Beranda / Romansa / Rahasia sang Pewaris / Bab 9. Kebenaran yang tersembunyi

Share

Bab 9. Kebenaran yang tersembunyi

last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-04 08:09:06

Kehidupan Aria semakin tidak menentu setelah pertemuannya dengan Tante Nadya. Setiap langkah yang ia ambil kini terasa lebih berat, seolah-olah ia berada di tengah medan perang yang penuh dengan jebakan. Tapi, Aria sudah bertekad. Ia tak bisa mundur. Terlebih setelah menemukan jurnal ibunya yang mengungkapkan banyak hal yang tak pernah ia duga.

Namun, satu hal yang masih menghantuinya—Adrian. Meski ia sudah berjanji untuk membantu Aria mengungkap kebenaran, semakin lama, semakin banyak hal yang tak sesuai dengan yang Aria harapkan. Ada sesuatu dalam sikap Adrian yang mulai terasa berbeda. Ada yang disembunyikan darinya.

Malam itu, setelah makan malam bersama keluarga besar yang penuh ketegangan, Aria memutuskan untuk berbicara dengan Adrian. Ia tidak bisa lagi menahan rasa curiga yang terus menggerogoti hatinya. Adrian, yang dulu tampak begitu tulus membantunya, kini terasa seperti bayangan gelap yang mengintai.

Aria: (berbicara dengan suara tegas) "Adrian, ada sesuatu yang tidak beres. Kamu... Kamu mulai menjauh dariku. Aku merasa seperti aku sedang berada di ujung jurang, dan kamu hanya menonton tanpa melakukan apa-apa. Apa yang sebenarnya kamu inginkan?"

Adrian yang semula tampak tenang, kini sedikit terkejut mendengar pertanyaan Aria. Ia tahu ini saat yang tidak bisa lagi dihindari. Pandangannya berubah, tidak lagi sehangat dan tulus seperti biasanya. Ada sesuatu yang tersembunyi di matanya—sesuatu yang Aria belum mampu ungkapkan.

Adrian: (dengan nada rendah) "Aria, aku tidak ingin kamu merasa seperti itu. Tapi ada banyak hal yang lebih rumit daripada yang kamu bayangkan. Kamu harus memahami bahwa ini bukan hanya soal kita. Ada banyak orang yang terlibat, banyak kepentingan yang harus dipertimbangkan."

Aria mendekatkan dirinya, tatapannya penuh dengan kecurigaan. Ia sudah memutuskan untuk tidak lagi percaya pada perkataan manis Adrian.

Aria: (dengan nada sedikit menekan) "Apa maksudmu? Apa yang kamu sembunyikan, Adrian? Aku sudah cukup sabar. Aku sudah cukup mempercayaimu, tetapi sekarang aku merasa seperti aku sedang terjebak dalam permainan yang tidak aku mengerti."

Adrian terdiam. Ia mengalihkan pandangannya, seolah mencari kata-kata yang tepat. Namun, Aria sudah tahu. Sesuatu yang buruk sedang terjadi. Sesuatu yang melibatkan dirinya, dan bukan hanya sekadar pertarungan warisan.

Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa seperti berjam-jam, Adrian menghela napas panjang. Ia tahu tidak ada lagi jalan untuk mundur.

Adrian: (dengan suara pelan) "Aku... aku terlibat dalam rencana ini, Aria. Tapi bukan seperti yang kamu pikirkan."

Aria terkejut. Semua yang ada dalam pikirannya seolah runtuh dalam sekejap.

Aria: (dengan nada tertahan) "Rencana? Apa maksudmu, Adrian? Kamu bekerja sama dengan mereka?"

Adrian mengangguk perlahan, matanya tidak berani menatap langsung pada Aria.

Adrian: "Aku bukan hanya seorang pembantu. Aku juga bagian dari keluarga ini, Aria. Aku bekerja untuk mereka, dan aku punya misi yang harus aku selesaikan. Aku... aku harus melindungi warisan ini. Itu sudah tugas aku."

Aria merasa seolah dunia berputar begitu cepat. Hatinya hancur, terbelah oleh kenyataan yang tidak pernah ia bayangkan. Adrian, yang selama ini ia anggap teman dan pelindung, ternyata adalah bagian dari permainan yang sama sekali berbeda. Selama ini, ia hanya terjebak dalam ilusi bahwa Adrian benar-benar ada untuk membantunya.

