Sebuah senyum ditampilkan dengan sangat terpaksa oleh Dyandra. Saat masih SMA dulu padahal ia tidak pernah mengambil kelas drama. Entah mengapa kali ini ia pintar sekali menutupi perasaan muak terhadap perempuan di hadapannya.
“Iya, Cersey. Aku harus menjaga kesehatan. Mas Arka selalu mengajak olah raga di atas ranjang hampir tiap malam. Jadi aku harus terus fit,” jawab Dyandra menyindir.Selain itu, ia sedikit banyak ingin menegaskan posisinya sebagai Nyonya Arka Hasbyan. Bahwa ia yang dicintai Arka, bukan wanita yang hanya disewa rahimnya seperti Cersey.“Luar biasa! Pasti Mas Arka benar-benar mencintai Mbak Dyandra,” sahut Cersei santai, seolah tulus dan turut berbahagia mendengar itu semua. Pintar sekali kalian bersandiwara? Apa memang sudah kalian rencanakan harus bersikap bagaimana jika bertemu aku? Kalian menjijikkan! Terus saja jiwa wanita berusia tiga puluh tahun itu memaki dalam hati.Dyandra tidak menjawab. Ia hanya tersenyum ketus dan segera berlari keluar rumah menuju pintu gerbang megah yang dijaga oleh tiga orang petugas keamanan.“Selamat pagi, Bu Dyandra!” seru ketiga satpam membukakan gerbang. Mereka menunduk untuk memberi hormat kepada sang majikan.“Ya, pagi!” jawab Dyandra singkat menyapa balik para petugas keamanan.Tak lama ia telah melesat, melaju di area jogging yang sudah disediakan oleh pengembang perumahan mewahnya.“F**k you Arkaaaaa!” jeritnya saat sampai di tepi danau yang masih sepi. Hawa segar perumahan di antara rimbun pepohonan tidak bisa membuat hatinya merasa sejuk.Dengan napas terengah-engah, Dyandra terus menerus berteriak, memaki suaminya.“Aku benci kamu! Lelaki brengsek! Lelaki jahanam!” teriak Dyandra sampai napasnya tersengal-sengal. “Kamu pembohong! Pengkhianat! Bajingan! Dasar Lelaki cabul!”Sudah sekitar dua puluh batu kerikil ia lempar sekeras mungkin ke dasar danau. Pada setiap lemparan, ia meluapkan emosi dan ledakan dari rasa hancur hatinya.Dyandra menghempaskan diri di atas tanah. Kalbu yang berserakkan semalam, semakin hancur ketika melihat perut buncit Cersey pagi ini. Ia juga ingin bisa seperti itu. Merasakan sesuatu tumbuh di dalam tubuhnya. Namun, takdir berkata lain.Namun, sebanyak apa pun kerikil dan teriakan yang ia lemparkan, tetap tidak bisa membuat air matanya keluar. Karena itulah, hatinya tetap terasa sesak sangat. Napasnya semakin terengah-engah dan ia mulai merasa dunianya berputar.Khawatir terjadi sesuatu terhadap dirinya, ia segera bangkit dan memutuskan untuk pulang. Mungkin saja karena semalam ia tidak tidur maka pagi ini kondisinya tidak bisa fit untuk lari pagi.Dengan gontai Dyandra melangkahkan kaki menuju istana megah yang biasa ia sebut rumah. Hanya saja, saat ini ia tidak lagi merasa bahwa itu adalah rumahnya. Tidak ada lagi perasaan nyaman di sana. Kebahagiaan disana, telah runtuh.***“Kok cepat?” Arka heran melihat Dyandra sudah kembali dalam waktu setengah jam saja. Biasanya jogging sang istri memakan waktu sampai dua jam.“Tidak enak badan!” jawab Dyandra ketus segera menyambar handuk di sebelah pintu kamar mandi.“Dyandra!” panggil Arka menarik lengan Dyandra dan merapatkan sang istri dalam pelukannya.“Happy 10th Anniversary,” bisiknya memperlihatkan sebuah kotak kain beludru berwarna hijau, bertuliskan Tiffany.“Hah?” Dyandra tergagap. Ia lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahun perkawinan mereka. Ia bahkan belum membeli kado apa pun untuk suaminya.“Untukmu, Cintaku.” Arka membuka kotak. Sebuah kalung dengan liontin berlian mungil, bertuliskan AD ada di sana sebagai hadiah untuk Dyandra.