Beberapa hari kemudian, sebuah pertemuan besar keluarga diadakan untuk membahas masa depan perusahaan. Aria tahu, ini adalah saat di mana setiap pihak akan menunjukkan taring mereka. Ia juga tahu bahwa Paman Edwin tidak akan berhenti mencoba menjatuhkannya.
Di ruang rapat, suasana tegang terasa seperti udara panas yang sulit dihirup. Aria duduk di tengah, dikelilingi oleh anggota keluarga yang memandangnya seperti musuh. Tante Nadya: "Aku dengar ada kabar bahwa salah satu proyek perusahaan mengalami kerugian besar. Apakah itu karena kurangnya pengalamanmu, Aria?" Aria mengepalkan tangan di bawah meja, berusaha keras untuk tetap tenang. Aria: "Kerugian itu disebabkan oleh kontrak lama yang ditandatangani sebelum aku masuk ke perusahaan. Aku sedang berusaha menanganinya." Paman Edwin: (menyela) "Ah, alasan klasik. Selalu menyalahkan keputusan masa lalu. Mungkin kamu tidak cocok untuk posisi ini."Malam telah larut ketika Aria duduk di balkon kamarnya, memandangi langit penuh bintang. Angin malam yang sejuk tidak mampu menghalau perasaan berat yang menyesakkan dadanya. Konflik di keluarganya semakin memanas, dan kini setiap langkahnya dipenuhi bahaya. Namun, ada sesuatu yang membuatnya bertahan—keinginan untuk membela nama ibunya dan menemukan keadilan di tengah intrik ini. Ketika ia tenggelam dalam pikirannya, Adrian datang menghampiri. Wajahnya tegang, matanya penuh kekhawatiran. Adrian: "Aria, aku baru saja mendapat kabar bahwa Edwin akan mengadakan pertemuan rahasia dengan beberapa anggota dewan besok malam. Mereka mungkin akan mengambil langkah untuk menyingkirkanmu secara permanen." Aria menatap Adrian dengan penuh pertanyaan. Aria: "Permanen? Apa maksudmu?" Adrian: (menghela napas) "Bukan hanya posisimu di keluarga ini yang mereka incar, tapi juga keselamatanmu. Aku mendengar bahwa Edwin tidak akan berhenti sampai kamu benar-benar hilang dari kehidupannya." Wajah A
Malam semakin larut, tetapi Aria tidak bisa memejamkan mata. Ruang kerjanya yang kecil di mansion keluarga itu dipenuhi dengan dokumen dan catatan. Setelah serangan yang hampir merenggut nyawanya, ia menyadari bahwa pertarungan ini tidak hanya tentang perebutan warisan ini adalah perang untuk membuktikan dirinya. Dengan jurnal ibunya yang terbuka di meja, ia mulai menyusun rencana untuk melawan musuh-musuhnya. Adrian duduk di sofa di sudut ruangan, mengamati Aria yang sibuk. Setelah sekian lama, ia akhirnya berbicara. Adrian: "Kamu tidak bisa melawan Edwin sendirian, Aria. Dia licik, dan dia punya koneksi yang jauh lebih kuat dari yang kamu bayangkan." Aria mengangkat pandangan dari dokumen-dokumennya dan menatap Adrian dengan tajam. Aria: "Aku tahu itu. Tapi aku tidak akan mundur. Jika aku menyerah sekarang, maka aku membiarkan ibuku mati sia-sia. Semua perjuangan ini akan percuma." Adrian: (menghela napas) "Aku tidak mengatakan kamu harus mundur. Tapi
Sementara itu, hubungan Aria dengan Adrian semakin rumit. Adrian terus mendampinginya, memberikan dukungan dalam urusan perusahaan. Namun, hati kecil Aria terus mempertanyakan kejujuran Adrian, terutama setelah ia mengetahui hubungan Adrian dengan salah satu anggota keluarga.Suatu malam, Aria memutuskan untuk menghadapinya.Aria: "Adrian, aku butuh jawaban jujur darimu. Apa sebenarnya yang kau lakukan di sini? Apa benar kau bekerja untuk keluargaku, atau ada sesuatu yang lain?"Adrian menatap Aria dengan raut wajah campuran antara rasa bersalah dan tekad.Adrian: "Aria, aku tidak akan membohongimu. Awalnya, aku memang dikirim oleh salah satu anggota keluargamu untuk mengawasi langkahmu. Tapi semakin aku mengenalmu, aku tahu bahwa kau berbeda. Aku memilih berada di sisimu karena aku ingin melindungimu."Aria merasa marah sekaligus bingung.Aria: "Bagaimana aku tahu bahwa ini bukan bagian dari rencanamu? Adrian, aku tidak bisa ter
