Acara menonton film yang digadang-gadang Dyandra sebagai ajang memanasi Cersey justru berbalik menyerang dirinya sendiri. Menonton sebuah film tentang perceraian antara suami dan istri membuat hatinya remuk.
Akankah dirinya dan Arka berakhir seperti itu? Dengan sebuah perceraian? Kalau tidak bercerai, mana mungkin juga dia bisa memaafkan perselingkuhan sang suami?Sementara Dyandra lari ke kamar mandi, Arka dan Cersey justru terlibat percakapan yang sarat emosi. Wanita penyewa rahim tersebut cemburu karena Arka terlihat takut ditinggal oleh istrinya.“Lalu kalau iya, memang kenapa? Masih ada aku yang akan membahagiakanmu. Toh, aku sedang mengandung anak kita,” tukas Cersey ketus. Bibirnya mengerucut ke depan dan ia melengos sinis.“Jangan bicara begitu. Aku bilang apa sejak awal kita berhubungan?” tandas Arka mengingatkan. “Aku sudah tegaskan, bukan? Aku dan Dyandra tidak bisa dipisahkan. Aku mencintai dia!”“Iya, iya. Aku paham!” seru Cersey terlihat makin sewot.“Bagimu aku hanya pemuas nafsu atau pelampiasan dari istrimu yang seperti es batu itu!” gerutunya sambil mempercepat langkah menuju pintu keluar. “Kamu hanya mencari kepuasan ranjang saat denganku!”Arka merasa kaget dengan jawaban Cersey. Pemuas nafsu? Apa-apaan?“Cersey! Tunggu!” Arka mengejar kekasih gelapnya yang sedang cemberut melangkah keluar studio bioskop.Ia kemudian menarik lengan Cersey dan segera membalikkan badan perempuan itu menghadap wajahnya.“Jangan pernah berkata begitu lagi. Aku bukan lelaki rendahan seperti itu. Kalau hanya ingin melampiaskan nafsu, aku bisa cari wanita penghibur. Paham?” protes Arka menanggapi ucapan terakhir Cersey dengan sedikit bentakan.“Aku hanya … cemburu,” aku Cersey bersuara pelan lalu menundukkan kepalanya. “Aku benci mendengar kalau kamu mencintai Mbak Dyandra! Lalu di mana posisiku?”Hati lelaki ini berdetak lebih cepat dari biasanya saat mendengar kata cemburu. Saat pasangan cemburu, tentu karena ia tidak ingin kehilangan. Berarti Cersey sangat mencintainya, bukan? Emosi Arka luluh seketika mendengar pengakuan tersebut.“Sudahlah, kita lupakan saja. Maafkan aku kalau tadi sedikit membentakmu. Ayo, tersenyumlah,” rayu Arka bahkan nekat menarik Cersey masuk dalam pelukannya.“Mas, jangan peluk! Kalau nanti Mbak Dyandra datang dan melihat bagaimana?” Tangan Cersey mendorong perlahan tubuh Arka agar menjauh.“Kelihatan dari sini kalau Dyandra keluar dari toilet. Kenapa? Kamu tidak mau kupeluk? Apa mau kucium saja sekarang supaya kamu kembali tersenyum?” goda Arka semakin membuat wajah wanita cantik di pelukannya bersemu merah.“Ciumlah aku sepuasmu nanti malam,” bisik Cersey mencubit pipi Arka mesra.Meski orang ramai berlalu lalang, Arka cuek dan mengecup pipi wanita gelapnya. Kemudian, ia lepas pelukannya sambil berucap, “posisimu adalah wanita yang sedang mengandung anakku. Jagalah bayi itu dengan baik, dan aku akan menjaga hubungan kita.”***Dyandra mengurung diri di dalam toilet kamar mandi mall. Ia masih tidak ingin keluar karena masih saja ada butiran bening mengalir dari pelupuk matanya.Memori mulai kembali menyelami adegan masa lalu saat suaminya menyetujui program sewa rahim yang ia inginkan. Waktu itu dunia masih terasa menyenangkan baginya.“Baiklah, aku setuju ikut program Surrogate Mother seperti yang kamu minta. Sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya Arka pada suatu pagi, sepuluh bulan lalu.Dyandra melompat kegirangan. Ia segera memeluk dan mencium pipi suaminya. Keinginan untuk memiliki bayi meski tidak bisa mengandungnya akan segera terwujud.“Sekarang, kita harus mencari perempuan yang bersedia mengandung anak kita!” seru Dyandra sangat bahagia. Ia masih saja melompat kegirangan. Berkali-kali Arka dipeluk olehnya sambil diciumi.