Beranda / Romansa / Rahasia sang Pewaris / Bab 8. Jurnal yang terlupakan

Share

Bab 8. Jurnal yang terlupakan

last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 08:13:38

Aria tidak pernah menyangka hidupnya akan berputar begitu cepat. Dari seorang gadis sederhana yang hanya menginginkan hidup tenang, kini ia terperangkap dalam permainan besar yang tidak pernah ia pilih. Setiap langkahnya di rumah megah keluarga ini penuh dengan tekanan, seperti berjalan di atas tali yang rapuh. Ketegangan yang semakin hari semakin meningkat, membuatnya merasa seperti boneka dalam permainan besar yang tidak ia mengerti.

Namun, Aria juga tahu satu hal—dia tidak bisa menyerah. Meski ada banyak pertanyaan yang tak terjawab, meski banyak orang yang mencoba menahannya, ia bertekad untuk menemukan kebenaran. Di balik semua kebohongan ini, ada satu rahasia besar yang tersembunyi, dan Aria merasa ia harus menggali lebih dalam, meski itu berarti harus mengungkapkan kebenaran yang bisa menghancurkan semuanya.

Malam itu, setelah makan malam yang penuh dengan obrolan yang terlihat biasa, Aria kembali ke kamarnya. Langkahnya berat, dan kepalanya dipenuhi oleh banyak pikiran. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi cermin besar di depannya. Sejenak, ia merenung, bertanya-tanya apakah ia benar-benar siap menghadapi apa yang akan datang. Semua yang ia rasakan kini hanyalah perasaan bingung, takut, dan cemas. Namun, di tengah ketidakpastian itu, satu suara kecil dalam dirinya terus berkata, "Kamu harus kuat, Aria."

Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka pelan. Adrian muncul di ambang pintu, mengenakan setelan hitam yang rapi. Senyum di wajahnya terlihat lebih dingin dari biasanya, meskipun masih ada sedikit kehangatan di matanya.

Adrian: (dengan suara tenang) "Kamu sendirian, Aria?"

Aria: (tersenyum tipis) "Aku selalu sendirian di sini."

Adrian: (menghampiri dan duduk di tepi ranjang) "Aku tahu ini berat, tapi kamu harus bertahan. Banyak orang yang menganggapmu ancaman."

Aria: (memandangnya tajam) "Ancaman? Apa maksudmu, Adrian?"

Adrian: (memperbaiki posisi duduk) "Mereka khawatir. Keluargaku. Mereka tidak tahu apakah kamu akan merusak segala yang sudah mereka bangun."

Aria: (dengan nada datar) "Mereka takut pada saya? Apa aku hanya alat dalam permainan mereka?"

Adrian: (menghela napas) "Tidak, Aria. Ini lebih rumit dari itu. Kamu tahu bahwa di keluarga ini, segalanya penuh dengan politik. Semuanya tentang kekuasaan dan siapa yang menguasainya. Mereka tahu kamu adalah pewaris yang sah, dan itu membuat mereka takut."

Aria: "Kenapa mereka tidak memberitahuku sejak awal?"

Adrian: (memandang ke luar jendela) "Karena mereka tidak ingin kamu mengetahui siapa dirimu. Kamu adalah ancaman yang bisa menghancurkan mereka, Aria. Dan mereka ingin menjaga segalanya tetap seperti yang mereka inginkan."

Aria: (menundukkan kepala, suaranya hampir berbisik) "Aku hanya ingin hidup sederhana. Aku tidak ingin terlibat dalam konflik ini."

Adrian: (dengan suara lembut) "Aku tahu. Tapi kadang hidup tidak memberi kita pilihan. Apa yang kamu lakukan sekarang bukan hanya tentang kamu, Aria. Ini tentang masa depan yang lebih besar, tentang keluarga ini, tentang dinasti yang telah dibangun selama bertahun-tahun."

Ada keheningan yang dalam setelah kata-kata Adrian. Aria bisa merasakan beban yang berat di dadanya. Semua yang telah terjadi, semua yang telah ia pelajari dalam beberapa minggu terakhir, terasa begitu tidak masuk akal dan membingungkan. Ia merasa seperti berada di tengah badai yang tak bisa ia kendalikan.

Aria: (menggigit bibir) "Jadi, jika mereka takut padaku, apakah itu berarti aku harus melawan mereka?"