Ruang rapat dipenuhi oleh suasana tegang yang hampir terasa di udara. Semua anggota keluarga, direktur perusahaan, dan beberapa penasihat kepercayaan telah hadir, duduk di sekitar meja besar dengan tatapan penuh kecurigaan dan ambisi. Aria berdiri di ujung meja, wajahnya tenang, tetapi mata tajamnya menunjukkan bahwa ia telah siap untuk konfrontasi besar ini.Aria: "Terima kasih atas kehadiran kalian di sini. Saya memanggil kalian semua karena ada sesuatu yang harus diselesaikan sekali untuk selamanya."Tatapan Aria menyapu ruangan. Beberapa anggota keluarga, termasuk paman Edwin, duduk dengan ekspresi sinis. Adrian, yang berdiri di belakang Aria, terlihat tenang, tetapi matanya menunjukkan kewaspadaan.Aria: "Selama ini, saya diam menghadapi semua serangan yang ditujukan pada saya baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun, saya tidak akan lagi membiarkan siapa pun bermain-main dengan saya, perusahaan ini, atau warisan keluarga saya."Ia m
Keesokan harinya, Aria mengadakan pertemuan rahasia dengan Leonard dan beberapa sekutu tepercayanya.Aria: "Kita sudah terlalu lama bertahan. Sekarang waktunya untuk menyerang."Leonard mengangguk, menyodorkan laporan hasil penyelidikannya.Leonard: "Kami menemukan sesuatu yang menarik, Nona. Beberapa aset perusahaan telah dialihkan ke rekening luar negeri. Dan nama yang muncul dalam transaksi itu adalah Adrian."Darah Aria mendidih.Aria: "Jadi, Olivia benar. Dia bermain di dua sisi."Leonard melanjutkan dengan hati-hati.Leonard: "Tapi ada kemungkinan dia dipaksa untuk melakukannya. Adrian punya jejak yang menunjukkan bahwa dia mungkin terjebak dalam permainan Edwin sejak awal."Aria terdiam sejenak.Aria: "Aku tidak peduli apa alasannya. Jika dia terlibat, dia akan merasakan akibatnya."Konfrontasi AdrianMalam itu, Aria memutuskan untuk menghadapi Adrian. Ia memanggilnya ke ruang keluar
Aria memandang Edwin dengan tatapan dingin, meskipun jantungnya berdegup kencang. Ia tahu, inilah titik balik yang akan menentukan nasibnya. Dengan dokumen di tangannya, ia takkan mundur.Edwin: "Kau pikir kau bisa melawan keluarga ini, Aria? Kau hanya anak yang tersesat, bukan siapa-siapa."Adrian berdiri di sisi Aria, sorot matanya tajam.Adrian: "Jangan remehkan dia, Edwin. Dia lebih kuat daripada yang kau pikirkan."Aria menatap Adrian sekilas, mencoba mencari kejujuran di matanya. Tetapi rasa curiga masih menghantui pikirannya, terutama setelah semua yang terjadi.Aria: "Kebenaran selalu menemukan jalannya, Edwin. Kau boleh mencoba menghentikanku, tapi aku tidak akan menyerah."Edwin menyeringai dingin.Edwin: "Kalau begitu, kita lihat seberapa jauh kau bisa bertahan."Pelarian DramatisSaat Edwin memberi isyarat pada para penjaga untuk menangkap mereka, Adrian bergerak cepat. Ia mendorong salah satu pe
Pagi itu, suasana kantor media independen "Insight Daily" dipenuhi kesibukan seperti biasa. Namun, semua perhatian tertuju pada seorang wanita muda yang melangkah masuk dengan kepercayaan diri yang tak tergoyahkan. Aria, mengenakan setelan jas krem sederhana tetapi elegan, membawa sebuah tas kulit berisi dokumen yang bisa mengguncang dunia bisnis.Seorang jurnalis senior, Nadia Prasetya, menyambutnya di ruang konferensi.Nadia: "Nona Aria Ardian. Tentu saja, nama Anda sudah cukup dikenal belakangan ini. Apa yang membuat Anda memutuskan untuk datang ke sini?"Aria: "Saya punya cerita yang akan menarik perhatian publik. Ini bukan hanya soal persaingan bisnis. Ini tentang korupsi, penghianatan, dan bagaimana kekuatan bisa merusak keluarga."Aria membuka tasnya dan mengeluarkan dokumen-dokumen yang terorganisir dengan rapi. Bukti transfer bank ilegal, kontrak palsu, hingga kesaksian anonim dari beberapa karyawan perusahaan yang dipaksa tutup mulut.
