Season II“Ya ....” Steven gelagapan, dia menatap Lily sambil membeku. “Axel?” tebak Lily sambil berbisik. Steven mengangguk, lalu memberikan ponselnya kepada Lily. “Hallo?” sapa Lily pelan, dia pastikan kalau Axel akan marah. Minimal akan membentaknya. “Li, si kembar demam, tadi Meredith mengabarkan,” ujar Axel pelan. Tidak ada nada suara yang seperti marah. “Apa? Baiklah, aku akan segera pulang,” jawab Lily panik. Sepanjang perjalanan pulang Lily gelisah, entah berapa kali dia menghela napas. “Apa sakit anakku parah?” tanya Lily kepada Steven. “Kita bisa lihat nanti. Kita berdoa, semoga kesembuhan anakmu tidak sulit.” Lily mengangguk setuju. Entah apa lagi yang bisa dia katakan. ***Nyonya Margot sudah memanggil dokter untuk memeriksa kembar. Dan ternyata flu karena perubahan musim. “Aku sudah menyuruh pengasuhnya diganti dulu untuk sementara waktu. Aku takut si kembar tertular flu dari pengasuhnya,” kata Nyonya Margot kepada Lily yang baru datang. Wajah Lily pucat, mat
Season IISetelah menemani Lily makan, Axel meninggalkan calon istrinya di kamar anak-anak. Lily lebih ceria sekarang. Axel mencium kening Lily, “Aku kembali ke kantor dulu. Sampai nanti malam,” ucapnya.“Sampai jumpa,” jawab Lily sambil mengangguk. Keluar dari kamar bayi, Axel memutuskan untuk menyapa Steven yang masih ada di ruang tamu. “Hai, apa kabarmu? Maaf, tadi aku langsung menelepon,” ujar Axel, sambil berjabat tangan. “Baik,” jawab Steven. “Apa kau ada waktu? Aku ingin bicara sebentar. Tapi, aku ingin di tempat lain.”Dahi Axel mengerut, sebenarnya penasaran apa yang dilakukan Lily dengan Steven tadi. “Ini soal kepergian kami tadi,” tambah Steven, suaranya tegas, tatapannya lurus ke arah Axel. Axel menghela napas, “Baik. Di kantorku saja. Aku masih ada beberapa urusan di sana.” Steven mengangguk setuju dengan ide Axel. ***Axel menyelesaikan urusan kantornya dulu. Setelah itu dia duduk di sofa yang ada di ruangannya. “Maaf, selalu membuatmu menunggu,” ucap Axel tidak
Season II“Karena tindakanku menolong mama, semua orang menganggap aku jahat. Adikku sendiri membuangku. Bahkan, aku tidak diundang di pesta pernikahannya. Dan aku tidak punya kesempatan untuk menemui keponakanku sendiri.” Mata Darren berkaca-kaca. “Jahat atau tidak, itu adalah niat dalam hatimu. Bukan dari prasangka orang-orang. Pahamilah.” Steven menatap Darren yang lama-lama terisak. Tak lama, dia membuang pandangannya dan hanya bisa menghela napas. Ruang perawatan itu pun hening dan lebuh dingin dari pada biasanya.“Apakah ... biaya rumah sakit ini ....” “Lily yang membayarnya," sambar Steven dengan yakin. "Aku tidak akan sanggup kalau menanggung semua biaya perawatanmu yang sudah pupuhan ribu dollar."Jawaban itu membuat Darren makin menyesali apa yang sudah dia perbuat dimasa silam kepada Lily.***Axel mempersiapkan makan malam seperti di restoran mewah. Tanpa kursi dan meja. Di balkon kamar Axel, dia menggelar karpet yang halus serta menyalakan lilin untuk menerangi sepanj
Season IISuasana di beranda itu sedikit tegang, keduanya terdiam, terdengar suara hembusan angin musim panas. “Apakah boleh?” ulang Axel sekali lagi, dia menggenggam jemari Lily. “Aku pernah gagal dalam berumah tangga. Kali ini aku tidak ingin gagal lagi. Kakakmu akan menjadi bagian dari kita, Li.” Lily masih diam, apa gunanya Axel kenal dengan Darren? Nanti malah Darren Axel merongrong terus. “Aku ... tidak ingin kakakku merepotkanmu,” jawab Lily terpatah-patah. “Lily, ingat kalau kau adalah istriku nanti. Dan aku akan selalu melindungimu. Ingat, kita punya Steven dan ada Tom kalau kau perlukan.” Lily menatap Axel. Lalu mengangguk ragu. “Jangan ragu-ragu. Kau bisa selalu mempercayaiku,” Axel meyakinkan Lily.“Baik,” jawab Lily lirih. Axel langsung memeluk Lily, mengecup puncak kepalanya. “Terima kasih, aku berjanji akan melakukan yang terbaik untukmu.” Lily mengangguk, membiarkan dirinya seperti menyatu dengan Axel. “Besok kita jenguk bersama, bagaimana?” Lily lantas menat
