Hidup terkadang memang bisa sekonyol itu. Sedang enak bersantai hanya berdua dengan Drupadi, tiba-tiba pintu terbuka dan Batara -ayah Dyandra- masuk ke ruangan dengan membawa seorang lelaki yang sejak detik pertama langsung melihat ke arahnya. Dyandra terbelalak. ‘Mati aku! Jadi itu yang namanya Skylar? Ya ampun! Kenapa aku harus bertemu dia dalam kondisi begini?.’Sang wanita berparas manis cepat berdiri lalu merapikan pakaiannya. Mata tajam Skylar yang menatap dingin membuatnya salah tingkah. “Kamu sakit, Dyandra?” tanya Batara memperhatikan putri bungsunya. “Kenapa Ayah mendengar ada teriakan?”“Tidak Ayah. Itu tadi hanya eee … ehm ….” Dyandra bingung mencari alasan. “Ada kecoa terbang! Makanya Dyandra berteriak!” sambung Drupadi menyelamatkan adiknya dari rasa malu. Dyandra mendelik, menatap Drupadi sambil menahan tawa, juga menahan kesal. “Ini putri Bapak?” tanya Skylar pada Batara, tetapi melirik ke arah Dyandra. “Iya, betul. Mereka yang selama ini mengurusi peru
Dyandra yang sudah mau memasuki kamar mandi, menghentikan langkahnya. Ia menatap kesal pada sang suami. “Setiap hari kamu mengajakku bercinta, Arka! Apa maumu? Aku lelah!” sentaknya emosi. Mata Arka terbelalak saat dibentak seperti itu. Seketika, emosi naik sampai ke ubun-ubun. “Apa mauku? Aku suamimu, Dyandra! Apa salah aku ingin bercinta denganmu setiap hari?”“Iya, tidak salah, tapi kita bukan pengantin baru! Berhentilah memaksaku!” tukas Dyandra melotot. Ingin rasanya kuku tajam di jemari mencakar wajah tampan khas lelaki Melayu di hadapan. Menjerit dan memaki sang suami dengan berbagai umpatan kasar. Akan tetapi, ada bayi yang ia tunggu. “Jadi ... jadi selama ini kamu merasa terpaksa?” Arka tertegun mendengar jawaban istrinya. Dadanya kembang kempis dan napas memburu cepat. Dyandra menggigit bibir bawahnya, mengakui bahwa ia telah salah bicara. Ia terdiam dan menelan cairan di dalam mulutnya sendiri berkali-kali. Menunduk, kembali menghindari saling tatap.“Jawab, Dya
Melihat Dyandra begitu tegas meminta pulang dengan segera, maka Arka mengiyakan. Ia menganggukkan kepala dan berkata kepada Cersey kalau mereka akan pergi dari ruang perawatan VIP tersebut.“Ayo, kita pulang,” ucap Arka mulai melangkah, menjauhi Cersey.“Mas Arka dan Mbak Dyandra, kapan kalian kembali ke rumah sakit?” Cersey berlaku seperti anak kecil. Memelas dengan wajah berharap agar tidak ditinggal.“Aku harus segera kembali ke kantor karena ada urusan penting,” ucap Arka. Nada suaranya jelas sedang menenangkan, merayu, dan membujuk agar Cersey bersedia ditinggal bersama perawat. Sebenarnya ia melakukan itu semua dengan perasaan gamang. Di satu sisi, kekasih gelapnya sedang rewel. Di sisi lain, istri sahnya sedang menunjukkan kekesalan. “Nanti kalau aku kesakitan lagi bagaimana?” keluh wanita yang sedang hamil dan berpolah manja itu. “Kamu baik-baik saja,” tukas Dyandra kesal melihat kelakuan Cersey. “Kalau kesakitan lagi ada dokter, bukan?”“Sini, coba aku lihat kondis
