“Hah?” Azkiya mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali. Ia berusaha mencerna ucapan Arza.
“Apa karena terlalu lama terpapar sinar matahari?” Arza terus bertanya tanpa rasa bersalah.
Entah mengapa Azkiya mendadak kecewa. Azkiya memikirkan hal lain, tapi ternyata.
Azkiya menarik wajahnya lalu membuang muka ke arah lain.”Ah! sepertinya iya.”
“Kenapa kamu terlihat kecewa?” tanya Arza yang memang memperhatikan tingkah istrinya.
“Apa?”
“Aku kecewa?” Azkiya meletakkan telapak tangannya di dada.
“Apa kamu kira aku mengharapkan sesuatu yang lain tadi?” Mata Azkiya tidak fokus. Ia menatap kesana kemari dengan cepat.
“Aku tidak mengatakan hal itu.”
“Memangnya kamu berharap apa tadi?” tanya Arza dengan menohok.Senjata makan tuan. Situasi menjadi semakin rumit. Arah pembicaraan mereka sudah melenceng jauh.
Azkiya m
Azkiya menatap kepergian Arza dengan wajah bingung.Sifat Arza yang irit bicara terkadang membuat Azkiya sulit menebak apa yang lelaki itu rasakan.Bahkan untuk alasan mengapa Arza melarang dirinya mengikat rambut terlalu tinggi saja baru Azkiya pahami sekarang.“Apa mungkin….” Azkiya bergumam seraya berpikir dengan keras.Satu persatu pegawai mulai meninggalkan kafe dan hanya menyisakan Arza dan Azkiya.Arza tengah berada di ruangannya dan masih berkutat dengan pekerjaannya.Di sana tampak Azkiya yang duduk di sofa menunggu Arza selesai.Tak ada percakapan apapun. Azkiya terlihat sibuk berbalas pesan dengan seseorang lewat ponselnya.Sesekali Arza melirik ke arah Azkiya. Wajahnya tampak tidak senang.Terdengar tawa kecil dari mulut Azkiya seraya menatap benda pipih itu.Sepertinya ada hal lucu yang membuat perempuan itu terkekeh pelan.“Kamu mau berbalas pesan hingga besok di sini?” celetuk Arza dengan dingin.Azkiya sedikit terperanjat karena memang tengah fokus dengan ponselnya. Ia
“Jangan berteriak!”Lelaki tersebut mencekal tangan Azkiya dengan sangat erat.Azkiya memindai ke sekitar. Sayang, tak ada seorangpun yang lewat. Dia semakin panik karena khawatir lelaki tersebut melakukan hal yang tidak diinginkan.“Lepas!”“Kau siapa?” Azkiya menoleh ke belakang. Tapi Arza belum juga muncul.Lelaki tersebut tak mengindahkan Azkiya yang mencoba memberontak.“Apa salahku?”Tatapan tajam lelaki itu tepat mengarah pada mata Azkiya.“Kau menyeret dirimu sendiri ke lubang neraka dengan menikahi Arza,”“Tinggalkan dia atau hidupmu akan hancur!!” ancam lelaki itu dengan pelan tapi penuh dengan penekanan.Wajah Azkiya kini terlihat bingung bercampur takut. Kenapa tiba-tiba lelaki itu mengancamnya? Bahkan tahu pernikahannya dengan Arza. Siapa dia?Azkiya tak berniat menanggapi ucapan konyol lelaki tersebut. Ia terus berusaha melepaska tang
“Hah?”Azkiya menatap Alwi dengan wajah bingungnya.“Kamu yakin akan menyerahkan hidupmu sepenuhnya pada Arza?”Pertanyaan yang terlontar dari mulut Alwi terdengar tidak nyaman di telinga. Benar-benar menohok hati Azkiya.“Ada apa Alwi?” Azkiya tersenyum gamang. Ia benar-benar merasa tidak nyaman karena biasanya Alwi tidak seperti itu.Alwi menghela nafas dalam. Ia membuang pandangannya ke sembarang arah.”Aku hanya khawatir.”Senyum manis terukir di wajah Azkiya. Inilah alasan mengapa ia bisa dekat dengan lelaki tersebut. Alwi selalu perhatian padanya.Lelaki itu bahkan sudah Azkiya anggap sebagai kakaknya sendiri.“Jangan khawatir!”“Aku sudah banyak berpikir sebelum memutuskan hal ini.” Azkiya mencoba meyakinkan Alwi.Sementara itu di sisi lain, tampak seorang kepala pegawai yang keluar dari ruangan Arza.Sepertinya mereka sudah selesai membicarakan kepentingan kafe.Arza baru sadar jika Azkiya tidak ada bersamanya.Lelaki itu akhirnya bangkit dari sofa dan berjalan keluar untuk menca