“Berputarlah, biar aku pasangkan di lehermu.”Arka memasangkan kalung indah pemberiannya di leher sang istri. Ia bahkan mengecup leher jenjang Dyandra dengan mesra.“Aku mandi dulu!” Dyandra semakin merasa rapuh. Ia berkelit dan menghindar lalu cepat masuk kamar mandi.Arka hanya bisa bengong melihat kelakuan istrinya yang datar, padahal sebuah kalung berlian telah melingkar di lehernya.Segera ia pasang pancuran air pada posisi paling keras. Dyandra juga menyalakan kran pada bak jacuzzi dan membuka penutup saluran di dasar bath tub agar air tidak meluber keluar tub.Wanita bertubuh mungil itu membutuhkan suara pengalih sekeras mungkin. Air matanya dirasa akan segera tumpah dengan deras.Masih memakai baju lari, Dyandra terduduk lemas di lantai kamar mandi, di bawah pancuran air hangat. Benar saja. Kini, ia mulai sukses menangis dan tak mampu untuk menghentikannya.Deraian air mata mengalir seperti tsunami menerjang, sederas pancuran air di atas kepalanya.Ia menangisi hadiah ulang tahun perkawinan kesepuluh yang baru saja ia dapatkan dari Arka. Disentuhnya kembali kalung tersebut. Ia meraba tulisan AD yang tersemat sebagai liontin. Apakah hanya sebatas itu saja keadaan mereka saat ini, yaitu inisial pada kalung?Sebuah perselingkuhan yang dibalut dengan kalung berlian tetap saja menghancurkan segenap sudut hati wanita manapun. Inilah kenyataan pahit yang harus ia terima. Semua akibat ketidakmampuan dirinya untuk memiliki anak. Maka kepedihan mana yang bisa mengalahkan penderitaan Dyandra pagi ini?Liontin bertuliskan AD merupakan singkatan dari Arka-Dyandra. Sebuah ungkapan dan ucapan bahwa Dyandra adalah cintanya. Segala keromantisan iti tidak berbanding lurus dengan apa yang Dyandra ketahui semalam.“U’re such a bullsh*t, Arka!” desisnya memukulkan tangan pada lantai kamar mandi. Kakinya pun menjejak-jejak seperti anak kecil sedang marah karena tidak mendapat mainan yang diinginkan.Terus terisak, terisak dan terisak. Rintihan kecil dari bibirnya yang gemetar terus mengisi ruang hampa. Di kamar mandi ini, di bawah pancuran air yang sama, Dyandra sering merasakan hangatnya sentuhan Arka, tanpa penghalang apa pun diantara mereka. Hanya bercinta dengan bahagia dan saling memuaskan satu sama lain, persis di tempatnya duduk saat ini.Perilaku suaminya yang seolah tidak terjadi apa-apa, padahal sudah tidur dengan wanita lain, membuat semuanya semakin menyakitkan.Namun, biarlah semua ini ia terima apa adanya. Kedewasaannya mengetahui bahwa takdir manusia tidak selamanya sesuai keinginan. Lambat laun ia harus tetap tegar dan menegakkan kepala.Bayangan seorang bayi mungil yang akan hadir membuat hidupnya lebih bermakna, menjadikan Dyandra berusaha kuat menerima terpaan dan tusukan duri pada hati dan batinnya.Ia mulai melepas pakaian lari yang sudah basah kuyup itu lalu bangkit berdiri. Seiring itu pula, ia berjanji pada dirinya sendiri tidak akan lagi membiarkan perasaan sakit ini terus menerus menghancurkan kehidupannya.***“Aku hari ini ada klien penting. Aku akan berangkat lebih pagi. Bisa kamu mengantar Cersey ke dokter? Dia merasa kurang enak badan,” ujar Arka saat Dyandra selesai mandi.“Tahu dari mana dia tidak enak badan?”“Baru saja dia dari sini.”Dyandra terdiam. Bayangan dalam kepalanya sudah tidak karuan. Arka dan Cersey baru saja berduaan di kamar tidurnya. Berbuat apa saja mereka selama ia sedang di kamar mandi selama setengah jam lebih tadi?“Hey, ayolah jangan murung. Mungkin dia hanya masuk angin. Tapi demi keamanan bayi kita, sebaiknya Cersey diperiksakan, benar ‘kan?” Arka khawatir akan keselamatan bayi mereka.“Iya, nanti aku antarkan. Setelah dari dokter, aku akan langsung ke kantorku,” Dyandra akhirnya menyanggupi, walau berat.