Aria: (suara bergetar) "Kamu... kamu tidak pernah memberitahuku yang sebenarnya. Kamu tahu apa yang mereka lakukan padaku, dan kamu tetap diam. Kamu tahu semua ini, Adrian, dan tetap berpura-pura? Sejak kapan kamu mulai bekerja dengan mereka?"

Adrian: (dengan suara rendah dan penuh penyesalan) "Aku tidak ingin ini terjadi, Aria. Aku tidak ingin melukai kamu. Tetapi, saat itu aku tidak punya pilihan. Mereka memaksa aku untuk memilih. Aku harus menjaga posisiku dalam keluarga ini. Keluarga ini... Mereka akan menghancurkan semuanya jika aku tidak mengikuti aturan mereka."

Aria terdiam, berusaha mencerna semuanya. Ada banyak emosi yang bercampur—kecewa, marah, dan rasa pengkhianatan yang mendalam. Ia tidak tahu apa yang lebih menyakitkan: kenyataan bahwa Adrian adalah bagian dari keluarga itu, atau kenyataan bahwa ia telah digunakan sebagai alat dalam permainan mereka.

Aria: (dengan air mata yang mulai menetes) "Jadi, selama ini aku hanya dimanfaatkan? Semua bantuan yang kamu berikan... Semua kata-kata manis yang kamu ucapkan... Itu hanya bagian dari rencana?"

Adrian menundukkan kepala, tidak mampu menjawab. Aria merasa hatinya semakin hancur. Semua yang ia percayai selama ini ternyata adalah kebohongan besar. Dalam dunia ini, tidak ada yang bisa ia percayai. Bahkan orang yang paling ia cintai dan percayai pun bisa berkhianat.

Adrian: (dengan suara berat) "Aria, aku tahu aku telah mengecewakanmu. Aku akan membantumu keluar dari semua ini, jika itu yang kamu inginkan. Aku akan melakukan apa saja untuk menebus kesalahan ini. Tapi kamu harus tahu satu hal—aku tidak bisa melawan keluargaku. Tidak dalam hal ini. Aku hanya bisa membantu dari dalam."

Aria berdiri dengan cepat, mengambil langkah mundur. Ia merasa sesak di dadanya. "Keluargamu..." gumamnya, hampir tak terdengar.

Aria: (dengan suara tegas) "Aku tidak membutuhkan bantuan dari orang seperti kamu. Aku akan menyelesaikan ini sendiri."

Dengan satu langkah terakhir, Aria pergi meninggalkan Adrian, yang berdiri di sana dengan rasa bersalah yang menyelimuti hatinya. Ia tahu, kini Aria sudah mengetahui semuanya. Tidak ada lagi yang bisa ditutupi.

Aria tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dunia yang ia kenal sekarang begitu berbeda—penuh dengan rahasia, kebohongan, dan intrik yang lebih besar dari yang pernah ia bayangkan. Namun, satu hal yang pasti: ia tidak akan menyerah. Kini, lebih dari sebelumnya, Aria harus mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik keluarga ini, dan ia akan melakukannya tanpa bantuan siapa pun—termasuk Adrian.

Setelah semua pengkhianatan dan kebohongan yang terungkap, Aria mencoba menjauhkan dirinya dari Adrian. Namun, sesuatu di dalam dirinya terus memanggil, membuatnya tidak bisa sepenuhnya mengabaikan pria itu. Ada momen-momen kecil, tatapan tajam Adrian yang tampak tulus, atau caranya berbicara dengan nada yang mengandung penyesalan mendalam. Aria membenci dirinya sendiri karena merasa sedikit simpati—atau mungkin sesuatu yang lebih dalam.

Suatu malam, ketika bulan menggantung penuh di langit, Aria duduk di taman kecil di halaman belakang mansion keluarga itu. Ia mencoba menenangkan pikirannya yang kalut dengan membaca ulang jurnal ibunya. Setiap kata dalam jurnal itu seperti memanggilnya untuk menemukan kebenaran lebih jauh, tetapi pikirannya terus kembali ke satu orang: Adrian.

Langkah kaki yang perlahan terdengar dari arah belakang membuat Aria mendongak. Adrian berdiri di sana, membawa secangkir teh hangat.

Adrian: (dengan suara lembut) "Kamu belum tidur. Aku pikir mungkin kamu butuh ini."