“Kalau ternyata perempuan itu tidak sehat bagaimana? Misal dia pecandu narkoba?” Arka masih kuatir.“Kita harus cari yang sehat. Nanti kita periksakan dia ke dokter terlebih dahulu. Setelah yakin sehat, kita bertiga ke Amerika. Prosesnya dilakukan di sana,” ungkap Dyandra melempar senyum bahagia.“Lalu? Bagaimana mengawasinya setelah itu?”“Lalu dia akan tinggal bersama kita! Supaya kita yakin selama kehamilan dia sehat dan tidak melakukan hal-hal yang membahayakan anak kita.”‘Gilanya aku mengajak wanita lain tinggal satu atap dengan Arka. Keinginan memiliki bayi, justru menghancurkan diriku sendiri!’ Dyandra menangisi kebodohannya dalam hati.Ya, suatu keputusan yang sangat ia sesali sekarang. Alam memutuskan dirinya tidak sempurna hingga harus melakukan cara ini untuk bisa menimang seorang bayi.Dikira Dyandra dulu saat seorang bayi hadir, hidupnya dan Arka akan sangat bahagia. Ternyata … ya, ternyata semua tak seindah angan. Hati yang menjerit terluka parah hanya bisa menahan tiap sayatan perih.“Mbak Dyandra? Masih lama? Mas Arka menunggu di luar!” panggil Cersey tiba-tiba mengetuk pintu.Suara wanita pemuas ranjang suami orang itu mengembalikan pikiran Dyandra pada masa kini. Kembali berhadapan dengan kenyataan pahit yang harus ia hadapi.“Tidak, aku setelah ini keluar!” sahut Dyandra menetralkan suaranya, menghentikan isak.‘Ayo bangun, Dyandra! Kamu adalah wanita kuat! Fokus pada bayimu! Tidak semua pernikahan berjalan mulus! Bangkitlah!’ Ia mencoba menyemangati diri sendiri.Setelah merapikan diri dan banyak mengelap matanya, Dyandra melangkah keluar kamar mandi. Hatinya kembali sesak melihat Arka dan Cersey sedang berbincang dengan sangat berdekatan. Terlihat perempuan itu terkadang mengerlingkan mata menggoda pada suaminya.‘Dasar wanita murahan!’ Makinya sunyi.“Kamu baik-baik saja, Yank? Kalau tidak enak badan, kita pulang, ya?” Arka menyadari kehadiran Dyandra sedang memperhatikan dirinya. Ia segera mendekat lalu menyeka pelupuk mata istrinya.“Jangan pulang dulu. Aku lapar, Mas,” protes Cersey.“Makan di rumah saja,” sahut Arka tegas, tidak sehangat sebelumnya. Ia ternyata masih lebih mementingkan kenyamanan sang istri daripada kelaparan kekasih gelapnya.“Tidak apa. Kita makan dulu. Ingat, wanita hamil harus bahagia, bukan?” Dyandra menguatkan diri untuk tersenyum.Ia sudah bertekad untuk membuat hati wanita saingannya itu panas dan sejauh yang ia ketahui hal itu belum terjadi. Justru dia yang lebih dulu kalah dan terisak.“Terserah kamu saja, Yank. Mana yang membuatmu bahagia.” Arka menuruti ucapan Dyandra kemudian mengecup keningnya.Dyandra membalas kecupan itu dengan sebuah kecupan di pipi suaminya. Sekilas mereka seperti pengantin baru yang dimabuk asmara.“Kamu mau makan apa Cersey? Ayo makan yang banyak! Anak kami harus lahir sebagai bayi yang sehat,” ucap Dyandra terus bergelayut manja di lengan Arka.Cersey mulai jengah menatap kemesraan yang dipamerkan oleh Dyandra pada Arka. Hatinya yang menginginkan Arka, menjadi panas dan iri dengan apa yang ia lihat. Bibirnya mulai kembali cemberut.“Aku ingin makan sea food saja,” jawab Cersey segera melangkah pergi menuju restoran favoritnya dengan wajah kesal.“Kenapa hari ini kamu mesra sekali padaku?” tanya Arka sambil tersenyum hangat. Lengannya terus memeluk pundak sang istri.“Kenapa? Kamu tidak suka?” goda Dyandra semakin merapatkan pelukan.“Tentu saja bukan begitu maksudku. Hanya saja, sudah lama kamu tidak sehangat ini,” sahut Arka menarik lengan sang istri untuk kembali padanya.