“Oke. Aku akan mandi sekarang. Kamu tidak mau masuk kamar mandi lagi, menemaniku?” rayu Arka. Jemarinya nakal menarik tali di jubah mandi Dyandra, sembari terus mendekati sang istri.Jubah mandi itu kini terbuka, mengekspos tubuh mulus yang belum memakai apapun di dalamnya. Dyandra diam saja. Ia sudah terlalu lelah untuk bereaksi apa pun.Bibir Arka mulai bergerak liar, menjelajahi leher istrinya dan terus menurun ke bawah. Dalam hati, Dyandra sudah tidak ingin disentuh oleh suaminya. Namun untuk saat ini, sepertinya ia harus berpura-pura menikmati. Demi supaya tidak ada kecurigaan dari Arka.“Permisi! Ada yang mau aku tanyakan!” Cersey tiba-tiba mendorong pintu kamar yang memang tidak tertutup rapat.BERSAMBUNGMata Cersey mendelik melihat pemandangan erotis di kamar Dyandra. Mulut terbuka lebar, menunjukkan ekspresi sangat kaget. Di depannya, Arka sedang menciumi leher Dyandra dengan penuh nafsu. Sementara kedua tangan lelaki yang sangat maskulin itu, mulai menyusup masuk ke balik jubah mandi sang istri. Cersey tak berkedip dan detak jantungnya semakin kencang menendang rongga dada. Sesak menangkup perasaan yang kini ia alami. Ada rasa cemburu, dan ada rasa tidak terima melihat ini semua.Wanita itu tidak rela berbagi seorang Arka, meski itu dengan istrinya sendiri. Batin mengaum layaknya singa betina sedang kelaparan. Ia membeku, mematung, dan menatap sinis pada kedua anak manusia yang sedang bermesraan.Ujung mata Dyandra menangkap ada sesosok bayangan di pintu kamarnya. Ia segera menoleh dan terkejut bukan kepalang melihat Cersey menatap lekat padanya. “Heh! Kamu sedang apa menonton kami?” hardiknya dengan suara marah. Ia segera merapatkan jubah mandi dan mendorong Arka menjauh. “Ma-m
Ucapan ibu mertua Dyandra kali ini betul-betul sebuah pukulan telak untuk wanita itu. Seketika wajah Dyandra terasa panas dan tenggorokannya menjadi kering hingga susah berkata-kata. Cersey di sisi lain, tersenyum simpul mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh ibunda Arka. “Ehm, terima kasih, Tante. Sudah memikirkan saya.”Sebutan ibu mertua jahat sudah sering diucapkan oleh banyak wanita yang menggambarkan ketidakcocokan mereka dengan sang mertua. Bagi Dyandra sosok ibu mertuanya ini memang menyebalkan. Sebagai seorang ibu, ia sering sekali bersikap tidak layak. Ucapannya terakhir ini menjadi bukti betapa kejamnya ia terhadap sang menantu. “Mama, please stop this?” pinta Arka pada mamanya, berusaha menjaga perasaan Dyandra.“Kenapa? Apa ada yang salah? Bukankah memang benar akhirnya yang berhasil hamil adalah Cersey, bukan istrimu?” tolak Moeryati semakin memperlihatkan wajah kesal pada menantunya. “Tidak apa-apa, Say. Mama benar. Memang kondisiku seperti ini. Sudah, tidak pe
Ketika kesabaran seorang wanita sedang diuji dengan sakitnya cinta maka hal yang tidak terduga dapat saja ia lakukan meski tidak sesuai dengan sikap atau pun sifatnya selama ini.Dyandra sendiri sebenarnya adalah seorang wanita yang penyabar dan penuh kasih sayang. Selama ini ia dan Arka selalu berlomba-lomba untuk meminta maaf terlebih dahulu apabila mereka baru saja bertengkar hebat.Namun, kali ini ia sudah terlalu sakit dan frustasi dengan keadaan hidupnya sampai ingin berbuat sesuatu yang bisa membalaskan rasa sakit hatinya. Ia ingin Cersey sang wanita simpanan suaminya merasakan sakit yang ia rasakan yaitu hanya terdiam ketika melihat lelaki tercinta bermesraan dengan wanita lain. “Lakukan segera!” dukung Drupadi tertawa memeluk adik semata wayangnya. “Kamu yakin dia akan cemburu?” lanjutnya memastikan.“Entahlah, tapi ekspresi wajahnya selalu berubah setiap melihat Arka bersamaku,” jawab Dyandra terkekeh. “Lalu untuk Arka? Akan kamu apakan anak tengil itu? Sejak dulu aku tida