Aria tahu, untuk melawan para pengkhianat dalam keluarga Ardian, ia membutuhkan lebih dari sekadar bukti. Ia membutuhkan strategi, kekuatan, dan aliansi yang kokoh. Setelah serangan fisik yang hampir merenggut nyawanya, Aria memutuskan bahwa ini bukan hanya soal mempertahankan posisinya. Ini soal bertahan hidup dan menang di medan yang kejam.Merangkul Musuh LamaAria menghubungi seorang tokoh yang pernah menjadi lawan bisnis Edwin, Damar Pranoto, seorang mantan direktur yang kehilangan segalanya akibat manipulasi Edwin. Damar awalnya ragu-ragu untuk membantu, tapi setelah Aria menunjukkan bukti penggelapan Edwin, ia melihat peluang untuk membalas dendam.Damar: "Kau tahu, jika aku membantumu, ini berarti kita berperang dengan salah satu keluarga paling berkuasa di negeri ini."Aria: "Aku tidak peduli. Aku sudah kehilangan terlalu banyak. Ini saatnya mereka tahu bahwa aku bukan boneka yang bisa mereka kendalikan."Damar akhirnya setuju membant
Matahari merangkak naik di cakrawala, menyinari medan perang yang kini dipenuhi dengan sisa-sisa pertempuran yang sengit. Asap masih mengepul dari reruntuhan, dan aroma besi bercampur darah memenuhi udara. Aria berdiri di atas bukit, mengawasi pasukannya yang tersisa. Kemenangan telah mereka raih, tetapi tidak tanpa pengorbanan. Ia melangkah perlahan melewati medan pertempuran yang penuh dengan para prajurit yang terluka dan gugur. Setiap langkahnya terasa berat, bukan karena kelelahan fisik, tetapi karena beban di hatinya. Ia telah memimpin pasukannya menuju kemenangan, namun harga yang harus dibayar sangat tinggi. Jenderal Adira mendekat, wajahnya penuh debu dan luka, tetapi matanya masih menyala dengan semangat. "Kita menang, Aria. Musuh telah mundur sepenuhnya. Kerajaan kita selamat." Aria mengangguk, tetapi hatinya tidak sepenuhnya lega. Ia tahu bahwa perang ini bukanlah akhir, melainkan awal dari per
Aria berdiri di depan peta besar yang tergantung di dinding, matanya menyusuri jalur-jalur yang terhubung dengan kekuatan-kekuatan musuh yang kini mengancam kerajaan mereka. Tangannya sesekali meluncur di atas peta, menandai titik-titik strategis yang harus diamankan. Namun, dalam hatinya, perang ini jauh lebih besar dari sekadar taktik dan strategi. Ini adalah ujian bagi semua yang ia perjuangkan, sebuah pertempuran antara harapan dan keputusasaan."Kepercayaan kita akan diuji," katanya dengan suara berat, menatap wajah-wajah yang hadir di ruangan itu. "Bukan hanya pasukan kita yang akan bergerak, tetapi setiap langkah yang kita ambil akan menentukan nasib kita semua."Di sekeliling meja, para jenderal dan penasihatnya mendengarkan dengan seksama. Mereka tahu betul bahwa Aria tidak hanya berbicara tentang kemenangan. Aria berbicara tentang mempertahankan segala yang telah dibangun, mempertahankan yang benar, dan mempertahankan cahaya di tengah kegelapan yang datan