Aria menatapnya dengan tatapan curiga, tetapi tidak bisa mengabaikan secangkir teh yang tampak menenangkan di tangannya. Ia mengulurkan tangan dan menerimanya tanpa berkata apa-apa. Adrian duduk di bangku sebelahnya, menjaga jarak tetapi cukup dekat untuk merasakan kehadirannya.

Adrian: (pelan) "Aku tahu sulit bagimu untuk percaya padaku sekarang. Aku tidak menyalahkanmu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku benar-benar ingin membantu."

Aria mendesah, menatap cairan dalam cangkir itu seolah mencari jawaban di sana.

Aria: (sinis) "Membantu? Sejauh ini, setiap bantuan yang kamu tawarkan hanya membawaku pada lebih banyak masalah. Kenapa aku harus percaya kali ini?"

Adrian terdiam sejenak. Tatapannya tertuju pada bulan, seolah-olah sedang mencari keberanian untuk berbicara.

Adrian: "Karena aku tidak ingin kehilanganmu, Aria. Aku tahu aku sudah membuat kesalahan besar, tapi aku... aku peduli padamu. Lebih dari yang bisa aku akui."

Aria merasakan dadanya berdesir. Kata-kata itu, meskipun terdengar tulus, sulit untuk ia percayai. Tapi matanya menangkap ekspresi Adrian yang penuh dengan rasa sakit dan kejujuran.

Aria: (tersenyum kecil, tapi getir) "Peduli padaku? Itu terdengar seperti kebohongan lain, Adrian. Kamu bagian dari keluarga ini. Bagaimana aku bisa yakin bahwa kamu tidak hanya memainkan peran untuk menjatuhkanku?"

Adrian menggeleng, memutar tubuhnya untuk menatap langsung ke mata Aria. Ada intensitas di sana yang membuatnya sulit berpaling.

Adrian: "Aku mungkin bagian dari keluarga ini, tapi aku tidak seperti mereka. Aku tidak peduli dengan warisan atau kekuasaan. Aku peduli dengan kamu, Aria. Sejak pertama kali aku melihatmu di hotel, aku tahu kamu berbeda. Kamu punya sesuatu yang tidak dimiliki orang lain di keluarga ini—integritas, keberanian, hati yang tulus. Itu sesuatu yang aku... kagumi."

Aria merasa panas di wajahnya. Ia ingin menolak ucapan Adrian, tetapi suara di dalam hatinya mengatakan bahwa mungkin, hanya mungkin, Adrian berkata jujur.

Aria: (berbisik) "Aku ingin percaya padamu, Adrian. Tapi semuanya begitu rumit. Setiap kali aku berpikir semuanya mulai jelas, ada saja rahasia baru yang muncul."

Adrian menundukkan kepalanya, terlihat menyesal.

Adrian: "Aku tahu aku tidak pantas untuk dimaafkan. Tapi aku akan membuktikan pada kamu bahwa aku ada di pihakmu. Apa pun yang terjadi, aku akan melindungi kamu, Aria."

Kata-kata itu membuat Aria terdiam. Ia tidak tahu harus merasa apa. Sebagian dari dirinya ingin mempercayai Adrian, tapi bagian lain berteriak untuk tetap waspada. Hubungan mereka terlalu penuh dengan luka dan kebohongan untuk dianggap sederhana.

Malam itu, percakapan mereka berakhir dengan keheningan. Adrian meninggalkan Aria dengan pikirannya yang semakin rumit. Namun, untuk pertama kalinya, Aria mulai membuka sedikit celah di hatinya—celah yang memungkinkan rasa percaya, atau mungkin cinta, untuk masuk.

Keesokan harinya, situasi kembali menjadi tegang. Salah satu anggota keluarga, Tante Nadya, dengan sengaja mengabaikan Aria di meja makan. Suasananya penuh dengan ketegangan, tetapi Adrian, yang biasanya tenang, justru mulai berbicara dengan nada lebih tegas.

Tante Nadya: (sinis) "Saya rasa anak seperti kamu tidak pantas duduk di meja ini. Kita semua tahu kenapa kamu di sini. Jangan terlalu berharap bisa menjadi bagian dari keluarga ini sepenuhnya."

Aria menundukkan pandangan, mencoba menahan emosinya. Tapi sebelum ia sempat membalas, Adrian angkat bicara.