Acara menonton film yang digadang-gadang Dyandra sebagai ajang memanasi Cersey justru berbalik menyerang dirinya sendiri. Menonton sebuah film tentang perceraian antara suami dan istri membuat hatinya remuk. Akankah dirinya dan Arka berakhir seperti itu? Dengan sebuah perceraian? Kalau tidak bercerai, mana mungkin juga dia bisa memaafkan perselingkuhan sang suami? Sementara Dyandra lari ke kamar mandi, Arka dan Cersey justru terlibat percakapan yang sarat emosi. Wanita penyewa rahim tersebut cemburu karena Arka terlihat takut ditinggal oleh istrinya. “Lalu kalau iya, memang kenapa? Masih ada aku yang akan membahagiakanmu. Toh, aku sedang mengandung anak kita,” tukas Cersey ketus. Bibirnya mengerucut ke depan dan ia melengos sinis. “Jangan bicara begitu. Aku bilang apa sejak awal kita berhubungan?” tandas Arka mengingatkan. “Aku sudah tegaskan, bukan? Aku dan Dyandra tidak bisa dipisahkan. Aku mencintai dia!” “Iya, iya. Aku paham!” seru Cersey terlihat makin sewot. “Bagimu aku ha
Ranjang Dyandra dan Arka malam ini bergoyang akibat letupan birahi dari sang suami. Sikap mesra mereka malam ini membuatnya menginginkan lebih banyak lagi. Sesungguhnya Arka merindukan masa-masa dimana mereka berdua begitu panas bercinta. Dyandra termasuk tipe wanita yang bisa begitu liar di atas ranjang. Tiap lekuk gemulai sang istri selalu membuatnya terpesona.Maka, lelaki itu semakin ganas melumat bibir wanita di bawahnya. Napasnya memburu dan kian panas. Bersama dengan kecupan tanpa jeda, ia mulai menyentuh celana tidut Dyandra dan hendak menurunkannya hingga ke bawah Sadar kalau celana tidurnya hendak dipelorot ke bawah, Dyandra bereaksi. Ia genggam tangan kokoh Arka dan menahannya. “Say, aku lelah. Ayolah, jangan malam ini.”“Tidak bisa, aku sudah sangat terangsang dengan kecantikanmu, Dya,” erang Arka menggelengkan kepalanya.Bibir lelaki yang telah mencium wanita lain tersebut meringsek di leher istrinya. Menjilati sambil sesekali menggigit manja.Hati Dyandra kelabak
Pertengkaran keduanya semakin memanas. Arka sudah kehabisan akal untuk mengajak istrinya menikmati bahasa cinta dalam hangatnya penyatuan dua tubuh mereka. Ia bahkan mulai menuduh Dyandra memiliki laki-laki lain di luar sana. “Terserah kamu saja, Mas!”“Jawab!” paksa Arka meminta sebuah kejujuran. Padahal, dia sendiri yang berselingkuh.“Tidak mau!” Dyandra melangkah, menjauhi suaminya. “Aku tidak perlu menjawab pertanyaan konyol ini! Kamu memuakkan, Mas!”“Siapa lelaki itu?” Arka menarik lengan Dyandra dengan keras. “Katakan! Siapa dia yang sudah membuatmu semakin dingin begini?”“Kamu sudah gila? Lepaskan aku!” tepis Dyandra mendorong tubuh Arka. “Lenganku sakit! Lepaskan!”“Tidak sebelum kamu bercerita, ada apa sebenarnya dengan dirimu? Siapa lelaki itu?” tuduh Arka terus menerus. “Kamu brengsek!” jerit Dyandra memukul dada Arka saking kesalnya. “Siapa lelaki itu?”“Tidak ada! Aku tidak selingkuh!”“Siapa lelaki itu!” bentak Arka menggelegar.“Tidak ada! Kamu memang b
