Emosi manusia, siapa bisa mengira kapan akan datang? Sebaik apa pun seseorang menjaganya akan ada kejadian dimana ia lepas kendali. Di saat itu terjadi, kadang ada perilaku yang kemudian meluncur dengan di luar akal sehat. Sama seperti yang dilakukan oleh Dyandra saat ini. Dyandra sudah tidak bisa lagi menahan emosi. Berbagai masalah dan sakit hati dengan Arka selalu merongrong batas kewarasannya setiap hari. Mendengar amukan Skylar yang menyebutnya pengkhianat dan memalukan, membuat Dyandra hilang logika sesaat. Sebuah tamparan mendarat begitu saja tanpa diniati. Kini, Dyandra sendiri tak percaya dengan apa yang ia telah lakukan. Matanya terbelalak, menatapi telapak tangan yang gemetar. Lelaki itu terperangah sambil memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan Dyandra. Mata memerah seperti banteng di tengah arena rodeo. Bibir yang merah alami gemertak menahan emosi, sama seperti tangannya yang mengepal ingin bergerak, tetapi tertahan. “Ma-maaf, maafkan a-aku….” Terbata
“Aku tidak butuh ijinmu! Jangan halangi aku! Minggir! Kamu dan mamamu sama saja! Kalian semua ingin menyakiti aku!”“Dya, ayolah …”“Minggiiiirrr!” Dyandra menggigit lengan Arka secara tiba-tiba. Sang suami langsung melompat kesakitan, tanpa sadar membuka jalan bagi Dyandra untuk berlari keluar kamar. Arka bisa saja mengejar istrinya lalu menariknya kembali ke dalam kamar. Hanya saja, ia enggan untuk melakukannya. Ia membiarkan Dyandra pergi karena khawatir Dyandra akan semakin histeris bila berada di rumah. Walau di dalam hati sangat khawatir, tetapi ... sudahlah. “Aku tidak bisa mengenalimu lagi, Dya. Apa pun yang aku lakukan dan ucapkan selalu salah untukmu. Pergilah, bersenang-senang sesukamu. Terserah kamu saja,” gumamnya lesu. Menatap kepergian sang istri dari pintu kamar. Cersey melihat dari kejauhan, bersembunyi dalam gelap di bawah tangga. Ia memperhatikan bagaimana Dyandra yang tersakiti batinnya pergi dari rumah. Hatinya begitu puas dan merasa menang. Meskipun beber
Pernikahan memiliki caranya sendiri untuk membuat kehidupan seseorang berubah drastis. Ada pepatah yang mengatakan bahwa memilih pasangan dalam menikah, seperti memilih kucing dalam karung. Pepatah itu benar adanya. Kita tidak bisa mengetahui bagaimana karakter pasangan yang sesungguhnya, sebelum melewati tahun-tahun berbagi ranjang dengannya. Yang jelas, problema di pernikahan Dyandra kini telah membawanya bertemu dengan seseorang yang sedang ia benci di sebuah klub malam.Bertha segera menoleh ke arah mata kedua sahabatnya. Ia melongo melihat seorang lelaki blasteran berjalan tenang dan santai ke arah mereka. “Itu siapa, Dya?” tanya Bertha menunjuk seorang wanita yang berjalan di belakang Skylar. “Aku tidak tahu! Apakah itu istrinya?” gumam Dyandra terus memperhatikan. Mereka kemudian saling berpapasan. Skylar berhenti berjalan dan tertegun. Sepertinya, ia benar-benar kaget melihat kehadiran Dyandra di night club ini. Apalagi saat sedang menggandeng mesra seorang wanita ber