Adrian: "Tidak. Kamu tidak perlu melawan mereka, Aria. Tetapi kamu harus melawan ketakutan mereka. Kamu harus menunjukkan pada mereka bahwa kamu lebih dari sekedar ancaman."

Aria: (memandang Adrian dengan penuh tanya) "Apa maksudmu?"

Adrian: "Kamu harus mengambil kendali atas hidupmu, Aria. Jangan biarkan mereka memutuskan jalan hidupmu untukmu. Kamu adalah pewaris yang sah. Kamu punya hak untuk memilih apa yang ingin kamu lakukan."

Aria: (diam sejenak, lalu mengangguk pelan) "Aku tahu, Adrian. Tapi aku takut jika aku salah langkah, semuanya akan hancur."

Adrian: (dengan lembut) "Kamu tidak sendiri. Aku ada di sini untuk membantu."

Aria: (melihatnya, ragu) "Tapi aku tidak tahu apa yang sebenarnya kau inginkan, Adrian."

Adrian: (dengan senyum tipis) "Aku hanya ingin melihatmu mendapatkan apa yang pantas kamu dapatkan. Jangan biarkan mereka mengendalikanmu."

Aria merasa ada kedalaman di mata Adrian. Sesuatu yang sulit ia baca. Apakah dia benar-benar ingin membantunya, atau ada agenda tersembunyi di balik itu semua? Namun, satu hal yang ia tahu—kehidupan barunya penuh dengan teka-teki yang harus dipecahkan, dan meskipun ia tidak tahu siapa yang bisa dipercaya, ia tidak bisa menyerah begitu saja.

Malam itu, Aria memutuskan untuk mencari jawabannya sendiri. Ia tahu bahwa untuk mengatasi semua ini, ia harus menghadapi masa lalunya yang terlupakan, dan menggali lebih dalam ke dalam dunia keluarga yang kini menjadi takdirnya. Tetapi dengan setiap langkahnya, ia semakin menyadari—dunia yang baru ini tidak hanya penuh dengan kemewahan dan kekuasaan, tetapi juga penuh dengan bahaya yang tak terlihat.

Aria harus memilih jalannya sendiri. Dalam pertempuran yang penuh rahasia ini, apakah ia akan menjadi pemenang ataukah justru korban dari permainan besar yang telah dimulai sejak lama?

Keesokan harinya, Aria merasa seperti sedang berjalan di atas tali yang sangat tipis. Jurnal yang ditemukan semalam kini menjadi kunci dari seluruh rahasia yang selama ini tersembunyi. Aria tahu, ia harus berhati-hati. Apa yang telah ia baca bukanlah sekadar informasi biasa; itu adalah petunjuk yang akan mengubah segalanya. Mungkin bahkan nasibnya.

Pagi itu, ia duduk di ruang makan besar keluarga yang megah. Meskipun ruangan itu penuh dengan kemewahan, namun Aria merasa semakin asing. Di luar jendela besar yang menghadap ke taman, langit tampak cerah, tetapi hatinya gelap. Ia merasa seperti dikepung, terperangkap dalam sebuah permainan yang lebih besar daripada dirinya. Setiap sudut rumah ini terasa seperti ada mata yang mengawasi, menunggu kesalahan sekecil apapun.

Aria: (membuka percakapan) "Adrian, aku tidak tahu harus mulai dari mana. Kebenaran ini... terlalu besar. Aku merasa seperti kita sedang menghadapinya tanpa senjata."

Adrian duduk di hadapannya, tampak lebih tenang dari yang seharusnya. Keberadaannya selalu memberikan sedikit ketenangan di tengah kerumitan yang ada, namun Aria tahu, semuanya hanya ilusi. Mereka berdua tidak lebih dari pion dalam permainan besar yang dikuasai oleh keluarga ini.

Adrian: (dengan tenang) "Kamu sudah mengambil langkah pertama, Aria. Sekarang, kita hanya perlu menggali lebih dalam. Kita harus menemukan siapa yang terlibat dan mengapa ini semua terjadi. Kita tidak bisa mundur sekarang."

Aria menggigit bibirnya, merasa cemas. Adrian benar, tetapi ada rasa takut yang begitu dalam. Setiap kali ia berpikir tentang ibunya, tentang bagaimana ibu mencoba melindunginya, ia merasa seolah-olah ada tangan tak terlihat yang menariknya mundur.