Setelah melewati malam panjang dengan perasaan tak menentu, Dyandra menyegarkan diri di bawah guyuran air hanat. Terkadang masa-masa bahagia bersama Arka menyeruak di bulir-bulir kenangan. Antara senyum dan tangis, di situ ia berada sekarang. Mendadak, suara pintu dibuka terdengar. Ia langsung menoleh dan terkejut saat melihat sosok gagah tersebut sudah ada di dalam kamar mandi. Memandanginya dengan tatapan sendu sekaligus sangat menginginkan. Degup jantung sang wanita menjadi tidak beraturan.Suaminya masuk ke dalam kamar mandi dengan langkah pelan, tetapi pasti. Membuat Dyandra kebingungan antara mengambil handuk di pintu kamar mandi kemudian bertengkar lagi dengan Arka, atau membiarkan saja apa yang harus terjadi dengan dirinya dan Arka? Mana yang harus dipilih? Hanya memiliki waktu beberapa detik untuk membuat pilihan. Pada detik terakhir, ia memilih … untuk diam dan membiarkan Arka mendatangi dengan mata yang tak berkedip. Lelaki itu sedemikian rindu dengan tubuh molek m
Tidak ada garansi dalam sebuah hubungan bahwa cinta itu akan selalu menguatkan hati yang rapuh. Selamanya …. ya, kadang membutuhkan waktu selama itu, untuk bisa memadamkan keinginan memiliki seseorang. Seperti Dyandra pada malam ini yang kembali merasa kalah, karena sosok Cersey hadir terus saja merayap, merenggut, dan menarik Arka perlahan dari sisi ranjangnya.Keinginan wanita penyedia jasa sewa rahim tersebut untuk memiliki suaminya tidak kunjung padam. Terus saja menggoda dan mengajak untuk berasyik masyuk berduaan. Tidak peduli bahwa Arka telah memiliki seorang istri. Arka keluar dari kamar mandi. Ia melirik ponsel yang kembali berbunyi. Jemari membuka layar dan seutas senyum muncul di wajahnya saat menatap benda pintar tersebut. Dyandra menatap nanar pada senyum sang suami. Paham kalau senyum tersebut bukan untuk dirinya. “Yank, tidur yuk,” rengkuh Arka menarik manja tubuh Dyandra agar merapat padanya. Ponsel ia matikan dan taruh di atas meja.“Malam ini, kita lupakan
Seorang wanita sedang duduk di sebuah meja restoran bersama satu orang anak perempuan berusia tiga tahun yang teramat cantik dan menggemaskan. Keduanya nampak asyik memandangi layar ponsel. Sang Bunda berucap, “Hari ini kita merayakan ulang tahunnya Ayah Arka. Kamu harus selalu mendoakan Ayah Arka, ya?” Mengatakan itu dengan mata berbinar, mengecup kening putrinya dengan khidmat. Ada satu desiran perih yang tak pernah bisa tertutup sempurna di dalam kalbu sang wanita. Ada satu cinta yang akan selalu ia kenang. Dari seseorang yang telah berkorban nyawa untuknya. Maka, ia akan memastikan nama sang almarhum suami selalu harum di mata putri mereka. Hasya yang baru menginjak usia tiga tahun hanya manggut-manggut mendengar permintaan ibunya. Ia menatap layar dan memandangi lelaki yang disebut sebagai ayahnya. “Ayah Arka, ya, Bunda?” ucapnya manis dan polos. “Iya, Ayah Arka. Setelah dari restoran ini, kita akan mengunjungi makamnya dan berdoa di sana
Dyandra datang ke rumah duka yang telah dipenuhi oleh keluarga besar Hasbyan serta kerabat lain. Rumah itu, tempatnya tinggal bersama Arka selama sepuluh tahun terakhir. Melangkah gontai, naik ke lantai dua, ke kamar mereka. Sekelebat ingatan muncul. Bahwa pada suatu waktu, ia melangkah dengan kegontaian yang sama di tangga ini setelah mendengar dengan telinganya sendiri bagaimana sang suami meniduri wanita lain. “Tuhan, kenapa sakit sekali?” tangisnya terisak ketika duduk di atas ranjang dan memandangi seluruh kamar tidur mereka. Foto pernikahan, foto liburan keliling dunia, bahkan foto saat mereka masih kuliah bersama terpampang rapi di sana. Arka tidak pernah mengenyahkan foto-foto ini, bahkan setelah surat curai ia layangkan satu bulan lalu. Hancur, Dyandra sangat hancur melihat semua kenangan diri yang tak akan terulang kembali. Perih yang tak terperi mengoyak setiap detik hingga air mata tak bisa berhenti mengalir. Mengambil pi