Arza membawa Azkiya ke sebuah pusat perbelanjaan yang terkenal di kota tersebut.Tangannya menggenggam lengan mungil Azkiya dengan lembut untuk menyusuri tempat itu.Azkiya menatap suaminya dari samping seraya tetap melanjutkan langkahnya.“Kenapa kita kesini?” tanya Azkiya. Mereka memang tidak ada rencana untuk pergi selain ke kafe.“Ingin saja,” seloroh Arza tanpa membalas tatapan Azkiya.Sebelumnya Arza pernah datang ke tempat itu. Benar. Saat bersama Ria.Tentu saja ia masih ingat. Arza merasa bersalah karena memperlakukan Azkiya dengan buruk, kini ia ingin menebusnya.“Kamu mau membeli apa? Makanan atau apapun itu, katakan saja,” ujar Arza saat mereka sudah cukup jauh masuk ke dalam.“Apapun?” Azkiya memastikan.Lelaki itu mengangguk dengan pasti.Azkiya mulai melangkah dengan senyum ceria. Sementara Arza mengekor di belakangnya untuk memantau.Kini sebua
Arza menahan nafasnya karena takut. Ya. Arza takut Azkiya tahu apa yang baru saja ia lakukan tadi.Tubuh Azkiya bergerak perlahan. Tapi ternyata perempuan itu hanya mengubah posisinya menjadi menyamping dan kembali terlelap.Helaan nafas lega terdengar dari mulut Arza.Dengan mengendap-ngendap lelaki itu melangkah menuju kamar mandi.Arza berhenti tepat di depan pintu kamar mandi. Wajahnya kembali menoleh ke belakang, tepatnya pada Azkiya.“Apa yang baru saja aku lakukan?” tanya Arza pada dirinya sendiri. Kini ia merasa konyol saat mengingat ulahnya barusan.“Kau sudah gil*, Arza!” umpatnya pada diri sendiri.*****Mentari mulai muncul dari peraduannya. Cahayanya memberi kehangatan pada pagi hari ini.Dengan sebuah cangkir di tangannya, Azkiya melangkah perlahan untuk menemui Arza yang berada di ruang tamu.Lelaki itu mengalihkan pandangannya sesaat dari ponsel saat Azkiya datang.Setelah meletakkan minuman tersebut, Azkiya ikut menjatuhkan bobot tubuhnya tepat di samping Arza.Arza m
Arza menarik pundak lelaki tersebut dari belakang agar sedikit menjauh.Lalau dengan cepat ia menghampiri Azkiya.Arza meraih pergelangan tangan Azkiya. Ia menarik perempuan itu agar berdiri di tepat di belakangnya.Mata Arza menatap tajam ke arah lelaki di hadapannya.Sementara lelaki tersebut tampak terkejut dan bingung dengan apa yang terjadi.Hal yang sama juga terjadi pada Azkiya. Ia menatap suaminya dari belakang dengan heran.“Apa yang akan kau lakukan?”“Kenapa tiba-tiba mendekatinya?” ketus Arza.Lelaki tersebut mengerutkan dahinya. Ia sama sekali tak mengerti karena situasinya menjadi tegang.“Kak!”Azkiya mengguncang pundak Arza. Ia maju selangkah agar bisa menatap Arza dari depan.“Tenanglah!” ujar Azkiya. Perempuan itu akhirnya sadar kenapa Arza bersikap demikian. Sepertinya kejadian tadi pagi mempengaruhinya dan membuat ia cemas berlebihan.