Adrian: (tegas) "Cukup, Tante. Kita semua tahu bahwa Aria adalah bagian dari keluarga ini, apakah kita suka atau tidak. Jika ada yang tidak bisa menerima itu, mungkin mereka yang harus pergi dari meja ini."

Semua orang terdiam, termasuk Tante Nadya. Aria menatap Adrian dengan campuran rasa terkejut dan bingung. Ia tidak menyangka Adrian akan membelanya dengan begitu terang-terangan.

Setelah makan malam, Aria mendekati Adrian di lorong.

Aria: (berbisik) "Kenapa kamu membelaku tadi? Itu hanya akan membuat semuanya lebih sulit untukmu."

Adrian tersenyum kecil, matanya menatap Aria dengan lembut.

Adrian: "Karena aku tahu apa yang benar, Aria. Dan aku tahu kamu pantas mendapatkan lebih dari perlakuan mereka."

Kali ini, Aria tidak bisa menahan senyumnya. Meskipun masih banyak hal yang tidak ia percayai, untuk sesaat, ia merasa bahwa Adrian mungkin adalah satu-satunya orang di keluarga ini yang benar-benar ada untuknya.

Bab terkait

  • Rahasia sang Pewaris    Bab. 10. Perebutan Warisan dan Pengkhianatan

    Malam itu, ruang rapat keluarga yang megah diubah menjadi medan perang kata-kata. Semua anggota keluarga Ardian berkumpul, masing-masing dengan agenda tersembunyi di balik senyum palsu dan penampilan sopan mereka. Pembicaraan yang awalnya tampak formal tentang masa depan perusahaan dengan cepat berubah menjadi argumen penuh intrik dan saling tuduh.Aria duduk di ujung meja, matanya menyapu wajah-wajah yang tampak berapi-api. Ia tahu bahwa kehadirannya sebagai pewaris sah yang baru ditemukan menjadi ancaman besar bagi banyak orang di ruangan itu.Paman Edwin: (berdiri dengan nada keras) "Kita harus realistis! Perusahaan ini butuh pemimpin yang berpengalaman, bukan seorang gadis muda yang tidak tahu apa-apa tentang bisnis!"Tante Nadya: (mengangguk setuju) "Aku setuju! Bagaimana mungkin kita menyerahkan warisan keluarga pada seseorang yang bahkan baru saja masuk ke dalam keluarga ini? Dia tidak tahu apa yang dia lakukan!"Aria menggenggam lengan kur

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Rahasia sang Pewaris    Bab 11. Langkah Berbahaya

    Beberapa hari kemudian, sebuah pertemuan besar keluarga diadakan untuk membahas masa depan perusahaan. Aria tahu, ini adalah saat di mana setiap pihak akan menunjukkan taring mereka. Ia juga tahu bahwa Paman Edwin tidak akan berhenti mencoba menjatuhkannya. Di ruang rapat, suasana tegang terasa seperti udara panas yang sulit dihirup. Aria duduk di tengah, dikelilingi oleh anggota keluarga yang memandangnya seperti musuh. Tante Nadya: "Aku dengar ada kabar bahwa salah satu proyek perusahaan mengalami kerugian besar. Apakah itu karena kurangnya pengalamanmu, Aria?" Aria mengepalkan tangan di bawah meja, berusaha keras untuk tetap tenang. Aria: "Kerugian itu disebabkan oleh kontrak lama yang ditandatangani sebelum aku masuk ke perusahaan. Aku sedang berusaha menanganinya." Paman Edwin: (menyela) "Ah, alasan klasik. Selalu menyalahkan keputusan masa lalu. Mungkin kamu tidak cocok untuk posisi ini."

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Rahasia sang Pewaris    Bab.13 Jejak Luka dan Kebangkitan

    Malam telah larut ketika Aria duduk di balkon kamarnya, memandangi langit penuh bintang. Angin malam yang sejuk tidak mampu menghalau perasaan berat yang menyesakkan dadanya. Konflik di keluarganya semakin memanas, dan kini setiap langkahnya dipenuhi bahaya. Namun, ada sesuatu yang membuatnya bertahan—keinginan untuk membela nama ibunya dan menemukan keadilan di tengah intrik ini. Ketika ia tenggelam dalam pikirannya, Adrian datang menghampiri. Wajahnya tegang, matanya penuh kekhawatiran. Adrian: "Aria, aku baru saja mendapat kabar bahwa Edwin akan mengadakan pertemuan rahasia dengan beberapa anggota dewan besok malam. Mereka mungkin akan mengambil langkah untuk menyingkirkanmu secara permanen." Aria menatap Adrian dengan penuh pertanyaan. Aria: "Permanen? Apa maksudmu?" Adrian: (menghela napas) "Bukan hanya posisimu di keluarga ini yang mereka incar, tapi juga keselamatanmu. Aku mendengar bahwa Edwin tidak akan berhenti sampai kamu benar-benar hilang dari kehidupannya." Wajah A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Rahasia sang Pewaris    Bab.12 Rencana Balasan