“Aku sangat suka kamu seperti ini, Dya. Hangat dan menyayangiku.”Dyandra hanya tersenyum datar mendengarnya. Selalu saja suaminya itu mengedepankan perubahan pada dirinya. Seolah perubahan itu yang membuat semua menjadi sekacau sekarang.Arka tidak paham betapa hancur hati seorang wanita ketika divonis tidak bisa memiliki anak. Selain itu, apakah perubahan pada diri Dyandra adalah sebuah alasan yang tepat untuknya mencicipi tubuh Cersey? Tentu saja tidak!***Mereka bertiga menikmati makan malam penuh dengan kepura-puraan satu sama lain. Tiga orang yang memiliki kebohongannya masing-masing.“Jam tanganmu baru, Mas Arka?” celetuk Cersey memperhatikan pergelangan tangan Arka.“Hadiah dari nyonya rumah,” jawab Arka mengecup pipi Dyandra.“Rolex Gold. Jam tangan terbaik untuk Tuan Rumah tersayang. Calon ayah dari anak kita, ya, kan, Mas?” Dyandra kembali bergelayut manja. Kali ini ia kecup jemari sang suami sambil sesekali melirik pada wanita di seberang meja.Cersey tersenyum kecut melihatnya. Rencana Dyandra membuatnya kesal atau panas hati atau cemburu, mulai menampakkan keberhasilan.Sepanjang malam, ketiganya berbincang dan bercanda dengan hangat. Seolah tidak terjadi apa-apa diantara mereka. Meskipun dalam hati antara Dyandra dan Cersey masing-masing ingin beradu cakar dan menyingkirkan satu sama lain, tetapi keduanya terlihat akrab dan sumringah.Sementara itu, Arka bergantian menatap dua wanita yang ada di dekatnya. Dua wanita yang membuat hidupnya terasa lebih lengkap untuk saat ini. Di mana salah satu dari keduanya akan ia ajak bercinta malam ini.***Malam semakin larut, Arka dan Dyandra terbaring di atas ranjang, namun mereka sama-sama belum dapat memejamkan mata.“Kamu tumben belum tidur?” tanya Dyandra membalikkan badan, menghadap suaminya dengan posisi miring.“Kamu juga belum tidur?” balas Arka dengan pertanyaan yang sama.Mereka bertatapan, saling menyelami isi hati masing-masing. Sepuluh tahun menikah, baru kali ini Dyandra merasa ada sebuah jarak yang begitu jauh dengan Arka disaat nyatanya mereka begitu dekat.“Apakah kamu ada pikiran untuk meninggalkan aku, Yank?” Arka membelai wajah Dyandra.“Tidak ada. Kenapa kamu bertanya?” Dyandra kaget mendengar pertanyaan suaminya.“Kamu menangis saat melihat film perceraian. Aku takut kamu sedang berfikir untuk meninggalkan aku,” beber Arka lirih.“Kalau pun aku pergi, kamu akan mendapat ganti dengan sangat cepat. Kamu tinggal tunjuk dan wanita itu pasti bersedia!” sindir Dyandra tersenyum getir.“Siapa yang tidak mau menjadi istri Arka Hasbyan? Pemilik tunggal Best Future Corporation. Salah satu perusahaan paling menguntungkan saat ini.”“Hentikan, Dya,” gusar Arka tidak senang dengan pembicaraan ini.“Mengapa? Kamu begitu tampan dan memesona! Lihatlah lesung pipit itu yang dulu membuatku jatuh hati padamu. Kamu juga romantis. Sungguh, suami yang sempurna. Satu hari saja setelah aku pergi, kamu akan menggandeng wanita lain atau bahkan memeluknya lalu mengajaknya bercinta sam—”“Aku bilang hentikan!” bentak Arka memotong kalimat istrinya.Ia menghela nafas panjang. Perlahan dikecupnya kening wanita bermata bulat nan indah yang sudah sepuluh tahun menemani tidurnya setiap malam.“Aku tidak bisa hidup tanpa kamu, Dyandra,” bisiknya sendu.‘Oh ya? Lalu kenapa kamu memutuskan untuk terjaga tiap malam, bersama perempuan murahan di bawah sana? Apa kamu pikir hal itu tidak akan membuatmu kehilangan diriku?’ Rasa heran menyelinap di benak Dyandra.“Kamu cantik sekali,” bisik Arka mulai memeluk dan bergerak merayap lalu memposisikan dirinya di atas Dyandra.“Sayang, aku tidak bisa malam ini. Aku lelah sekali,” tolak Dyandra pelan. Ia berusaha mendorong Arka agar turun dari atas badannya.