Season II“Apa-apaan? Apa kau sama sekali tidak menghargai aku, meski sedikit?” suara Darren rendah, hampir tidak terdengar. “Kau ini adikku satu-satunya, Li.” “Justru karena kau adalah saudara kandungku. Aku menjaga hubungan ini agar selalu rukun. Aku tidak mau kalau nanti kau bertingkah dan menyusahkanku seperti beberapa tahun lalu,” Lily menjelaskan panjang lebar. “Kau adalah kakakku, biar bagaimana pun kau yang akan mengantarku ke altar. Kalau kau bersedia. Aku tidak akan memaksa.” Axel membeku menatap Lily yang begitu berani berkata-kata. Mana sangka? Darren terdiam, begitu juga Steven.“Aku pikir cukup. Aku pamit dulu,” pamit Lily. “Sampai bertemu di pernikahan.” Axel menundukkan kepala ke arah Darren, lalu pergi meninggalkan ruang perawatan. Tidak bersalaman atau juga mengucapkan kata perpisahan. Axel langsung berjalan ke luar. Steven juga tidak bisa berkata apa-apa. Dia mengikuti Axel dan Lily keluar dari ruangan, Lily lemas terduduk di kursi ruang tunggu. Napasnya me
Season IISemua mata tertuju ke arah suara pintu yang terbuka. Apalagi ketika seseorang muncul dan mengatakan, “Aku yang akan mengantar Lily ke altar dan juga yang akan menyerahkan ke Axel waktu first dance.” Ruangan rapat itu menjadi hening begitu Darren bersuara. Axel memerhatikan kecanggungan dan ketegangan di ruangan rapat itu. Jadi, dia berdiri dan menghampiri Darren.“Ah, semuanya, perkenalkan, ini adalah Darren, kakak dari Lily,” ucap Axel sambil tersenyum ke semu peserta rapat yang ada. Pengatur cara mengkonfirmasi tugas Darren, jadi, nanti Anda yang akan mengantar Lily?” “Ya, betul sekali,” jawab Darren. Axel lantas menggeser kursi agar Darren bisa duduk di antara peserta rapat. “Aku tunggu di luar saja,” ujar Steven canggung, rasanya sudah cukup dia mengantar Darren sampai ke ruangan ini. Lily menoleh ke arah Darren, dan tersenyum, seperti mengucap terima kasih. Malamnya, Darren dikenalkan secara resmi ke keluarga Axel. Lewat acara makan malam bersama di hotl tempat
Season IIResepsi pernikahan berlanjut hingga malam. Di tengah persiapan resepsi, Lily bersama keluarga yang lain, menunggu di ruangan VIP. Karena ada Darren, Lily mengenalkan anak-anaknya. Lily hanya pikir ini sudah saatnya.“Darren, aku mau memperkenalkan anak-anakku,” Lily berkata, sambil tersenyum. “Mereka—keponakanku?” Mata Darren berbinar, melihat kedua anak lucu yang gendongan Lily dan satu lagi di gendongan Axel. “Ya, mereka kembar,” jawab Lily sambil tersenyum. Anak-anak itu sedang tidur dengan pulas. “Astaga, mereka lucu-lucu, boleh aku menggendongnya?” seru Darren, matanya kali ini berkaca-kaca. Dia berkata kepada Axel. “Siapa nama mereka?” “Ini Charlotte,” ujar Lily sambil memberikan anaknya ke gendongan Darren. “Kalau yang Axel gendong, Aiden,” paparnya. Darren mengambil anak itu dengan hati-hati, “Mereka kecil sekali,” katanya berbisik. “Apakah mereka tidak terusik kalau sedang ramai begini?” “Tidak. Mereka akan tenang, setelah ini akan naik ke kamar lagi, karena
Season IIPesta resepsi selesai lewat tengah malam. walau acara selesai, Axel mengobrol, dan minum bersama beberapa teman dekatnya. Obrolan mereka menurut Lily tidak relevan dengan dirinya, malah membuatnya minder. Kebanyakan Lily tidak mengalami apa yang Axel alami dulu. Sekolah di sekolah kenamaan, kuliah di universitas yang kebanyakan orang kaya. Untung ada Kate di dekat Lily, kalau Meredith tidak kalah sibuk dengan Nyonya Margot yang menjamu para tamu. Meski acara selesai, Nyonya Margot juga masih beramah tamah. “Axe, aku kembali ke kamar duluan,” pamit Lily. Axel mencegah, menggenggam tangan Lily. “Nanti dulu. Apa kau selelah itu?” Lily menundukkan badan, berbisik. “Aku bosan. Pembicaraan mereka tidak sama denganku.” Axel menatap Lily, “Baik. Aku akan segera menyusul,” janji Axel. “Tolong, jangan tidur dulu,” kata terakhirnya sambil tersenyum miring. Lily membalasnya dengan senyuman, “Aku tidak tahu apakah akan tahan terjaga atau tidak,” ledeknya. Axel tertawa kecil, mata