Aria: (dengan suara lirih) "Aku takut, Adrian. Aku takut akan apa yang akan aku temukan. Jika ibu benar-benar terbunuh karena ini... aku tidak tahu apakah aku siap menghadapi semua kebenaran ini."

Adrian mengulurkan tangan, menggenggam tangan Aria dengan lembut. Meskipun ia tahu ini bukanlah sekadar masalah pribadi Aria, ia tetap ingin berada di sisi wanita itu, mendukungnya, karena ia tahu betapa besar pengorbanannya.

Adrian: "Kamu tidak sendirian, Aria. Kita akan hadapi ini bersama. Keluarga ini mungkin punya kekuatan, tapi kita punya kebenaran di sisi kita. Dan kebenaran, pada akhirnya, akan selalu menang."

Tiba-tiba, pintu terbuka dengan keras, memecah ketenangan. Salah satu anggota keluarga besar, Tante Nadya, melangkah masuk dengan wajah yang tidak menyenangkan. Ekspresinya tegas dan penuh perhitungan.

Tante Nadya: (dengan nada tajam) "Kalian berdua. Ada apa dengan kalian berdua? Sudah cukup bersembunyi di sini. Selalu saja ada percakapan yang tidak jelas. Apakah kalian pikir kami tidak tahu apa yang sedang kalian rencanakan?"

Aria dan Adrian saling memandang, tidak terkejut. Tante Nadya adalah salah satu dari banyak anggota keluarga yang melihat Aria sebagai ancaman. Semua orang yang terlibat dalam perebutan warisan ini tahu bahwa Aria, dengan darah yang mengalir dalam tubuhnya, adalah satu-satunya yang bisa merubah segalanya.

Aria: (mencoba tenang) "Kami hanya berbicara tentang masalah pribadi, Tante. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan."

Tante Nadya: (tersenyum sinis) "Masalah pribadi? Kalau begitu, kenapa setiap langkah kalian selalu dipenuhi dengan pertanyaan? Apa yang kalian sembunyikan? Kalian pikir, kita semua bodoh? Aria, kamu tidak tahu apa yang kamu hadapi. Dunia ini jauh lebih keras dari yang kamu kira."

Tante Nadya melangkah mendekat, mendekati Aria dengan langkah penuh intimidasi. Aria bisa merasakan tekanan yang semakin berat. Ia tahu Tante Nadya bukan hanya mengancam dengan kata-kata, tetapi dengan seluruh kekuasaan yang dimiliki keluarga itu.

Adrian: (berbicara dengan tenang, namun penuh penekanan) "Tante, apa yang ingin Tante katakan sebenarnya? Jika ada yang perlu dibicarakan, mari kita lakukan dengan jujur."

Tante Nadya mengalihkan pandangannya ke Adrian, matanya menyipit. Ia tahu bahwa Aria dan Adrian sudah tahu lebih banyak daripada yang seharusnya mereka ketahui. Tetapi ada satu hal yang ia tidak bisa abaikan—kehadiran Aria di keluarga ini adalah ancaman yang sangat nyata.

Tante Nadya: (berbicara dengan nada rendah) "Aku akan memberitahumu sesuatu yang mungkin belum kamu ketahui, Aria. Ini bukan hanya masalah warisan. Ini lebih dari itu. Jika kamu terus menggali lebih dalam, kamu akan membuka pintu yang sebaiknya tetap tertutup. Dan ketika itu terjadi, tidak ada yang bisa melindungimu."

Aria terdiam. Kata-kata Tante Nadya menggema dalam pikirannya. Ada bahaya yang mengintai, sesuatu yang lebih besar dari sekedar kekuasaan keluarga. Ada rahasia yang sangat dalam, yang jika terungkap, bisa menghancurkan semuanya.

Aria: (dengan suara bergetar) "Tante Nadya, apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kalian sembunyikan? Ibu... ibu saya tidak mati hanya karena kecelakaan, kan?"

Tante Nadya tersenyum tipis, lalu berjalan mundur dengan langkah penuh percaya diri.

Tante Nadya: "Kamu akan tahu semuanya, Aria. Tapi ingat, ada harga yang harus dibayar untuk setiap kebenaran yang kamu ungkapkan."