Matanya menyipit. Azkiya menunduk agar wajahnya lebih dekat dengan kepala Arza.“Apa ini?” gumamnya pelan.Setelah melihat lebih dekat, akhirnya Azkiya tahu bahwa yang Azkiya lihat adalah bekas jahitan yang cukup panjang.Telunjuknya mengusap bekas luka tersebut dengan perlahan.“Apa Kak Arza pernah terluka?” tanya Azkiya pada dirinya sendiri. Ia kemudian menatap wajah tenang Arza yang tengah terlelap.*****Hari ini adalah jadwal libur Azkiya. Jadi ia memiliki waktu yang lebih longgar pagi ini.“Kepalanya masih sakit, Kak?” tanya Azkiya saat Arza keluar dari kamar mandi.“Sudah lebih baik,” jawab Arza seraya menyeka rambutnya yang basah dengan handuk kecil.Sepertinya Azkiya mulai terbiasa saat melihat Arza yang hanya menggunakan handuk.Biasanya ia akan menyiapkan baju dan langsung keluar kamar bahkan sebelum Arza selesai mandi.“Apa hari ini sebaiknya kamu istirahat saja di rumah, Kak?” Azkiya berdiri di depan lemari yang terbuka. Tapi kepalanya menoleh ke samping untuk menatap la
Azkiya menatap setiap sudut taman tersebut. Tapi ia tak menemukan sesuatu ataupun seseorang yang aneh.“Sepertinya seseorang terus mengawasiku,” lirihnya dengan wajah yang mulai tampak resah.Sekali lagi, Azkiya menatap kertas tersebut lalu meremasnya perlahan.Azkiya selalu berusaha berpikir positif di setiap kejadian aneh yang menimpanya, tapi kali ini ia tidak bisa lagi melakukannya.Jika dipikirkan lagi, semua ini tidak mungkin hanya kebetulan.Kekhawatiran dan rasa takut mulai menyusup ke dalam hatinya.Bagaimanapun juga Azkiya takut jika orang yang menerornya melakukan hal yang nekat.Azkiya menghela nafas seraya mengusap wajahnya pelan.Samar terdengar suara langkah seseorang yang mendekat.Azkiya menoleh ke belakang.Ia tampak terkejut. Ternyata itu adalah Arza. Lelaki itu menenteng sebuah kantong plastik.Dengan cepat Azkiya meremas kertas tersebut lalu memasukkannya ke dalam saku.
Arza terkapar ke sandaran sofa sebelum sempat menuntaskan ucapannya. Satu pukulan keras melayang tepat di sisi kiri wajahnya. Benar. Pukulan tersebut melayang dari tangan Alwi.Dengan cepat Alwi meraih kerah baju Arza dan memaksa lelaki itu untuk berdiri.”Apa kau sudah tidak waras?”Arza tampak pasrah dalam cengkraman Alwi yang tengah dikuasai amarah. Entah karena merasa bersalah atau tidak memiliki tenaga, tapi lelaki itu terlihat tidak berniat melawan sahabatnya.Lagi-lagi satu pukulan mentah mendarat mulus di wajah Arza. Lelaki itu terhuyung ke belakang hingga menabrak meja kerjanya.Arza ambruk tepat di bawah meja.“Bagaimana bisa kalian melakukan itu pada Azkiya?” cicit Alwi dengan mata nyalang menatap ke arah Arza. Dia sudah berusaha menekan emosinya, tapi akhirnya meledak juga.Perbuatan Arza dan orangtuanya sungguh tidak manusiawi. Mereka telah merenggut nyawa ayah Azkiya lalu kini membodohi perempuan itu deng