“Are you crazy?” amuk Skylar meneriaki Dyandra yang sedang membelalakkan mata, sambil menutup mulut dengan kedua tangannya. Dengan cepat ia bermanuver, menjauhi benda melayang tersebut. Foto pernikahan Dyandra dan Skylar menghantam tembok tepat di atas kepala yang telah menunduk. Bila reflek Skylar tidak sesigap itu, mungkin keningnya yang sudah berakhir tragis terkena lemparan benda kotak berukir perak.Beberapa serpihan bingkai jatuh mengotori jas dan sepatu kerja Skylar yang jelas terlihat bermerk dan mahal. “Apa-apaan kamu?” bentaknya melotot. Wajah putih terlihat memerah, marah.“Mana aku tahu kamu akan masuk?” seru Dyandra membela diri. Sebenarnya memang benar … siapa yang mengira Skylar akan masuk pada detik yang bersamaan dengan melayangnya foto pernikahan. “Buat apa kamu lempar-lempar begitu? Membahayakan orang saja! Kepalaku bisa bocor kena bingkai itu!” Wajah blasteran Indonesia-German masih terus memerah karena emosi.“Pemikiran simple seperti ini saja kamu tidak bi
Sosok Yang dipanggil jelas menoleh kaget. Dyandra menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara yang semakin heboh. Skylar langsung berdiri. Wajahnya memerah entah karena malu atau kesal bertemu Dyandra di tepi danau seperti ini. “Sedang apa kamu pagi-pagi di sini?” tegur Skylar ketus pada Dyandra. “Menurutmu aku sedang apa? Fashion show?” seloroh Dyandra mentertawakan pertanyaan yang ia anggap bodoh itu. “Kamu juga sedang apa?”“Rumahmu di sini?” selidik Skylar melirik. Ujung matanya mencuri pandang pada belahan dada Dyandra yang benar-benar menggoda mata kaum adam. “Kamu sendiri? Rumahmu disini?” balas Dyandra bertanya dan menyelidik. “Tidak. Tapi ini rumah ….” Skylar berhenti berbicara. Ia memutuskan untuk kembali diam. “Rumah siapa?” kejar Dyandra cuek saja mendesak Skylar. Tidak ada jawaban. Skylar tetap diam. “Rumah istrimu, ya?” tebaknya lagi terkekeh. “Berisik! Sok tahu!” gerutu Skylar, mulai berjalan meninggalkan Dyandra. “Sampai jumpa di kantor!” Dyandr
Konon, menurut ilmu percintaan, sepasang kekasih harus bersama-sama mengeksplorasi titik dimana mereka merasakan kenikmatan yang teramat sangat. Tujuannya adalah agar keduanya bisa saling memenuhi kebutuhan intim satu sama lain. Dyandra kembali mematung di luar kamar Cersey. Gaya bercinta yang berbeda telah dilakukan oleh suaminya dengan sang wanita sewaan. Ingatannya kembali melayang pada tahun-tahun silam dimana Arka sering memintanya melakukan layanan oral saat mereka bercinta. Hanya saja pada saat itu, juga sampai sekarang, Dyandra tidak merasa nyaman untuk melakukannya. Ada rasa malu yang besar di sana. Ia selalu terlalu takut untuk mencoba berbagai keindahan dan keliaran bersama suaminya. Namun kini, Arka terdengar sangat menikmati pelayanan dari Cersey. Desahannya semakin jelas terdengar seakan sedang menuju puncak. “Damn, Cersey! You’re crazy sexy!” Suara Arka meracau, memuji-muji kekasih gelapnya. “Aaaah…! That’s it! Terus begitu, tepat disitu! I love it!” Arka menggila
Kalah dalam urusan ranjang. Kalah dalam urusan hamil dan memiliki anak. Dyandra tidak tahu lagi apakah ada sesuatu dari dirinya yang jauh lebih berharga daripada Cersey di mata Arka Hasbyan sang suami.Kakak serta sahabat-sahabatnya selalu memberi ide agar ia mencari kesenangannya sendiri di luar dengan lelaki lain. Melupakan penderitaan serta kehancuran hati yang ia rasakan saat ini. Namun, dengan syarat lelaki itu harus tampan dan menawan. Entah apakah memang alam sedang bermain dengannya karena kini seorang Skylar Kiersten datang mengisi hari-harinya. Mengisi dengan hal-hal yang membuatnya senang? Tentu tidak! Skylar datang justru membuat Dyandra semakin kesal hari demi hari ke depan. Lelaki itu dengan sengaja membuat urat marahnya menegang.Kali ini, sang lelaki terlampau gagah dengan sorot mata menggoda itu sedang membuat jantung Dyandra tidak berdegup normal. Pertanyaannya mengenai berciuman sungguh membuat berdebar. Akan tetapi, jangan sampai semua ini diketahui oleh Skylar