Ketika Tante Nadya akhirnya meninggalkan ruangan, Aria merasakan dirinya terhimpit dalam kekosongan yang sangat besar. Semua yang ada dalam pikirannya kini berputar—misteri, kebohongan, dan konspirasi yang begitu rumit. Apa yang akan ia temukan selanjutnya? Bagaimana ia akan menghadapinya? Dan lebih penting lagi, siapa yang benar-benar bisa dipercaya?

Dengan penuh tekad, Aria berbalik ke Adrian, yang memandangnya dengan rasa khawatir.

Aria: (dengan penuh tekad) "Aku akan menggali lebih dalam, Adrian. Aku harus tahu apa yang terjadi dengan ibu. Apa yang mereka sembunyikan. Tidak ada yang bisa menghentikan aku sekarang."

Adrian mengangguk, matanya dipenuhi dengan keyakinan.

Adrian: "Aku di sini untuk membantumu, Aria. Kita akan melakukannya bersama."

Dan saat itu, Aria tahu satu hal dengan pasti—apapun yang terjadi, ia tidak akan mundur. Kini, rahasia yang tersembunyi selama ini akan segera terungkap.

Bab terkait

  • Rahasia sang Pewaris    Bab 9. Kebenaran yang tersembunyi

    Kehidupan Aria semakin tidak menentu setelah pertemuannya dengan Tante Nadya. Setiap langkah yang ia ambil kini terasa lebih berat, seolah-olah ia berada di tengah medan perang yang penuh dengan jebakan. Tapi, Aria sudah bertekad. Ia tak bisa mundur. Terlebih setelah menemukan jurnal ibunya yang mengungkapkan banyak hal yang tak pernah ia duga.Namun, satu hal yang masih menghantuinya—Adrian. Meski ia sudah berjanji untuk membantu Aria mengungkap kebenaran, semakin lama, semakin banyak hal yang tak sesuai dengan yang Aria harapkan. Ada sesuatu dalam sikap Adrian yang mulai terasa berbeda. Ada yang disembunyikan darinya.Malam itu, setelah makan malam bersama keluarga besar yang penuh ketegangan, Aria memutuskan untuk berbicara dengan Adrian. Ia tidak bisa lagi menahan rasa curiga yang terus menggerogoti hatinya. Adrian, yang dulu tampak begitu tulus membantunya, kini terasa seperti bayangan gelap yang mengintai.Aria: (berbicara dengan suara tegas) "Adrian

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Rahasia sang Pewaris    Bab. 10. Perebutan Warisan dan Pengkhianatan

    Malam itu, ruang rapat keluarga yang megah diubah menjadi medan perang kata-kata. Semua anggota keluarga Ardian berkumpul, masing-masing dengan agenda tersembunyi di balik senyum palsu dan penampilan sopan mereka. Pembicaraan yang awalnya tampak formal tentang masa depan perusahaan dengan cepat berubah menjadi argumen penuh intrik dan saling tuduh.Aria duduk di ujung meja, matanya menyapu wajah-wajah yang tampak berapi-api. Ia tahu bahwa kehadirannya sebagai pewaris sah yang baru ditemukan menjadi ancaman besar bagi banyak orang di ruangan itu.Paman Edwin: (berdiri dengan nada keras) "Kita harus realistis! Perusahaan ini butuh pemimpin yang berpengalaman, bukan seorang gadis muda yang tidak tahu apa-apa tentang bisnis!"Tante Nadya: (mengangguk setuju) "Aku setuju! Bagaimana mungkin kita menyerahkan warisan keluarga pada seseorang yang bahkan baru saja masuk ke dalam keluarga ini? Dia tidak tahu apa yang dia lakukan!"Aria menggenggam lengan kur

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Rahasia sang Pewaris    Bab 11. Langkah Berbahaya

    Beberapa hari kemudian, sebuah pertemuan besar keluarga diadakan untuk membahas masa depan perusahaan. Aria tahu, ini adalah saat di mana setiap pihak akan menunjukkan taring mereka. Ia juga tahu bahwa Paman Edwin tidak akan berhenti mencoba menjatuhkannya. Di ruang rapat, suasana tegang terasa seperti udara panas yang sulit dihirup. Aria duduk di tengah, dikelilingi oleh anggota keluarga yang memandangnya seperti musuh. Tante Nadya: "Aku dengar ada kabar bahwa salah satu proyek perusahaan mengalami kerugian besar. Apakah itu karena kurangnya pengalamanmu, Aria?" Aria mengepalkan tangan di bawah meja, berusaha keras untuk tetap tenang. Aria: "Kerugian itu disebabkan oleh kontrak lama yang ditandatangani sebelum aku masuk ke perusahaan. Aku sedang berusaha menanganinya." Paman Edwin: (menyela) "Ah, alasan klasik. Selalu menyalahkan keputusan masa lalu. Mungkin kamu tidak cocok untuk posisi ini."