Aria berdiri di depan peta besar yang tergantung di dinding, matanya menyusuri jalur-jalur yang terhubung dengan kekuatan-kekuatan musuh yang kini mengancam kerajaan mereka. Tangannya sesekali meluncur di atas peta, menandai titik-titik strategis yang harus diamankan. Namun, dalam hatinya, perang ini jauh lebih besar dari sekadar taktik dan strategi. Ini adalah ujian bagi semua yang ia perjuangkan, sebuah pertempuran antara harapan dan keputusasaan."Kepercayaan kita akan diuji," katanya dengan suara berat, menatap wajah-wajah yang hadir di ruangan itu. "Bukan hanya pasukan kita yang akan bergerak, tetapi setiap langkah yang kita ambil akan menentukan nasib kita semua."Di sekeliling meja, para jenderal dan penasihatnya mendengarkan dengan seksama. Mereka tahu betul bahwa Aria tidak hanya berbicara tentang kemenangan. Aria berbicara tentang mempertahankan segala yang telah dibangun, mempertahankan yang benar, dan mempertahankan cahaya di tengah kegelapan yang datan
Aria berdiri di tengah ruangan yang remang-remang, menatap peta besar yang terbentang di mejanya. Setiap garis dan tanda merah menandakan pertempuran yang telah ia lewati dan strategi yang harus ia jalankan selanjutnya. Kemenangan atas Ezekiel adalah langkah besar, tapi ia tahu perang belum berakhir.Di luar, hujan turun deras, seolah mencerminkan gejolak dalam hatinya. Telepon di mejanya bergetar, menampilkan nama yang tak asing Lina."Aria, kita punya masalah baru. Ada seseorang yang menggerakkan sisa pasukan Ezekiel di balik layar. Aku baru saja mendapat laporan bahwa kelompok bayangan ini lebih berbahaya dari yang kita duga."Aria mengepalkan tangan. "Siapa mereka?""Kami belum tahu. Tapi mereka disebut 'Ordo Kegelapan'. Mereka bukan hanya sekadar organisasi kriminal biasa. Mereka punya akses ke sistem pemerintahan, hukum, dan bahkan dunia bisnis. Jika kita tidak hati-hati, kemenangan kita bisa berubah menjadi awal dari perang yang lebih besar
💥 DUNIA PASCA-PERANG 💥Setelah kehancuran Aquila, dunia perlahan kembali stabil. Tapi harga yang harus dibayar sangat besar. Kota-kota hancur, pemerintahan kacau, dan banyak orang kehilangan harapan.Aria, Cassian, Nathan, dan Liora kini menjadi simbol kebangkitan, tetapi mereka tahu… musuh baru bisa muncul kapan saja.Suatu malam, Aria duduk di balkon markas mereka yang baru. Angin malam bertiup lembut, membawa aroma hujan yang masih tersisa. Cassian berjalan mendekat, membawa dua cangkir kopi.☕ “Sulit tidur?” tanyanya, menyerahkan secangkir pada Aria.Aria tersenyum tipis. “Kau juga.”Cassian duduk di sampingnya, menatap langit berbintang. “Kita berhasil… tapi rasanya masih belum selesai.”Aria mengangguk. “Aku juga merasa begitu. Seperti… ada sesuatu yang belum beres.”💡 ROMANTIS, TAPI PENUH TEKANAN 💡Cassian menoleh, mata birunya tajam namun lembut.“Kalau semuanya sudah benar-benar se
Meskipun Stasiun Omega telah hancur dan Ezekiel dikira tewas dalam ledakan itu, dunia masih jauh dari damai. Aria tahu, perang tidak pernah benar-benar berakhir selalu ada seseorang di balik layar, menunggu saat yang tepat untuk mengambil kendali.Suatu malam, saat Aria sedang berada di tempat persembunyian rahasia mereka, sebuah pesan misterius muncul di perangkat komunikasinya."Kau pikir ini sudah selesai? Aku selalu selangkah di depanmu, Aria. Kita akan bertemu lagi. E."Napas Aria tercekat. Tangannya mengepal.Ezekiel masih hidup.Ancaman BaruCassian segera menghubungkan semua sistem keamanan mereka untuk melacak sumber pesan itu. “Ini dikirim dari lokasi terenkripsi. Dia sengaja meninggalkan jejak.”Nathan bersandar di dinding, wajahnya penuh kekhawatiran. “Kalau dia masih hidup, berarti dia punya rencana cadangan.”Aria menatap layar dengan rahang mengeras. “Dia ingin kita tahu. Ini bukan hanya tentang balas