“Sebentar saja, aku merindukanmu,” racau Arka menciumi bibir Dyandra sambil lincah membuka kancing baju piyama istrinya satu persatu.“Besok saja, Say,” Dyandra menahan desahannya sendiri. Jemari Arka semakin liar bermain dan meremas lehernya, lalu terus menurun ke bawah.“Malam ini saja, aku menginginkanmu. Please? Aku menginginkannya.” desak Arka semakin bernafsu. Kejantanan yang sudah makin mengeras terasa menekan di area pusar istrinya.“Ayolah, Mas. Mengertilah sedikit. Aku lelah,” ucap Dyandra berusaha menggerakkan tubuh ke samping agar terbebas dari birahi suaminya.“Aku akan buat cepat selesai. Ayolah, buka kakimu,” pinta Arka meletakkan lutut diantara kedua kaki Dyandra. Sedikit memaksa agar sang istri menerima birahi yang telah meletup tak terperi.“Kamu selalu membuat aku tergila-gila, Dyandra Saraswati!” desahan demi desahan keluar dari mulut Arka seiring tangannya berusaha menurunkan celana tidur sang istri.Ranjang Dyandra dan Arka malam ini bergoyang akibat letupan birahi dari sang suami. Sikap mesra mereka malam ini membuatnya menginginkan lebih banyak lagi. Sesungguhnya Arka merindukan masa-masa dimana mereka berdua begitu panas bercinta. Dyandra termasuk tipe wanita yang bisa begitu liar di atas ranjang. Tiap lekuk gemulai sang istri selalu membuatnya terpesona.Maka, lelaki itu semakin ganas melumat bibir wanita di bawahnya. Napasnya memburu dan kian panas. Bersama dengan kecupan tanpa jeda, ia mulai menyentuh celana tidut Dyandra dan hendak menurunkannya hingga ke bawah Sadar kalau celana tidurnya hendak dipelorot ke bawah, Dyandra bereaksi. Ia genggam tangan kokoh Arka dan menahannya. “Say, aku lelah. Ayolah, jangan malam ini.”“Tidak bisa, aku sudah sangat terangsang dengan kecantikanmu, Dya,” erang Arka menggelengkan kepalanya.Bibir lelaki yang telah mencium wanita lain tersebut meringsek di leher istrinya. Menjilati sambil sesekali menggigit manja.Hati Dyandra kelabak
Pertengkaran keduanya semakin memanas. Arka sudah kehabisan akal untuk mengajak istrinya menikmati bahasa cinta dalam hangatnya penyatuan dua tubuh mereka. Ia bahkan mulai menuduh Dyandra memiliki laki-laki lain di luar sana. “Terserah kamu saja, Mas!”“Jawab!” paksa Arka meminta sebuah kejujuran. Padahal, dia sendiri yang berselingkuh.“Tidak mau!” Dyandra melangkah, menjauhi suaminya. “Aku tidak perlu menjawab pertanyaan konyol ini! Kamu memuakkan, Mas!”“Siapa lelaki itu?” Arka menarik lengan Dyandra dengan keras. “Katakan! Siapa dia yang sudah membuatmu semakin dingin begini?”“Kamu sudah gila? Lepaskan aku!” tepis Dyandra mendorong tubuh Arka. “Lenganku sakit! Lepaskan!”“Tidak sebelum kamu bercerita, ada apa sebenarnya dengan dirimu? Siapa lelaki itu?” tuduh Arka terus menerus. “Kamu brengsek!” jerit Dyandra memukul dada Arka saking kesalnya. “Siapa lelaki itu?”“Tidak ada! Aku tidak selingkuh!”“Siapa lelaki itu!” bentak Arka menggelegar.“Tidak ada! Kamu memang b
Setelah melewati malam panjang dengan perasaan tak menentu, Dyandra menyegarkan diri di bawah guyuran air hanat. Terkadang masa-masa bahagia bersama Arka menyeruak di bulir-bulir kenangan. Antara senyum dan tangis, di situ ia berada sekarang. Mendadak, suara pintu dibuka terdengar. Ia langsung menoleh dan terkejut saat melihat sosok gagah tersebut sudah ada di dalam kamar mandi. Memandanginya dengan tatapan sendu sekaligus sangat menginginkan. Degup jantung sang wanita menjadi tidak beraturan.Suaminya masuk ke dalam kamar mandi dengan langkah pelan, tetapi pasti. Membuat Dyandra kebingungan antara mengambil handuk di pintu kamar mandi kemudian bertengkar lagi dengan Arka, atau membiarkan saja apa yang harus terjadi dengan dirinya dan Arka? Mana yang harus dipilih? Hanya memiliki waktu beberapa detik untuk membuat pilihan. Pada detik terakhir, ia memilih … untuk diam dan membiarkan Arka mendatangi dengan mata yang tak berkedip. Lelaki itu sedemikian rindu dengan tubuh molek m