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Rahasia sang Pewaris    Bab.13 Jejak Luka dan Kebangkitan

    Malam telah larut ketika Aria duduk di balkon kamarnya, memandangi langit penuh bintang. Angin malam yang sejuk tidak mampu menghalau perasaan berat yang menyesakkan dadanya. Konflik di keluarganya semakin memanas, dan kini setiap langkahnya dipenuhi bahaya. Namun, ada sesuatu yang membuatnya bertahan—keinginan untuk membela nama ibunya dan menemukan keadilan di tengah intrik ini. Ketika ia tenggelam dalam pikirannya, Adrian datang menghampiri. Wajahnya tegang, matanya penuh kekhawatiran. Adrian: "Aria, aku baru saja mendapat kabar bahwa Edwin akan mengadakan pertemuan rahasia dengan beberapa anggota dewan besok malam. Mereka mungkin akan mengambil langkah untuk menyingkirkanmu secara permanen." Aria menatap Adrian dengan penuh pertanyaan. Aria: "Permanen? Apa maksudmu?" Adrian: (menghela napas) "Bukan hanya posisimu di keluarga ini yang mereka incar, tapi juga keselamatanmu. Aku mendengar bahwa Edwin tidak akan berhenti sampai kamu benar-benar hilang dari kehidupannya." Wajah A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Rahasia sang Pewaris    Bab.12 Rencana Balasan

    Malam semakin larut, tetapi Aria tidak bisa memejamkan mata. Ruang kerjanya yang kecil di mansion keluarga itu dipenuhi dengan dokumen dan catatan. Setelah serangan yang hampir merenggut nyawanya, ia menyadari bahwa pertarungan ini tidak hanya tentang perebutan warisan ini adalah perang untuk membuktikan dirinya. Dengan jurnal ibunya yang terbuka di meja, ia mulai menyusun rencana untuk melawan musuh-musuhnya. Adrian duduk di sofa di sudut ruangan, mengamati Aria yang sibuk. Setelah sekian lama, ia akhirnya berbicara. Adrian: "Kamu tidak bisa melawan Edwin sendirian, Aria. Dia licik, dan dia punya koneksi yang jauh lebih kuat dari yang kamu bayangkan." Aria mengangkat pandangan dari dokumen-dokumennya dan menatap Adrian dengan tajam. Aria: "Aku tahu itu. Tapi aku tidak akan mundur. Jika aku menyerah sekarang, maka aku membiarkan ibuku mati sia-sia. Semua perjuangan ini akan percuma." Adrian: (menghela napas) "Aku tidak mengatakan kamu harus mundur. Tapi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Rahasia sang Pewaris    Bab.14 Kebenaran yang membakar

    Sementara itu, hubungan Aria dengan Adrian semakin rumit. Adrian terus mendampinginya, memberikan dukungan dalam urusan perusahaan. Namun, hati kecil Aria terus mempertanyakan kejujuran Adrian, terutama setelah ia mengetahui hubungan Adrian dengan salah satu anggota keluarga.Suatu malam, Aria memutuskan untuk menghadapinya.Aria: "Adrian, aku butuh jawaban jujur darimu. Apa sebenarnya yang kau lakukan di sini? Apa benar kau bekerja untuk keluargaku, atau ada sesuatu yang lain?"Adrian menatap Aria dengan raut wajah campuran antara rasa bersalah dan tekad.Adrian: "Aria, aku tidak akan membohongimu. Awalnya, aku memang dikirim oleh salah satu anggota keluargamu untuk mengawasi langkahmu. Tapi semakin aku mengenalmu, aku tahu bahwa kau berbeda. Aku memilih berada di sisimu karena aku ingin melindungimu."Aria merasa marah sekaligus bingung.Aria: "Bagaimana aku tahu bahwa ini bukan bagian dari rencanamu? Adrian, aku tidak bisa ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Rahasia sang Pewaris    Bab. 15 Langkah Menuju Balas Dendam