Emosi manusia, siapa bisa mengira kapan akan datang? Sebaik apa pun seseorang menjaganya akan ada kejadian dimana ia lepas kendali. Di saat itu terjadi, kadang ada perilaku yang kemudian meluncur dengan di luar akal sehat. Sama seperti yang dilakukan oleh Dyandra saat ini. Dyandra sudah tidak bisa lagi menahan emosi. Berbagai masalah dan sakit hati dengan Arka selalu merongrong batas kewarasannya setiap hari. Mendengar amukan Skylar yang menyebutnya pengkhianat dan memalukan, membuat Dyandra hilang logika sesaat. Sebuah tamparan mendarat begitu saja tanpa diniati. Kini, Dyandra sendiri tak percaya dengan apa yang ia telah lakukan. Matanya terbelalak, menatapi telapak tangan yang gemetar. Lelaki itu terperangah sambil memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan Dyandra. Mata memerah seperti banteng di tengah arena rodeo. Bibir yang merah alami gemertak menahan emosi, sama seperti tangannya yang mengepal ingin bergerak, tetapi tertahan. “Ma-maaf, maafkan a-aku….” Terbata
Seorang wanita sedang duduk di sebuah meja restoran bersama satu orang anak perempuan berusia tiga tahun yang teramat cantik dan menggemaskan. Keduanya nampak asyik memandangi layar ponsel. Sang Bunda berucap, “Hari ini kita merayakan ulang tahunnya Ayah Arka. Kamu harus selalu mendoakan Ayah Arka, ya?” Mengatakan itu dengan mata berbinar, mengecup kening putrinya dengan khidmat. Ada satu desiran perih yang tak pernah bisa tertutup sempurna di dalam kalbu sang wanita. Ada satu cinta yang akan selalu ia kenang. Dari seseorang yang telah berkorban nyawa untuknya. Maka, ia akan memastikan nama sang almarhum suami selalu harum di mata putri mereka. Hasya yang baru menginjak usia tiga tahun hanya manggut-manggut mendengar permintaan ibunya. Ia menatap layar dan memandangi lelaki yang disebut sebagai ayahnya. “Ayah Arka, ya, Bunda?” ucapnya manis dan polos. “Iya, Ayah Arka. Setelah dari restoran ini, kita akan mengunjungi makamnya dan berdoa di sana
Dyandra datang ke rumah duka yang telah dipenuhi oleh keluarga besar Hasbyan serta kerabat lain. Rumah itu, tempatnya tinggal bersama Arka selama sepuluh tahun terakhir. Melangkah gontai, naik ke lantai dua, ke kamar mereka. Sekelebat ingatan muncul. Bahwa pada suatu waktu, ia melangkah dengan kegontaian yang sama di tangga ini setelah mendengar dengan telinganya sendiri bagaimana sang suami meniduri wanita lain. “Tuhan, kenapa sakit sekali?” tangisnya terisak ketika duduk di atas ranjang dan memandangi seluruh kamar tidur mereka. Foto pernikahan, foto liburan keliling dunia, bahkan foto saat mereka masih kuliah bersama terpampang rapi di sana. Arka tidak pernah mengenyahkan foto-foto ini, bahkan setelah surat curai ia layangkan satu bulan lalu. Hancur, Dyandra sangat hancur melihat semua kenangan diri yang tak akan terulang kembali. Perih yang tak terperi mengoyak setiap detik hingga air mata tak bisa berhenti mengalir. Mengambil pi