Tidak ada garansi dalam sebuah hubungan bahwa cinta itu akan selalu menguatkan hati yang rapuh. Selamanya …. ya, kadang membutuhkan waktu selama itu, untuk bisa memadamkan keinginan memiliki seseorang. Seperti Dyandra pada malam ini yang kembali merasa kalah, karena sosok Cersey hadir terus saja merayap, merenggut, dan menarik Arka perlahan dari sisi ranjangnya.Keinginan wanita penyedia jasa sewa rahim tersebut untuk memiliki suaminya tidak kunjung padam. Terus saja menggoda dan mengajak untuk berasyik masyuk berduaan. Tidak peduli bahwa Arka telah memiliki seorang istri. Arka keluar dari kamar mandi. Ia melirik ponsel yang kembali berbunyi. Jemari membuka layar dan seutas senyum muncul di wajahnya saat menatap benda pintar tersebut. Dyandra menatap nanar pada senyum sang suami. Paham kalau senyum tersebut bukan untuk dirinya. “Yank, tidur yuk,” rengkuh Arka menarik manja tubuh Dyandra agar merapat padanya. Ponsel ia matikan dan taruh di atas meja.“Malam ini, kita lupakan
Hidup terkadang memang bisa sekonyol itu. Sedang enak bersantai hanya berdua dengan Drupadi, tiba-tiba pintu terbuka dan Batara -ayah Dyandra- masuk ke ruangan dengan membawa seorang lelaki yang sejak detik pertama langsung melihat ke arahnya. Dyandra terbelalak. ‘Mati aku! Jadi itu yang namanya Skylar? Ya ampun! Kenapa aku harus bertemu dia dalam kondisi begini?.’Sang wanita berparas manis cepat berdiri lalu merapikan pakaiannya. Mata tajam Skylar yang menatap dingin membuatnya salah tingkah. “Kamu sakit, Dyandra?” tanya Batara memperhatikan putri bungsunya. “Kenapa Ayah mendengar ada teriakan?”“Tidak Ayah. Itu tadi hanya eee … ehm ….” Dyandra bingung mencari alasan. “Ada kecoa terbang! Makanya Dyandra berteriak!” sambung Drupadi menyelamatkan adiknya dari rasa malu. Dyandra mendelik, menatap Drupadi sambil menahan tawa, juga menahan kesal. “Ini putri Bapak?” tanya Skylar pada Batara, tetapi melirik ke arah Dyandra. “Iya, betul. Mereka yang selama ini mengurusi peru
Hidup terkadang memang bisa sekonyol itu. Sedang enak bersantai hanya berdua dengan Drupadi, tiba-tiba pintu terbuka dan Batara -ayah Dyandra- masuk ke ruangan dengan membawa seorang lelaki yang sejak detik pertama langsung melihat ke arahnya. Dyandra terbelalak. ‘Mati aku! Jadi itu yang namanya Skylar? Ya ampun! Kenapa aku harus bertemu dia dalam kondisi begini?.’Sang wanita berparas manis cepat berdiri lalu merapikan pakaiannya. Mata tajam Skylar yang menatap dingin membuatnya salah tingkah. “Kamu sakit, Dyandra?” tanya Batara memperhatikan putri bungsunya. “Kenapa Ayah mendengar ada teriakan?”“Tidak Ayah. Itu tadi hanya eee … ehm ….” Dyandra bingung mencari alasan. “Ada kecoa terbang! Makanya Dyandra berteriak!” sambung Drupadi menyelamatkan adiknya dari rasa malu. Dyandra mendelik, menatap Drupadi sambil menahan tawa, juga menahan kesal. “Ini putri Bapak?” tanya Skylar pada Batara, tetapi melirik ke arah Dyandra. “Iya, betul. Mereka yang selama ini mengurusi peru