Alwi mengendarai motor dengan kecepatan tinggi menembus gelapnya malam. Sepanjang perjalanan hatinya merasa tidak tenang.Setelah berkendara beberapa saat, akhirnya Alwi sampai di tempat tujuan. Ia langsung melepas helm yang bertengger di kepalanya lalu bergegas turun.Tangannya mengetuk pintu beberapa kali. Alwi tampak tidak sabar menunggu pintu tersebut terbuka.Seorang perempuan muncul dari balik pintu yang terbuka perlahan dari dalam. Dia adalah Atifa. Mereka saling menatap satu sama lain sebelum akhirnya Alwi diizinkan masuk.“Kamu tahu di mana Azkiya?” tanya Alwi langsung pada intinya. Mereka bahkan masih dalam posisi berdiri.Atifa terdiam dan tampak ragu.Tiba-tiba fokus Alwi teralihkan saat seseorang melangkah keluar dari dalam kamar.“Azkiya,” lirih Alwi dengan mata yang menatap ke arah perempuan tersebut.Mereka kini tengah duduk lesehan di ruang tamu berukuran kecil tersebut. Tampaknya tidak ada yang berniat memulai percakapan karena sedari tadi mereka hanya terdiam dengan
Atifa mengangguk pelan seraya menatap perempuan yang hanya menyembulkan kepalanya dari dalam kamar.“Azkiya!”“Ada apa sebenarnya?” tanya Atifa seraya melangkah masuk ke dalam kamar.Sementara itu Azkiya kembali duduk di atas kasur. Ia menunduk menatap lantai.Setelah cukup lama berada di danau untuk meluapkan segala amarahnya, Azkiya terlunta-lunta di jalanan hingga malam sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi ke tempat Atifa.Azkiya sudah menduga Arza akan mencarinya ke kontrakan Atifa. Beruntung sahabatnya itu bersedia merahasiakan keberadaannya dari lelaki itu.Atifa ikut menjatuhkan bokongnya tepat di samping Azkiya. Matanya memindai wajah perempuan itu dengan seksama.Tampak jelas wajah Azkiya yang pucat disertai dengan mata yang bengkak. Atifa yakin sahabatnya itu menangis cukup lama.“Kamu bertengkar dengan Arza?” tanya Atifa dengan hati-hati. Ia semakin penasaran karena Azkiya membi
Lelaki itu merogoh ponselnya lalu mencoba menghubungi Azkiya.Berkali-kali panggilan itu tidak terjawab, membuat Arza semakin gelisah.Dengan debar jantung yang sudah tak terkendali, Arza melangkah cepat menuruni tangga. Ia kembali menghampiri orang tuanya di ruang tamu.“Bukankah Azkiya sudah pulang?”“Kemana Azkiya?” tanya Arza beruntun.Wajahnya tampak panik.Lina dan Darma hanya diam membisu.“Jawab aku!!” bentak Arza. Kesabarannya sudah hilang. Ia benar-benar sudah tenggelam dalam rasa takutnya. Benar, Arza takut kehilangan lagi.“Azkiya sudah tahu semuanya lalu dia pergi,” ungkap Lina disela isakkan kecilnya. Perasaan bersalah semakin menggunung menyelimuti hatinya.Seketika kaki Arza terasa lemas mendengar penuturan sang ibu.“Tidak! Azkiya!”Lelaki itu seketika berlari keluar.Dengan cepat Arza berlari menyusuri jalanan. Matanya menata
“Bagaimana bisa kau menikahkannya dengan Arza?!” Darma menatap Lina dengan tidak percaya.Lelaki itu mengusap wajah kasar. Sungguh ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Lina.“Kenapa tidak bisa?”“Hidupnya terjamin dan bahagia bersama Arza. Dan itu adalah caraku meminta maaf atas apa yang terjadi padanya,” ungkap Lina yang merasa tindakannya tidaklah salah.“Kau….” Darma hampir tidak bisa berkata-kata lagi.“Bagaimana jika dia tahu bahwa Arza adalah pelaku tabrak lari yang menyebabkan ayahnya meninggal dunia?”“Dan mertuanya yang membungkam kasus itu agar Arza tidak dipenjara?” cecar Darma dengan perasaan tidak karuan.Tindakan Lina sungguh diluar dugaannya.“Semua akan aman jika kamu tetap diam!” gertak Lina.Ia tahu mungkin ini terlalu beresiko, tapi tidak ada cara lain.“Tutup mulut….”&ldquo