Pintu ruang operasi terbuka dengan lambat. Beberapa orang keluar dan memperlihatkan bukan wajah-wajah yang senang atau pun bahagia. Akan tetapi ….“Keluarga Pak Arka?” Mereka kembali bertanya, dan Dyandra melangkah gontai. Di belakangnya ada Moeryati yang juga berjalan teramat limbung hingga harus dipegangi oleh adiknya. “Arka ….” Dyandra tidak bisa meneruskan pertanyaan. Kalimat selanjutnya menyangkut di tenggorokan. Satu kata yang tidak bisa ia ucap. Tidak, tolonglah jangan seperti ini! Tidak atas namanya! Jerit Dyandra di dalam hati. Bagaimana ia bisa memaafkan dirinya sendiri kalau akhirnya ….“Maafkan kami, tapi … untuk sesaat beliau stabil. Selanjutnya, ada pembuluh darah lain yang mendadak pecah di otak dan ….”“Anakku!” jerit Moeryati menghentakkan kaki ke lantai berkali-kali. Ia mengguncang tubuh Aryati semakin lama semakin kecang. “Arkaaa!” Ambruk sudah Moeryati ke atas lantai sambil menangis, meraung, tersedu-sedu d
Batara terbelalak, begitu pula istrinya dan sang besan. Anak-anak mereka menjadi target pembunuhan? Kegilaan apa lagi ini di rumah tangga Dyandra dan Arka.“Di pinggir jalan tadi ada sebuah bengkel sepeda motor yang sudah tutup. Dia memiliki CCTV yang mengarah ke jalanan. Kami sudah memeriksanya dan apa yang terlihat makin menguatkan bukti bahwa ini bukanlah kecelakaan biasa,” tutur Sersan Andi. Dyandra masih termangu, ia mencoba mengingat apa yang terjadi. “Ban mobilku mendadak kempes. Pak Tri menepi. Tiba-tiba ada sepeda motor kencang menubruknya. Aku segera keluar untuk melihat kondisi Pak Tri. Kemudian … kemudian ….”Tak mampu meneruskan kalimat karena setelah itu terjadilah hal yang membuatnya sangat syok hingga kini. Kedua tangan gemetar saat mengingat detik demi detik nyawa hampir melayang. “Aku tidak tahu Arka dari mana … dia … dia … aku ditarik! Dia tertubruk mobil!” raung Dyandra memeluk ibunya dan menangis kencang. “Pak Arka
Terus menjerit, suara Dyandra mulai tertutup oleh sirine mobil ambulans dan polisi yang datang ke lokasi nahas tersebut. Orang ramai mengatakan tabrak lari kepada dua orang petugas hukum berseragam cokelat yang datang. Dari dalam ambulans, dua orang segera turun dan memeriksa keadaan Arka. “Kritis, cepat bawa ke rumah sakit,” ucap salah satu dari mereka dan berlari kembali ke dalam mobil untuk mengambil ranjang dorong. Pak Tri saat diperiksa oleh petugas ternyata sudah meninggal dunia. Leher sopir malang itu patah saat ditubruk sangat kencang oleh pengendara sepeda motor. Dengan dibantu oleh warga sekitar, ambulans berhasil membawa Arka masuk dan Dyandra duduk di kursi panjang, menatap nanar pada Arka yang sudah tidak sadarkan diri.“Halo, Dru?” isaknya menelepon sang kakak dan segera menjelaskan apa yang terjadi. “Tolong jemput Bu Wuri dan Hasya. Aku mau ke rumah sakit bersama Mas Arka!” pintanya sesenggukkan. Drupadi terengah, tidak
Dyandra spontan menuruni mobil saat melihat sopirnya tertubruk sepeda motor dengan kencang hingga terpental. Ia menjerit kencang sambil menghampiri. Sama sekali tidak tahu bahwa semua ini adalah rekayasa yang dibuat oleh Pondra dan Rani untuk menyingkirkan sang target. Baru saja beberapa detik di pinggir jalan raya, dua buah lampu terang menerjang. Sontak menoleh ke belakang, mata Dyandra terbelalak saat sebuah kendaraan menuju ke arahnya dengan snagat kencang. Tidak ada niat untuk mengerem, apalagi membanting setir agar tidak menubruknya. Dengan sangat jelas, mobil itu ingin menggempur tubuhnya. Semua terjadi dengan sangat cepat hingga rasa syok menguasai sang wanita. Membuat tubuhnya membeku tak dapat berbuat apa pun, termasuk menghindari bencana yang sebentar lagi terjadi. Seiring mendekatnya dua sinar bundar tersebut, Dyandra hanya bisa memejamkan mata dan menutup wajah. Ia pasrah jika memang ini akhir hidup yang tertulis untuknya.