Dyandra yang sudah mau memasuki kamar mandi, menghentikan langkahnya. Ia menatap kesal pada sang suami. “Setiap hari kamu mengajakku bercinta, Arka! Apa maumu? Aku lelah!” sentaknya emosi. Mata Arka terbelalak saat dibentak seperti itu. Seketika, emosi naik sampai ke ubun-ubun. “Apa mauku? Aku suamimu, Dyandra! Apa salah aku ingin bercinta denganmu setiap hari?”“Iya, tidak salah, tapi kita bukan pengantin baru! Berhentilah memaksaku!” tukas Dyandra melotot. Ingin rasanya kuku tajam di jemari mencakar wajah tampan khas lelaki Melayu di hadapan. Menjerit dan memaki sang suami dengan berbagai umpatan kasar. Akan tetapi, ada bayi yang ia tunggu. “Jadi ... jadi selama ini kamu merasa terpaksa?” Arka tertegun mendengar jawaban istrinya. Dadanya kembang kempis dan napas memburu cepat. Dyandra menggigit bibir bawahnya, mengakui bahwa ia telah salah bicara. Ia terdiam dan menelan cairan di dalam mulutnya sendiri berkali-kali. Menunduk, kembali menghindari saling tatap.“Jawab, Dya
Melihat Dyandra begitu tegas meminta pulang dengan segera, maka Arka mengiyakan. Ia menganggukkan kepala dan berkata kepada Cersey kalau mereka akan pergi dari ruang perawatan VIP tersebut.“Ayo, kita pulang,” ucap Arka mulai melangkah, menjauhi Cersey.“Mas Arka dan Mbak Dyandra, kapan kalian kembali ke rumah sakit?” Cersey berlaku seperti anak kecil. Memelas dengan wajah berharap agar tidak ditinggal.“Aku harus segera kembali ke kantor karena ada urusan penting,” ucap Arka. Nada suaranya jelas sedang menenangkan, merayu, dan membujuk agar Cersey bersedia ditinggal bersama perawat. Sebenarnya ia melakukan itu semua dengan perasaan gamang. Di satu sisi, kekasih gelapnya sedang rewel. Di sisi lain, istri sahnya sedang menunjukkan kekesalan. “Nanti kalau aku kesakitan lagi bagaimana?” keluh wanita yang sedang hamil dan berpolah manja itu. “Kamu baik-baik saja,” tukas Dyandra kesal melihat kelakuan Cersey. “Kalau kesakitan lagi ada dokter, bukan?”“Sini, coba aku lihat kondis
Seorang wanita sedang duduk di sebuah meja restoran bersama satu orang anak perempuan berusia tiga tahun yang teramat cantik dan menggemaskan. Keduanya nampak asyik memandangi layar ponsel. Sang Bunda berucap, “Hari ini kita merayakan ulang tahunnya Ayah Arka. Kamu harus selalu mendoakan Ayah Arka, ya?” Mengatakan itu dengan mata berbinar, mengecup kening putrinya dengan khidmat. Ada satu desiran perih yang tak pernah bisa tertutup sempurna di dalam kalbu sang wanita. Ada satu cinta yang akan selalu ia kenang. Dari seseorang yang telah berkorban nyawa untuknya. Maka, ia akan memastikan nama sang almarhum suami selalu harum di mata putri mereka. Hasya yang baru menginjak usia tiga tahun hanya manggut-manggut mendengar permintaan ibunya. Ia menatap layar dan memandangi lelaki yang disebut sebagai ayahnya. “Ayah Arka, ya, Bunda?” ucapnya manis dan polos. “Iya, Ayah Arka. Setelah dari restoran ini, kita akan mengunjungi makamnya dan berdoa di sana
Dyandra datang ke rumah duka yang telah dipenuhi oleh keluarga besar Hasbyan serta kerabat lain. Rumah itu, tempatnya tinggal bersama Arka selama sepuluh tahun terakhir. Melangkah gontai, naik ke lantai dua, ke kamar mereka. Sekelebat ingatan muncul. Bahwa pada suatu waktu, ia melangkah dengan kegontaian yang sama di tangga ini setelah mendengar dengan telinganya sendiri bagaimana sang suami meniduri wanita lain. “Tuhan, kenapa sakit sekali?” tangisnya terisak ketika duduk di atas ranjang dan memandangi seluruh kamar tidur mereka. Foto pernikahan, foto liburan keliling dunia, bahkan foto saat mereka masih kuliah bersama terpampang rapi di sana. Arka tidak pernah mengenyahkan foto-foto ini, bahkan setelah surat curai ia layangkan satu bulan lalu. Hancur, Dyandra sangat hancur melihat semua kenangan diri yang tak akan terulang kembali. Perih yang tak terperi mengoyak setiap detik hingga air mata tak bisa berhenti mengalir. Mengambil pi