Dyandra menangis frustasi di bawah pancuran air panas yang menjadi satu dengan deras air matanya. Ia tersengal-sengal. Perasaan marah, kecewa dan benci terhadap dirinya sendiri semua bercampur menjadi satu. Masih tidak mau menerima kenyataan bahwa ia berada di pihak yang kalah, yang direndahkan. “Aku benci kamu, Arka! Aku benci kamu!” isaknya pelan mengumpat sang suami. Melempar cincin pernikahan di jari manis hingga menghantam tembok kamar mandi dan jatuh tergeletak di atas lantai. “Carilah kesenangan untuk dirimu sendiri!” suara sang Kakak serta sahabat-sahabatnya kembali terngiang. “Selingkuhlah juga kalau memang itu membuatmu bahagia!” “Kamu terlalu baik untuk keluarga Hasbyan!” Suara Drupadi kencang terdengar mengisi batin dyandra. Menawarkan ide gila dan sebuah pembalasan telak bagi sang suami. Namun, bila ia juga berselingkuh, bukankah ia sama bersalahnya dengan Arka?‘Aku sungguh bingun!’ pekik Dyandra dalam hatinya kebingungan. Ia sudah lelah dengan semua rasa ter
Keras kepala, temperamen, susah diajak kerja sama. Ketiga sifat yang tidak baik untuk dijadikan partner berbisnis. Baik Dyandra maupun Skylar saling merasa lawan bicaranya memiliki sifat-sifat tersebut, sehingga mereka terus menolak satu sama lain. Bagi Skylar, bukanlah gagal berbisnis dengan Dyandra yang menjadi masalah terbesar sampai ia harus marah-marah dan melaporkan semua kepada Batara. Kehadiran Frans Liem, teman masa kecilnya, itulah yang paling membuatnya marah. Ia tidak ingin dikalahkan oleh seseorang yang sejak dulu telah bersaing dengannya dalam masalah apa pun. Baik itu masalah nilai pelajaran, kekayaan, dan juga … wanita. “Aku sudah laporkan semua ini kepada ayahmu! Sekarang akan aku laporkan kepada ayahku!” geramnya sungguh marah kepada Dyandra. Ia telah mematikan sambungan teleponnya dengan Batara.“Kamu mabuk, Skylar? Sikapmu seperti anak kecil!” sahut Dyandra mulai khawatir akan dimarahi oleh ayahnya. “Kamu yang mabuk! Apa kamu lupa? Semalam kamu mabuk sampa
Skylar beradu pandang dengan Dyandra. Hanya mereka berdua yang tahu kemana perginya foto pernikahan itu. “Saya yang bersalah, Tante. Kemarin saya tidak sengaja menjatuhkan hingga pecah.” Skylar membantu Dyandra menyembunyikan masalah rumah tangganya. Ia merasa sedikit iba, karena Dyandra langsung berhenti berdebat ketika ia menyebut suami wanita itu telah berselingkuh. Berarti ada suatu kepedihan yang dalam di sana. Mungkin dengan menyelamatkan Dyandra dari lebih merasa sakit hati teringat foto pernikahan yang sudah hancur, akan membuat kesalahannya sedikit berkurang. “Oh, begitu?” Andini mengangguk, tetapi sorot matanya masih mempertanyakan. “Saya permisi dulu, Om, Tante. Ada pekerjaan yang harus saya lakukan di kantor Papa,” pamit Skylar kembali beradu tatap dengan Dyandra. Sebuah senyum diberikan oleh Dyandra kepadanya. Wanita itu seolah mengucap terima kasih karena telah membantunya menghadapi pertanyaan sang ibu. Skylar membalas dengan senyuman datar dan segera berlalu.