Ditemani oleh kakaknya, Dyandra mendatangi rumah sakit tempat Albert Kiersten dilarikan setelah terkena serangan jantung di ruang kantornya. Mereka duduk di sebuah cafetaria yang terletak cukup terpencil, jauh dari keramaian. Skylar kemudian terlihat berjalan dengan gontai. Langsung duduk di sisi Dyandra dan keduanya bertatapan sendu. Tak mampu berkata apa pun kepada satu sama lain. “Bagaimana dengan Om Albert?” tanya Drupadi menghela napas. “Sedang dipersiapkan untuk operasi. Ayahku memang benar terkena serangan jantung,” jawab Skylar dengan masih menatap pada kekasih gelapnya. “Beliau akan selamat, ‘kan? Maksudku, ini bukan kasus berat atau yang … yah, kamu tahulah maksudku,” tanya Drupadi lagi memastikan. “Setiap operasi pemasangan ring jantung akan ada resikonya. Tapi, dokter terbaik telah menangani. Jika tidak ada masalah, ya, Papa akan baik-baik saja,” angguk Skylar. Drupadi menghela napas lega. “Baiklah, aku mau ke k
Cersey terengah hebat ketika ponselnya mendadak tidak lagi ada suara Arka, ternyata sang suami telah menghentikan pembicaraan mereka. Jemari wanita cantik itu bergetar hebat bersamaan dengan rasa mual yang meraji perutnya. “Talak tiga? Talak tiga katamu, Mas Arka? Talak tiga, hah?” desisnya makin lama makin menjerit. Air mata menuruni lereng pipi putih yang telah dibubuhi dengan perona berwarna merah. Pertama hanya tetes demi tetes, tetapi lama kelamaan menjadi linangan ombak di samudera luas. Sangat deras, dan bibirnya kian gemetar. “TIDAAK! TIDAAAK!” Membanting ponsel ke atas sofa teramat kencang. Menjerit histeris, menjambak rambutnya sendiri. Mengambil mangkok buah yang ada di atas meja. Lalu, ia lempar sepenuh tenaga ke atas lantai hingga pecah berserakkan. Belum puas, tangannya kembali merajah vas bunga, menggempurkan ke dinding berlapis wall paper berwarna emas. “AKU BENCI KAMU, DYANDRA! AKU BENCI KAMU!” jerit Cersey tak berhe
Degup jantung Cersey sudah tidak aman lagi. Mendengar kalimat dari Arka bahwa mereka tidak bisa bersama ke depannya bagai gulungan tsunami menghantam dari sekian sisi. Tidak hanya kanan dan kiri, tetapi juga depan, belakang, atas, dan bawah. Bernapas memburu, dada kembang kempis, mata memerah berair, dan sekeliling terasa begitu menekan hingga sulit bernapas. Tinggal di ruang ber-AC sepanjang hari, tetapi kenapa sekarang seolah ada di Gurun Sahara? Dengan matahari tepat berada di atas kepala, menyinari dengan terik. “Cersey, maafkan aku. Hanya saja, ini terpak—”“Karena Mbak Dyandra? Karena kamu mau kembali kepadanya. Iya, ‘kan?” bentak Cersey memotong pembicaraan sang suami. Sebenarnya, ia sudah pernah menduga hal ini akan terjadi. Semenjak Dyandra mengajukan surat cerai, Arka seperti orang gila tak tentu arah. Antara obsesi atau cinta kepada istri pertamanya itu tidak jelas.Satu hal yang jelas adalah, ia tidak lagi mendatangi Cersey