Season II“Ah, aku lupa. Apa kalian sempat kenalan? Atau kau hanya melihatnya dari jauh? Seperti yang kau ceritakan, kalau kau adalah ‘orang bayaran.’” Darren memberikan tanda petik di udara dengan satu tangannya. Lidah Steven kelu. Mulutnya terbuka, tetapi tidak bisa bicara. “Um, aku akan coba bicara dengannya, aku mengenalnya, tidak sengaja,” papar Steven. “Ah, apa kau menyukainya?” tanya Darren penasaran dengan apa yang dirasakan Steven tentang adiknya. Steven tersipu, sambil menggaruk pelipisnya. “Aku sudah menebaknya, kalau kau akan menyukai adikku.” “Ya, aku menyukai dia karena baik. Dan juga perhatian,” tawa Steven lagi-lagi berderai. Darren mengerang, “Ah, ternyata kau menyukainya karena itu,” rutuknya kesal. “Aku sudah punya tunangan,” jawab Steven.Dan itu membuat Darren menghela napas. Dalam hatinya meratapi nasib dirinya sendiri—yang beberapa tahun jadi tahanan oleh kelompok garis keras. Disiksa, kelaparan, kesakitan, makan makanan binatang, membuat Darren trauma.
Season IILily melihat keadaan sekitarnya, memastikan kalau keadaan di ruangan itu aman. Tidak ada yang mendengar. “Jadi?” “Aku membawa Darren ke rumah sakit. Dia dirawat karena banyak bagian tubuhnya yang terluka.” Steven menghela napas. “Dia terus menanyakanmu. Aku diminta mengajakmu ke rumah sakit.” Lily mengangguk sekali lagi, paham sekali kalau kakakknya ingin bertemu. Wanita itu lantas menarik napas. “Kita ke rumah sakit sekarang saja,” Lily berkata cepat. Steven memelotot, “Apa kau yakin?” “Kita lakukan dengan cepat, sebelum yang lainnya tahu.” Steven tidak ada pilihan lagi, dia menggandeng tangan Lily agar bisa bergerak cepat. Ke pelataran parkir, lalu masuk mobil. ***Perasaan Lily tidak karuan, campur aduk. “Bagaimana dia sekarang?” tanya Lily pada Steven saat mereka menelusuri koridor rumah sakit. Tangannya gemetar. Steven melihat dan merasakan kalau Lily gelisah sejak di jalan tadi. “Biasa,” jawaban Steven terlalu sederhana. “Biasa bagaimana maksudmu?” sentak Li
Season II“Ya ....” Steven gelagapan, dia menatap Lily sambil membeku. “Axel?” tebak Lily sambil berbisik. Steven mengangguk, lalu memberikan ponselnya kepada Lily. “Hallo?” sapa Lily pelan, dia pastikan kalau Axel akan marah. Minimal akan membentaknya. “Li, si kembar demam, tadi Meredith mengabarkan,” ujar Axel pelan. Tidak ada nada suara yang seperti marah. “Apa? Baiklah, aku akan segera pulang,” jawab Lily panik. Sepanjang perjalanan pulang Lily gelisah, entah berapa kali dia menghela napas. “Apa sakit anakku parah?” tanya Lily kepada Steven. “Kita bisa lihat nanti. Kita berdoa, semoga kesembuhan anakmu tidak sulit.” Lily mengangguk setuju. Entah apa lagi yang bisa dia katakan. ***Nyonya Margot sudah memanggil dokter untuk memeriksa kembar. Dan ternyata flu karena perubahan musim. “Aku sudah menyuruh pengasuhnya diganti dulu untuk sementara waktu. Aku takut si kembar tertular flu dari pengasuhnya,” kata Nyonya Margot kepada Lily yang baru datang. Wajah Lily pucat, mat
Season IISetelah menemani Lily makan, Axel meninggalkan calon istrinya di kamar anak-anak. Lily lebih ceria sekarang. Axel mencium kening Lily, “Aku kembali ke kantor dulu. Sampai nanti malam,” ucapnya.“Sampai jumpa,” jawab Lily sambil mengangguk. Keluar dari kamar bayi, Axel memutuskan untuk menyapa Steven yang masih ada di ruang tamu. “Hai, apa kabarmu? Maaf, tadi aku langsung menelepon,” ujar Axel, sambil berjabat tangan. “Baik,” jawab Steven. “Apa kau ada waktu? Aku ingin bicara sebentar. Tapi, aku ingin di tempat lain.”Dahi Axel mengerut, sebenarnya penasaran apa yang dilakukan Lily dengan Steven tadi. “Ini soal kepergian kami tadi,” tambah Steven, suaranya tegas, tatapannya lurus ke arah Axel. Axel menghela napas, “Baik. Di kantorku saja. Aku masih ada beberapa urusan di sana.” Steven mengangguk setuju dengan ide Axel. ***Axel menyelesaikan urusan kantornya dulu. Setelah itu dia duduk di sofa yang ada di ruangannya. “Maaf, selalu membuatmu menunggu,” ucap Axel tidak