Pintu ruang operasi terbuka dengan lambat. Beberapa orang keluar dan memperlihatkan bukan wajah-wajah yang senang atau pun bahagia. Akan tetapi ….“Keluarga Pak Arka?” Mereka kembali bertanya, dan Dyandra melangkah gontai. Di belakangnya ada Moeryati yang juga berjalan teramat limbung hingga harus dipegangi oleh adiknya. “Arka ….” Dyandra tidak bisa meneruskan pertanyaan. Kalimat selanjutnya menyangkut di tenggorokan. Satu kata yang tidak bisa ia ucap. Tidak, tolonglah jangan seperti ini! Tidak atas namanya! Jerit Dyandra di dalam hati. Bagaimana ia bisa memaafkan dirinya sendiri kalau akhirnya ….“Maafkan kami, tapi … untuk sesaat beliau stabil. Selanjutnya, ada pembuluh darah lain yang mendadak pecah di otak dan ….”“Anakku!” jerit Moeryati menghentakkan kaki ke lantai berkali-kali. Ia mengguncang tubuh Aryati semakin lama semakin kecang. “Arkaaa!” Ambruk sudah Moeryati ke atas lantai sambil menangis, meraung, tersedu-sedu d
Batara terbelalak, begitu pula istrinya dan sang besan. Anak-anak mereka menjadi target pembunuhan? Kegilaan apa lagi ini di rumah tangga Dyandra dan Arka.“Di pinggir jalan tadi ada sebuah bengkel sepeda motor yang sudah tutup. Dia memiliki CCTV yang mengarah ke jalanan. Kami sudah memeriksanya dan apa yang terlihat makin menguatkan bukti bahwa ini bukanlah kecelakaan biasa,” tutur Sersan Andi. Dyandra masih termangu, ia mencoba mengingat apa yang terjadi. “Ban mobilku mendadak kempes. Pak Tri menepi. Tiba-tiba ada sepeda motor kencang menubruknya. Aku segera keluar untuk melihat kondisi Pak Tri. Kemudian … kemudian ….”Tak mampu meneruskan kalimat karena setelah itu terjadilah hal yang membuatnya sangat syok hingga kini. Kedua tangan gemetar saat mengingat detik demi detik nyawa hampir melayang. “Aku tidak tahu Arka dari mana … dia … dia … aku ditarik! Dia tertubruk mobil!” raung Dyandra memeluk ibunya dan menangis kencang. “Pak Arka
Terus menjerit, suara Dyandra mulai tertutup oleh sirine mobil ambulans dan polisi yang datang ke lokasi nahas tersebut. Orang ramai mengatakan tabrak lari kepada dua orang petugas hukum berseragam cokelat yang datang. Dari dalam ambulans, dua orang segera turun dan memeriksa keadaan Arka. “Kritis, cepat bawa ke rumah sakit,” ucap salah satu dari mereka dan berlari kembali ke dalam mobil untuk mengambil ranjang dorong. Pak Tri saat diperiksa oleh petugas ternyata sudah meninggal dunia. Leher sopir malang itu patah saat ditubruk sangat kencang oleh pengendara sepeda motor. Dengan dibantu oleh warga sekitar, ambulans berhasil membawa Arka masuk dan Dyandra duduk di kursi panjang, menatap nanar pada Arka yang sudah tidak sadarkan diri.“Halo, Dru?” isaknya menelepon sang kakak dan segera menjelaskan apa yang terjadi. “Tolong jemput Bu Wuri dan Hasya. Aku mau ke rumah sakit bersama Mas Arka!” pintanya sesenggukkan. Drupadi terengah, tidak
Dyandra spontan menuruni mobil saat melihat sopirnya tertubruk sepeda motor dengan kencang hingga terpental. Ia menjerit kencang sambil menghampiri. Sama sekali tidak tahu bahwa semua ini adalah rekayasa yang dibuat oleh Pondra dan Rani untuk menyingkirkan sang target. Baru saja beberapa detik di pinggir jalan raya, dua buah lampu terang menerjang. Sontak menoleh ke belakang, mata Dyandra terbelalak saat sebuah kendaraan menuju ke arahnya dengan snagat kencang. Tidak ada niat untuk mengerem, apalagi membanting setir agar tidak menubruknya. Dengan sangat jelas, mobil itu ingin menggempur tubuhnya. Semua terjadi dengan sangat cepat hingga rasa syok menguasai sang wanita. Membuat tubuhnya membeku tak dapat berbuat apa pun, termasuk menghindari bencana yang sebentar lagi terjadi. Seiring mendekatnya dua sinar bundar tersebut, Dyandra hanya bisa memejamkan mata dan menutup wajah. Ia pasrah jika memang ini akhir hidup yang tertulis untuknya.