    Malam semakin larut, tetapi Aria tidak bisa memejamkan mata. Ruang kerjanya yang kecil di mansion keluarga itu dipenuhi dengan dokumen dan catatan. Setelah serangan yang hampir merenggut nyawanya, ia menyadari bahwa pertarungan ini tidak hanya tentang perebutan warisan ini adalah perang untuk membuktikan dirinya. Dengan jurnal ibunya yang terbuka di meja, ia mulai menyusun rencana untuk melawan musuh-musuhnya. Adrian duduk di sofa di sudut ruangan, mengamati Aria yang sibuk. Setelah sekian lama, ia akhirnya berbicara. Adrian: "Kamu tidak bisa melawan Edwin sendirian, Aria. Dia licik, dan dia punya koneksi yang jauh lebih kuat dari yang kamu bayangkan." Aria mengangkat pandangan dari dokumen-dokumennya dan menatap Adrian dengan tajam. Aria: "Aku tahu itu. Tapi aku tidak akan mundur. Jika aku menyerah sekarang, maka aku membiarkan ibuku mati sia-sia. Semua perjuangan ini akan percuma." Adrian: (menghela napas) "Aku tidak mengatakan kamu harus mundur. Tapi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Rahasia sang Pewaris    Bab.14 Kebenaran yang membakar

    Sementara itu, hubungan Aria dengan Adrian semakin rumit. Adrian terus mendampinginya, memberikan dukungan dalam urusan perusahaan. Namun, hati kecil Aria terus mempertanyakan kejujuran Adrian, terutama setelah ia mengetahui hubungan Adrian dengan salah satu anggota keluarga.Suatu malam, Aria memutuskan untuk menghadapinya.Aria: "Adrian, aku butuh jawaban jujur darimu. Apa sebenarnya yang kau lakukan di sini? Apa benar kau bekerja untuk keluargaku, atau ada sesuatu yang lain?"Adrian menatap Aria dengan raut wajah campuran antara rasa bersalah dan tekad.Adrian: "Aria, aku tidak akan membohongimu. Awalnya, aku memang dikirim oleh salah satu anggota keluargamu untuk mengawasi langkahmu. Tapi semakin aku mengenalmu, aku tahu bahwa kau berbeda. Aku memilih berada di sisimu karena aku ingin melindungimu."Aria merasa marah sekaligus bingung.Aria: "Bagaimana aku tahu bahwa ini bukan bagian dari rencanamu? Adrian, aku tidak bisa ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Rahasia sang Pewaris    Bab. 15 Langkah Menuju Balas Dendam

    Ruang rapat dipenuhi oleh suasana tegang yang hampir terasa di udara. Semua anggota keluarga, direktur perusahaan, dan beberapa penasihat kepercayaan telah hadir, duduk di sekitar meja besar dengan tatapan penuh kecurigaan dan ambisi. Aria berdiri di ujung meja, wajahnya tenang, tetapi mata tajamnya menunjukkan bahwa ia telah siap untuk konfrontasi besar ini.Aria: "Terima kasih atas kehadiran kalian di sini. Saya memanggil kalian semua karena ada sesuatu yang harus diselesaikan sekali untuk selamanya."Tatapan Aria menyapu ruangan. Beberapa anggota keluarga, termasuk paman Edwin, duduk dengan ekspresi sinis. Adrian, yang berdiri di belakang Aria, terlihat tenang, tetapi matanya menunjukkan kewaspadaan.Aria: "Selama ini, saya diam menghadapi semua serangan yang ditujukan pada saya baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun, saya tidak akan lagi membiarkan siapa pun bermain-main dengan saya, perusahaan ini, atau warisan keluarga saya."Ia m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Rahasia sang Pewaris    Bab 16 . Langkah Awal Balas Dendam