    Ruang rapat dipenuhi oleh suasana tegang yang hampir terasa di udara. Semua anggota keluarga, direktur perusahaan, dan beberapa penasihat kepercayaan telah hadir, duduk di sekitar meja besar dengan tatapan penuh kecurigaan dan ambisi. Aria berdiri di ujung meja, wajahnya tenang, tetapi mata tajamnya menunjukkan bahwa ia telah siap untuk konfrontasi besar ini.Aria: "Terima kasih atas kehadiran kalian di sini. Saya memanggil kalian semua karena ada sesuatu yang harus diselesaikan sekali untuk selamanya."Tatapan Aria menyapu ruangan. Beberapa anggota keluarga, termasuk paman Edwin, duduk dengan ekspresi sinis. Adrian, yang berdiri di belakang Aria, terlihat tenang, tetapi matanya menunjukkan kewaspadaan.Aria: "Selama ini, saya diam menghadapi semua serangan yang ditujukan pada saya baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun, saya tidak akan lagi membiarkan siapa pun bermain-main dengan saya, perusahaan ini, atau warisan keluarga saya."Ia m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Rahasia sang Pewaris    Bab 16 . Langkah Awal Balas Dendam

    Keesokan harinya, Aria mengadakan pertemuan rahasia dengan Leonard dan beberapa sekutu tepercayanya.Aria: "Kita sudah terlalu lama bertahan. Sekarang waktunya untuk menyerang."Leonard mengangguk, menyodorkan laporan hasil penyelidikannya.Leonard: "Kami menemukan sesuatu yang menarik, Nona. Beberapa aset perusahaan telah dialihkan ke rekening luar negeri. Dan nama yang muncul dalam transaksi itu adalah Adrian."Darah Aria mendidih.Aria: "Jadi, Olivia benar. Dia bermain di dua sisi."Leonard melanjutkan dengan hati-hati.Leonard: "Tapi ada kemungkinan dia dipaksa untuk melakukannya. Adrian punya jejak yang menunjukkan bahwa dia mungkin terjebak dalam permainan Edwin sejak awal."Aria terdiam sejenak.Aria: "Aku tidak peduli apa alasannya. Jika dia terlibat, dia akan merasakan akibatnya."Konfrontasi AdrianMalam itu, Aria memutuskan untuk menghadapi Adrian. Ia memanggilnya ke ruang keluar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28

Bab terbaru

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.45 Perjalanan menuju venosa

    Pesan dari Masa LaluMalam itu, Aria menerima pesan terenkripsi yang hanya bisa dibuka dengan perangkat miliknya. Saat dia membukanya, layar menunjukkan wajah seseorang yang pernah dia kenal. Ezekiel, mantan mentornya.“Aria,” katanya dengan nada dingin. “Kamu pasti sudah mendengar tentang Aquila Umbra. Kamu tahu apa yang mereka inginkan. Keadilanmu hanya ilusi. Dunia tidak butuh keadilan, tapi kekuatan untuk bertahan hidup.”Aria mengepalkan tangan. “Jadi, ini semua ulahmu?”“Bukan sepenuhnya. Aku hanya menunjukkan bahwa sistem yang kamu percayai itu rapuh. Jika kamu ingin tahu kebenarannya, temui aku di Venosa. Tempat di mana semuanya dimulai.”Pesan itu berakhir. Aria terdiam, pikirannya berputar. Venosa adalah tempat dia memulai pelatihannya bersama Ezekiel, tempat dia pertama kali belajar apa arti keadilan. Tapi sekarang, tempat itu mungkin menjadi medan perang baru.Keputusan BeratKeesokan paginya, Aria berdiri di ruang rap

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.44 Bayangan Yang tersisa

    Malam itu di markas, suasana begitu sunyi. Aria berdiri di balkon, memandang langit yang dipenuhi bintang, pikirannya melayang di antara kekalahan dan harapan. Nathan mendekatinya perlahan, membawa secangkir kopi.“Kau tahu, kehilangan pertarungan bukan berarti kita kalah perang,” ucap Nathan, mencoba menyemangati Aria.Aria mengangguk, namun matanya tetap terpaku ke kejauhan. “Eclipse bukan hanya orang, Nathan. Dia adalah simbol dari sistem yang korup. Meskipun dia lenyap, ideologinya masih tertinggal di dunia ini. Aku hanya takut... bahwa semua ini akan menjadi lingkaran tanpa akhir.”Nathan meletakkan tangannya di bahu Aria. “Lingkaran itu akan berakhir, Aria. Bukan karena sistem yang menyerah, tetapi karena kita tidak akan berhenti melawan.”Harapan BaruKeesokan harinya, sebuah pesan tak terduga tiba di markas mereka. Itu berasal dari seorang anggota Eclipse yang memutuskan untuk membelot. Namanya adalah Elisa, salah satu teknisi utama ya