Pintu ruang operasi terbuka dengan lambat. Beberapa orang keluar dan memperlihatkan bukan wajah-wajah yang senang atau pun bahagia. Akan tetapi ….“Keluarga Pak Arka?” Mereka kembali bertanya, dan Dyandra melangkah gontai. Di belakangnya ada Moeryati yang juga berjalan teramat limbung hingga harus dipegangi oleh adiknya. “Arka ….” Dyandra tidak bisa meneruskan pertanyaan. Kalimat selanjutnya menyangkut di tenggorokan. Satu kata yang tidak bisa ia ucap. Tidak, tolonglah jangan seperti ini! Tidak atas namanya! Jerit Dyandra di dalam hati. Bagaimana ia bisa memaafkan dirinya sendiri kalau akhirnya ….“Maafkan kami, tapi … untuk sesaat beliau stabil. Selanjutnya, ada pembuluh darah lain yang mendadak pecah di otak dan ….”“Anakku!” jerit Moeryati menghentakkan kaki ke lantai berkali-kali. Ia mengguncang tubuh Aryati semakin lama semakin kecang. “Arkaaa!” Ambruk sudah Moeryati ke atas lantai sambil menangis, meraung, tersedu-sedu d
Batara terbelalak, begitu pula istrinya dan sang besan. Anak-anak mereka menjadi target pembunuhan? Kegilaan apa lagi ini di rumah tangga Dyandra dan Arka.“Di pinggir jalan tadi ada sebuah bengkel sepeda motor yang sudah tutup. Dia memiliki CCTV yang mengarah ke jalanan. Kami sudah memeriksanya dan apa yang terlihat makin menguatkan bukti bahwa ini bukanlah kecelakaan biasa,” tutur Sersan Andi. Dyandra masih termangu, ia mencoba mengingat apa yang terjadi. “Ban mobilku mendadak kempes. Pak Tri menepi. Tiba-tiba ada sepeda motor kencang menubruknya. Aku segera keluar untuk melihat kondisi Pak Tri. Kemudian … kemudian ….”Tak mampu meneruskan kalimat karena setelah itu terjadilah hal yang membuatnya sangat syok hingga kini. Kedua tangan gemetar saat mengingat detik demi detik nyawa hampir melayang. “Aku tidak tahu Arka dari mana … dia … dia … aku ditarik! Dia tertubruk mobil!” raung Dyandra memeluk ibunya dan menangis kencang. “Pak Arka
Terus menjerit, suara Dyandra mulai tertutup oleh sirine mobil ambulans dan polisi yang datang ke lokasi nahas tersebut. Orang ramai mengatakan tabrak lari kepada dua orang petugas hukum berseragam cokelat yang datang. Dari dalam ambulans, dua orang segera turun dan memeriksa keadaan Arka. “Kritis, cepat bawa ke rumah sakit,” ucap salah satu dari mereka dan berlari kembali ke dalam mobil untuk mengambil ranjang dorong. Pak Tri saat diperiksa oleh petugas ternyata sudah meninggal dunia. Leher sopir malang itu patah saat ditubruk sangat kencang oleh pengendara sepeda motor. Dengan dibantu oleh warga sekitar, ambulans berhasil membawa Arka masuk dan Dyandra duduk di kursi panjang, menatap nanar pada Arka yang sudah tidak sadarkan diri.“Halo, Dru?” isaknya menelepon sang kakak dan segera menjelaskan apa yang terjadi. “Tolong jemput Bu Wuri dan Hasya. Aku mau ke rumah sakit bersama Mas Arka!” pintanya sesenggukkan. Drupadi terengah, tidak
Dyandra spontan menuruni mobil saat melihat sopirnya tertubruk sepeda motor dengan kencang hingga terpental. Ia menjerit kencang sambil menghampiri. Sama sekali tidak tahu bahwa semua ini adalah rekayasa yang dibuat oleh Pondra dan Rani untuk menyingkirkan sang target. Baru saja beberapa detik di pinggir jalan raya, dua buah lampu terang menerjang. Sontak menoleh ke belakang, mata Dyandra terbelalak saat sebuah kendaraan menuju ke arahnya dengan snagat kencang. Tidak ada niat untuk mengerem, apalagi membanting setir agar tidak menubruknya. Dengan sangat jelas, mobil itu ingin menggempur tubuhnya. Semua terjadi dengan sangat cepat hingga rasa syok menguasai sang wanita. Membuat tubuhnya membeku tak dapat berbuat apa pun, termasuk menghindari bencana yang sebentar lagi terjadi. Seiring mendekatnya dua sinar bundar tersebut, Dyandra hanya bisa memejamkan mata dan menutup wajah. Ia pasrah jika memang ini akhir hidup yang tertulis untuknya.
