Terus menjerit, suara Dyandra mulai tertutup oleh sirine mobil ambulans dan polisi yang datang ke lokasi nahas tersebut. Orang ramai mengatakan tabrak lari kepada dua orang petugas hukum berseragam cokelat yang datang.
Dari dalam ambulans, dua orang segera turun dan memeriksa keadaan Arka. “Kritis, cepat bawa ke rumah sakit,” ucap salah satu dari mereka dan berlari kembali ke dalam mobil untuk mengambil ranjang dorong.Pak Tri saat diperiksa oleh petugas ternyata sudah meninggal dunia. Leher sopir malang itu patah saat ditubruk sangat kencang oleh pengendara sepeda motor.Dengan dibantu oleh warga sekitar, ambulans berhasil membawa Arka masuk dan Dyandra duduk di kursi panjang, menatap nanar pada Arka yang sudah tidak sadarkan diri.“Halo, Dru?” isaknya menelepon sang kakak dan segera menjelaskan apa yang terjadi. “Tolong jemput Bu Wuri dan Hasya. Aku mau ke rumah sakit bersama Mas Arka!” pintanya sesenggukkan.Drupadi terengah, tidakBatara terbelalak, begitu pula istrinya dan sang besan. Anak-anak mereka menjadi target pembunuhan? Kegilaan apa lagi ini di rumah tangga Dyandra dan Arka.“Di pinggir jalan tadi ada sebuah bengkel sepeda motor yang sudah tutup. Dia memiliki CCTV yang mengarah ke jalanan. Kami sudah memeriksanya dan apa yang terlihat makin menguatkan bukti bahwa ini bukanlah kecelakaan biasa,” tutur Sersan Andi. Dyandra masih termangu, ia mencoba mengingat apa yang terjadi. “Ban mobilku mendadak kempes. Pak Tri menepi. Tiba-tiba ada sepeda motor kencang menubruknya. Aku segera keluar untuk melihat kondisi Pak Tri. Kemudian … kemudian ….”Tak mampu meneruskan kalimat karena setelah itu terjadilah hal yang membuatnya sangat syok hingga kini. Kedua tangan gemetar saat mengingat detik demi detik nyawa hampir melayang. “Aku tidak tahu Arka dari mana … dia … dia … aku ditarik! Dia tertubruk mobil!” raung Dyandra memeluk ibunya dan menangis kencang. “Pak Arka
Pintu ruang operasi terbuka dengan lambat. Beberapa orang keluar dan memperlihatkan bukan wajah-wajah yang senang atau pun bahagia. Akan tetapi ….“Keluarga Pak Arka?” Mereka kembali bertanya, dan Dyandra melangkah gontai. Di belakangnya ada Moeryati yang juga berjalan teramat limbung hingga harus dipegangi oleh adiknya. “Arka ….” Dyandra tidak bisa meneruskan pertanyaan. Kalimat selanjutnya menyangkut di tenggorokan. Satu kata yang tidak bisa ia ucap. Tidak, tolonglah jangan seperti ini! Tidak atas namanya! Jerit Dyandra di dalam hati. Bagaimana ia bisa memaafkan dirinya sendiri kalau akhirnya ….“Maafkan kami, tapi … untuk sesaat beliau stabil. Selanjutnya, ada pembuluh darah lain yang mendadak pecah di otak dan ….”“Anakku!” jerit Moeryati menghentakkan kaki ke lantai berkali-kali. Ia mengguncang tubuh Aryati semakin lama semakin kecang. “Arkaaa!” Ambruk sudah Moeryati ke atas lantai sambil menangis, meraung, tersedu-sedu d
Dyandra datang ke rumah duka yang telah dipenuhi oleh keluarga besar Hasbyan serta kerabat lain. Rumah itu, tempatnya tinggal bersama Arka selama sepuluh tahun terakhir. Melangkah gontai, naik ke lantai dua, ke kamar mereka. Sekelebat ingatan muncul. Bahwa pada suatu waktu, ia melangkah dengan kegontaian yang sama di tangga ini setelah mendengar dengan telinganya sendiri bagaimana sang suami meniduri wanita lain. “Tuhan, kenapa sakit sekali?” tangisnya terisak ketika duduk di atas ranjang dan memandangi seluruh kamar tidur mereka. Foto pernikahan, foto liburan keliling dunia, bahkan foto saat mereka masih kuliah bersama terpampang rapi di sana. Arka tidak pernah mengenyahkan foto-foto ini, bahkan setelah surat curai ia layangkan satu bulan lalu. Hancur, Dyandra sangat hancur melihat semua kenangan diri yang tak akan terulang kembali. Perih yang tak terperi mengoyak setiap detik hingga air mata tak bisa berhenti mengalir. Mengambil pi
Seorang wanita sedang duduk di sebuah meja restoran bersama satu orang anak perempuan berusia tiga tahun yang teramat cantik dan menggemaskan. Keduanya nampak asyik memandangi layar ponsel. Sang Bunda berucap, “Hari ini kita merayakan ulang tahunnya Ayah Arka. Kamu harus selalu mendoakan Ayah Arka, ya?” Mengatakan itu dengan mata berbinar, mengecup kening putrinya dengan khidmat. Ada satu desiran perih yang tak pernah bisa tertutup sempurna di dalam kalbu sang wanita. Ada satu cinta yang akan selalu ia kenang. Dari seseorang yang telah berkorban nyawa untuknya. Maka, ia akan memastikan nama sang almarhum suami selalu harum di mata putri mereka. Hasya yang baru menginjak usia tiga tahun hanya manggut-manggut mendengar permintaan ibunya. Ia menatap layar dan memandangi lelaki yang disebut sebagai ayahnya. “Ayah Arka, ya, Bunda?” ucapnya manis dan polos. “Iya, Ayah Arka. Setelah dari restoran ini, kita akan mengunjungi makamnya dan berdoa di sana