Jadi, menurutmu aku wanita murahan karena makan pagi dengan Frans Liem?” wajah Dyandra memerah marah.“Kamu yang menyimpulkan demikian, bukan aku.” Senyuman sarkas Skylar terpampang nyata di wajahnya.Dada Dyandra kembang kempis. “Sepertinya memang kamu dan aku tidak akan pernah bisa berbicara dengan baik.”“Pak Sopir! Berhenti! Saya mau turun!” teriak Dyandra membuang wajah, tak sudi menatap Skylar.Sopir kebingungan, tetapi akhirnya tetap menurut. Ia menghentikan kendaraan di pinggir jalan.“Ah, ayolah, aku hanya bercanda!” ucap Skylar saat Dyandra turun dari mobil sungguhan.“Bercanda saja dengan tembok!” Dyandra menjawab ketus dan kasar. Ia banting pintu mobil dan terus berjalan tanpa menoleh ke belakang sama sekali.Skylar tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. “Dasar singa betina!” kekehnya.***Dyandra terduduk di ruang kerjanya. Khayal kembali memutar peristiwa dimana pada waktu itu, hatinya mulai mengingatkan sesuatu, memberi tahu bahwa ada sesuatu yang tidak ben
Matahari telah berganti tugas dengan bulan untuk menaungi bumi. Hujan rintik-rintik terasa sangat mendayu, menyapa malam dengan syahdu. Membuat hati perih Dyandra sedikit lebih dingin saat ia termenung seorang diri di pinggir kolam renang. Di tempat yang sama ini, waktu itu ia pertama kali memergoki Arka sedang melirik, memperhatikan lekukan Indah pada bagian belakang Cersey yang menyembul padat berisi. Embusan napas berat dibuang bersama segenap emosi kekecewaan. Setitik rasa perih ikut lepas di dalamnya. Bila menghilang dari muka bumi bisa dilakukan dengan mudah, maka Dyandra akan melakukannya detik ini juga. “Sedang apa di sini, Yank?” Arka berdiri di pintu teras, memandangi istrinya lekat. Merenung seorang diri di pinggir kolam seperti ini sangat jarang dilakukan oleh Dyandra. Kursi kosong di sebelah meja bulat kecil diduduki oleh Arka. Keduanya berdampingan, sama-sama menatap bulan yang remang terselip di balik kabut awan. “Aku akan pergi ke luar kota selama dua hari. Ada ca
Seorang wanita sedang duduk di sebuah meja restoran bersama satu orang anak perempuan berusia tiga tahun yang teramat cantik dan menggemaskan. Keduanya nampak asyik memandangi layar ponsel. Sang Bunda berucap, “Hari ini kita merayakan ulang tahunnya Ayah Arka. Kamu harus selalu mendoakan Ayah Arka, ya?” Mengatakan itu dengan mata berbinar, mengecup kening putrinya dengan khidmat. Ada satu desiran perih yang tak pernah bisa tertutup sempurna di dalam kalbu sang wanita. Ada satu cinta yang akan selalu ia kenang. Dari seseorang yang telah berkorban nyawa untuknya. Maka, ia akan memastikan nama sang almarhum suami selalu harum di mata putri mereka. Hasya yang baru menginjak usia tiga tahun hanya manggut-manggut mendengar permintaan ibunya. Ia menatap layar dan memandangi lelaki yang disebut sebagai ayahnya. “Ayah Arka, ya, Bunda?” ucapnya manis dan polos. “Iya, Ayah Arka. Setelah dari restoran ini, kita akan mengunjungi makamnya dan berdoa di sana
Dyandra datang ke rumah duka yang telah dipenuhi oleh keluarga besar Hasbyan serta kerabat lain. Rumah itu, tempatnya tinggal bersama Arka selama sepuluh tahun terakhir. Melangkah gontai, naik ke lantai dua, ke kamar mereka. Sekelebat ingatan muncul. Bahwa pada suatu waktu, ia melangkah dengan kegontaian yang sama di tangga ini setelah mendengar dengan telinganya sendiri bagaimana sang suami meniduri wanita lain. “Tuhan, kenapa sakit sekali?” tangisnya terisak ketika duduk di atas ranjang dan memandangi seluruh kamar tidur mereka. Foto pernikahan, foto liburan keliling dunia, bahkan foto saat mereka masih kuliah bersama terpampang rapi di sana. Arka tidak pernah mengenyahkan foto-foto ini, bahkan setelah surat curai ia layangkan satu bulan lalu. Hancur, Dyandra sangat hancur melihat semua kenangan diri yang tak akan terulang kembali. Perih yang tak terperi mengoyak setiap detik hingga air mata tak bisa berhenti mengalir. Mengambil pi