    Keesokan harinya, Aria mengadakan pertemuan rahasia dengan Leonard dan beberapa sekutu tepercayanya.Aria: "Kita sudah terlalu lama bertahan. Sekarang waktunya untuk menyerang."Leonard mengangguk, menyodorkan laporan hasil penyelidikannya.Leonard: "Kami menemukan sesuatu yang menarik, Nona. Beberapa aset perusahaan telah dialihkan ke rekening luar negeri. Dan nama yang muncul dalam transaksi itu adalah Adrian."Darah Aria mendidih.Aria: "Jadi, Olivia benar. Dia bermain di dua sisi."Leonard melanjutkan dengan hati-hati.Leonard: "Tapi ada kemungkinan dia dipaksa untuk melakukannya. Adrian punya jejak yang menunjukkan bahwa dia mungkin terjebak dalam permainan Edwin sejak awal."Aria terdiam sejenak.Aria: "Aku tidak peduli apa alasannya. Jika dia terlibat, dia akan merasakan akibatnya."Konfrontasi AdrianMalam itu, Aria memutuskan untuk menghadapi Adrian. Ia memanggilnya ke ruang keluar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Rahasia sang Pewaris    Bab. 17 Babak Baru

    Aria memandang Edwin dengan tatapan dingin, meskipun jantungnya berdegup kencang. Ia tahu, inilah titik balik yang akan menentukan nasibnya. Dengan dokumen di tangannya, ia takkan mundur.Edwin: "Kau pikir kau bisa melawan keluarga ini, Aria? Kau hanya anak yang tersesat, bukan siapa-siapa."Adrian berdiri di sisi Aria, sorot matanya tajam.Adrian: "Jangan remehkan dia, Edwin. Dia lebih kuat daripada yang kau pikirkan."Aria menatap Adrian sekilas, mencoba mencari kejujuran di matanya. Tetapi rasa curiga masih menghantui pikirannya, terutama setelah semua yang terjadi.Aria: "Kebenaran selalu menemukan jalannya, Edwin. Kau boleh mencoba menghentikanku, tapi aku tidak akan menyerah."Edwin menyeringai dingin.Edwin: "Kalau begitu, kita lihat seberapa jauh kau bisa bertahan."Pelarian DramatisSaat Edwin memberi isyarat pada para penjaga untuk menangkap mereka, Adrian bergerak cepat. Ia mendorong salah satu pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28

Bab terbaru

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.45 Perjalanan menuju venosa

    Pesan dari Masa LaluMalam itu, Aria menerima pesan terenkripsi yang hanya bisa dibuka dengan perangkat miliknya. Saat dia membukanya, layar menunjukkan wajah seseorang yang pernah dia kenal. Ezekiel, mantan mentornya.“Aria,” katanya dengan nada dingin. “Kamu pasti sudah mendengar tentang Aquila Umbra. Kamu tahu apa yang mereka inginkan. Keadilanmu hanya ilusi. Dunia tidak butuh keadilan, tapi kekuatan untuk bertahan hidup.”Aria mengepalkan tangan. “Jadi, ini semua ulahmu?”“Bukan sepenuhnya. Aku hanya menunjukkan bahwa sistem yang kamu percayai itu rapuh. Jika kamu ingin tahu kebenarannya, temui aku di Venosa. Tempat di mana semuanya dimulai.”Pesan itu berakhir. Aria terdiam, pikirannya berputar. Venosa adalah tempat dia memulai pelatihannya bersama Ezekiel, tempat dia pertama kali belajar apa arti keadilan. Tapi sekarang, tempat itu mungkin menjadi medan perang baru.Keputusan BeratKeesokan paginya, Aria berdiri di ruang rap

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.44 Bayangan Yang tersisa

    Malam itu di markas, suasana begitu sunyi. Aria berdiri di balkon, memandang langit yang dipenuhi bintang, pikirannya melayang di antara kekalahan dan harapan. Nathan mendekatinya perlahan, membawa secangkir kopi.“Kau tahu, kehilangan pertarungan bukan berarti kita kalah perang,” ucap Nathan, mencoba menyemangati Aria.Aria mengangguk, namun matanya tetap terpaku ke kejauhan. “Eclipse bukan hanya orang, Nathan. Dia adalah simbol dari sistem yang korup. Meskipun dia lenyap, ideologinya masih tertinggal di dunia ini. Aku hanya takut... bahwa semua ini akan menjadi lingkaran tanpa akhir.”Nathan meletakkan tangannya di bahu Aria. “Lingkaran itu akan berakhir, Aria. Bukan karena sistem yang menyerah, tetapi karena kita tidak akan berhenti melawan.”Harapan BaruKeesokan harinya, sebuah pesan tak terduga tiba di markas mereka. Itu berasal dari seorang anggota Eclipse yang memutuskan untuk membelot. Namanya adalah Elisa, salah satu teknisi utama ya