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.43 Jejak Dalam Kegelapan

    Aria duduk di mejanya, dikelilingi oleh berkas-berkas dan laporan yang berserakan. Sebuah surat tanpa nama tergeletak di atas dokumen-dokumen itu tulisan tangan di atas kertas usang yang hanya berisi satu kalimat: “Kami belum selesai.”Ia meremas surat itu dengan gemetar, tetapi sorot matanya memancarkan api yang tak padam. Aria tahu, meskipun ia berhasil menumbangkan inti dari Nova Umbra, jejak-jejak mereka masih tertinggal. Beberapa figur yang lebih kecil telah lenyap, menyusup ke dalam bayangan, menunggu waktu untuk bangkit kembali.Langkah Pertama: Jejak BaruAria memutuskan untuk menyusuri sumber ancaman itu. Dia meminta bantuan dari Liora, seorang mantan peretas yang pernah terlibat dengan jaringan bayangan tersebut.“Aku bisa membantumu,” kata Liora dengan nada tajam sambil menatap layar laptopnya. “Tapi kau harus tahu, mereka punya mata-mata di mana-mana. Kau harus berhati-hati.”Dengan bantuan Liora, mereka menemukan petunjuk tentang

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.42 Cahaya dibalik bayangan

    Aria duduk di ruang kerjanya, diterangi hanya oleh lampu meja kecil yang sinarnya menari di atas tumpukan dokumen. Meski lelah, matanya tetap penuh semangat. Di layar laptopnya, pesan-pesan dari berbagai penjuru dunia terus berdatangan. Mereka adalah ungkapan dukungan, kisah inspiratif, hingga permintaan tolong dari mereka yang terdampak oleh kekuasaan Umbra.Namun, di tengah semua itu, sebuah email masuk dengan subjek yang membuat darahnya membeku:“Rahasia Terdalam Umbra Bertemu Aku di Tempat Ini.”Pesan itu hanya berisi koordinat, tanpa nama, tanpa petunjuk lain. Meski curiga, Aria tahu bahwa setiap potongan informasi berharga."Ini bisa jadi jebakan," kata Jacob, yang membaca pesan itu di belakangnya."Aku tahu," jawab Aria tegas, "tapi kita tidak akan pernah maju jika selalu bermain aman. Kita harus pergi."Pertemuan MisteriusAria tiba di lokasi yang disebutkan dalam email, sebuah gudang tua di pinggir kota. Jacob dan K

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.41 Bayangan yang masih tersisa

    Pengkhianatan yang TerselubungKetika mereka memutar isi flash drive tersebut, layar menampilkan serangkaian video dan dokumen yang mengungkapkan hubungan rahasia antara beberapa pejabat tinggi dan sisa-sisa Aquila. Lebih mengejutkan lagi, salah satu nama dalam daftar itu adalah seseorang yang selama ini dianggap sekutu Elena.Elena adalah seorang politisi muda yang sering mendukung inisiatif Aria dan bahkan menjadi salah satu pendonor terbesar Foundation for Justice.“Aku tidak percaya,” kata Kira, matanya membelalak melihat bukti-bukti itu.Aria menghela napas dalam. “Kita harus memastikan ini benar sebelum mengambil langkah. Kalau ini jebakan, kita bisa kehilangan segalanya.”Langkah KeberanianAria memutuskan untuk mengonfrontasi Elena secara langsung. Pertemuan itu diatur di sebuah restoran kecil yang jauh dari pusat kota, tanpa kamera dan hanya ditemani oleh Kira yang berjaga di luar.“Elena, aku ingin mendengar langsung dar