Season II“Apa-apaan? Apa kau sama sekali tidak menghargai aku, meski sedikit?” suara Darren rendah, hampir tidak terdengar. “Kau ini adikku satu-satunya, Li.” “Justru karena kau adalah saudara kandungku. Aku menjaga hubungan ini agar selalu rukun. Aku tidak mau kalau nanti kau bertingkah dan menyusahkanku seperti beberapa tahun lalu,” Lily menjelaskan panjang lebar. “Kau adalah kakakku, biar bagaimana pun kau yang akan mengantarku ke altar. Kalau kau bersedia. Aku tidak akan memaksa.” Axel membeku menatap Lily yang begitu berani berkata-kata. Mana sangka? Darren terdiam, begitu juga Steven.“Aku pikir cukup. Aku pamit dulu,” pamit Lily. “Sampai bertemu di pernikahan.” Axel menundukkan kepala ke arah Darren, lalu pergi meninggalkan ruang perawatan. Tidak bersalaman atau juga mengucapkan kata perpisahan. Axel langsung berjalan ke luar. Steven juga tidak bisa berkata apa-apa. Dia mengikuti Axel dan Lily keluar dari ruangan, Lily lemas terduduk di kursi ruang tunggu. Napasnya me
Season IISemua mata tertuju ke arah suara pintu yang terbuka. Apalagi ketika seseorang muncul dan mengatakan, “Aku yang akan mengantar Lily ke altar dan juga yang akan menyerahkan ke Axel waktu first dance.” Ruangan rapat itu menjadi hening begitu Darren bersuara. Axel memerhatikan kecanggungan dan ketegangan di ruangan rapat itu. Jadi, dia berdiri dan menghampiri Darren.“Ah, semuanya, perkenalkan, ini adalah Darren, kakak dari Lily,” ucap Axel sambil tersenyum ke semu peserta rapat yang ada. Pengatur cara mengkonfirmasi tugas Darren, jadi, nanti Anda yang akan mengantar Lily?” “Ya, betul sekali,” jawab Darren. Axel lantas menggeser kursi agar Darren bisa duduk di antara peserta rapat. “Aku tunggu di luar saja,” ujar Steven canggung, rasanya sudah cukup dia mengantar Darren sampai ke ruangan ini. Lily menoleh ke arah Darren, dan tersenyum, seperti mengucap terima kasih. Malamnya, Darren dikenalkan secara resmi ke keluarga Axel. Lewat acara makan malam bersama di hotl tempat
Season IIResepsi pernikahan berlanjut hingga malam. Di tengah persiapan resepsi, Lily bersama keluarga yang lain, menunggu di ruangan VIP. Karena ada Darren, Lily mengenalkan anak-anaknya. Lily hanya pikir ini sudah saatnya.“Darren, aku mau memperkenalkan anak-anakku,” Lily berkata, sambil tersenyum. “Mereka—keponakanku?” Mata Darren berbinar, melihat kedua anak lucu yang gendongan Lily dan satu lagi di gendongan Axel. “Ya, mereka kembar,” jawab Lily sambil tersenyum. Anak-anak itu sedang tidur dengan pulas. “Astaga, mereka lucu-lucu, boleh aku menggendongnya?” seru Darren, matanya kali ini berkaca-kaca. Dia berkata kepada Axel. “Siapa nama mereka?” “Ini Charlotte,” ujar Lily sambil memberikan anaknya ke gendongan Darren. “Kalau yang Axel gendong, Aiden,” paparnya. Darren mengambil anak itu dengan hati-hati, “Mereka kecil sekali,” katanya berbisik. “Apakah mereka tidak terusik kalau sedang ramai begini?” “Tidak. Mereka akan tenang, setelah ini akan naik ke kamar lagi, karena
Season IIPesta resepsi selesai lewat tengah malam. walau acara selesai, Axel mengobrol, dan minum bersama beberapa teman dekatnya. Obrolan mereka menurut Lily tidak relevan dengan dirinya, malah membuatnya minder. Kebanyakan Lily tidak mengalami apa yang Axel alami dulu. Sekolah di sekolah kenamaan, kuliah di universitas yang kebanyakan orang kaya. Untung ada Kate di dekat Lily, kalau Meredith tidak kalah sibuk dengan Nyonya Margot yang menjamu para tamu. Meski acara selesai, Nyonya Margot juga masih beramah tamah. “Axe, aku kembali ke kamar duluan,” pamit Lily. Axel mencegah, menggenggam tangan Lily. “Nanti dulu. Apa kau selelah itu?” Lily menundukkan badan, berbisik. “Aku bosan. Pembicaraan mereka tidak sama denganku.” Axel menatap Lily, “Baik. Aku akan segera menyusul,” janji Axel. “Tolong, jangan tidur dulu,” kata terakhirnya sambil tersenyum miring. Lily membalasnya dengan senyuman, “Aku tidak tahu apakah akan tahan terjaga atau tidak,” ledeknya. Axel tertawa kecil, mata