Ditemani oleh kakaknya, Dyandra mendatangi rumah sakit tempat Albert Kiersten dilarikan setelah terkena serangan jantung di ruang kantornya. Mereka duduk di sebuah cafetaria yang terletak cukup terpencil, jauh dari keramaian. Skylar kemudian terlihat berjalan dengan gontai. Langsung duduk di sisi Dyandra dan keduanya bertatapan sendu. Tak mampu berkata apa pun kepada satu sama lain. “Bagaimana dengan Om Albert?” tanya Drupadi menghela napas. “Sedang dipersiapkan untuk operasi. Ayahku memang benar terkena serangan jantung,” jawab Skylar dengan masih menatap pada kekasih gelapnya. “Beliau akan selamat, ‘kan? Maksudku, ini bukan kasus berat atau yang … yah, kamu tahulah maksudku,” tanya Drupadi lagi memastikan. “Setiap operasi pemasangan ring jantung akan ada resikonya. Tapi, dokter terbaik telah menangani. Jika tidak ada masalah, ya, Papa akan baik-baik saja,” angguk Skylar. Drupadi menghela napas lega. “Baiklah, aku mau ke k
Cersey terengah hebat ketika ponselnya mendadak tidak lagi ada suara Arka, ternyata sang suami telah menghentikan pembicaraan mereka. Jemari wanita cantik itu bergetar hebat bersamaan dengan rasa mual yang meraji perutnya. “Talak tiga? Talak tiga katamu, Mas Arka? Talak tiga, hah?” desisnya makin lama makin menjerit. Air mata menuruni lereng pipi putih yang telah dibubuhi dengan perona berwarna merah. Pertama hanya tetes demi tetes, tetapi lama kelamaan menjadi linangan ombak di samudera luas. Sangat deras, dan bibirnya kian gemetar. “TIDAAK! TIDAAAK!” Membanting ponsel ke atas sofa teramat kencang. Menjerit histeris, menjambak rambutnya sendiri. Mengambil mangkok buah yang ada di atas meja. Lalu, ia lempar sepenuh tenaga ke atas lantai hingga pecah berserakkan. Belum puas, tangannya kembali merajah vas bunga, menggempurkan ke dinding berlapis wall paper berwarna emas. “AKU BENCI KAMU, DYANDRA! AKU BENCI KAMU!” jerit Cersey tak berhe
Degup jantung Cersey sudah tidak aman lagi. Mendengar kalimat dari Arka bahwa mereka tidak bisa bersama ke depannya bagai gulungan tsunami menghantam dari sekian sisi. Tidak hanya kanan dan kiri, tetapi juga depan, belakang, atas, dan bawah. Bernapas memburu, dada kembang kempis, mata memerah berair, dan sekeliling terasa begitu menekan hingga sulit bernapas. Tinggal di ruang ber-AC sepanjang hari, tetapi kenapa sekarang seolah ada di Gurun Sahara? Dengan matahari tepat berada di atas kepala, menyinari dengan terik. “Cersey, maafkan aku. Hanya saja, ini terpak—”“Karena Mbak Dyandra? Karena kamu mau kembali kepadanya. Iya, ‘kan?” bentak Cersey memotong pembicaraan sang suami. Sebenarnya, ia sudah pernah menduga hal ini akan terjadi. Semenjak Dyandra mengajukan surat cerai, Arka seperti orang gila tak tentu arah. Antara obsesi atau cinta kepada istri pertamanya itu tidak jelas.Satu hal yang jelas adalah, ia tidak lagi mendatangi Cersey