“Kamu menemukan orangnya?” tanya Lina seraya menatap menantunya lekat.Ia bahkan menghadapkan seluruh tubuhnya ke arah Azkiya.Azkiya mengangguk pelan.“Siapa?” Lagi Lina bertanya.“Seorang pemulung yang tinggal tidak jauh dari tempat kejadian itu,” tukas Azkiya.Pandangannya menatap entah kemana.”Ternyata keluarga pelaku memberinya uang agar tetap diam.”“Aku tidak habis pikir ada manusia sejahat itu, Bu,” lirih AzkiyaIa menunduk seraya tersenyum miris.Manusia memang bisa lebih jahat dari yang ia kira pikirnya.“Aku sedang berusaha menemukan mereka.”“Kak Arza meminta bantuan temannya dan juga meminta polisi kembali mengusutnya,” tutur Azkiya menjelaskan.Tak ada tanggapan. Lina hanya diam mendengar semua ucapan Azkiya.“Aku akan meminta keadilan pada mereka.” Azkiya tersenyum seraya mengalihkan pandangannya pa
“Memangnya Azkiya kenapa?” tanya Arza lagi. Ia kembali melangkah lalu berdiri tepat di dekat Azkiya.“Kak Arza?” lirih Azkiya seraya mendongak untuk menatap sang suami.“Kapan kamu datang?” tanya Rania dengan gugup. Wajahnya tampak tegang.“Sejak kamu bertanya bagaimana wanita seperti Azkiya bisa menikah denganku,” seloroh Arza.Suasana menjadi canggung seketika. Teman-teman Arza hanya saling melirik satu sama lain.Sementara itu manik mata Rania bergerak kesana kemari. Ia merasa terintimidasi karena Arza menatapnya dengan dingin.“Wanita seperti apa maksudmu?” tanya Arza sekali lagi.Rania duduk dengan gelisah.”Sepertinya kamu salah paham, Arza.”“Jadi apa maksudmu?” sambar Arza cepat.Ia tidak bodoh. Arza tahu pertanyaan Rania memang bermaksud merendahkan Azkiya.“Kak!” Azkiya menarik baju Arza dengan pelan. Ia berusa
Arza terus menatap Azkiya cukup lama tanpa berkedip. Ia tampak terpana dengan penampilan perempuan itu.Make up yang dipakai sangat cocok dan menyatu dengan kulit wajahnya.Dress panjang yang simple namun tetap elegan juga terlihat indah di tubuh Azkiya.Penampilan perempuan itu mampu membuat Arza tidak berpaling.Azkiya sampai menyentuh wajah serta memeriksa kembali pakaian yang melekat di tubuhnya.Apa ada yang salah pikirnya?“Kak!” seru Azkiya.Suara perempuan itu menarik kesadaran Arza kembali.Ia mengerjap beberapa kali.”O-oh? Iya?”“Apa aku tidak pantas memakai ini?”“Atau aku jelek?” tanya Azkiya khawatir.Jika benar begitu, maka ia tidak perlu pergi. Azkiya tidak ingin membuat Arza malu.“Kalau begitu aku tidak usah pergi, ya?”Arza mengernyit.”Apa maksudmu?”Lelaki itu bergegas melangkah menghampiri Azkiya.“Ayo!” ajak Arza.Di dalam mobil, Arza berkali-kali melirik perempuan yang duduk di sampingnya.Azkiya memang sudah cantik, tapi hari ini dia terlihat sangat cantik.“Jad
“Kamu anaknya?” Suara pria tua itu terdengar bergetar. Wajahnya tampak sangat terkejut.Azkiya mengangguk pelan. Ia masih belum melepas cekalan tangannya pada pria tersebut.Untuk sesaat dua orang itu hanya terdiam sambil menatap satu sama lain.Mata Azkiya menatap kesana kemari, ia sudah masuk dan tengah duduk di dalam gubuk kecil tersebut.Hati Azkiya merasa tersentil mengingat seberapa seringnya ia berkata lelah dan terkadang merasa kurang beruntung, padahal masih banyak yang kehidupannya lebih sulit darinya.“Kakek tinggal sendirian di sini?” tanya Azkiya hati-hati.Pria itu mengangguk untuk menjawab pertanyaan Azkiya.Banyak hal yang sebenarnya ingin ia tanyakan, tapi Azkiya merasa tidak enak. Lagipula tujuannya datang karena ada alasan khusus.“Jadi benar kalau Kakek adalah saksi mata kejadian itu?” Azkiya membenarkan posisi duduknya. Tatapannya terlihat sangat serius saat berbicara.