Season II“Nona? “Aku bisa membawamu ke klinik terdekat,” tawarnya. Bree menganga lalu menelan ludah, entah sudah berapa lama dia tidak menikmati lelaki. Kalau dulu dia selalu merasa kurang dengan Axel, selalu ada Diego yang melengkapinya. “Tidak. Tidak ada yang sakit. Aku permisi dulu,” pamit Bree, berjalan melewati pria itu. Sial seribu sial, gerutu Bree. Bukannya melupakan dan membuang jauh kenangan dengan Axel, dia malam ingin menikmati tubuh pria itu. Bree merana di kamarnya sendirian. Sebelum makan malam, wanita itu memutuskan untuk pergi ke restoran yang ada di hotel ini. Mungkin meminum alkohol akan menjadi obat kesepian yang tebaik. Wanita itu memilih gaun terbaik. Sama seperti yang dia lakukan beberapa tahun lalu dengan bersama Axel. Bedanya, malam ini dia sendirian. Bree memilih gaun mini marun terbuka, dan selop dengan tumit tinggi emas. Dandan secantik yang dia bisa. Entah, malam ini hanya ingin saja. Bree berjalan dengan percaya diri memasuki area bar. Duduk di
Season IILily dan Axel keluar dari kamar menjelang makan siang. Mereka berpapasan dengan Steven, ketika akan masuk lift. Lily dan Axel memelototi Steven, rambutnya basah, memakai kaus putih dan celana jin. “Apa? Kenapa kalian memandangku begitu?” tanyanya. “Apa kau tadi malam bersama dengan Meredith?” tanya Lily polos. Melihat rupa wajah Steven, tampaknya bukan hanya Lily dan Axel saja yang menikmati malam pertama sebagai pengantin. Ting! Pintu lift terbuka, dan Steven menghela napas lega, Lily tidak akan mendesak menjawab pertanyaan itu. Namun sial untuk Steven. Di lift hanya ada mereka bertiga. “Steve, kau tidak menjawab pertanyaanku?” desak Lily, sambil menatap wajah Steven. Steven memutar bola mata, “Tidak Lily, aku sibuk dengan kakakmu. Dia mabuk dan Meredith sibuk dengan Nyonya Margot. Hm?” lelaki itu lantas memutar balik badannya agar tidak berhadapan dengan Axel dan Lily. “Ke mana Darren?” tanya Lily. Axel hanya menatap Lily, tidak berkata apa-apa, dia mengantungkan
Season IIAxel membangunkan Lily begitu pesawat yang mereka tumpangi akan mendarat. Tanda sabuk pengaman sudah menyala. Tidur Lily sangat pulas sampai Axel tidak tega sendiri. “Li, sudah hampir sampai. Pesawatnya sebentar lagi mendarat,” kata Axel pelan. Lily mengesampingkan rasa kantuknya. Begitu Axel bilang sebentar lagi akan mendarat, rasa antusiasnya pun bangkit. Seperti apa negara ini? Pasti indah, pikirnya. “Kau lelah?” tanya Axel berbisik ke arah Lily. Namun, Lily menggeleng, “Tidak. Aku tidak sabar ingin segera melihat negara ini.” Axel tersenyum, “Aku senang kalau kau senang.” Lily tidak berhenti tersenyum ketika mereka ada dalam mobil jemputan yang akan membawa mereka ke hotel. “Waw, negara ini indah, ya!” seru Lilmy kepada Axel. Matanya melebar, tidak sabar ingin mencoba segalanya. Makanan, tempat-tempat wisata.Lily seperti lupa sesaat siapa dirinya saat ini. Dia melihat ke arah anak-anaknya, yang sedang menyusu. Atau Aiden yang sedang terjaga. Namun, Lily menga
Season II “Ya, aku pikir tidak ada masalah kalau kita sarapan dulu. Kita juga tidak dikejar waktu,” tambah Axel, matanya menatap ke arah Lily, seperti memberikan kode. “Ayolah, saya ini sudah di booking untuk beberapa hari. Kalau tidak penuh target, saya akan dikenakan pinalti. Jadi, sebaiknya kita pergi sekarang saja. Nanti akan saya carikan tempat untuk sarapan, dengan menu yang enak.” Alex menolak karena kinerjanya juga nanti akana dipertanyakan.“Saya bayar pinaltinya!” seru Axel. “Saya akan ganti semua biaya ganti rugi selama bersama saya. Bagaimana, Alex? Nanti akan saya tambahkan bonus.” Si pemandu wisata itu diam sejenak, menatap Axel dengan tatapan yang mencurigakan. Tawaran Axel memang menggoda, tapi, Alex juga harus memikirkan masa depannya di biro perjalanan ini kalau tugasnya tidak tuntas. Axel seolah paham apa yang membuat si pemandu itu luluh: uang! Axel menganalisa kalau si pemandu itu berusia sekitar dua puluhan. Kalau dia adalah mahasiswa, pasti ingin cepat se