memeriksa. Di wajahnya tergambar rasa sakit, namun ia berusaha tersenyum ketika melihat istrinya mendekat. Dokter yang merawatnya, dengan raut wajah serius, menjelaskan kepada Helena bahwa, “Pisau yang menusuk kaki Tuan Alexander cukup dalam, mengakibatkan kerusakan pada tulang dan beberapa jaringan di sekitar luka.” Mendengar penjelasan dari dokter itu, Helena pun semakin tak henti-hentinya menangis. “Maaf, Alexander, ini semua karena ku.” “Ayolah, berhentilah menangis, oke?” bujuk Alexander. Tak ada pilihan lain, kini Helena pun hanya bisa berusaha menenangkan diri, meski tangannya gemetar dan matanya sembab. Alexander menggenggam tangan Helena erat-erat, mencoba memberikan kekuatan. “Aku akan baik-baik saja, sayang. Jangan khawatir,” ucap Alexander dengan suara yang lemah namun penuh ketenangan. Dokter mengangguk
Tuan Beauvoir menyodorkan sebuah berkas dalam amplop coklat kepada Kakek. “Aku sudah menjelaskan seberapa jauhnya Ayah bertindak yang tidak seharusnya. Tapi, aku akan coba memaklumi dan tidak memberikan hukuman apapun karena sekarang Ayah lah yang akan menanggung segala perbuatan di masa lalu.” Kakek tidak mengatakan apapun, tubuhnya lemas tanpa bisa banyak berkata. Jessica sudah dibawa ke kantor polisi, akan segera diadili. Tidak ada lagi alasan untuknya tetap hidup lama. Tuan Beauvoir menghela napasnya. “Sudah tidak ada lagi yang akan memberikan ancaman kepada Ayah. Jadi, mulai sekarang cobalah untuk hidup dengan benar, lakukan apa yang ingin Ayah lakukan selama itu tidak membuat orang lain merasa rugi.” Kakek mengarahkan tatapan matanya kepada Tuan Beauvoir, “Kenapa kau masih sangat sopan padaku? Apa kau lupa aku telah melukai perasaanmu, Ibumu, dan ketiga anakmu?” Tuan Beauvoir tersenyum lalu menjawab, “Karena Ayah tahu aku sekeluarga bisa melindungi diri kami, tapi s
Sore itu, di sebuah cafe. Helena memutuskan untuk menemui Benjamin, ia pun sudah mendapatkan izin dari Alexander. Namun, tetap saja Helena diantarkan oleh sopir, dan di kawal secara diam-diam. Bagaimanapun, Alexander jelas takut terjadi sesuatu dengan Helena mengingat banyak hal terjadi di luar ekspektasi belakangan ini. Benjamin dan Helena duduk bersebrangan meja. Tidak ada pembicaraan untuk beberapa saat, mereka seperti tengah mempersiapkan diri. “Hecel, aku turut berduka dengan semua yang terjadi di keluarga Beauvoir. Aku ingin turut terlibat tapi orang tuaku melarang keras.” ucap Benjamin, matanya menyorotkan kedukaan yang tak seluruhnya tersampaikan. Menderita, Helena pun menganggukkan kepalanya. “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku sampai kau tidak berhenti menghubungi ku, Benjamin?” tanyanya.
Helena membungkuk dan memberikan pelukan hangat kepada setiap anggota keluarga Beauvoir yang berdiri berkumpul di ruang tamu. Mata mereka berkaca-kaca, dan suasana penuh dengan keharuan yang mendalam. “Aku pasti akan merindukan kalian semua,” ucap Helena, terisak bahkan bicaranya tersendat beberapa kali saat bicara. Hendrick memeluk Helena erat, tidak rela harus kembali jauh dengan adik perempuannya setelah susah payah mencari keberadaannya. “Hecel, berani-beraninya pria sialan itu akan mencuri mu, aku tidak rela!” Helena semakin terisak, Helios pun memeluk kedua adiknya itu. “Semua akan baik-baik saja. Kita sudah saling tahu kalau kita keluarga, Hecel juga akan tidak memutuskan hubungan begitu saja dengan kita.” Helena menganggukkan kepalanya. Tuan Beauvoir terduduk lemas, tentu perasaan tidak rela itu amat besar. Melihat sang Ayah, Helena pun melepaskan pelukannya dari Hen
Pagi itu, Han berdiri tegak di ruang kedatangan bandara, matanya tidak lepas memandang pintu keluar. Saat melihat sosok Alexander yang kini bergantung pada kruk, jantungnya berdegup kencang. “Apa yang terjadi dengan Tuan Alexander? Kenapa aku tidak tahu tentang peristiwa ini?” Han berjalan cepat, menghampiri tempat Tuannya itu berada. Dengan hati-hati, Helena mendampingi Alexander, sesekali membetulkan posisi kruk agar lebih nyaman untuk Alexander. Helena merasa lega dan bahagia. Rendy dengan sigap mendorong stroller Angel, yang tampak anteng dengan mainannya. “Bagaimana bisa dia begitu repot? Padahal, dia juga masih sangat kecil.” gumam Helena. Alexander yang mendengar itu sontak saja bereaksi. “Dia harus bersikap dewasa bahkan meski bukan usianya, Sayang. Dia adalah anaknya Alexander, tidak boleh lengah karena nanti hanya dia lah yang bisa melindungi diri sendiri.” Helena menganggukkan kepalanya. Han sudah ada di hadapan Alexander dan keluarga, sebentar membungkuk,