Season II“Karena tindakanku menolong mama, semua orang menganggap aku jahat. Adikku sendiri membuangku. Bahkan, aku tidak diundang di pesta pernikahannya. Dan aku tidak punya kesempatan untuk menemui keponakanku sendiri.” Mata Darren berkaca-kaca. “Jahat atau tidak, itu adalah niat dalam hatimu. Bukan dari prasangka orang-orang. Pahamilah.” Steven menatap Darren yang lama-lama terisak. Tak lama, dia membuang pandangannya dan hanya bisa menghela napas. Ruang perawatan itu pun hening dan lebuh dingin dari pada biasanya.“Apakah ... biaya rumah sakit ini ....” “Lily yang membayarnya," sambar Steven dengan yakin. "Aku tidak akan sanggup kalau menanggung semua biaya perawatanmu yang sudah pupuhan ribu dollar."Jawaban itu membuat Darren makin menyesali apa yang sudah dia perbuat dimasa silam kepada Lily.***Axel mempersiapkan makan malam seperti di restoran mewah. Tanpa kursi dan meja. Di balkon kamar Axel, dia menggelar karpet yang halus serta menyalakan lilin untuk menerangi sepanj
Season IISuasana di beranda itu sedikit tegang, keduanya terdiam, terdengar suara hembusan angin musim panas. “Apakah boleh?” ulang Axel sekali lagi, dia menggenggam jemari Lily. “Aku pernah gagal dalam berumah tangga. Kali ini aku tidak ingin gagal lagi. Kakakmu akan menjadi bagian dari kita, Li.” Lily masih diam, apa gunanya Axel kenal dengan Darren? Nanti malah Darren Axel merongrong terus. “Aku ... tidak ingin kakakku merepotkanmu,” jawab Lily terpatah-patah. “Lily, ingat kalau kau adalah istriku nanti. Dan aku akan selalu melindungimu. Ingat, kita punya Steven dan ada Tom kalau kau perlukan.” Lily menatap Axel. Lalu mengangguk ragu. “Jangan ragu-ragu. Kau bisa selalu mempercayaiku,” Axel meyakinkan Lily.“Baik,” jawab Lily lirih. Axel langsung memeluk Lily, mengecup puncak kepalanya. “Terima kasih, aku berjanji akan melakukan yang terbaik untukmu.” Lily mengangguk, membiarkan dirinya seperti menyatu dengan Axel. “Besok kita jenguk bersama, bagaimana?” Lily lantas menat
Season II“Apa-apaan? Apa kau sama sekali tidak menghargai aku, meski sedikit?” suara Darren rendah, hampir tidak terdengar. “Kau ini adikku satu-satunya, Li.” “Justru karena kau adalah saudara kandungku. Aku menjaga hubungan ini agar selalu rukun. Aku tidak mau kalau nanti kau bertingkah dan menyusahkanku seperti beberapa tahun lalu,” Lily menjelaskan panjang lebar. “Kau adalah kakakku, biar bagaimana pun kau yang akan mengantarku ke altar. Kalau kau bersedia. Aku tidak akan memaksa.” Axel membeku menatap Lily yang begitu berani berkata-kata. Mana sangka? Darren terdiam, begitu juga Steven.“Aku pikir cukup. Aku pamit dulu,” pamit Lily. “Sampai bertemu di pernikahan.” Axel menundukkan kepala ke arah Darren, lalu pergi meninggalkan ruang perawatan. Tidak bersalaman atau juga mengucapkan kata perpisahan. Axel langsung berjalan ke luar. Steven juga tidak bisa berkata apa-apa. Dia mengikuti Axel dan Lily keluar dari ruangan, Lily lemas terduduk di kursi ruang tunggu. Napasnya me
Season IISemua mata tertuju ke arah suara pintu yang terbuka. Apalagi ketika seseorang muncul dan mengatakan, “Aku yang akan mengantar Lily ke altar dan juga yang akan menyerahkan ke Axel waktu first dance.” Ruangan rapat itu menjadi hening begitu Darren bersuara. Axel memerhatikan kecanggungan dan ketegangan di ruangan rapat itu. Jadi, dia berdiri dan menghampiri Darren.“Ah, semuanya, perkenalkan, ini adalah Darren, kakak dari Lily,” ucap Axel sambil tersenyum ke semu peserta rapat yang ada. Pengatur cara mengkonfirmasi tugas Darren, jadi, nanti Anda yang akan mengantar Lily?” “Ya, betul sekali,” jawab Darren. Axel lantas menggeser kursi agar Darren bisa duduk di antara peserta rapat. “Aku tunggu di luar saja,” ujar Steven canggung, rasanya sudah cukup dia mengantar Darren sampai ke ruangan ini. Lily menoleh ke arah Darren, dan tersenyum, seperti mengucap terima kasih. Malamnya, Darren dikenalkan secara resmi ke keluarga Axel. Lewat acara makan malam bersama di hotl tempat