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.40 Harapan Baru

    Setelah malam yang panjang, Aria duduk di kantor kecilnya yang baru, jauh dari gemerlap kota dan hiruk-pikuk pertarungan yang telah dia jalani. Tempat ini sederhana, namun di sinilah dia merasa aman, untuk pertama kalinya setelah sekian lama.Dia memegang surat dari korban Aquila yang mengucapkan terima kasih. Surat itu sudah lusuh karena terus dibacanya berulang kali. Pesan itu adalah pengingat bahwa perjuangannya, meskipun pahit, telah memberikan dampak nyata.Menata Ulang KehidupanAria kini mendirikan sebuah organisasi kecil bernama Foundation for Justice, yang bertujuan untuk membantu korban sistem korup dan penindasan. Dia bekerja bersama beberapa orang yang pernah membantunya selama ini Kira, Adrian, dan beberapa sekutu baru yang terinspirasi oleh perjuangannya.“Aria,” kata Kira suatu hari, “kita menerima banyak permintaan bantuan dari berbagai kota. Orang-orang percaya pada kita. Ini lebih dari sekadar kemenanganmu; ini adalah gerakan.”

  • Rahasia sang Pewaris    bab.39 konfrontasi di balik bayangan

    Aria berdiri di balkon markasnya, memandangi cakrawala yang mulai berubah warna menjadi jingga saat matahari terbenam. Di balik luka dan kehilangan yang masih terasa segar, ada secercah harapan yang menyala. Kemenangan memang pahit, tetapi itu bukan tanpa arti.Di atas mejanya, terdapat foto tim yang telah berjuang bersamanya. Beberapa sudah tiada, tetapi kenangan mereka tetap hidup dalam hatinya. Aria menggenggam foto itu erat, seolah bersumpah bahwa pengorbanan mereka tidak akan sia-sia.Surat Tak TerdugaKetika malam tiba, seorang kurir datang membawa amplop hitam yang tidak bertanda. Aria membukanya dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat sebuah surat yang singkat, namun menghantam jantungnya dengan keras:"Kamu mungkin sudah menang melawan Aquila, tapi perang belum selesai. Ada lebih banyak hal yang harus kamu tahu, dan lebih banyak rahasia yang harus terungkap. Jika kamu siap menghadapi kebenaran yang lebih gelap, temui aku di tempat di mana semua

  • Rahasia sang Pewaris    bab.38 Pertempuran terakhir

    Ketika polisi akhirnya tiba, Aria berdiri di luar markas, menyaksikan Alaric dibawa pergi dengan wajah penuh amarah. Adrian berdiri di sampingnya, meskipun lelah dan terluka, tetapi dengan senyum kecil di wajahnya."Ini sudah selesai?" tanya Adrian.Aria menggeleng pelan. "Belum. Ini baru permulaan. Sistem yang melindungi Alaric masih ada. Kita harus terus berjuang."Kira mendekat, membawa laptopnya yang penuh dengan bukti tambahan. "Kita punya segalanya untuk melanjutkan ini. Tapi kau benar, Aria. Perjuangan kita belum selesai."Dengan mata yang menatap jauh ke depan, Aria merasa beban di pundaknya masih berat, tetapi tekadnya semakin kuat."Dunia ini butuh perubahan. Dan aku tidak akan berhenti sampai keadilan benar-benar ditegakkan," katanya, melangkah ke dalam malam yang dingin.Pagi berikutnya, berita tentang penangkapan Alaric dan penggerebekan markasnya memenuhi layar televisi dan portal berita online. Wajah Alaric terpamp

  • Rahasia sang Pewaris    Bab.37 Jejak ditengah bayangan

    Malam di kota itu tampak lebih dingin dari biasanya. Aria berdiri di atap sebuah gedung tua, memandang kerlap-kerlip lampu yang seolah menjadi saksi bisu perjuangannya. Dalam genggamannya ada dokumen yang telah mengubah segalanya bukti tak terbantahkan tentang kejahatan Alaric.Namun, dia tahu lebih baik daripada merayakan terlalu cepat. Ini bukan kemenangan. Ini hanya jeda.Peringatan dari BayanganPonsel Aria berdering. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar. Dia menjawab dengan hati-hati, suara di ujung sana langsung membuatnya tegang."Selamat, Aria. Kau berhasil mengambil sesuatu dariku," suara Alaric terdengar santai, namun ada ancaman terselubung di dalamnya. "Tapi jangan salah. Kau baru saja membuka pintu ke neraka.""Aku tidak takut padamu, Alaric," jawab Aria tegas.Dia mendengar tawa kecil di ujung sana. "Kita lihat. Kau telah mengganggu keseimbangan yang lebih besar dari yang kau kira."Panggilan terputus. Namun

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status