Malam menyelimuti kota tua Venosa saat Aria, Liora, dan Nathan menyusuri jalanan sempit yang diterangi lampu jalan yang temaram. Koordinat yang mereka terima membawa mereka ke sebuah gedung tua di pinggiran kota, tampak usang namun masih berdiri kokoh di antara bangunan yang runtuh dimakan waktu.Liora menatap layar peta digitalnya. "Ini tempatnya," gumamnya.Nathan mengawasi sekitar dengan gelisah. “Aku tidak suka ini. Terlalu sepi.”Aria mengangkat tangan, memberi isyarat agar mereka tetap waspada. Perlahan, mereka memasuki bangunan itu, menelusuri lorong panjang yang berdebu. Udara di dalam terasa lembap, bercampur dengan aroma logam tua dan kertas yang membusuk.Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari ujung lorong. Mereka segera berlindung di balik pilar beton, senjata mereka siap di tangan. Bayangan seseorang muncul dari kegelapan, siluetnya ramping namun bergerak dengan percaya diri.“Tenang. Aku bukan musuh.”Suara it
Misi LautanPagi berikutnya, tim berkumpul di sebuah dermaga kecil. Sebuah kapal selam kecil yang telah mereka modifikasi menunggu mereka di sana. Liora, dengan keahlian navigasinya, sedang memeriksa peralatan terakhir sebelum mereka berangkat.“Kapal ini tidak dirancang untuk misi tempur,” kata Liora sambil mengerutkan alis. “Jika kita ketahuan, kita akan menjadi ikan kecil di tengah hiu.”Aria meletakkan tangannya di bahu Liora. “Kita sudah menghadapi hal-hal yang lebih buruk, Liora. Kita akan melewati ini bersama.”Tim menaiki kapal, dan mereka mulai perjalanan ke lokasi yang tertera di koordinat. Suasana di dalam kapal terasa tegang, tetapi mereka tahu bahwa waktu tidak berpihak kepada mereka.Rahasia di Tengah SamudraSetelah berjam-jam menyelam, mereka akhirnya menemukan lokasi yang dimaksud. Sebuah stasiun bawah laut besar berdiri megah di dasar samudra, dikelilingi oleh penjaga otomatis dan drone bawah air.“Ini
Pesan dari Masa LaluMalam itu, Aria menerima pesan terenkripsi yang hanya bisa dibuka dengan perangkat miliknya. Saat dia membukanya, layar menunjukkan wajah seseorang yang pernah dia kenal. Ezekiel, mantan mentornya.“Aria,” katanya dengan nada dingin. “Kamu pasti sudah mendengar tentang Aquila Umbra. Kamu tahu apa yang mereka inginkan. Keadilanmu hanya ilusi. Dunia tidak butuh keadilan, tapi kekuatan untuk bertahan hidup.”Aria mengepalkan tangan. “Jadi, ini semua ulahmu?”“Bukan sepenuhnya. Aku hanya menunjukkan bahwa sistem yang kamu percayai itu rapuh. Jika kamu ingin tahu kebenarannya, temui aku di Venosa. Tempat di mana semuanya dimulai.”Pesan itu berakhir. Aria terdiam, pikirannya berputar. Venosa adalah tempat dia memulai pelatihannya bersama Ezekiel, tempat dia pertama kali belajar apa arti keadilan. Tapi sekarang, tempat itu mungkin menjadi medan perang baru.Keputusan BeratKeesokan paginya, Aria berdiri di ruang rap