Pintu ruang operasi terbuka dengan lambat. Beberapa orang keluar dan memperlihatkan bukan wajah-wajah yang senang atau pun bahagia. Akan tetapi ….“Keluarga Pak Arka?” Mereka kembali bertanya, dan Dyandra melangkah gontai. Di belakangnya ada Moeryati yang juga berjalan teramat limbung hingga harus dipegangi oleh adiknya. “Arka ….” Dyandra tidak bisa meneruskan pertanyaan. Kalimat selanjutnya menyangkut di tenggorokan. Satu kata yang tidak bisa ia ucap. Tidak, tolonglah jangan seperti ini! Tidak atas namanya! Jerit Dyandra di dalam hati. Bagaimana ia bisa memaafkan dirinya sendiri kalau akhirnya ….“Maafkan kami, tapi … untuk sesaat beliau stabil. Selanjutnya, ada pembuluh darah lain yang mendadak pecah di otak dan ….”“Anakku!” jerit Moeryati menghentakkan kaki ke lantai berkali-kali. Ia mengguncang tubuh Aryati semakin lama semakin kecang. “Arkaaa!” Ambruk sudah Moeryati ke atas lantai sambil menangis, meraung, tersedu-sedu d
Batara terbelalak, begitu pula istrinya dan sang besan. Anak-anak mereka menjadi target pembunuhan? Kegilaan apa lagi ini di rumah tangga Dyandra dan Arka.“Di pinggir jalan tadi ada sebuah bengkel sepeda motor yang sudah tutup. Dia memiliki CCTV yang mengarah ke jalanan. Kami sudah memeriksanya dan apa yang terlihat makin menguatkan bukti bahwa ini bukanlah kecelakaan biasa,” tutur Sersan Andi. Dyandra masih termangu, ia mencoba mengingat apa yang terjadi. “Ban mobilku mendadak kempes. Pak Tri menepi. Tiba-tiba ada sepeda motor kencang menubruknya. Aku segera keluar untuk melihat kondisi Pak Tri. Kemudian … kemudian ….”Tak mampu meneruskan kalimat karena setelah itu terjadilah hal yang membuatnya sangat syok hingga kini. Kedua tangan gemetar saat mengingat detik demi detik nyawa hampir melayang. “Aku tidak tahu Arka dari mana … dia … dia … aku ditarik! Dia tertubruk mobil!” raung Dyandra memeluk ibunya dan menangis kencang. “Pak Arka
Terus menjerit, suara Dyandra mulai tertutup oleh sirine mobil ambulans dan polisi yang datang ke lokasi nahas tersebut. Orang ramai mengatakan tabrak lari kepada dua orang petugas hukum berseragam cokelat yang datang. Dari dalam ambulans, dua orang segera turun dan memeriksa keadaan Arka. “Kritis, cepat bawa ke rumah sakit,” ucap salah satu dari mereka dan berlari kembali ke dalam mobil untuk mengambil ranjang dorong. Pak Tri saat diperiksa oleh petugas ternyata sudah meninggal dunia. Leher sopir malang itu patah saat ditubruk sangat kencang oleh pengendara sepeda motor. Dengan dibantu oleh warga sekitar, ambulans berhasil membawa Arka masuk dan Dyandra duduk di kursi panjang, menatap nanar pada Arka yang sudah tidak sadarkan diri.“Halo, Dru?” isaknya menelepon sang kakak dan segera menjelaskan apa yang terjadi. “Tolong jemput Bu Wuri dan Hasya. Aku mau ke rumah sakit bersama Mas Arka!” pintanya sesenggukkan. Drupadi terengah, tidak
Dyandra spontan menuruni mobil saat melihat sopirnya tertubruk sepeda motor dengan kencang hingga terpental. Ia menjerit kencang sambil menghampiri. Sama sekali tidak tahu bahwa semua ini adalah rekayasa yang dibuat oleh Pondra dan Rani untuk menyingkirkan sang target. Baru saja beberapa detik di pinggir jalan raya, dua buah lampu terang menerjang. Sontak menoleh ke belakang, mata Dyandra terbelalak saat sebuah kendaraan menuju ke arahnya dengan snagat kencang. Tidak ada niat untuk mengerem, apalagi membanting setir agar tidak menubruknya. Dengan sangat jelas, mobil itu ingin menggempur tubuhnya. Semua terjadi dengan sangat cepat hingga rasa syok menguasai sang wanita. Membuat tubuhnya membeku tak dapat berbuat apa pun, termasuk menghindari bencana yang sebentar lagi terjadi. Seiring mendekatnya dua sinar bundar tersebut, Dyandra hanya bisa memejamkan mata dan menutup wajah. Ia pasrah jika memang ini akhir hidup yang tertulis untuknya.