Ditemani oleh kakaknya, Dyandra mendatangi rumah sakit tempat Albert Kiersten dilarikan setelah terkena serangan jantung di ruang kantornya. Mereka duduk di sebuah cafetaria yang terletak cukup terpencil, jauh dari keramaian. Skylar kemudian terlihat berjalan dengan gontai. Langsung duduk di sisi Dyandra dan keduanya bertatapan sendu. Tak mampu berkata apa pun kepada satu sama lain. “Bagaimana dengan Om Albert?” tanya Drupadi menghela napas. “Sedang dipersiapkan untuk operasi. Ayahku memang benar terkena serangan jantung,” jawab Skylar dengan masih menatap pada kekasih gelapnya. “Beliau akan selamat, ‘kan? Maksudku, ini bukan kasus berat atau yang … yah, kamu tahulah maksudku,” tanya Drupadi lagi memastikan. “Setiap operasi pemasangan ring jantung akan ada resikonya. Tapi, dokter terbaik telah menangani. Jika tidak ada masalah, ya, Papa akan baik-baik saja,” angguk Skylar. Drupadi menghela napas lega. “Baiklah, aku mau ke k
Cersey terengah hebat ketika ponselnya mendadak tidak lagi ada suara Arka, ternyata sang suami telah menghentikan pembicaraan mereka. Jemari wanita cantik itu bergetar hebat bersamaan dengan rasa mual yang meraji perutnya. “Talak tiga? Talak tiga katamu, Mas Arka? Talak tiga, hah?” desisnya makin lama makin menjerit. Air mata menuruni lereng pipi putih yang telah dibubuhi dengan perona berwarna merah. Pertama hanya tetes demi tetes, tetapi lama kelamaan menjadi linangan ombak di samudera luas. Sangat deras, dan bibirnya kian gemetar. “TIDAAK! TIDAAAK!” Membanting ponsel ke atas sofa teramat kencang. Menjerit histeris, menjambak rambutnya sendiri. Mengambil mangkok buah yang ada di atas meja. Lalu, ia lempar sepenuh tenaga ke atas lantai hingga pecah berserakkan. Belum puas, tangannya kembali merajah vas bunga, menggempurkan ke dinding berlapis wall paper berwarna emas. “AKU BENCI KAMU, DYANDRA! AKU BENCI KAMU!” jerit Cersey tak berhe
Degup jantung Cersey sudah tidak aman lagi. Mendengar kalimat dari Arka bahwa mereka tidak bisa bersama ke depannya bagai gulungan tsunami menghantam dari sekian sisi. Tidak hanya kanan dan kiri, tetapi juga depan, belakang, atas, dan bawah. Bernapas memburu, dada kembang kempis, mata memerah berair, dan sekeliling terasa begitu menekan hingga sulit bernapas. Tinggal di ruang ber-AC sepanjang hari, tetapi kenapa sekarang seolah ada di Gurun Sahara? Dengan matahari tepat berada di atas kepala, menyinari dengan terik. “Cersey, maafkan aku. Hanya saja, ini terpak—”“Karena Mbak Dyandra? Karena kamu mau kembali kepadanya. Iya, ‘kan?” bentak Cersey memotong pembicaraan sang suami. Sebenarnya, ia sudah pernah menduga hal ini akan terjadi. Semenjak Dyandra mengajukan surat cerai, Arka seperti orang gila tak tentu arah. Antara obsesi atau cinta kepada istri pertamanya itu tidak jelas.Satu hal yang jelas adalah, ia tidak lagi mendatangi Cersey