Langkah kaki tanpa suara diambil oleh Dyandra malam ini. Ia memutuskan untuk mencari kebenaran dari kecurigaannya selama satu minggu terakhir. Sudah terlalu sering suaminya menghilang dari ranjang mereka antara jam satu sampai dua malam ketika ia sedang tertidur lelap. Kuatkan dirimu, Dyandra! Semua harus jelas malam ini! Ia berusaha menguatkan batinnya. Apa pun yang terjadi akan dihadapi dengan sekuat tenaga. Namun, detak jantungnya saat ini semakin kencang seakan hendak melompat jauh pergi dari badannya.Langkah demi langkah dijalani oleh Dyandra menuruni tangga beroles pualam, di rumah megah nan mewah milik keluarga besar Arka Hasbyan, sang suami. Kemudian ia berlanjut, berjingkat menuju kamar tamu di sisi selatan bangunan yang saking besarnya, bisa disamakan dengan sebuah istana ini. Lampu hias teramat besar tergantung di langit-langit rumah dengan cantik meski dalam keadaan padam. Lukisan di atap yang mirip dengan museum-museum seni di Eropa terlihat sangat indah apabila lampu
Sebuah senyum ditampilkan dengan sangat terpaksa oleh Dyandra. Saat masih SMA dulu padahal ia tidak pernah mengambil kelas drama. Entah mengapa kali ini ia pintar sekali menutupi perasaan muak terhadap perempuan di hadapannya.“Iya, Cersey. Aku harus menjaga kesehatan. Mas Arka selalu mengajak olah raga di atas ranjang hampir tiap malam. Jadi aku harus terus fit,” jawab Dyandra menyindir. Selain itu, ia sedikit banyak ingin menegaskan posisinya sebagai Nyonya Arka Hasbyan. Bahwa ia yang dicintai Arka, bukan wanita yang hanya disewa rahimnya seperti Cersey. “Luar biasa! Pasti Mas Arka benar-benar mencintai Mbak Dyandra,” sahut Cersei santai, seolah tulus dan turut berbahagia mendengar itu semua. Pintar sekali kalian bersandiwara? Apa memang sudah kalian rencanakan harus bersikap bagaimana jika bertemu aku? Kalian menjijikkan! Terus saja jiwa wanita berusia tiga puluh tahun itu memaki dalam hati. Dyandra tidak menjawab. Ia hanya tersenyum ketus dan segera berlari keluar rumah menuj
Mata Cersey mendelik melihat pemandangan erotis di kamar Dyandra. Mulut terbuka lebar, menunjukkan ekspresi sangat kaget. Di depannya, Arka sedang menciumi leher Dyandra dengan penuh nafsu. Sementara kedua tangan lelaki yang sangat maskulin itu, mulai menyusup masuk ke balik jubah mandi sang istri. Cersey tak berkedip dan detak jantungnya semakin kencang menendang rongga dada. Sesak menangkup perasaan yang kini ia alami. Ada rasa cemburu, dan ada rasa tidak terima melihat ini semua.Wanita itu tidak rela berbagi seorang Arka, meski itu dengan istrinya sendiri. Batin mengaum layaknya singa betina sedang kelaparan. Ia membeku, mematung, dan menatap sinis pada kedua anak manusia yang sedang bermesraan.Ujung mata Dyandra menangkap ada sesosok bayangan di pintu kamarnya. Ia segera menoleh dan terkejut bukan kepalang melihat Cersey menatap lekat padanya. “Heh! Kamu sedang apa menonton kami?” hardiknya dengan suara marah. Ia segera merapatkan jubah mandi dan mendorong Arka menjauh. “Ma-m
Ucapan ibu mertua Dyandra kali ini betul-betul sebuah pukulan telak untuk wanita itu. Seketika wajah Dyandra terasa panas dan tenggorokannya menjadi kering hingga susah berkata-kata. Cersey di sisi lain, tersenyum simpul mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh ibunda Arka. “Ehm, terima kasih, Tante. Sudah memikirkan saya.”Sebutan ibu mertua jahat sudah sering diucapkan oleh banyak wanita yang menggambarkan ketidakcocokan mereka dengan sang mertua. Bagi Dyandra sosok ibu mertuanya ini memang menyebalkan. Sebagai seorang ibu, ia sering sekali bersikap tidak layak. Ucapannya terakhir ini menjadi bukti betapa kejamnya ia terhadap sang menantu. “Mama, please stop this?” pinta Arka pada mamanya, berusaha menjaga perasaan Dyandra.“Kenapa? Apa ada yang salah? Bukankah memang benar akhirnya yang berhasil hamil adalah Cersey, bukan istrimu?” tolak Moeryati semakin memperlihatkan wajah kesal pada menantunya. “Tidak apa-apa, Say. Mama benar. Memang kondisiku seperti ini. Sudah, tidak pe