Ditemani oleh kakaknya, Dyandra mendatangi rumah sakit tempat Albert Kiersten dilarikan setelah terkena serangan jantung di ruang kantornya. Mereka duduk di sebuah cafetaria yang terletak cukup terpencil, jauh dari keramaian. Skylar kemudian terlihat berjalan dengan gontai. Langsung duduk di sisi Dyandra dan keduanya bertatapan sendu. Tak mampu berkata apa pun kepada satu sama lain. “Bagaimana dengan Om Albert?” tanya Drupadi menghela napas. “Sedang dipersiapkan untuk operasi. Ayahku memang benar terkena serangan jantung,” jawab Skylar dengan masih menatap pada kekasih gelapnya. “Beliau akan selamat, ‘kan? Maksudku, ini bukan kasus berat atau yang … yah, kamu tahulah maksudku,” tanya Drupadi lagi memastikan. “Setiap operasi pemasangan ring jantung akan ada resikonya. Tapi, dokter terbaik telah menangani. Jika tidak ada masalah, ya, Papa akan baik-baik saja,” angguk Skylar. Drupadi menghela napas lega. “Baiklah, aku mau ke k
Cersey terengah hebat ketika ponselnya mendadak tidak lagi ada suara Arka, ternyata sang suami telah menghentikan pembicaraan mereka. Jemari wanita cantik itu bergetar hebat bersamaan dengan rasa mual yang meraji perutnya. “Talak tiga? Talak tiga katamu, Mas Arka? Talak tiga, hah?” desisnya makin lama makin menjerit. Air mata menuruni lereng pipi putih yang telah dibubuhi dengan perona berwarna merah. Pertama hanya tetes demi tetes, tetapi lama kelamaan menjadi linangan ombak di samudera luas. Sangat deras, dan bibirnya kian gemetar. “TIDAAK! TIDAAAK!” Membanting ponsel ke atas sofa teramat kencang. Menjerit histeris, menjambak rambutnya sendiri. Mengambil mangkok buah yang ada di atas meja. Lalu, ia lempar sepenuh tenaga ke atas lantai hingga pecah berserakkan. Belum puas, tangannya kembali merajah vas bunga, menggempurkan ke dinding berlapis wall paper berwarna emas. “AKU BENCI KAMU, DYANDRA! AKU BENCI KAMU!” jerit Cersey tak berhe
Degup jantung Cersey sudah tidak aman lagi. Mendengar kalimat dari Arka bahwa mereka tidak bisa bersama ke depannya bagai gulungan tsunami menghantam dari sekian sisi. Tidak hanya kanan dan kiri, tetapi juga depan, belakang, atas, dan bawah. Bernapas memburu, dada kembang kempis, mata memerah berair, dan sekeliling terasa begitu menekan hingga sulit bernapas. Tinggal di ruang ber-AC sepanjang hari, tetapi kenapa sekarang seolah ada di Gurun Sahara? Dengan matahari tepat berada di atas kepala, menyinari dengan terik. “Cersey, maafkan aku. Hanya saja, ini terpak—”“Karena Mbak Dyandra? Karena kamu mau kembali kepadanya. Iya, ‘kan?” bentak Cersey memotong pembicaraan sang suami. Sebenarnya, ia sudah pernah menduga hal ini akan terjadi. Semenjak Dyandra mengajukan surat cerai, Arka seperti orang gila tak tentu arah. Antara obsesi atau cinta kepada istri pertamanya itu tidak jelas.Satu hal yang jelas adalah, ia tidak lagi mendatangi Cersey