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.43 Jejak Dalam Kegelapan

    Aria duduk di mejanya, dikelilingi oleh berkas-berkas dan laporan yang berserakan. Sebuah surat tanpa nama tergeletak di atas dokumen-dokumen itu tulisan tangan di atas kertas usang yang hanya berisi satu kalimat: “Kami belum selesai.”Ia meremas surat itu dengan gemetar, tetapi sorot matanya memancarkan api yang tak padam. Aria tahu, meskipun ia berhasil menumbangkan inti dari Nova Umbra, jejak-jejak mereka masih tertinggal. Beberapa figur yang lebih kecil telah lenyap, menyusup ke dalam bayangan, menunggu waktu untuk bangkit kembali.Langkah Pertama: Jejak BaruAria memutuskan untuk menyusuri sumber ancaman itu. Dia meminta bantuan dari Liora, seorang mantan peretas yang pernah terlibat dengan jaringan bayangan tersebut.“Aku bisa membantumu,” kata Liora dengan nada tajam sambil menatap layar laptopnya. “Tapi kau harus tahu, mereka punya mata-mata di mana-mana. Kau harus berhati-hati.”Dengan bantuan Liora, mereka menemukan petunjuk tentang

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.42 Cahaya dibalik bayangan

    Aria duduk di ruang kerjanya, diterangi hanya oleh lampu meja kecil yang sinarnya menari di atas tumpukan dokumen. Meski lelah, matanya tetap penuh semangat. Di layar laptopnya, pesan-pesan dari berbagai penjuru dunia terus berdatangan. Mereka adalah ungkapan dukungan, kisah inspiratif, hingga permintaan tolong dari mereka yang terdampak oleh kekuasaan Umbra.Namun, di tengah semua itu, sebuah email masuk dengan subjek yang membuat darahnya membeku:“Rahasia Terdalam Umbra Bertemu Aku di Tempat Ini.”Pesan itu hanya berisi koordinat, tanpa nama, tanpa petunjuk lain. Meski curiga, Aria tahu bahwa setiap potongan informasi berharga."Ini bisa jadi jebakan," kata Jacob, yang membaca pesan itu di belakangnya."Aku tahu," jawab Aria tegas, "tapi kita tidak akan pernah maju jika selalu bermain aman. Kita harus pergi."Pertemuan MisteriusAria tiba di lokasi yang disebutkan dalam email, sebuah gudang tua di pinggir kota. Jacob dan K

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.41 Bayangan yang masih tersisa

    Pengkhianatan yang TerselubungKetika mereka memutar isi flash drive tersebut, layar menampilkan serangkaian video dan dokumen yang mengungkapkan hubungan rahasia antara beberapa pejabat tinggi dan sisa-sisa Aquila. Lebih mengejutkan lagi, salah satu nama dalam daftar itu adalah seseorang yang selama ini dianggap sekutu Elena.Elena adalah seorang politisi muda yang sering mendukung inisiatif Aria dan bahkan menjadi salah satu pendonor terbesar Foundation for Justice.“Aku tidak percaya,” kata Kira, matanya membelalak melihat bukti-bukti itu.Aria menghela napas dalam. “Kita harus memastikan ini benar sebelum mengambil langkah. Kalau ini jebakan, kita bisa kehilangan segalanya.”Langkah KeberanianAria memutuskan untuk mengonfrontasi Elena secara langsung. Pertemuan itu diatur di sebuah restoran kecil yang jauh dari pusat kota, tanpa kamera dan hanya ditemani oleh Kira yang berjaga di luar.“Elena, aku ingin mendengar langsung dar

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.40 Harapan Baru

    Setelah malam yang panjang, Aria duduk di kantor kecilnya yang baru, jauh dari gemerlap kota dan hiruk-pikuk pertarungan yang telah dia jalani. Tempat ini sederhana, namun di sinilah dia merasa aman, untuk pertama kalinya setelah sekian lama.Dia memegang surat dari korban Aquila yang mengucapkan terima kasih. Surat itu sudah lusuh karena terus dibacanya berulang kali. Pesan itu adalah pengingat bahwa perjuangannya, meskipun pahit, telah memberikan dampak nyata.Menata Ulang KehidupanAria kini mendirikan sebuah organisasi kecil bernama Foundation for Justice, yang bertujuan untuk membantu korban sistem korup dan penindasan. Dia bekerja bersama beberapa orang yang pernah membantunya selama ini Kira, Adrian, dan beberapa sekutu baru yang terinspirasi oleh perjuangannya.“Aria,” kata Kira suatu hari, “kita menerima banyak permintaan bantuan dari berbagai kota. Orang-orang percaya pada kita. Ini lebih dari sekadar kemenanganmu; ini adalah gerakan.”

  • Rahasia sang Pewaris    bab.39 konfrontasi di balik bayangan

    Aria berdiri di balkon markasnya, memandangi cakrawala yang mulai berubah warna menjadi jingga saat matahari terbenam. Di balik luka dan kehilangan yang masih terasa segar, ada secercah harapan yang menyala. Kemenangan memang pahit, tetapi itu bukan tanpa arti.Di atas mejanya, terdapat foto tim yang telah berjuang bersamanya. Beberapa sudah tiada, tetapi kenangan mereka tetap hidup dalam hatinya. Aria menggenggam foto itu erat, seolah bersumpah bahwa pengorbanan mereka tidak akan sia-sia.Surat Tak TerdugaKetika malam tiba, seorang kurir datang membawa amplop hitam yang tidak bertanda. Aria membukanya dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat sebuah surat yang singkat, namun menghantam jantungnya dengan keras:"Kamu mungkin sudah menang melawan Aquila, tapi perang belum selesai. Ada lebih banyak hal yang harus kamu tahu, dan lebih banyak rahasia yang harus terungkap. Jika kamu siap menghadapi kebenaran yang lebih gelap, temui aku di tempat di mana semua

  • Rahasia sang Pewaris    bab.38 Pertempuran terakhir

    Ketika polisi akhirnya tiba, Aria berdiri di luar markas, menyaksikan Alaric dibawa pergi dengan wajah penuh amarah. Adrian berdiri di sampingnya, meskipun lelah dan terluka, tetapi dengan senyum kecil di wajahnya."Ini sudah selesai?" tanya Adrian.Aria menggeleng pelan. "Belum. Ini baru permulaan. Sistem yang melindungi Alaric masih ada. Kita harus terus berjuang."Kira mendekat, membawa laptopnya yang penuh dengan bukti tambahan. "Kita punya segalanya untuk melanjutkan ini. Tapi kau benar, Aria. Perjuangan kita belum selesai."Dengan mata yang menatap jauh ke depan, Aria merasa beban di pundaknya masih berat, tetapi tekadnya semakin kuat."Dunia ini butuh perubahan. Dan aku tidak akan berhenti sampai keadilan benar-benar ditegakkan," katanya, melangkah ke dalam malam yang dingin.Pagi berikutnya, berita tentang penangkapan Alaric dan penggerebekan markasnya memenuhi layar televisi dan portal berita online. Wajah Alaric terpamp

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.37 Jejak ditengah bayangan

    Malam di kota itu tampak lebih dingin dari biasanya. Aria berdiri di atap sebuah gedung tua, memandang kerlap-kerlip lampu yang seolah menjadi saksi bisu perjuangannya. Dalam genggamannya ada dokumen yang telah mengubah segalanya bukti tak terbantahkan tentang kejahatan Alaric.Namun, dia tahu lebih baik daripada merayakan terlalu cepat. Ini bukan kemenangan. Ini hanya jeda.Peringatan dari BayanganPonsel Aria berdering. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar. Dia menjawab dengan hati-hati, suara di ujung sana langsung membuatnya tegang."Selamat, Aria. Kau berhasil mengambil sesuatu dariku," suara Alaric terdengar santai, namun ada ancaman terselubung di dalamnya. "Tapi jangan salah. Kau baru saja membuka pintu ke neraka.""Aku tidak takut padamu, Alaric," jawab Aria tegas.Dia mendengar tawa kecil di ujung sana. "Kita lihat. Kau telah mengganggu keseimbangan yang lebih besar dari yang kau kira."Panggilan terputus. Namun

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status